MAKALAH ASKEP PADA PASIEN DENGAN GLOMERULONEFRITIS AKUT


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.

B.     Tujuan
1.      Tujuan umum
Setelah dilakukan pembahasan tentang Glomerulonefritis Akut diharapkan teman-teman dapat memahami tentang Glomerulonefritis Akut.
2.      Tujuan khusus
Setelah dilakukan pembahasan tentang Glomerulonefritis Akut, diharapkan teman-teman dapat memahami tentang:
a.       Teori penyakit Glomerulonefritis Akut dan dapat menjelaskan:
1)      Pengertian Glomerulonefritis Akut
2)      Patofisiologi
3)      Manifestasi klinis Glomerulonefritis Akut
4)      Komplikasi Glomerulonefritis Akut
5)      Pemeriksaan penunjang
6)      Penatalaksanaan medis dan keperawatan
b.      Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Glomerulonefritis Akut:
1)      Menjelaskan pengkajian
2)      Menyebutkan diagnose keperawatan
3)      Menyebutkan intervensi keperawatan
4)      Menyebutkan implementasi keperawatan
5)      Menyebutkan evaluasi

BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Konsep Dasar Penyakit
1.      Defenisi
a.       Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain.
b.       Istilah yang digunakan yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus.
c.       Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.
d.      Penykit peradangan ginjal bilateral.
2.      Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi, yang kemudian terbentuk jaringan parut dan kehilangan permukaan penyaring.
Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
3.      Gejala klinis
a.       Sakit kepala
b.      Malaise
c.       Edema
d.      Proteinuria
e.       Hematuria
f.       Oliguria
g.      Anoreksia
h.      Kadang-kadang demam
i.        Mual
j.        Muntah
k.      Nyeri panggul
l.        Hipertensi
4.      Komplikasi
a.       Gagal ginjal akut & kronik
b.      Hipertensi ensefalopati yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
c.       Gagal jantung kongestif
d.      Edema pulmoner
e.       Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
f.       Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
g.      Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.
5.      Pemeriksaan diagnostik
a.       Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
b.      Hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita
c.       Kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik
d.      Leukosituria serta torak selulet
e.       Granular
f.       Eritrosit(++)
g.      Albumin (+)
h.      Silinder lekosit (+).
i.        Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
j.        Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
6.      Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan menangani komplikasi dengan tepat.
a.       Medis
1)      Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih, dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
2)      Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
3)      Pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus
4)      Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
b.      Keperawatan
1)      Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2)      Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali.
3)      Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan
4)      Bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
B.     Konsep Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Riwayat Kesehatan
1)      Riwayat infeksi streptoccokus beta hemolitikus
2)      Riwayat penyakit SLE dan penyakit autoimun
3)      Riwayat pembedahan dan prosedur invasive
4)      Masalah urologi atau ginjal
5)      Perubahan status berkemih meliputi; Frekwensi berkemih, perubahan warna, kejernihan dan bau
6)      pengetahuan pasien tentang proses penyakit.
b.      Pemeriksaan Fisik (Lihat pada manifestasi klinis)
c.       Pemeriksaan Diagnostik
1)      Urinalisa
2)      Urine tampung 24 jam
3)      IVP
4)      Serum Creatinin
5)      Serum Protein
6)      Biopsy Ginjal
7)      Kultur Lendir tenggorokan dan darah
8)      EKG
9)      Antistrepolysin
2.      Diagnosa keperawatan
a.       Ketidakmampuan dalam aktifitas b.d Penurunan protein dan disfungsi ginjal
b.      Resiko kelebihan volume cairan b.d Retensi air dan disfungsi ginjal
c.       Resiko infeksi (uti, lokal, sistemik) b.d Penekanan pada sistem imun
d.      Resiko perubahan perfusi jaringan: Serebral cardiopulmonary b.d resiko Krisis hipertensi
e.       Kurang pengetahuan b.d kurang Informasi tentang proses penyakit, Perawatan di rumah dan instruksi Tindakan lanjut
3.      Perencanaan keperawatan
a.       Diagnosa keperawatan 1
Ketidakmampuan dalam aktifitas b.d Penurunan protein dan disfungsi ginjal
Tujuan           : Pasien akan meningkat toleransi terhadap aktifitas
Kriteria hasil  :
-          Mengikuti rencana aktiftas
-          TD dalam batas normal tanpa pengeluaran protein berlebihan
Rencana Tindakan:
-          Monitor adanya penurunan protein scr. Berlebihan (Proteinuria, Albuminuria)
-          Gunakan diet protein untu mengganti protein yang hilang
-          Berikan diet tinggi Kalori, diet tinggi KH
-          Anjurkan Bedrest
-          Berikan latihan dalam batas aktifitas yang dianjurkan
-          Rencanakan aktifitas dengan memberikan periode waktu istirahat
b.      Diagnosa keperawatan 2
Resiko kelebihan volume cairan b.d Retensi air dan disfungsi ginjal
Tujuan           : Pasien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria hasil  :
-          Tidak memperlihatkan Tanda-tanda kelebihan cairan dan elektrolit
-          Intake dan output dalam keadaan seimbang
Rencana tindakan:
-          Monitor dan laporkan tanda dan gejala kelebihan cairan
-          Ukur dan dokumentasikan intake dan output setiap 4 – 8 jam
-          Catat jumlah dan karakteristik urine; laporkan bila ada penurunan output urine pada dokter
-          Timbang BB setiap hari, dengan timbangan dan waktu yang sama
-          Ukur BJ urin setiap 8 jam, lapor bila ada peningkatan
-          Konsultasikan ke ahli diet untuk pembatasan Natrium dan Protein.
-          Berikan cairan sesuai dengan cairan yang hilang
-          Berikan batu es untuk mengontrol haus
-          Monitor hasil pemeriksaan elektrolit, laporkan bila ada
-          Ketidaknormalan
-          Kaji efektifitas pemeberian elektrolit scr. Parenteral/oral
c.       Diagnosa keperawatan 3
Resiko infeksi (uti, lokal, sistemik) b.d Penekanan pada sistem imun
Tujuan           : Pasien akan memperlihatkan tidak adannya tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil  :
-          Memiliki hasil pemeriksaan temperatur dan lab dalam batas normal
-          Memiliki suara paru yang bersih
-          Urinnya bening dan kuning
-          Kulit utuh
Rencana tindakan
-          Kaji efektifitas pemeberian imunosupresive
-          Monitor serum sel darah merah, antibodi, nilai set T
-          Periksa Temp. tubuh setiap 4 jam
-          Catat karakteristik urine
-          Hindari pemasangan kateter pada saluran perkemihan
-          Jika dipasang kateter, pertahankan closed gravity drain system
-          Monitor adanya Tanda & gejala UTI, lakukan tindakan pencegahan UTI
-          Asuskultasi suara paru setiap 4 jam
-          Anjurkan untuk batuk dan nafas dalam
-          Instruksikan pasien u/ menghindari orang yang menglamai infeksi
-          Lakukan tindakan untuk mencegah kerusakan kulit
-          Anjurkan untuk ambulasi lebih awal
4.      Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.
5.      Evaluasi
a.       Intake dan output cairan seimbang.
b.      Tidak ada udema.
c.       Tanda-tanda vital: TD: 120/80 mmHg, RR: 20 X/m, HR: 80 X/mt, suhu: 367o C.
d.      Kadar elektrolit darah normal.
e.       Tidak ada mual, muntah.
f.       Pasien dapat menghabiskan porsi makanan yang dihidangkan.
g.      Tidak ada gatal-gatal dan lecet pada kulit.
h.      Tahan terhadap aktivitas tanpa ada kelelahan.
6.      Penkes
a.       Instruksikan pada pasien mencakup penjelasan dan penjadwalan evaluasi tindak lanjut terhadap tekanan darah, tindakan urinalisis untuk protein, dan kadar BUN serta kreatinin untuk menentukan perkembangan penyakit.
b.      Pasien diinstruksikan untuk member tahu dokter jika gejala gagal ginjal terjadi (seperti: keletihan, mual, muntah, haluaran urine berkurang).

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal bilateral. Glomerulonefritis akut paling lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai 7 tahun meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang , perbandingan penyakit ini pada pria dan wnita 2:1.
GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi2. tidak semua infeksi streptokokus akan menjadi glomerulonefritis, hanya beberapa tipe saja. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respirotorius bagian kulit oleh kuman streptokokus beta hemolitikus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. dari tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen disbanding yang lain. Mengapa tipe tersebut lebih nefritogen dari pada yang lain tidak di ketahui.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah rasa lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering ditemukan adalah :hematuria, oliguria, edema, hipertensi. Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal, Meningkatkan fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus. Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi,tirah baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung danantihipertensi kalau perlu,sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.

B.     Saran
1.      Bagi Klien dan keluarga
a)      Dapat mengenal gejala Glomerulonefritis Akut sedini mungkin
b)      Mengetahui tindakan pencegahan terhadap penyakit Glomerulonefritis Akut
c)      Segera berobat ke fasilitas kesehatan terdekat
2.      Bagi perawat
a)        Terus belajar tentang konsep penyakit dan asuhan keperawatan Glomerulonefritis Akut sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan secara profesional kepada klien.
3.      Bagi institusi / lembaga
a)      Memberikan bimbingan dan latihan kepada mahasiswa tentang penulisan karya tulis dalam bentuk penugasan.
b)      Menerapkan budaya membaca dikalangan mahasiswa di kampus.
c)      Menyiapkan fasilitas yang memadai terutama buku-buku yang berhubungan dengan kesehatan atau keperawatan.
4.      Bagi mahasiswa
a)      Belajar terus-menerus dengan banyak membaca di perpustakaan, latihan menulis karya tulis sederhana sesuai dengan teori yang diberikan oleh dosen.

DAFTAR PUSTAKA

Arvin , Behrman Klirgman.2000.Ilmu Kesehatan Anak.,Jakarta : EGC
Betz Cecily L., Sowden Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Ed. 5. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth.J.2007.Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta EGC.
Lumenta, Nico A., dkk. 2006. Kenali Jenis Penyakit dan Cara Penyembuhanya Manajemen Hidup Sehat.Jakarta: Gramedia
Marylin E. Doengoes, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk   Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: Peneribit Buku Kedokteran EGC.
Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan.Jakarta: EGC
Price, Sylvia,dkk. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.  Jakarta EGC
Smeltzer and Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddarth edisi 8 volume 2, Jakarta: EGC
Tucker, S.M, et all .1998. Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis dan evaluasi , Edisi V. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MAKALAH ASKEP PADA PASIEN DENGAN GLOMERULONEFRITIS AKUT"

Posting Komentar