MAKALAH ASKEP PADA ANAK DENGAN CEREBRAL PALSY


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Setiap orangtua tentu menginginkan anaknya lahir dengan sempurna, memperoleh pendidikan dan pekerjaan yang layak. Ketika hal tersebut tidak terpenuhi, tak jarang di antara mereka yang kecewa bahkan tidak ingin menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan khusus.
Sebenarnya tidak ada anak cacat melainkan anak berkebutuhan khusus, karena anak-anak yang dianggap cacat itu sebenarnya sama saja dengan anak-anak pada umumnya, punya kelebihan dan kekurangan. Tetapi karena pemahaman sebagian masyarakat yang kurang, maka masyarakatlah yang memberi label cacat itu.
Untuk itu perlu dipahami sebuah pendekatan kepada masyarakat bahwa mereka yang mempunyai keterbatasan ada dalam lingkungan mereka, sama-sama mempunyai hak yang sama dengan anak yang normal pada umumnya.
Jika kita melihat anak-anak yang mengalami kecacatan mental, mungkin kita beranggapan bahwa mereka mengalami jenis kecacatan mental yang sama. Namun kita harus mengetahui kecacatan mental yang dialami anak-anak tersebut berbeda penyebabnya yang dalam hal ini adalah cerebral palsy.
Walaupun perkembangan dan kemajuan dalam bidang obstetrik dan perinatologi akan mengakibatkan penurunan angka kematian bayi yang pesat, namun tidak dapat mencegah peningkatan jumlah anak cacat. Ini disebabkan, meskipun bayiberhasil diselamatkan dari keadaan gawat, akan tetapi biasanya meninggalkan gejala sisa akibat kerusakan jaringan otak yang gejala-gejalanya dapat terlihat segera ataupun di kemudian hari.
Cerebral Palsy adalah salah satu gejala sisa yang cukup banyak dijumpai. IstilahCerebral Palsy (CP) pertama kali dikemukakan oleh Phelps. Cerebral: yang berhubungan dengan otak; Palsy  ketidaksempurnaan fungsi otot. Dalam kepustakaan, CP sering juga disebut diplegia spastik, tetapi nama ini kurang tepat, sebab CP tidak hanya bermanifestasi spastik dan mengenai 2 anggota gerak saja, tetapi juga dapat ditemukan dalam bentuk lain dan dapat mengenai ke 4 anggota gerak. Nama lain ialah : Little’s disease, oleh karena dokter John Littleadalah orang yang pertama pada pertengahan abad ke 19 menguraikan gambaran klinik CP.
B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan anak dengan cerebral palsy
2.      Tujuan Khusus
a.       Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada anak dengan cerebral palsy.
b.      Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada anak dengan cerebral palsy.
c.       Dapat membuat perencanaan pada anak dengan cerebral palsy.
d.      Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada anak dengan cerebral palsy. 

BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Konsep Dasar Penyakit
1.      Definisi
Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para sarjana. Clark (1964) mengemukakan, yang dimaksud dengan CP ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak pada pusat motorik atau jaringan penghubungnya, yang kekal dan tidak progresif, yang terjadi pada masa prenatal, saat persalinan atau sebelum susunan saraf pusat menjadi cukup matur, ditandai dengan adanya paralisis, paresis, gangguan kordinasi atau kelainan-kelainan fungsi motorik.
Pada tahun 1964 World Commission on Cerebral Palsy mengemukakan definisi CP sebagai berikut : CP adalah suatu kelainan dari fungsi gerak dan sikap tubuh yang disebabkan karena adanya kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Sedangkan Gilroy dkk (1975), mendefinisikan CP sebagai suatu sindroma kelainan dalam cerebral control terhadap fungsi motorik sebagai akibat dari gangguan perkembangan atau kerusakan pusat motorik atau jaringan penghubungnya dalam susunan saraf pusat.
Definisi lain : CP ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan), dan merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik yang dapat berubah selama hidup, dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologik berupa kelumpuhan spastik, gangguan ganglia basalis dan serebelum.

2.      Etiologi
Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu:
a.       Pranatal :
1)      Malformasi kongenital.
2)      Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya; rubela, toksoplamosis, sifihis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya).
3)      Radiasi sinar X.
4)      Tok gravidarum.
5)      Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal).
6)      Keracunan kehamilan dapat menimbulkan serebral palsi.
b.      Natal :
1)      Anoksia/hipoksia.
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar.
2)      Perdarahan otak.
Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
3)      Trauma lahir.
4)      Prematuritas.
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
5)      Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.
6)      Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.
c.       Postnatal :
1)      Trauma kapitis.
2)      Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis.
3)      Kern icterus.
Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih berperan daripada faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) (dikutip dari 13) menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemi prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi intrauterin merupakan faktor penyebab cerebral palsy.
Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir, sedangkan faktor perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan.
Sedang faktor pasca natal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun (Hagberg dkk 1975), atau sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley, 1982), atau sampai 16 tahun (Perlstein, Hod, 1964).
3.      Patofisiologi
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenarasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak rendah. Serebral palsi digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi serebral palsi dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (structural otak : awal sebelum dilahirkan , perinatal, atau luka-luka /kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau infeksi).
4.      Gejala Klinis
a.       Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan.
Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
Golongan spastitis ini meliputi / 3 – ¾ penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan spastitis tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan, yaitu:
1)      Monoplegia/ Monoparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.
2)      Hemiplegia/ Diparesis
Kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama.
3)      Diplegia/ Diparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan.
4)      Tetraplegia/ Tetraparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
b.      Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
c.       Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus.
d.      Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
e.       Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
f.       Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.


g.      Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
h.      Paralisis
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
i.        Gerakan involunter
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
j.        Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
k.      Gangguan perkembangan mental
Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.
l.        Problem emosional terutama pada saat remaja.
5.      Komplikasi
a.       Ataksi
b.      Katarak
c.       Hidrosepalus
d.      Retardasi Mental
IQ di bwh 50, berat/beban dari otak motoriknya IQ rendah nya, dengan suatu ketegangan [menyangkut] IQ yang yang lebih rendah.
e.       Strain/ ketegangan
Lebih sering pada qudriplegia dan hemiplegia
f.       Pinggul Keseleo/ Kerusakan
Sering terjadi pada quadriplegia dan paraplegia berat.
g.      Kehilangan sensibilitas
Anak-anak dengan hemiplegia akan kehilangan sensibilitas.
h.      Hilang pendengaran
Atrtosis sering terjadi terpasang, tetapi bukan pada anak spaskis.
i.        Gangguan visual
Bermata juling, terutama pada anak-anak prematur dan quadriplegia.
j.        Kesukaran btuk bicara
Penyebab: disartria, Retardasi mental, hilang pendengaran, atasi kortikal, gangguan emosional dan mungkin sebab gejala lateralisasi pada anak hemiplagia.
k.      Lateralisasi
Dominan pada anak [sebelum/di depan] [yang] normal nya dan yang di / terpengaruh oleh gejala hemiplegia, kemudian akan ada berbagai kesulitan untuk pindah;gerakkan pusat bicara
l.        Inkontinensia
RM, dan terutama oleh karena berbagai kesulitan pada pelatihan kamar kecil.
m.    Penyimpangan Perilaku
Tidak suka bergaul, dengan mudah dipengaruhi dan mengacaukan ketidaksuburan/kemandulan.
6.      Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya cerebral palsy. Juga pemeriksaan fisik lengkap dengan memperhatikan perkembangan motorik dan mental dan adanya refleks neonatus yang masih menetap.
Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan berulang kali, karena gejaladapat berubah, terutama pada bayi yang dengan hipotoni, yang menandakan perkembangan motorik yang terlambat; hampir semua cerebral palsy melalui fase hipotoni.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos kepala, pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada pendenita yang memperlihatkan gejala motorik, seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering disertai kejang. Pemeriksaan ultrasonografi kepala atau CT Scan kepala dilakukan untuk mencoba mencari etiologi.
Pemeriksaan psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual yang akan menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa.
7.      Penatalaksanaan
a.       Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orangtua pasien.

b.      Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
c.       Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan.
d.      Obat-obatan
Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung pasien ini.
e.       Tindakan keperawatan
Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko. Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepad orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal supaya segera dibawa konsultasi ke dokter.
f.       Occupational therapy
Ditujukan untuk meningkatkan kemampuan untuk menolong diri sendiri, memperbaiki kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa mengenakan pakaian, makan, minum dan keterampilan lainnya.

g.      Speech therapy
Diberikan pada anak dengan gangguan wicara bahasa, yang ditangani seorang ahli.
B.     Konsep Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Kaji riwayat kehamilan ibu
b.      Kaji riwayat persalinan
c.       Identifikasi anak yang mempunyai resiko
d.      Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan/menelan, perkembangan yang terlambat dari anak normal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang persisten, ataxic, kurangnya tonus otot.
e.       Monitor respon bermain anak
f.       Kaji fungsi intelektual
g.      Tidak koordinasi otot ketika melakukan pergerakan (kehilangan keseimbangan)
h.      Otot kaku dan refleks yang berlebihan (spasticas)
i.        Kesulitan mengunyah, menelan dan menghisap serta kesulitan berbicara.
j.        Badan gemetar
k.      Kesukaran bergerak dengan tepat seperti menulus atau menekan tombol.
l.        Anak-anak dengan cerebral palsy mungkin mempunyai permasalahan tambahan, termasuk yang berikut: kejang, masalah dengan penglihatan dan pendengaran serta dalam bersuara, terdapat kesulitan belajar dan gangguan perilaku, keterlambatan mental, masalah yang berhubungan dengan masalah pernafasan, permasalahan dalam buang air besar dan buang air kecil, serta terdapat abnormalitas bentuk ulang seperti scoliosis.
m.    Riwayat penyakit dahulu : kelahiran prematur, dan trauma lahir.
n.      Riwayat penyakit sekarang : Kelemahan otot, Retardasi Mental, Gangguan hebat- Hipotonia, Melempar/ Hisap makan, gangguan bicara/suara, visual dan mendengar.
2.      Diagnosa keperawatan
a.       Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
b.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis.
c.       Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak.
d.      Ketidakteraturan perilaku anak.
e.       Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang.
f.       Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi.
g.      Gangguan persepsi sensori.
h.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot.
i.        Ganggguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berbicara.
j.        Perubahan tumbuh dan kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
k.      Perubahan proses pikir berhubungan dengan serebral injury, ketidakmampuan belajar.
l.        Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot, meningkatnya aktivitas, perubahan kognitif.
m.    Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah dan kebutuhan terapi.
n.      Perubahan peran orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak dalam kondisi kronik.
o.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penggunaan atau alat penyokong.
3.      Rencana keperawatan
DP. 1 : Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
Tujuan :
a.       Klien mudah untuk bernafas
b.      Pengeluaran udara paksa tidak terjadi.
c.       Penggunaan otot tambahan tidak terjadi.
d.      Tidak terjadi dispnea.
e.       Kapasitas vital normal.
f.       Respirasi rate normal.
g.      Anak tidak mengalami aspirasi.
Intervensi :
a.       Kaji pola pernafasan.
b.      Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan semi fowler/ kepala agak tinggi jurang lebih 30 derajat.
c.       Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap terbuka.
d.      Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan anak.
e.       Berikan atau tingkatkan istirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan klien atau dengan jadwal yang tepat.
f.       Berikan penyebab untuk melancarkan jalan nafas.
g.      Monitor pernafasan, irama, kedalama dan memantau saturasi oksigen.
h.      Lakukan suction segera bila ada sekret
i.        Berikan posisi tegak lurus atau setengah duduk saat makan dan minum.
DP. 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis.
Tujuan :
a.       Terpenuhinya intake nutrisi.
b.      Terpenuhinya energi.
c.       Berat badan naik.
Intervensi :
a.       Monitor status nutrisi pasien.
b.      Monitor pemasukan nutrisi dan kalori.
c.       Catat adanya anoreksia, muntah dan terapkan jika ada hubungan dengan medikasi.
d.      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi dan kalori agar BB naik.
e.       Informasikan pada keluarga, nutrisi apa saja yang dibutuhkan bagi klien.
f.       Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan perencanaan , melibatkan orang lain yang berwenang.
DP. 3 : Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak.
Tujuan :
a.       Menunjukan peningkatan kapasitas adaptif intracranial.
b.      Menunjukan status neurologist.
Intervensi :
a.       Pengelolaan edema serebral.
b.      Peningkatan perfusi serebral.
c.       Memantau tekanan intracranial.
d.      Memantau neurologist
DP. 4 : Ketidakteraturan perilaku anak.
Tujuan :
a.       Menunjukan tidak adanya perlambatan dari tingka perkembangan anak.
b.      Menunjukan termoregulasi.
Intervensi :
a.       Manajemen lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak.
b.      Perbaikan kualitas tidur.
DP. 5 : Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang.
Tujuan : Anak akan selalu aman dan terbebas dari injury.
Intervensi :
a.       Hindari anak dari benda-benda yang membahayakan; misalnya dapat terjatuh.
b.      Perhatikan anak-anak saat beraktifitas.
c.       Beri istirahat bila anak lelah.
d.      Gunakan alat pengaman bila diperlukan.
e.       Bila ada kejang; pasang alat pengaman dimulut agar lidah tidak tergigit
f.       Lakukan suction.
g.      Pemberian anti kejang bila terjadi kejang.
DP. 6 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi.
Tujuan : Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
a.       Kaji respon dalam berkomunikasi.
b.      Ajarkan dan kaji makna non verbal.
c.       Latih dalam penggunaan bibir, mulut dan lidah.
d.      Jelaskan kepada anak dan keluarga mengapa anak tidak bisa berbicara atau memahami dengan tepat.
e.       Sering berikan pujian positif kepada anak yang berusaha untuk berkomunikasi.
f.       Gunakan kartu/gambar-gambar/papan tulis untuk memfasilitasi komunikasi.
g.      Berikan perawatan dalam sikap yang rileks, tidak terburu-buru, dan menghakimi.
h.      Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi bicara.
i.        Libatkan anak dengan keluarga dalam mengembangkan rencana komunikasi.
DP. 7 : Gangguan persepsi sensori.
Tujuan : Anak akan berinteraksi secara sesuai dengan orang lain dan lingkungan.
Intervensi :
a.       Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis anak.
b.      Identifikasi faktor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensori, seperti deprivasi tidur, ketergantungan bahan-bahan kimia, pengobatan, penanganan, ketidakseimbangan elektrolit dan sebagainya.
c.       Pantau kemampuan untuk membedakan tajam/ tumpul, panas/ dingin.
d.      Tingkatkan jumlah stimuli untuk mencapai input sensori yang sesuai.
e.       Adakan terapi okupasi rujukan, jika diperlukan.
DP. 8 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot..
Tujuan : Anak akan memiliki kemampuan pergerakan yang maksimum dan tidak mengalami kontraktur.
Intervensi :
a.       Ajarkan cara berkomunikasi dengan kata-kata yang pendek.
b.      Ajak untuk latihan yang berbeda-beda pada ekstremitas.
c.       Kaji pergerakan sendi-sendi dan tonus otot.
d.      Lakukan terapi fisik.
e.       Lakukan reposisi setiap 2 jam.
f.       Evaluasi kebutuhan alat-alat khusus untuk makan, menulis dan membaca dan aktivitas.
g.      Ajarkan dalam menggunakan alat bantu jalan.
h.      Ajarkan cara duduk, merangkak pada anak kecil, berjalan, dan lain-lain.
i.        Ajarkan bagaimana cara menggapai benda.
j.        Ajarkan untuk menggerakkan anggota tubuh.
k.      Ajarkan rom yang sesuai.
l.        Berikan periode istirahat.
DP. 9 : Ganggguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berbicara.
Tujuan : Anak tidak merasa rendah diri ketika berkomunikasi.
Intervensi :
a.       Ajarkan cara berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata yang pendek.
b.      Ajarkan pendidikan kesehatan pada keluarga dan orang-orang disekitar.
c.       Kolaborasi dengan tenaga ahli fisioterapi.
DP. 10 : Perubahan tumbuh dan kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
Tujuan : Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
a.       Kaji tingkat tumbuh kembang.
b.      Ajarkan untuk intervensi awal dengan terapi rekreasi dan aktivitas sekolah.
c.       Berikan aktivitas yang sesuai, menarik diri dan dapat dilakukan oleh anak.
DP. 11 : Perubahan proses pikir berhubungan dengan serebral injury, ketidakmampuan belajar.
Tujuan : Anak akan menunjukkan tingkat kemampuan belajar yang sesuai.
Intervensi :
a.       Kaji tingkat pemahaman anak.
b.      Ajarkan dalam memahami percakapan dengan verbal atau non verbal.
c.       Ajarkan menulis dengan menggunakan papan tulis atau alat lain yang dapat digunakan sesuai kemampuan orangtua dan anak.
d.      Ajarkan membaca dan menulis sesuai dengan kebutuhannya.
DP. 12 : Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot, meningkatnya aktivitas, perubahan kognitif.
Tujuan : Orangtua / keluarga menunjukkan pemahaman terhadap kebutuhan perawatan anak yang ditandai dengan ikut berperan aktif dalam perawatan anak.
Intervensi :
a.       Kaji tingkat kemampuan anak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
b.      Bantu dalam pemenuhan kebutuhan; makan-minum, eliminasi, kebersihan perseorangan, mengenakan pakaian, aktivitas bermain.
c.       Libatkan keluarga dan bagi anak yang kooperatif dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
DP. 13 : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah dan kebutuhan terapi.
Tujuan : Pengetahuan tercapai.
Intervensi :
a.       Kaji tingkat pengetahuan orangtua.
b.      Ajarkan orangtua untuk mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak.
c.       Ajarkan tentang kondisi yang dialami anak dan terkait dengan latihan terapi fisik dan kebutuhan.
DP. 14 : Perubahan peran orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak dalam kondisi kronik.
Tujuan : Orang tua berperan aktif dalam perawatan anak.
Intervensi :
a.       Ajarkan orangtua dalam memenuhi kebutuhan perawatan anak.
b.      Tekankan bahwa orangtua dan keluarga mempunyai peranan penting dalam membantu pemenuhan kebutuhan.
c.       Jelaskan pentingnya pemenuhan kebutuhan bermain dan sosialisasi pada orang lain.
DP. 15 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penggunaan atau alat penyokong.
Tujuan : Anak tidak menunjukkan gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh.
Intervensi :
a.       Kaji area yang terpasang alat penyokong.
b.      Gunakan lotion kulit untuk mencegah kulit kering.
c.       Lakukan pemijatan pada area yang tertekan.
d.      Berikan posisi yang nyaman dan berikan support dengan bantal.
e.       Pastikan bahwa alat penyokong atau balutan tepat dan terfiksasi.
4.      Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.
5.      Evaluasi
a.       Menyatakan pemahaman faktor yang menyebabkan cidera
b.      Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi
c.       Aktifitas berjalan dengan normal
d.      Adanya kemajuan peningkatan berat badan
6.      Penkes
CP dapat dicegah dengan jalan menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi masih banyak pula yang sulit untuk dihindari. "Prenatal dan perinatal care" yang baik dapat menurunkan insidens CP. Kernikterus yang disebabkan "haemolytic disease of the new born" dapat dicegah dengan transfusi tukar yang dini, "rhesus incompatibility" dapat dicegah dengan pemberian "hyperimmun anti D immunoglobulin" pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus negatif. Pencegahan lain yang dapat dilakukan ialah tindakan yang segera pada keadaan hipoglikemia, meningitis, status epilepsi dan lain-lain.  

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral. Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis
B.     Saran
Diharapkan dengan hadirnya makalah ini, mahasiswa maupun praktisi kesehatan dapat lebih memahami asuhan keperawatan pada anak dengan cerebral palsy dan dapat mengimplementasikan dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J.  2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : bagian ilmu kesahatan anak fakultas kedokteran universitas Indonesia
Putz R dan Pabst R. 1997. sobota. Jakarta : EGC

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MAKALAH ASKEP PADA ANAK DENGAN CEREBRAL PALSY"

Posting Komentar