MAKALAH HERPES GENETALIS


BAB I
PENDAHULUAN 
A.    Latar Belakang
Insidensi infeksi herpes simplek virus, (HSV) pada genital terus meningkat selama 20 tahun terakhir. Di sebagian besar tempat di Inggris, hsv 2 merupakan tipe utama yang menyerang genital. Namun, HSV 1 merupakan tipe penyebab infeksi pada sekitar 50% pria dan wanita dengan herpes genitalis primer. Pada sebagian besar kasus, jenis virus ini didapat melalui kontak orogenital. Di Negara-negara maju, prevalensi antibody terhadap HSV 1 pada remaja telah berkurang, dan diperkirakan bahwa peningkatan insidensi herpes genitalis mungkin mencerminkan tidak adanya proteksi terhadap HSV 2 apabila belum terjadi pajanan ke virus tipe 1 sebelumnya (Glasier, Anna, 2006)
Infeksi asimtomatik sering terjadi. Lebih dari 80% dari mereka yang serumnya mengandung antibody terhadap HSV 2 tidak memiliki riwayat infeksi. Transmisi dapat terjadi apabila individu asimtomatik mengeluarkan virus ke dalam sekresi genitalnya (Glasier, Anna, 2006)
Diperkirakan bahwa sebanyak 50 juta orang-orang di Amerika terinfeksi dengan genital HSV. Genital herpes disebar hanya dengan kontak langsung orang ke orang. Dipercayai bahwa 60% dari kaum dewasa yang aktif secara seksual membawa virus herpes. Sebagian dari sebab untuk angka infeksi tinggi yang berlanjut adalah bahwa kebanyakan wanita-wanita yang terinfeksi dengan virus herpes tidak mengetahui bahwa mereka terinfeksi karena mereka mempunyai sedikit atau tidak mempunyai gejala-gejala. Pada banyak wanita-wanita, ada perjangkitan-perjangkitan "atypical" dimana satu-satunya gejala mungkin adalah gatal yang ringan atau ketidaknyamanan yang minimal. Lebih dari itu, lebih lama wanita itu telah mempunyai virus, lebih sedikit gejala-gejala mereka punyai dengan perjangkitan-perjangkitan mereka. Akhirnya, virus dapat melepaskan diri dari cervix kedalam vagina pada wanita-wanita yang tidak mengalami segala gejala-gejala.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena tersebut di atas, peneliti sangat tertarik untuk menulis tentang Herpes Genitalis pada Ibu Hamil.
B.     Identifikasi Masalah
Genital herpes hanya dapat ditularkan langsung melalui kontak seksual, termasuk ke-genital-genital, mulut-ke-genital, atau kontak dengan partner yang terinfeksi. Sesekali, kontak oral-genital herpes mulut dapat menyebar ke alat kelamin (dan sebaliknya). Individu dengan herpes aktif atau luka di sekitar mulut mereka atau di alat kelamin mereka hanya terlibat dalam seks, melalui vagina atau anus.
C.     Masalah dan Permasalahan
Wanita hamil terkeserang herpes bayi mempunyai risiko tinggi tertular. Virus dapat ditularkan kepada janin melalui placenta selama kehamilan atau selama persalinan vaginal. Pada infeksi selama kehamilan dapat meningkatkan risiko keguguran, ketuban penurunan pertumbuhan. Sekitar 30-50% bayi yang lahir melalui vagina dengan seorang ibu yang terinfeksi virus herpes. Bayi yang dilahirkan perempuan mengalami serangan pada saat lahir, satu sampai empat persen menjadi terinfeksi dengan herpes-simplex virus.
Setelah infeksi, virus herpes membentuk suatu masa yang disebut latency, saat virus yang ada dalam tubuh dari sel saraf dapat muncul (misalnya alat kelamin, mulut, dan bibir) virus menjadi aktif lagi. Meskipun aktif, virus mulai kali (disebut peluruhan) dan menjadi transmittable lagi. Peluruhan ini mungkin tidak disertai oleh gejala. Selama reaktivasi, virus berpindah dari dalam sel saraf dan diangkut melalui saraf ke kulit. Kemampuan virus herpes menjadi laten dan reaktif menjelaskan jangka panjang, sifat herpes infeksi yang berulang.
Infeksi ulang mungkin dipicu oleh haid, penyakit yang menyebabkan fevers, stres, sistem kekebalan imbalances, dan penyebab lainnya yang tidak diketahui. Namun, tidak semua pasien mengalami kejadian kedua.
D.     Tujuan
Penulis bertujuan untuk mengetahui proses terjadinya Herpes Genitalis Pada Ibu Hamil.

BAB II
PEMBAHASAN 
A.    Defenisi  
Genital herpes, juga umumnya disebut "herpes" adalah infeksi virus oleh herpes simplex virus (HSV) yang ditularkan melalui kontak intim dengan lapisan-lapisan yang ditutupi lendir dari mulut atau vagina atau kulit genital. Virus memasuki lapisan-lapisan atau kulit melalui robekan-robekan mikroskopik. Sekali didalam, virus berjalan ke akar-akar syaraf dekat sumsum tulang belakang (spinal cord) dan berdiam disana secara permanen.
Ketika seseorang yang terinfeksi mempunyai perjangkitan herpes, virus berjalan menuruni serabut-serabut syaraf ke tempat dari asal infeksi. Ketika ia mencapi kulit, kemerahan dan lepuhan-lepuhan (blisters) yang khas terjadi. Setelah perjangkitan awal, perjangkitan-perjangkitan yang berikut cenderung menjadi sporadik. Mereka mungkin terjadi mingguan atau bahkan tahunan berpisahan.
Dua tipe-tipe dari virus-virus herpes berhubungan dengan luka-luka genital: herpes simplex virus-1 (HSV-1) dan herpes simplex virus-2 (HSV-2). HSV-1 lebih sering menyebabkan blisters dari area mulut sementara HSV-2 lebih sering menyebabkan luka-luka genital pada area sekitar anus. Perjangkitan dari herpes berhubungan erat pada berfungsinya sistim imun. Wanita-wanita yang mempunyai sistim-sistim imun yang ditekan, karena stress, infeksi, atau obat-obat, mempunyai perjangkitan-perjangkitan (outbreaks) lebih seringkali dan bertahan lebih lama.
Diperkirakan bahwa sebanyak 50 juta orang-orang di Amerika terinfeksi dengan genital HSV. Genital herpes disebar hanya dengan kontak langsung orang ke orang. Dipercayai bahwa 60% dari kaum dewasa yang aktif secara seksual membawa virus herpes. Sebagian dari sebab untuk angka infeksi tinggi yang berlanjut adalah bahwa kebanyakan wanita-wanita yang terinfeksi dengan virus herpes tidak mengetahui bahwa mereka terinfeksi karena mereka mempunyai sedikit atau tidak mempunyai gejala-gejala. Pada banyak wanita-wanita, ada perjangkitan-perjangkitan "atypical" dimana satu-satunya gejala mungkin adalah gatal yang ringan atau ketidaknyamanan yang minimal. Lebih dari itu, lebih lama wanita itu telah mempunyai virus, lebih sedikit gejala-gejala mereka punyai dengan perjangkitan-perjangkitan mereka. Akhirnya, virus dapat melepaskan diri dari cervix kedalam vagina pada wanita-wanita yang tidak mengalami segala gejala-gejala.
Wanita hamil terkeserang herpes bayi mempunyai risiko tinggi tertular. Virus dapat ditularkan kepada janin melalui placenta selama kehamilan atau selama persalinan vaginal. Pada infeksi selama kehamilan dapat meningkatkan risiko keguguran, ketuban penurunan pertumbuhan. Sekitar 30-50% bayi yang lahir melalui vagina dengan seorang ibu yang terinfeksi virus herpes. Bayi yang dilahirkan perempuan mengalami serangan pada saat lahir, satu sampai empat persen menjadi terinfeksi dengan herpes-simplex virus.
Setelah infeksi, virus herpes membentuk suatu masa yang disebut latency, saat virus yang ada dalam tubuh dari sel saraf dapat muncul (misalnya alat kelamin, mulut, dan bibir) virus menjadi aktif lagi. Meskipun aktif, virus mulai kali (disebut peluruhan) dan menjadi transmittable lagi. Peluruhan ini mungkin tidak disertai oleh gejala. Selama reaktivasi, virus berpindah dari dalam sel saraf dan diangkut melalui saraf ke kulit. Kemampuan virus herpes menjadi laten dan reaktif menjelaskan jangka panjang, sifat herpes infeksi yang berulang.
Infeksi ulang mungkin dipicu oleh haid, penyakit yang menyebabkan fevers, stres, sistem kekebalan imbalances, dan penyebab lainnya yang tidak diketahui. Namun, tidak semua pasien mengalami kejadian kedua.

B.     Gejala
Herpes genitalis primer timbul setelah masa laten yang lamanya bervariasi  (Glasier, Anna, 2006)
1.      Gejala sistemik sering terjadi, terutama pada wanita dan mencakup demam, nyeri kepala, malese dan mialgia.
2.      Nyeri yang mungkin parah, di vulva atau penis disuria dan peningkatan rabas vagina.
3.      Pembesaran kelenjar linfe inguinal disertai nyeri tekan biasanya timbul lebih dari 1 minggu setelah awitan penyakit.
4.      Lesi awalnya bersifat popular tetapi cepat menjadi vesikel dan mengalami ulserasi. Lesi menetap sampai 2 minggu sampai terjadi pembentukan krusta.
5.      Pada wanita, dijumpai ulkus ekstensif di labia mayor, labia minora, kulit di sekitar introitus, perineum, region periananal, vagina, dan serviks.
6.      Dapat timbul proktitis herpetika.
7.      Pembentukan lesi baru dapat dijumpai pada 10 hari pertama. Radikulitis sacrum, yang bermanifestasi sebagai konstipasi, retensi urin, dan parestesia dalam distribusi saraf sekralis merupakan komplikasi yang jarang pada infeksi HSV 2 primer.
8.      Gejala sistematik biasanya mereda dalam 7 sampai 10 hari dan lesi genital biasanya sembuh dalam waktu sekitar 21 hari.
9.      Gambaran klinis pada wanita cenderung lebih parah daripada pada pria.
10.  Gambaran klinis episode pertama herpes genitalis pada orang yang pernah terpajan ke HSV tampaknya lebih ringan daripada mereka yang menderita infeksi genital primer sejati.
  C.    Diagnosis
Diagnosis perlu di tegakkan secara pasti sehingga pasien dapat diberi konseling yang tepat.
1.      Bahan diperoleh dengan mengerok secara hati-hati bagian dasar ulkus dengan menggunakan stik aplikator berujung kapas harus dukirim dalam medium transfortasi yang sesuai (mis: medium Hank) untuk isolasi virus dalam kultur jaringan.
2.      Pada wanita yang tidak hamil, deteksi antigen HSV dengan imunofluoresensi atauenzyime-linked immunoabsorbent assay (ELISA) dapat menjadi alternative praktis terhadap kultur jaringan.
3.      Darah harus diambil pada kunjungan pertama, dan diulang 10 sampai 14 hari kemudian, untuk studi serologis, terutama dengan menggunakan uji fiksasi komplemen (complement fixation test,CFT). Individu yang mengidap infeksi primer akan membentuk antibody dalam interval ini.
CFT tidak dapat mendeteksi infeksi HSV 2 awal apabila terdapat antibody terhadap HSV 1. Telah dikembangkan uji serologis Yng spesifik-tipe, tetapi peran uji-uji ini dalam praktik klinis masih belum diketahui pasti (Glasier, Anna, 2006)
D.    Terapi
1.      Infeksi Primer atau Awal
a.       Aciclovir (200 mg per oral lima kali sehari selama 5 hari), famciclovir (250 mg 3 kali sehari selama 5 hari), atau valaciclovir (500 mg 2 kali sehari selama 5 hari) merupakan obat pilihan. Dibandingkan dengan pasebo, lesi lebih cepat sembuh, nyeri lebih cepat reda, pembentukan lesi baru berhenti, dan gejala sitemik lebih cepat reda.
b.      Pasien harus diperingatkan mengenai kemungkinan risiko autoinokulasi ke bagian-bagian tubuh lain, terutama ke kornea, dan mengenai perlunya kebersihan yang ketat.
c.       Hubungan intim sebaiknya ditunda sampai seluruh lesi sembuh.
Penyakit Berulang (Kambuh). Anjurkan untuk memakai obat-obat antivirus di atas masih belum jelas. Walaupun perjalanan klinis penyakit sedikit banyak menjadi lebih singkat, namun secara umum hal ini tidak member banyak keuntungan bagi pasien. Apabila diberikan secara dini, mis : selama stadium prodroma, obat-obat ini dapat mengurangi secara bermakna lama kekambuhan (Glasier, Anna, 2006).
2.      Terapi Supresif
Aciclovir (200 mg 4 x sehari atau 400 mg 2 x sehari), atau famciclovir (250 mg 2 x sehari) mengurangi frekuensi kekambuhannya sangat sering atau sangat mengganggu. Apabila diberikan selama setahun, angka kekambuhan selanjutnya mungkin berkurang.
Aciclovir hanya sedikit menimbulkan efek samping, tetapi keamanan pada kehamilan masih belum diketahui pasti. Konseling berperan penting dalam penatalaksaan pasien dengan herpes genitalis (Glasier, Anna, 2006).
E.     Herpes Genitalis Pada Kehamilan
Infeksi primer mungkin menyebabkan aborsi spontan, retardasi pertumbuhan intrauterus, dan persalinan permatur. Pedoman-pedoman mengenai penatalaksaan herpes genitalis pada kehamilan dapat ditemukan dibeberapa kepustakaan (Smith et al., 1998). Infeksi herpes neonates dapat terjadi intra-atau pasca-partum. Lebih dari 10 bayi yang lahir dari ibu yang infeksi HSV primer aterm kemungkinan besar terifeksi dan memperlihatkan gejala penyakit dengan kondisi ini, seksio sesarea mengurangi resiko infeksi neonates, dan tindakan ini juga harus dipertimbangkan apabila  seorang wanita dating dengan infeksi primer selama 6 minggu terakhir kehamilannya. Risiko bagi bayi yang lahir pervaginam dari ibu dengan HSV berulang pada aterm cukup rendah, tetapi harus dilakukan seksio sesarea apabila pada aterm ditemukan lesi genital. Karena 60% wanita dengan infeksi HSV yang melahirkan bayinya tidak memperlihatkan gambaran klinis infeksi atau riwayat herpes genitalis, maka pemeriksaan penapisan rutin selama kehamilan tidak dianjurkan (Glasier, Anna, 2006).

BAB III
PENUTUP 
A.    Kesimpulan
Herpes Genitalis termasuk jenis penyakit tua karena sudah ada sejak lama, ditularkan oleh bangsa Yunani, Romawi, dan Louis XV. Herpes termasuk jenis penyakit biasa, disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks. Virus herper ini tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat diobati. Obat yang biasa diberikan untuk genital herpes adalah Acyclovir. Karena cara kerjanya menetap dalam system saraf tubuh, virus tersebut tidak dapat disembuhkan atau dihilangkan selama-lamanya. Herpes dapat juga ditularkan selama masa kehamilan dan kelahiran. Mengingat risiko yang mungkin terjadi pada bayi dalam kandungan, para dokter selalu menganjurkan operasi Caesar terhadap penderita herpes (Dianawati, 2006).
B.     Saran
Diharapkan agar kita semua agar lebih menjaga kebersihan diri terutama pada bagian Genital (alat kelamin), karena hal itu dapat mencegah timbulnya jamur atau virus pada bagian genital yang dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti Herpes Genitalis.

DAFTAR PUSTAKA
Ai Yeyeh Rukiyah, Lia Yulianti 2010. Asuhan Kebidanan IV (patologi kebidanan). Penerbit buku kesehatan’ Jakarta.
Fadlun, Feryanto Achmad. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Salemba Medika ; Jakarta.
Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi Dan Embryologi.Bandung: Tarsito.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MAKALAH HERPES GENETALIS"

Posting Komentar