MAKALAH ASKEP ANAK DENGAN HEMOFILIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hemofilia merupakan gangguan
koagulasi kongenital paling sering dan serius. Kelainan ini terkait dengan
defisiensi faktor VIII, IX, atau XI yang ditentukan secara genetik.
Sekitar 80% kasus hemofilia A, yang disebabkan oleh gena yang defect yang
terdapat pada kromosom X. Kira-kira 75% penderita hemofilia A mengalami
penurunan yang sebanding pada aktifitas faktor 8 dan antigen (protein) faktor
VIII. Mereka diklasifikasikan sebagai material reaksi silang (cross-reacting
material [CRM]) menurun. Sisanya 25% penderita mengalami penurunan aktifitas
faktor 8, tetapi antigen faktor 8 ada dan penderita diklasifikasikan sebagai
CRM+. Banyak mutasi pada struktur gena telah dideskrisipkan. Yang paling umum
adalah delesi besar dan mutasi misensi. Hemofili di Indonesia
diperkenalkan oleh Kho Lien Keng di Jakarta baru tahun 1965 diagnosis
laboratorik dengan Thromboplastin Generation Time (TGT) di samping prosedur
masa perdarahan dan masa pembekuan. Pengobatan yang tersedia di rumah sakit
hanya darah segar, sedangkan produksi Cryoprecipitate yang dipakai sebagai
terapi utama hemofilia di Jakarta, diperkenalkan oleh Masri Rustam pada tahun
1975 (hemofila. or.id, 2006). lnsidensi dari gangguan koagulasi herediter tidak
pernah secara persis didefinisikan. Perkiraannya berkisar sekitar 1 dalam
10.000 atau 1 dalam kelahiran populasi. Hemofilia A adalah bentuk yang paling
sering dijumpai, mencakup 70-80% dari data yang dapat dilaporkan. Penyakit von
willebrand tampaknya hampir sama seringnya dengan hemofilia A namun insidensi
tepatnya tidak diketahui karena kriteria diagnostik yang inadekuat. Hemofilia B
(defisiensi faktor IX) mewakili 10% dari keseluruhannya (1130.000). Ketiga
kelainan ini mendominasi 90% dari gangguan koagulasi herediter I. dan sisanya
sangatlah langka. Di Amerika Serikat sendiri, berdasarkan survei yang dilakukan
oleh World Federation of Hemophilia pada tahun 2001, jumlah pasien dengan
hemofilia yang dapat diindentifikasi kurang lebih hanya 100.000 kasus, dan
sebagian besar adalah hemofilia A (83%). Sementara metode diagnosis yang paling
banyak dipakai adalah uji faktor spesifik (64%), yang masih relatif mahal
(digilib. unsri. ac.id, 2006). Data penderita hemofilia di Indonesia belum ada
dan data yang ada baru di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta
sebanyak 175 penderita. Salah satu kegiatan yayasan hemofilia Indonesia adalah
mengumpulkan data penderita hemofilia di Indonesia, terutama yang ada di rumah
sakit di seluruh Indonesia. Penyakit hemofilia merupakan penyakit yang relatif
langka dan masih perlu terus dipelajari untuk pemahaman yang lebih baik dalam
mendeteksi dan menanggulanginya secara dini (digilib. unsri. ac.id, 2006).
Penderita hemofilia di Indonesia yang teregistrasi di HMHI Jakarta tersebar
hanya pada 21 provinsi dengan jumlah penderita 895 orang, jumlah penduduk
Indonesia: 217.854.000 populasi, prevalensinya 4,1/1 juta populasi
(0,041/10.000 populasi), hal ini menunjukkan masih tingginya angka undiagnosed
hemofilia di Indonesia. Angka prevalensi hemofilia di Indonesia masih sangat
bervariasi sekali, beberapa kota besar di Indonesia seperti DKI Jakarta, Medan,
Bandung, dan Semarang angka prevalensinya lebih tinggi (digilib. usu. ac.id,
2006). Penderita hemofilia dengan inhibitor mempunyai risiko untuk menjadi
cacat akibat perdarahan dalam sendi dan mereka dapat meninggal akibat
perdarahan dalam yang berat. Selain itu, banyak penderita hemofilia yang
tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari
plasma, cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat factor yang dianggap akan
membuat hidup mereka normal (hemofilia. or. id, 2006). Masalah penyakit
hemofilia merupakan masalah yang sangat serius sehingga harus ditangani dengan
baik, penanganan yang baik terhadap penderita dapat menjadi sumber daya manusia
yang berkualitas dan produktif, sama seperti orang normal. Namun di Indonesia,
penanganannya belum memuaskan sehingga cukup banyak penderita yang menderita
cacat. Akibatnya, lapangan kerja bagi mereka sulit terbuka.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan hemofilia
pada anak
2. Tujuan Khusus
a.
Dapat melakukan pengkajian secara
langsung pada klien hemofilia.
b. Dapat merumuskan masalah dan membuat
diagnosa keperawatan pada klien hemofilia.
c.
Dapat membuat perencanaan pada klien
hemofilia.
d. Mampu melaksanakan tindakan
keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien
hemofilia.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena
anak kekurangan faktor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia
B). Faktor tersebut merupakan protein plasma yang merupakan komponen yang
sangat d butuhkan oleh pembekuan darah khususnya dalampembentukan bekuan fibrin
pada daerah trauma. Hemofilia di bagi menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Hemofilia tipe A ( hemofilia klasik)
Jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan
faktor pembekuan pada darah. Hemofilia kekurangan faktor VIII terjadi karena
faktor VIII protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan
darah.
b. Hemofilia B (chistmas disease)
Hemofilia kekurangan faktor IX terjdi karena kekurangan
faktor IX protein pada darah yg menyebabkan masalah proses pembekuan darah. Berdasarkan
kadar faktor pembekuan darah di dalam tubuh,hemofilia di bagi menjadi 3, yaitu
:
a. Berat <1 % jumlah normal
b. Sedang 1%- 5% dari jumlah normal
c. Ringan 5% - 30% dari jumlah normal
2. Etiologi
Penyebab Hemofilia adalah karena anak kekurangan faktor
pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B).
3. Patofisiologi
Gangguan perdarahan herediter dapat
timbul pada defisiensi atau gangguan fungsional pada factor pembekuan plasma
yang manapun kecuali factor XII, prekalikrein, dan kininogen dengan berat
molekul tinggi (HMWK). Bila adanya ketiga factor ini walaupun PTT mamanjang,
tidak akan menyebabkan perdarahan klinis gangguan perdarahan yang sering
dijumpai terkait dengan X-resesif.
Kerena factor XII dan factor IX
merupakan bagian jalur intrinsic adalah normal. Masa perdarahan, yang menilai
fungsi trombosit normal tetapi terjadi perdarahan yang lama karena stabilisasi
fibrin yang tidak memadai. Masa perdarahan yang memanjang, dengan adanya
defisiensi factor VIII, merupakan petunjuk terhadap von willebrend suatu bawaan
otosornal dominan yang sama kejadiannya pada pria dan wanita. Pada penyakit von
willebrend terdapat defisiensi factor VIIIVWF maupun factor VIIIAHG dan
gangguan adesi trombosit.
4. Gejala Klinis
a. Masa bayi ( untuk diagnosis )
- Perdarahan berkepanjangan setelah
sirkumsisi.
- Ekimosis subkutan diatas tonjolan –
tonjolan tulang (saat berumur 3 – 4 bulan ).
- Hematoma besar setelah infeksi.
- Perdarahan dari mukosa oral.
- Perdarahan jaringan lunak.
b. Episode perdarahan ( selama rentang
hidup ).
- Gejala awal, yaitu nyeri.
- Setelah nyeri, yaitu bengkak, hangat
dan penurunan mobilitas.
c. Sekuela jangka panjang.
Perdarahan berkepanjangan dalam otot dapat menyebabkan
kompresi saraf dan fibrosis otot.
5. Komplikasi
a.
Artropati
progresif, melumpuhkan
b. Kontrakfur otot
c.
Paralisis
d. Perdarahan intra kranial
e.
Hipertensi
f.
Kerusakan ginjal
g. Splenomegali
h. Hepatitis
i.
AIDS (HIV) karena terpajan produk
darah yang terkontaminasi.
j.
Antibodi terbentuk sebagai antagonis terhadap faktor VIII dan IX
k. Reaksi
transfusi alergi terhadap produk darah
l.
Anemia hemolitik
m. Trombosis
atau tromboembolisme
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Uji Laboratorium (uji skrining untuk
koagulasi darah)
1) Jumlah trombosit (normal)
2) Masa protrombin (normal)
3) Masa trompoplastin parsial
(meningkat, mengukur keadekuatan faktor koagulasi intrinsik)
4) Masa perdarahan (normal, mengkaji
pembentukan sumbatan trombosit dalam kapiler)
5) Assays fungsional terhadap faktor
VIII dan IX (memastikan diagnostik)
6) Masa pembekuan trompin
b. Biopsi hati (kadang-kadang)
digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
c. Uji fungsi hati (SGPT, SGOT,
Fosfatase alkali, bilirubin)
7. Penatalaksanaan
Penatalaksnaan hemofilia terdiri atas pemberian faktor VIII
atau IX. Jumlahnya tergantung faktor yang kurang yang di perlukan untuk
mengatasi episode perdarahan, dan jumlahnya harus cukup agar dapat di
distribusikan ke seluruh tubuh dan pembersihannya dari plasma.
Cara lain yang di pakai untuk mengatasi episode perdarahan
adalah memberi plasma beku dan krioresipital (faktor VIII) melalui infus.
Desmopresin (DDAVP) juga dipakai untuk meningkatkan kadar faktor VIII plasma
dan dapat di pakai untuk mengobatan non transfusi untuk pasien-pasien dengan
hemofilia ringan atau sedang.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian sistem neurologik
1) Pemeriksaan kepala
2) Reaksi pupil
3) Tingkat kesadaran
4) Reflek tendo
5) Fungsi sensoris
b. Hematologi
1) Tampilan umum
2) Kulit : (warna pucat, petekie,
memar, perdarahan membran mukosa atau dari luka suntikan atau pungsi vena)
3) Abdomen (pembesaran hati, limpa)
c. Kaji anak terhadap perilaku verbal
dan nonverbal yang mengindikasikan nyeri
d. Kaji tempat terkait untuk menilai
luasnya tempat perdarahan dan meluasnya kerusakan sensoris, saraf dan motoris.
e. Kaji kemampuan anak untuk melakukan
aktivitas perawatan diri (misal : menyikat gigi)
f. Kaji tingkat perkembangan anak
g. Kaji Kesiapan anak dan keluarga
untuk pemulangan dan kemampuan menatalaksanakan program pengobatan di rumah.
h. Kaji tanda-tanda vital (TD, N, S,
Rr).
2. Diagnosa keperawatan
a. Risiko injuri b.d perdarahan
b. Risiko perdarahan b.d peningkatan
intra kranial
c. Nyeri b.d perdarahan dalam jaringan
dan sendi
d. Risiko kerusakan mobilitas fisik b.d
efek perdarahan pada sendi dan jaringan lain.
e. Perubahan proses keluarga b.d anak
menderita penyakit serius
3. Rencana keperawatan
DX I :
Tujuan : Menurunkan risiko injuri
Intervensi :
Tujuan : Menurunkan risiko injuri
Intervensi :
a.
Ciptakan lingkungan yang aman dan
memungkinkan proses pengawasan
b. Beri dorongan intelektual /
aktivitas kreatif
c.
Dorong OR yang tidak kontak (renang)
dan gunakan alat pelindung : helm
d.
Dorong orang tua anak untuk memilih
aktivitas yang dapat diterima dan aman
e.
Ajarkan metode perawatan /
kebersihan gigi.
f.
Dorong remaja untuk menggunakan
shaver hindari ROM pasif setelah episode perdarahan akut.
g.
Beri nasehat pasien untuk mengenakan
identitas medis.
h.
Beri nasehat pasien untuk tidak
mengkonsumsi aspirin, bisa disarankan menggunakan Asetaminofen
DX II :
Tujuan : Sedikit atau tidak terjadi perdarahan
Intervensi :
Tujuan : Sedikit atau tidak terjadi perdarahan
Intervensi :
a.
Sediakan dan atur konsentrat faktor
VIII + DDAVP sesuai kebutuhan.
b. Berikan pendidikan kesehatan untuk
pengurusan penggantian faktor darah di rumah.
c.
Lakukan tindakan suportif untuk
menghentikan perdarahan
-
Beri tindakan pada area perdarahan
10 – 15 menit.
-
Mobilisasi dan elevasi area hingga
diatas ketinggian jantung.
-
Gunakan kompres dingin untuk
vasokonstriksi.
DX III :
Tujuan : Pasien tidak menderita nyeri atau menurunkan intensitas atau skala nyeri yang dapat diterima anak.
Intervensi :
Tujuan : Pasien tidak menderita nyeri atau menurunkan intensitas atau skala nyeri yang dapat diterima anak.
Intervensi :
a.
Tanyakan pada klien tengtang nyeri
yang diderita.
b. Kaji skala nyeri.
c.
Evaluasi perubahan perilaku dan
psikologi anak.
d. Rencanakan dan awasi penggunaan
analgetik.
e.
Jika injeksi akan dilakukan, hindari
pernyataan “saya akan memberi kamu injeksi untuk nyeri”.
f.
Hindari pernyataan seperti “obat ini
cukup untuk orang nyeri”. “Sekarang kamu tidak membutuhkan lebih banyak obat
nyeri lagi”.
g. Hindari penggunaan placebo saat pengkajian/
penatalaksanaan nyeri.
DX IV :
Tujuan : Menurunkan resiko kerusakan mobilitas fisik.
Intervensi :
Tujuan : Menurunkan resiko kerusakan mobilitas fisik.
Intervensi :
a.
Elevasi dan immobilisasikan sendi
selama episode perdarahan.
b. Latihan pasif sendi dan otot.
c.
Konsultasikan dengan ahli terapi
fisik untuk program latihan.
d.
Konsultasikandengan perawat
kesehatan masyarakat dan terapi fisik untuk supervisi ke rumah.
e.
Kaji kebutuhan untuk manajemen
nyeri.
f.
Diskusikan diet yang sesuai.
g.
Support untuk ke ortopedik dalm
rehabilitasi sendi.
DX V :
Tujuan : Klien dapat menerima support adekuat.
Intervensi :
Tujuan : Klien dapat menerima support adekuat.
Intervensi :
a.
Rujuk pada konseling genetik untuk
identifikasi kerier hemofilia dan beberapa kemungkinan yang lain.
b.
Rujuk kepada agen atau organisasi
bagi penderita hemofilia.
4. Pelaksanaan
Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Implementasi adalah tahap ketiga dari proses keperawatan
dimana rencana keperwatan dilaksanakan, melaksanakan / aktivitas yang lebih
ditentukan.
5. Evaluasi
a.
Nyeri berkurang
-
Melaporkan berkurangnya nyeri
setelah menelan analgetik
-
Memperlihatkan peningkatan kemampuan
bertoleransi dengan gerakan sendi
-
Mempergunakan alat bantu (bila
perlu) untuk mengurangi nyeri
b. Melakukan upaya mencegah
perdarahan
-
Menghindari trauma fisik
-
Merubah lingkungan rumah untuk
meningkatkan pengamanan
-
Mematuhi janji dengan profesional
layanan kesehatan
-
Mematuhi janji menjalani pemeriksaan
laboratorium
-
Menghindari olahraga kontak
-
Menghindari aspirin atau obat yang
mengandung aspirin
-
Memakai gelang penanda
c.
Mampu menghadapi kondisi kronis dan
perubahan gaya hidup
-
Mengidentifikasi aspek positif
kehidupan
-
Melibatkan anggota keluarga dalam
membuat keputusan mengenai masa depan dan perubahan gaya hidup yang harus
dilakukan
-
Berusaha mandiri
-
Menyusun rencana khusus untuk
kelanjutan asuhan kesehatan
d. Tidak mengalami komplikasi
-
Tanda vital dan tekanan hemodinamika
tetap normal
-
Hasil pemeriksaan laboratorium tetap
dalam batas normal
-
Tidak mengalami perdarahan
aktif
6. Penkes
Terapi di rumah memungkinkan pasien
memperoleh terapi awal yang optimal. Strategi ini idealnya dapat dicapai
dengan penyediaan konsentrat faktor pembekuan atau produk liofilik lain yang
aman dan dapat disimpan di dalam kulkas serta mudah disiapkan. Namun, terapi di
rumah dimungkinkan pemberian kriopresipitat, dengan syarat pasien memiliki
lemari pembeku yang sederhana namun dapat diandalkan dirumah (ini sulit
dilakukan). Tetapi konsentrat faktor pembekuan tidak boleh beku.
a.
Terapi di rumah harus diawasi secara ketat oleh pusat perawatan
komprehensif dan dimulai setelah diberikan pendidikan dan cara penyediaan obat
yang adekuat. Sebuah program sertifikasi dapat dikerjakan dan teknik dimonitor
pada kunjungan secara komprehensif.
b.
Pengajaran harus meliputi pengenalan perdarahan dan komplikasi pada
umumnya, perhitungan dosis, penyediaan obat, penyimpanan serta pemberian faktor
pembekuan, teknik aseptik, cara melakukan pungsi vena (atau akses kateter vena
sentral), pencatatan, dan juga penyimpanan yang sesuai, pembuangan jarum serta
penanganan terhadap tumpahan darah.
c.
Dorongan, dukungan, dan supervisi merupakan kunci untuk keberhasilan
terapi rumah dan pengkajian kembali secara periodik terhadap kebutuhan
edukasional, teknik, serta kepatuhan harus dilakukan.
d.
Pasien atau orang tua harus mencatat kejadian perdarahan yang meliputi
tanggal dan lokasi perdarahan, dosis dan jumlah produk yang dipakai, juga tiap
efek samping.
e.
Perawatan rumah dapat dimulai pada anak-anak muda dengan akses vena
adekuat dan anggota keluarga yang sudah dimotivasi serta menjalani pelatihan
adekuat. Anak-anak yang lebih tua dan remaja dapat belajar menginfus sendiri
dengan bantuan keluarga.
f.
Alat akses vena yang diimplantasi (Port-A-Cath) dapat membuat terapi
injeksi jauh lebih mudah,namun sberkaitan dengan infeksi lokal dan trombosis.
Sehingga, risiko dan keuntungan harus dipertimbangkan dan didiskusikan dengan
pasien dan/atau orang tuanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hemofilia adalah penyakit koagulasi
darah kongenital karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII ( hemofilia A )
atau faktor IX ( hemofilia B atau penyakit Christmas ). Hemofilia merupakan
gangguan mengenai faktor pembekuan yang diturunkan melalui gen resesif pada
kromosom x dari kromosom sex.Dialami oleh pria dengan ibu karier
hemofilia dan sering pada bayi dan anak-anak. Tindakan keperawatan dilakukan
dengan tujuan meminimalkan komplikasi. Salah satu upayanya dengan memberikan
infromasi pada keluarga tentang perawatan di rumah.
B. Saran
Untuk mengetahui seseorang yang
menderita hemofilia/tidak sebaiknya dilakukan pemeriksaan labolatorium dan
pemeriksaan penunjang.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Corwin,
Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Mansjoer,
Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 2. Media Aesculapius.
Jakarta.
Price,
Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed.
6 Vol 1. EGC. Jakarta.
0 Response to "MAKALAH ASKEP ANAK DENGAN HEMOFILIA"
Posting Komentar