MAKALAH ASKEP BRONCHIOLITIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bronchiolitis adalah infeksi saluran pernapasan paling
serius yang dididapat bayi berusia di bawah 12 bulan. Penyakit ini menyebabkan
peradangan bronchiolitis yaitu saluran udara terkecil di dalam paru-paru.
Bronchiolitis disebabkan virus. Pada sebagian besar kasus,
virus ini disebut virus syncytial pernapasan. Mereka yang berisiko tinggi
terkena penyakit ini adalah bayi yang baru lahir prematur dan mengidap penyakit
paru-paru atau bayi dengan penyakit jantung bawaan. Sekitar 90 persen penderita
adalah bayi yang berusia di bawah sembilan bulan. Bronchiolitis merupakan
penyakit yang jarang terjadi pada anak yang berusia di atas 12 bulan. Biasanya,
kondisi ini terjadi di musim dingin.
Tanda-tanda atau symptom awal infeksi ini mirip dengan pilek
seperti mengalir, demam ringan, mudah sakir dan tidak nafsu makan. Setelah
beberapa hari, penderita mengidap batuk kering disertai suara serak dan
kesulitan bernapas yang semakin meningkat. Napas bayi terdengar berbunyi
mendecit dan sulit bernapas, sering menarik napas pendek sehingga dinding dada
dan tulang rusuk terlihat. Gangguan pernapasan ini bisa mempengaruhi pola nafsu
makan.
Gejala-gejala yang lebih mengkhawatirkan adalah tahap-tahap
dimana bayi berhenti bernapas selama lebih dari sepuluh detik dalam satu
kesempatan. Gejala ini disebut recurrent apnea. Bayi menjadi mudah mengantuk
dan bibirnya mulai membiru.
Bronchiolitis ringan dapat diatasi di rumah dengan minum
sirup yang mengandung paracetamol untuk demam dan mengatasi rasa gelisah. Beri
minum air putih sebanyaknya untuk menghindari dehidrasi. Pemberian antibiotik
tidak dianjurkan karena tidak memberikan manfaat. Meski dokter umumnya
merekomendasikan obat bronchodilator untuk membantu kelancaran pernapasan.
Bayi-bayi yang mengidap bronchiolitis yang lebih parah harus dirawat di rumah
sakit. Biasanya, penderita diberikan oksigen yang lembab melalui selang udara
ke hidung atau headbox atau pada beberapa kasus parah, melalui ventilasi
buatan.
Virus Respiratory Syncytial (RSV) adalah virus yang menyebabkan terjadinya infeksi pada paru dan saluran napas. Virus ini sering sekali menyerang anak-anak, biasanya seorang anak yang berusia 2 tahun biasanya sudah pernah terinfeksi oleh virus ini. RSV juga dapat menginfeksi orang dewasa.
Virus Respiratory Syncytial (RSV) adalah virus yang menyebabkan terjadinya infeksi pada paru dan saluran napas. Virus ini sering sekali menyerang anak-anak, biasanya seorang anak yang berusia 2 tahun biasanya sudah pernah terinfeksi oleh virus ini. RSV juga dapat menginfeksi orang dewasa.
Pada orang dewasa dan anak-anak yang berusia lebih tua dan
dalam keadaan sehat, tanda-tanda dan gejala RSV sama persis dengan gejala
selesma. Hal ini menyebabkan terjadinya infeksi RSV yang seriua pada bayi dan
anak-anak. Serangan RSV yang parah menyebabkan perlunya perawatan di rumah
sakit, terutama untuk bayi kurang dari 6 bulan, anak-anak dengan kondisi
kesehatan tertentu seperti pengidap penyakit jantung atau paru-paru dan
anak-anak yang terlahir prematur. Infeksi RSV juga dapat menyebabkan penyakit serius
pada orang dewasa yang berusia lanjut dan orang dewasa yang mengidap penyakit
pada jantung dan paru-paru. Bila kita bertindak secara hati-hati dan
rasional maka kita dapat mencegah penyebaran virus RSV.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan
bronchiolitis
2. Tujuan Khusus
a.
Dapat melakukan pengkajian secara
langsung pada klien bronchiolitis.
b. Dapat merumuskan masalah dan membuat
diagnosa keperawatan pada klien bronchiolitis.
c.
Dapat membuat perencanaan pada klien
bronchiolitis.
d. Mampu melaksanakan tindakan
keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien
bronchiolitis.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Penyakit ini merupakan suatu sindrom obstruksi bronkiolus
yang sering diderita bayi dan anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun.
Angka kejadian tertinggi rata-rata ditemukan pada usia 6 bulan.
2. Patofisiologi
Infeksi oleh virus berturut-turut
menyebabkan terjadinya infeksi saluran pernafasan akut bagian atas (ISPA-A)
dengan gejala coryza dan batuk, kemudian setelah menimbulkan kelainan yang
ringan pada bronchus akhirnya menyebabkan infeksi pada bronchioli. Kelainan
terjadi diduga disebabkan oleh peristiwa alergi (reaksi antigen-antibodi dengan
RSV sebagai antigen) disamping oleh karena infeksi virus sendiri. Kelainan
terjadi sering bersifat ringan atau berat. Pada kelainan yang ringan hanya
terjadi oedema, infiltrasi sel, dan eksudai yang ringan yang pada umunya hanya
mengakibatkan obstruksi partikel terbatas.
Pada kelainan berat, disamping pada
kelainan diatas terjadi pula nekrosis mukosa yang mengakibatkan lebih banyak
obstruksi total yang meliputi daerah yang lebih luas. Disamping itu
nekrosa yang terjadi mengakibatkan pula daya tahan lokat saluran pernafasan
menurun yang selanjutnya sangat memudahkan terjadi infeksi sekunder oleh
bakteri yang selanjutnya lagi mengakibatkan pembentukkan sekresi yang
meningkat.
Berbagai kelainan ini akhirnya dapat
mengakibatkan hipoksmia tanpa ataunpun dengan hiperkarbia. Apabila tidak
terjadi perbaikkan maka anak akan jatuh kedalam kegagalan pernafasan.
3. Gejala Klinis
a.
Gejala Awal
Gejala dari ISPA-A: bersin-bersin
dengan sekret hidung yang jernih, demam ringan, rewel dan nafsu menurun.
b. Gejala respiratory distress
Tiba-tiba menjadi sangat sesak
dengan batuk yang iritatif, repetitive, paroksismal, sulit tidur, sulit makan
dan minum, gelisah seperti ketakutan.
c.
Gejala perbaikkan
Setelah masa kristis terlampaui,
maka berangsur-angsur gejala berkurang menuju kearah penyembuhan.
4. Komplikasi
RSV adalah penyebab paling utama terjadi penyakit saluran
pernapasan pada bayi dan anak-anak. Tapi infeksi virus ini dapat menyebabkan
akibat yang serius-terutama pada anak-anak yang berusia lebih muda dari 6
bulan, bayi-bayi yang lahir prematur, dan bayi-bayi yang memiliki kelainan
bawaan pada jantung dan paru-parunya.
Setiap tahun, ada 125.000 anak di Amerika Serikat yang masuk
rumah sakit karena serangan RSV yang parah, dan ada sejumlah anak dalam
presentase kecil yang kecil meninggal karena infeksi ini. Pada bayi dan
anak-anak yang baru pertam kali mangalami infeksi ini,banyak juga yang
mengalami gejala bronchiolotis dan radang paru. Radang saluran tengah
yang terjadi saat ada bakteri yang masuk ke daerah di belakang gendang telinga
adalah salah satu komplikasi yang mungkin akan terjadi.Kemungkinan timbulnya
penyakit asma di kemudian hari.
Begitu seseorang terinfeksi RSV,maka bukan yang luar biasa bila sepanjang hidupnya orang tersebut akan terkena infeksi RSV lagi.Infeksi yang berkelanjutan biasanya tidak parah, tapi irang-orang dewasa berusia lanjut atau orang-orang yang menderita penyakit jantung dan paru kronis, infeksi ini dapat menyebabkan sesuatu yang serius dan pada kasusu-kasus tertentu, berakibat fatal.
Begitu seseorang terinfeksi RSV,maka bukan yang luar biasa bila sepanjang hidupnya orang tersebut akan terkena infeksi RSV lagi.Infeksi yang berkelanjutan biasanya tidak parah, tapi irang-orang dewasa berusia lanjut atau orang-orang yang menderita penyakit jantung dan paru kronis, infeksi ini dapat menyebabkan sesuatu yang serius dan pada kasusu-kasus tertentu, berakibat fatal.
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Foto rontgen menunjukkan
hiperinflasi dan atelektasis
b. Pemeriksaan
darah, Hb dan Ht meningkat
c. Analisis gas
adalah hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolik atau
respiratorik.
6. Penatalaksanaan
a.
Pemberian
oksigen 1-2 liter/menit, diberikan bila terdapat
tanda hipoksemia seperti : gelisah dan cyanosis.
b. Cairan
intravena (NFD), biasanya diperlukan campuran dektrose 10% : NaCl 0,9% = 3:1 +
KCL 10Meq/500 ml cairan
c.
Antibiotik
diberikan berdasarkan etiologi :
1) Bronkiolitis community base
(Ampisilin 100 mg/kg BB/ hari, letoramfenikol 75 mg/kg BB/hari)
2) Bronkiolitis
hospital base (Sefatoksin
100 mg/kg BB/hari, Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari)
d.
Steroid
e.
Bronkodilator
(ventolin) diberikan pada kondisi sekret yang kental.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada. Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan.
Pada tahap ini akan dilaksanakan pengumpulan data, penganalisaan data,
perumusan masalah dan diagnosa keperawatan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian
pasien, Bronkiolitis adalah : tanda-tanda distres pernafasan (nafas cepat,
dyspnea, tarikan dada, cuping hidung, cyanosis) selama fase akut, selain itu
data yang bisa didapat pada pasien bronkiolitis yaitu : data subyektif seperti
: orang tua mengeluh anaknya sesak nafas, batuk, bernafas dengan cepat
(takipnea), tidak mau makan dan orang tua mengatakan khawatir dengan keadaan
anaknya. Data obyektif didapat data cyanosis, batuk-batuk, nafas cuping hidung,
demam ringan, bernafas dengan cepat (takipnea, wheezing, ronchi, retraksi otot
dada) pada pemeriksaan darah Hb dan Ht meningkat, foto rontgen
menunjukkan hiperinflasi dan atelektasis.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
aktual/potensial terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan.
Dari pengkajian yang dilakukan maka didapatkan diagnosa
keperawatan menurut (Doengoes, 2000 dan Lynda Juall, 2000).
a.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan edema dan meningkatnya produksi lendir.
b.
Bersihan jalan
nafas tak efektif, berhubungan dengan meningkatnya sekresi sekret.
c.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa disadari (IWL) secara
berlebihan melalui ekhalasi dan menurunnya intake.
d.
Hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi
e.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan meningkatnya metabolisme
anoreksia.
f.
Ansietass orang
tua berhubungan dengan kurang pengetahuan keluarga tentang kesehatan anak.
g.
Kurangnya
pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai perawatan anaknya.
3. Rencana keperawatan
Perencanaan perawatan diawali dengan menentukan prioritas
bardasarkan Ancaman kehidupan dan kesehatan menurut Griffth – Kenney
Christensen (Wartonah, 2006). Maka dari itu ditemukan prioritas yaitu :
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan edema dan meningkatnya produksi lendir.
b.
Bersihan jalan
nafas tak efektif berhubungan dengan meningkatnya sekresi sekret.
c.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa disadari (IWL)
secara berlebihan melalui ekhalasi dan menurunnya intake.
d. Hipetermi berhubungan dengan proses
infeksi
e.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan meningkatnya
metabolisme, anoreksia.
f. Ansietas berhubungan dengan
kurangnya informasi
g. Kurangnya pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi mengenai perawatan anaknya.
Rencana perawatan adalah penetapan intervensi untuk mengurangi menghilangkan
dan mencegah masalah Keperawatan. Rencana keperawatan dibuat berdasarkan
diagnosa keperawatan (Doenges, 2000)
1) Kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan edema dan meningkatnya produksi lendir.
a) Auskultasi area paru
Rasional : penurunan
aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
b) Auskultasi bunyi nafas (frekuensi
dan kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu dan pergerakan otot.
Rasional : Takipnea,
pernafasan dangkal, dispnea dan gerakan dada tidak simetris sering terjadi
karena ketidaknyamanan dinding dan cairan paru.
c)
Observasi
keabu-abuan menyeluruh dan cyanosis pada jaringan hangat seperti daun telinga,
bibir, lidah dan membran lidah.
Rasional
: menunjukkan hipoksemia sistemik
d) Beri posisi semi fowler/tinggikan kepala tempat tidur sesuai
kebutuhan toleransi pasien.
Rasional :
Meningkatnya ekspansi dada maksimal membuat mudah bernafas yang meningkatnya
kenyamanan pasien.
e) Kaji toleransi aktivitas
Rasional : Hipoksemia
menurunkan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas tanpa dispnea berat,
takikardia dan disritmia.
f) Observasi Vital sign terutama nadi
Rasional
: Takikardi takipnea dan perubahan pada tekanan darah
terjadi dengan beratnya hipoksemia dan asidosis.
g)
Kolaborasi,
awasi seri GDA/Nadi Oksimetri
Rasional
: Hipoksemia ada berbagai derajat, tergantung pada
jumlah obstruksi jalan nafas, fungsi kardiopulmonal dan ada / tidaknya syok.
h) Kolaborasi Pemberian oksigen
Rasional
: memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran gas.
2)
Bersihan Jalan
Nafas tak efektif berhubungan dengan meningkatnya sekresi skret/lendir.
Tujuan : jalan nafas efektif
Intervensi :
a) Auskultasi area paru
Rasional : Penurunan
aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
b) Auskultasi bunyi nafas kaji
frekuensi / kedalaman pernafasan dan pergerakan dada.
Rasional : Takipnea,
pernafasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris, sering terjadi karena
ketidaknyamanan dinding dada dan cairan paru.
c) Observasi vital sign terutama
respirasi tiap 4 jam.
Rasional : membantu
mengetahui perkembangan pasien
d) Beri posisi fowler / semi fowler sesuai kebutuhan
toleransi pasien
Rasional : memungkinkan
upaya nafas lebih dalam dan kuat serta menurunkan ketidaknyamanan dada.
e) Kolaborasi dalam pemeriksaan DL tiap
hari
Rasional : mengetahui
perkembangan kondisi pasien
f) Berikan minuman air hangat
Rasional
: air hangat memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
g)
Delegatif
atau kolaboratif dalam pemberian obat bronkodilator sesuai indikasi
Rasional
: Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan
memobilisasi sekret.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan
Tujuan : cairan adekuat
Intervensi :
a) Kaji perubahan vital
Rasional : peningkatan
suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan
melalui evaporasi.
b) Observasi tanda-tanda dihidrasi
yaitu tugor kulit, kelembaban membran mukosa.
Rasional : indikator
langsung keadekuatan volume cairan.
c) Memonitor intake dan output cairan
Rasional :
memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan penggantian.
d) Berikan cairan parenteral
Rasional :
pemenuhan kebutuhan dasar cairan menurunkan resiko dehidrasi.
4) Hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi
Tujuan : temperatur tubuh dalam batas
normal (36-37oC)
Intevensi :
a)
Memonitori suhu
tubuh tiap 6 jam.
Rasional
: peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju
metabolik.
b) Tingkatan intake cairan supaya
adekuat
Rasional : peningkatan
pemberian cairan menurunkan peningkatan suhu tubuh.
c) Beri kompres hangat
Rasional : menurunkan
suhu tubuh lewat vasodilatasi dan pemindahan panas dari tubuh keluar tubuh.
d) Kolaborasi pemberian antipiretik sesuai program
Rasional : digunakan sebagai alat penurun panas.
5)
Perubahan
Nutrisi berhubungan dengan anoreksia sekunder terhadap infeksi.
Tujuan : Nutrisi anak adekuat
Intervensi :
a) Identifikasi penyebab anoreksia
Rasional
: pilihan intervensi tergantung penyebab
masalah.
b)
Beri makanan
sedikit tapi sering dan dalam keadaan hangat
Rasional
: meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin
lambat untuk kembali
c) Kaji kemampuan anak untuk makan
Rasional
: mengetahui kemampuan anak dalam menghabiskan makanan
yang diberikan.
d) Observasi masukan makanan tiap hari
Rasional
: mengetahui masukan kalori atau kualitas
kekurangan asupan makanan.
Rasional
: membantu dalam mengidentifikasi mal nukomsumsi
makanan
e) Delegatif dalam pemberian cairan
IVFD
Rasional : Diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
6) Ansietas berhubungan dengan kurang
pengetahuan keluarga tentang kesehatan anak
Tujuan : cemas berkurang
Intervensi :
a) Kaji tingkat kecemasan dan
pengetahuan orang tua tentang penyakit dan perawatan anaknya.
Rasional : Mempengaruhi
kemampuan keluarga untuk menggunakan pengetahuan.
b)
Beri HE tentang
keadaan dan cara perawatan anaknya.
Rasional
: memberi informasi untuk menambah pengetahuan keluarga
dan dapat memahami keadaan anaknya.
c)
Beri motivasi
atau dorongan pada keluarga
Rasional :
Meningkatkan proses belajar, meningkatkan pengambilan
keputusan dan mencegah ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan
d)
Libatkan
keluaraga dalam perawatan pasien
Rasional : Kelurga
mengetahui cara perawatan pasien serta keluarga kooperatif.
e) Jelaskan tindakan yang akan
dilakukan
Rasional : Informasi
dapat meningkatkan koping keluarga membantu menurunkan ansietas dan masalah
berlebihan.
7)
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan anaknya
Tujuan : keluarga tahu tentang penyakit
anaknya
Intervensi :
a)
Kaji tingkat
pengetahuan orang tua, tentang penyakit dan perawatan anak.
Rasional
: mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan orang tua
mengenai penyakit dan perawatan anak.
b) Beri HE tentang keadaan cara
perawatan pasien
Rasional :
memberi informasi untuk menambah pengetahuan keluarga dan dapat memahami
keadaan anaknya.
c)
Beri kesempatan
pada keluarga untuk bertanya tentang hal-hal yang belum diketahui.
Rasional
: keluarga bisa memperoleh informasi yang lebih jelas.
d)
Lakukan
evaluasi setelah memberi penjelasan pada keluarga.
Rasional
: mengetahui apakah
keluarga sudah benar-benar mengerti tentang penjelasan yang diberikan
4. Pelaksanaan
Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan.
Implementasi adalah tahap ketiga dari proses keperawatan
dimana rencana keperwatan dilaksanakan, melaksanakan / aktivitas yang lebih
ditentukan.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah : proses berkelanjutan untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien.
Setelah melaksanakan tindakan keperawatan maka hasil yang
diharapkan adalah sesuai dengan rencana tujuan yaitu :
a.
Pertukaran gas adekuat
b.
alan nafas efektif
c.
Cairan adekuat
d.
Suhu tubuh dalam batas normal (36-37oC)
e.
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
f.
Ansietas berkurang / hilang
g.
Orang tua paham
tentang perawatan anaknya.
6. Penkes
Tidak ada vaksin untuk mencegah terjadinya infeksi RSV. Tapi
bila kita bertindak secara rasional dan berhati-hati, kita dapat mencegah
tersebarnya infeksi virus ini:
a. Sering-sering mencuci tangan.
Lakukan hal tersebut terutama sebelum anda menyentuh anak anda, dan ajarkan
pada anak-anak anda pentingnya mencuci tangan.
b. Hindari paparan terhadap infeksi
RSV. Batasi kontak antara bayi anda dengan orang-orang yang sedang mengalami
demam dan selesma.
c. Jagalah kebersihan. Pastikan agar
rak-rak selalu dalam keadaan bersih terutama rak yang terdapat di dapur dan
kamar mandi, terutama bila ada anggota keluarga yang sedang selesma. Segera
buang tisu bekas pakai.
d. Jangan menggunakan gelas yang sudah
digunakan oleh orang lain. Gunakan gelas anda sendiri atau gunakan gelas sekali
pakai bila anda atau orang lain sedang sakit.
e. Jangan merokok. Bayi yang terkena
paparan tembakau memiliki resiko lebih tinggi terkena infeksi RSV dan
berpotensi lebih besar terkena gejala yang lebih parah.
f. Cuci boneka secara rutin. Lakukan
pencucian terutama bila anak anda atau kawan bermain anak anda sedang sakit.
Masa inkubasi (waktu infeksi sampai permulaan gejala)
jarak dari beberapa hari sampai beberapa minggu tergantung dari mudahnya
infeksi bronkhiolitis.
Yang khas pada penyakit bronkhiolitis berakhir selama 7
hari, tetapi pada anak-anak dengan penyakit berat dapat batuk sampai beberapa
minggu. Pada umumnya puncak penyakit terjadi pada hari kedua sampai ketiga
setelah anak batuk dan sulit bernapas dan berangsur-angsur pulih.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bronkiolitis adalah suatu kondisi
terjadi terutama pada umur kurang dari 6 bulan dan didahului dengan gejala
pilek yang diikuti oleh batuk iritatif serak, sukar bernafas, dan
tidak mau makan.
Bronkiolitis akut adalah suatu sindrom obstruksi bronkiolus
yang sering diderita bayi atau anak berumur kurang dari 2 tahun, paling sering
pada usia 6 bulan.
Bronkiolitis akut adalah penyakit obstruktif akibat
inflamasi akut pada saluran nafas kecil (bronkiolus), terjadai pada anak
berusia kurang dari 2 tahun dengan insidens tertinggi sekitar usia 6
bulan.
B. Saran
Bagi tenaga kesehatan supaya lebih
memahami tanda dan gejala bronchiolitis sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
memberikan pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. (2009). Bronchiolitis.
Diperoleh Tanggal 25 Juni 2009, dari http :// id.
Wikipedia.org/wiki/Bronchilitis.
Astawa, G.S. (2008) .Keperawatan
Anak [Diktat kuliah] .Denpasar : STIKES BALI.
Carpenito, L. J. (2000). Diagnosa
Keperawatan. (Edisi 6). Jakarta : EGC.
Dongoes, M. E. (2000). Rencana
Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). Jakarta : EGC.
Hidayat, A. (2006). Pengantar Ilmu
Keperawatan Anak.Jakarta: Salemba Medika.
Insley, J.(
2005). Vade – mecum pediatric . Jakarta : EGC.
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta
Kedokteran. (Edisi 3). Jakarta : Media
Aesculapius.
Ngastiyah. (2005). Keperawatan Anak
Sakit. Jakarta : EGC
Wartonah.
(2006).Kebutuhan
Dasar manusia.Jakarta : Salemba Medika.
0 Response to "MAKALAH ASKEP BRONCHIOLITIS"
Posting Komentar