MAKALAH ASKEP PADA ANAK DENGAN KEKURANGAN VITAMIN A
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekurangan Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang
tersebar di seluruh dunia terutama negara berkembang dan dapat terjadi pada
semua umur terutama pada masa pertumbuhan (balita). Kekurangan vitamin A dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit.
Kekurangan vitamin A dapat terjadi karena beberapa sebab antara lain konsumsi
makanan yang tidak cukup mengandung vitamin A atau provitamin A untuk jangka
waktu yang lama, bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif, menu tidak seimbang
(kurang mengandung lemak, protein, zink atau zat gizi lainnya) yang diperlukan
untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A dalam tubuh, adanya
gangguan penyerapan vitamin A dan provitamin A seperti pada penyakit-penyakit
antara lain diare kronik, KEP dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A
meningkat, adanya kerusakan hati yang menyebabkan gangguan pembentukan retinol
binding protein (RBP) dan pre-albumin yang penting untuk penyerapan vitamin.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan
pada anak dengan kekurangan vitamin A
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara
langsung pada anak dengan kekurangan vitamin A.
b. Dapat merumuskan masalah dan membuat
diagnosa keperawatan pada anak dengan kekurangan vitamin A.
c.
Dapat membuat perencanaan pada anak
dengan kekurangan vitamin A.
d. Mampu melaksanakan tindakan
keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada anak
dengan kekurangan vitamin A.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin
yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat
melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh
untuk melawan penyakit misalnya campak, diare dan penyakit infeksi lain).
Vitamin A atau berdasarkan struktur kimianya dibagi menjadi 2 bentuk yaitu :
a. Retinol
Retinol dapat dimanfaatkan langsung oleh tubuh karena
umumnya sumber retinol diperoleh dari makanan hewani seperti,telur, hati, atau
minyak ikan yang mudah dicerna dalam tubuh.
b. Betacarotene
Sering disebut pro-vitamin A baru dapat dirasakan setelah
mengalami proses pengolahan menjadi retinol. Sumber betacarotene berasal dari
makanan nabati yang berwarna orange atau hijau tua, seperti wortel, bayam, ubi,
mangga, dan papaya.
Retinol atau Retinal atau juga Asam Retinoat, dikenal
sebagai faktor pencegahan xeropthalmia, berfungsi untuk pertumbuhan sel epitel
dan pengatur kepekaan rangsang sinar pada saraf mata, Jumlah yang dianjurkan
berdasarkan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (KGA-2004) per hari 400
ug retinol untuk anak-anak dan dewasa 500 ug retinol.Tubuh menyimpan retinol dan
betacarotene dalam hati dan mengambilnya jika tubuh memerlukannya.
2. Etiologi
Kekurangan vitamin A yang dipicu
oleh kondisi gizi kurang atau buruk. Kerap terjadi pada bayi lahir berat badan
rendah, gangguan akibat kurang yodium (GAKY) serta anemia gizi ibu hamil.
Kelompok rentan xeroftalmia adalah anak dari keluarga miskin, anak di
pengungsian, anak di daerah yang pangan sumber vitamin A kurang, anak kurang
gizi atau lahir dengan berat badan rendah, anak yang sering menderita penyakit
infeksi (campak, diare, tuberkulosis, pneumonia) serta cacingan serta anak yang
tidak mendapat imunisasi serta kapsul vitamin A dosis tinggi.Defisiensi vitamin
A awalnya merupakan ancaman yang tidak kelihatan, yang apabila tidak ditangani
dapat menyebabkan hilangnya penglihatan seseorang terutama pada anak-anak.
Dampak selanjutnya adalah ketika mereka tidak lagi bisa melihat pada cahaya
yang suram dan akan menderita penyakit yang disebut night blindness (buta
senja) atau xerophthalmia.Apabila penderitaan terus berlanjut konjangtiva dan
cornea mata menjadi kuning) kemudian muncul bercorak pada kornea dan
selanjutnya berakibat pada kebutaan yang permanen.
Penyebab utama kekurangan vitamin A
adalah asupan zat gizi vitamin A (preformed retinol) atau prekursor vitamin A
yang tidak mencakupi peningkatan kebutuhan vitamin A pada kondisi fisiologis
dan patologis tertentu, penyerapan yang kurang kehilangan karena diare sering
merupakan penyebab kekurangan vitamin A.
3. Patofisiologi
Dalam gejala klinis defisiensi
vitamin A akan tampak bila cadangan vitamin A dalam hati dan organ-organ tubuh
lain sudah menurun dan kadar vitamin A dalam serum mencapai garis bawah yang
diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik mata. Deplesi vitamin A
dalam tubuh merupakan proses yang
memakan waktu lama. Diawali dengan habisnya persediaan vitamin A di
dalam hati, menurunnya kadar vitamin A plasma (kelainan biokimia), kemudian
terjadi disfungsi sel batang pada retina (kelainan fungsional), dan akhirnya
timbul perubahan jaringan epitel
(kelainan antomis). Penurunan vitamin A pada serum tidak menggambarkandefisiensi
vitamin A dini, karena deplesi telah terjadi jauh sebelumnya.
Vitamin A merupakan “body
regulators” dan berhubungan erat dengan proses-proses metabolisme. Secara
umum fungsi tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu :
-
Yang berhubungan dengan pengelihatan
-
Yang tidak berhubugan dengan
pengelihatan
Fungsi yang berhubungan dengan
pengelihatan di jelaskan melalui mekanisme Rods (batang) yang ada di retina
yang sensitive terhadap cahaya dengan intensitas yang rendah, sedangkan Cones
(kerucut) untuk cahaya dengan intensitas yang tinggi dan untuk menagkap cahaya
berwarna. Pigmen yang sensitive terhadap cahaya dari Rods disebut sebagai
Rhodopsin.
Ada dua macam sel reseptor pada retina,
yaitu sel kerucut (sel konkus) dan sel batang (sel basilus). Retina adalah
kelompok prostetik pigmen fotosensitif dalam batang maupun kerucut, perbedaan
utama antara pigmen pengelihatan dalam batang (rhodopsin) dan dalam kerucut
(iodopsin) adalah protein alami yang terikat pada retina. Vitamin A berfungsi
dalam pengelihatan normal pada cahaya remang. Di dalam mata, retinol (bentuk
vitamin A yang terdapat di dalam darah) dioksidasi menjadi retinal. Retinal
kemudian mengikat protein opsin dan membentuk rhodopsin (suatu pigmen
pengelihatan). Rhodopsin merupakan zat yang menerima rangsangan cahaya dan
mengubah energi cahaya menjadi energi biolistrik yang merangsang indra
pengelihatan. Beta karoten efektif dalam memperbaiki fotosensivitas pada
penderita dengan protoporfiria erithopoetik.
Mata membutuhkan waktu beradaptasi
dan dapet melihat dari ruangan dengan cahaya terang ke ruangan dengan cahaya
remang-remang. Bila seseorang berpindah dari tempat terang ke tempat gelap,
akan terjadi regenerasi rhodopsin secara maksilmal. Rhodopsin sangat penting
dalam pengelihatan di tempat gelap. Kecepatan mata untuk beradaptasi,
berhubungan langsung dengan vitamin A yang tersedia di dalam darah untuk
membentuk rhodopsin. Apabila kurang vitamin A, rhodopsin tidak terbentuk dan
akan memnyebabkan timbulnya tanda pertama kekurangan vitamin A yaitu rabun
senja.
Kekurangan vitamin A dapat
mengakibatkan kelainan pada sel-sel epitel pada selaput lendir mata. Kelainan
tersebut karena terjadinya proses metaplasi sel-sel epitel, sehingga kelanjar
tidak memproduksi cairan yang dapat menyebabkan terjadinya kekeringan
pada mata yang disebut xerosis konjungtiva. Bila kondisi ini berlanjut
akan terjadi yang disebut bercak bitot (Bitot Spot) yaitu suatu bercak putih,
berbentuk segi tiga di bagian temporal dan diliputi bahan seperti busa.
Defisiensi lebih lanjut menyebabkan
xerosis kornea, yaitu kornea menjadi kering dan kehilangan kejernihannya karena
terjadi pengeringan pada selaput yang menutupi kornea. Pada stadium yang
lanjut, kornea menjadi lebih keruh, berbentuk infiltrat, berlaku pelepasan
sel-sel epitel kornea, yang berakibat pada pelunakan dan pecahnya kornea. Mata
juga dapat terkena infeksi. Tahap terakhir deri gejala mata yang terinfeksi
adalah keratomalasia (kornea melunak dan dapat pecah), sehingga menyebabkan
kebutaan total.
Defisiensi vitamin A dapat
menyebabkan fungsi kekebalan tubuh menurun, sehingga mudah terkena infeksi.
Kekurangan vitamin A menyebabkan lapisan sel yang menutupi paru-paru tidak
mengeluarkan lendir, sehingga mudah dimasuki mikroorganisme, bakteri, dan virus
yang dapat menyebabkan infeksi. Jika hal ini terjadi pada permukaan dinding
usus halus, akan menyebabkan diare.
Vitamin A menpunyai peranan penting
pada sintesis protein yaitu pembentukan RNA sehingga berperan terhadap
pertumbuha sel. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel
yang membentuk email gigi. Pada orang yang kekurangan vitamin A, pertumbuhan
tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada anak-anak yang kekurangan
vitamin A, terjadi kegagalan pertumbuhan.
Pada keadaan dimana terjadi
defisiensi vitamin A akan terjadi gangguan mobilisasi zat besi dari hepar,
dengan akibat terjadi penurunan kadar feritin. Gangguan mobilisasi zat besi
jugaakan menyebabkan rendahnya kadar zat besi dalam plasma, dimana hal ini akan
mengganggu proses sintesis hemoglobin sehingga akan menyebabkan rendahnya
kadar Hb dalam darah.
Defisiensi vitamin A kronis anemia
serupa seperti yang dijumpai pada defisiensi besi, ditandai dengan Mean
Corpuscular Volume (MCV) dan Mean Corpuscular Haemoglobin
Concentration (MCHC) rendah, terdapat anisositosis dan poikilositosis,
kadar besi serum rendah tetapi cadangan besi (ferritin)
didalam hati dan sumsum tulang meningkat. KVA menghambat penggunaan kembali
besi untuk eritropoiesis, mengganggu pembentukan transferin dan mengganggu
mobilisasi besi.
4. Gejala Klinis
Kurang vitamin A (KVA) adalah kelainan
sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari organ-organ seluruh tubuh,
termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain, akan tetapi gambaran yang
karakteristik langsung terlihat pada mata. Kelainan kulit pada umumnya tampak
pada tungkai bawah bagian depan dan lengan atas bagian belakang, kulit tampak
kering dan bersisik seperti sisik ikan. Kelainan ini selain disebabkan karena
KVA dapat juga disebabkan karena kekurangan asam lemak essensial, kurang
vitamin golongan B atau Kurang Energi Protein (KEP) tingkat berat atau gizi
buruk. Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA
yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat timbul bila
anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
5. Komplikasi
a.
Kurang vitamin A (KVA) pada
anak-anak yang berada di daerah pengungsian dapat menyebabkan mereka rentan terhadap
penyakit infeksi, sehingga mudah sakit.
b. Anak yang menderita kurang vitamin
A, bila terserang campak, diare atau penyakit infeksi lain, penyakitnya
tersebut akan bertambah parah dan dapat mengakibatkan kematian. Infeksi akan
menghambat kemampuan tubuh untuk menyerap zat-zat gizi dan pada saat yang sama
akan mengikis habis simpanan vitamin A dalam tubuh.
c.
Kekurangan vitamin A untuk jangka
waktu lama juga akan mengakibatkan terjadinya gangguan pada mata, dan bila anak
tidak segera mendapat vitamin A akan mengakibatkan kebutaan.
d. Bayi-bayi yang tidak mendapat ASI
mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita KVA, karena ASI merupakan sumber
vitamin A yang baik.
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Tes adaptasi gelap
b. Kadar vitamin A dalam darah (kadar
< 20 mg/200 ml menunjukkan kekurangan intake)
7. Penatalaksanaan
a.
Pencegahan
Prinsip dasar
untuk mencegah adalah memenuhi kebutuhan vitamin A yang cukup untuk tubuh serta
mencegah penyakit infeksi terutama diare dan campak. Selain itu perlu
memperhatikan kesehatan secara umum.
Berikut
beberapa langkah untuk mencegah:
1) Mengenal
tanda-tanda kelainan secara dini
2) Bagi yang
memiliki bayi dan anak disarankan untuk mengkonsumsi vitamin A
dosis tinggi secara periodik, yang didapatkan umumnya pada Posyandu
terdekat.
3) Segera
mengobati penyakit penyebab atau penyerta
4) Meningkatkan
status gizi, mengobati gizi buruk
5) Memberikan ASI
Eksklusif
6) Ibu nifas
mengkonsumsi vitamin A (<30 hari) 200.000 SI
7) Melakukan
Imunisasi dasar pada setiap bayi
b.
Pengobatan
Pengobatan xeroftalmia adalah
sebagai berikut;
1) Berikan 200.000 IU Vitamin A secara
oral atau 100.000 IU Vitamin A injeksi.
2) Hari berikutnya, berikan 200.000 IU
Vitamin A secara oral
3) 1 – 2 minggu berikutnya, berikan
200.000 IU Vitamin A secara oral
4) Obati penyakit infeksi yang
menyertai
5) Obati kelainan mata, bila terjadi
6) Perbaiki status gizi
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
b. Keluhan Utama
1) Pasien mengeluh mata terasa kering
2) Pengelihatan menjadi kabur
3) Mata terasa berkunang-kunang
c. Riwayat Keperawatan
d. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda atau gejala klinis
dan menentukan diagnosis serta pengobatannya, terdiri dari :
1) Pemeriksaan Umum
Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang
terkait langsung maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti
gizi buruk, penyakit infeksi, dan kelainan fungsi hati yang terdiri dari :
a) Antropometri : Pengukuran berat
badan dan tinggi badan
b) Penilaian Status gizi : Apakah anak
menderita gizi kurang atau gizi buruk
c) Kelainan pada kulit : kering, bersisik
2) Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan mata untuk melihat tanda Xeroftalmia dengan
menggunakan senter yang terang, dengan melihat :
a) Apakah ada tanda kekeringan pada
konjungtiva (X1A)
b) Apakah ada bercak bitot (X1B)
c) Apakah ada tanda-tanda xerosis
kornea (X2)
d) Apakah ada tanda-tanda ulkus kornea dan keratomalasia
(X3A/X3B)
e) Apakah ada tanda-tanda sikatriks
akibat xeroftalmia (XS)
f) Apakah ada gambaran seperti cendol
pada fundus oculi dengan opthalmoscope(XF)
3) Tes Adaptasi Gelap
Pemeriksaan didasarkan pada keadaan bila terdapat kekurangan
gizi atau kekurangan vitamin A. akan terjadi gangguan pada adaptasi gelap.
Dengan uji inidilakukan penilaian fungsi sel batang retina pada pasien dengan
keluhan buta senja. Pada pasien yang sebelumnya telah mendapat penyinaran
terang, dilihat kemampuan melihatnya sesudah sekitarnya digelapkan dengan
perlahan-lahan dinaikkan intensitas sumber sinar. Ambang rangsang mulai
terligat menunjukkan kemampuan pasien beradaptasi gelap.
4) Pemeriksaan Laboraturium
Pemeriksaan laboraturium dilakukan untuk mendukung diagnosa
kekurangan vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA,
namun hasil pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut resiko tinggi
untuk menderita KVA. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum
retinol. Bila ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut
menderita KVA sub klinis. Pemerikassan laboraturium lain dapat dilakukan untuk
mengetahui penyakit lain yang dapat memperparah seperti pada :
a) Pemeriksaan serum RBP (Retinol
Binding Protein) lebih mudah untuk melakukan dan lebih murah dari atudi retinol
serum, karena RBP adalah protein dan dapat dideteksi oleh tes imunologi. RBP
juga merupakan senyawa lebih stabil dari retinol yang berikatan dengan cahaya
dan suhu. Namun, tingkat RBP kurang akurat, karena mereka dipengaruhi oleh
konsentrasi protein serum dan karena jenis RBP tidak dapat
dibedakan.
b) Pemeriksaan albumin darah karena
tingkat albumin adalah ukuran langsung dari kadar vitamin A.
c) Pemeriksaan darah lengkap untuk
mengetahui kemungkinan anemia, infeksi atau sepsis.
d) Pemeriksaan fungsi hati untuk mengevaluasi status gizi.
e) Pada anak-anak, pemeriksaan
radiografi dari tulang panjang mungkin berguna saat evaluasi sedang dibuat
untuk pertumbuhan tulang dan untuk deposisi tulang periosteal berlebih.
2. Diagnosa keperawatan
a. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan
terhadap infeksi turun
b. Gangguan sensori-persepsi pengelihatan
berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori atau status organ indra
c. Resiko tinggi terhadap cedera
berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan ditandai dengan : mata hitam
menjadi keruh, kusam, keruh keriput, dan timbul bercak yang menganggu
pengelihatan.
d. Ansietas berhubungan dengan factor
fisiologi perubahan status kesehatan, kemungkinan atau kenyataan kehilangan
pengelihatan.
3. Rencana keperawatan
Dx 1 : Resiko tinggi infeksi b/d
daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan: setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi infeks dengan kriteria hasil: Masa
penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi
endogen
Intervensi :
a.
Pertahanan teknik aseptic dan teknik
cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunjung. Pantau dan batasi
pengunjung.
R/ menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder,
mengontrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang
mengalami nfeksi saluran nafas atas.
b. Obs. suhu secara teratur dan
tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/ Deteksi dini tanda-tanda infeksi
c. Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/ Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan
sensitivitas individu.
Dx 2 : Gangguan sensori-persepsi pengelihatan berhubungan
dengan gangguan penerimaan sensori atau status organ indra
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam sensori-persepsi pengelihatan mengalami perubahan dengan kriteria hasil :
a. Meningkatnya ketajaman pengelihatan
dalam batas situasi individu
b. Mengenal gangguan sensori dan
berkompensasi terhadap perubahan
c. Mengidentifikasi atau memperbaiki
potensial bahaya dalam lingkungan
Intervensi
:
a. Kaji ketajaman pengelihatan.
R/ untuk mengetahui ketajaman pengelihatan klien dan
sumber pengelihatan menurut ukuran yang baku.
b. Dorong mengekspresikan perasaan
tentang kehilangan atau kemungkinan kehilangan pengelihatan.
R/ sementara intervensi dini mencegah kebutaan, pasien
menghadapi kemungkinan kehilangan pengelihatan sebagian atau total, meskipun
kehilangan pengelihatan telah terjadi tidak dapat diperbaiki meskipun dengan
pengobatan kehilangan lanjut dapat dicegah.
c. Lakukan tindakan untuk membantu
klien menangani keterbatasa pengelihatan, contoh : kurangi kekacauan, atur
prabot, perbaiki sinar yang suram dan masalah pengelihatan malam.
R/ menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan
lapang pandang atau kehilangan pengelihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar
lingkungan.
d. Kolaborasi
1) Test adaptasi gelap
R/ untuk mengetahui adanya kelainan atau abnormalitas
dari fungsi pengelihatan klien.
2) Pemberian obat sesuai indikasi,
pemberian vitamin A dalam dosis terapeutik yaitu vitamin A oral 50.000-75.000
IU/kgBB tidak lebih dari 400.000-500.000 IU.
R/ pemberian vitamin A dosis terapeutik dapat mengatasi
gangguan pengelihatan secara teratur dapat mengembalikan pengelihatan pada
mata.
3) Pengobatan kelainan pada mata:
Stadium I : tanpa pengobatan
Stadium II : berikan
AB
Stadium III : berikan sulfa atropine 0,5%,
tetes mata pada anak atau SA 4% pada orang dewasa.
R/ mengembelikan ke fungsi pengelihatan yang beik da
mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.
Dx
3 : Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan
ditandai dengan : mata hitam menjadi keruh, kusam, keruh keriput, dan timbul
bercak yang menganggu pengelihatan.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam cedera tidak terjadi
dengan kriteria hasil klien dapat mengidentifikasi potensial bahaya dalam
lingkungan.
Intervensi
:
a. Orientasi klien dengan lingkungan
sekitarnya.
R/ meningkatkan pengenalan terhadap lingkungannya.
b. Anjurkan keluarga untuk tidak
memberikan mainan kepada klien yang mudah pecah seperti kaca dan benda-benda
tajam.
R/ menghindari pecahnya alat mainan yang dapat mencederai
klien atas denda tajam.
c. Arahkan semua alat mainan yang
dibutuhkan klien pada tempat yang sentral dari pandangan klien.
R/ memfokuskan lapang pandang dan menghindari cedera.
Dx
4 : Ansietas berhubungan dengan factor fisiologi perubahan status kesehatan,
kemungkinan atau kenyataan kehilangan pengelihatan.
Tujuan
: setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien akan
mengungkapkan bahwa kecemasan sudah berkurang atau hilang dengan kriteria hasil
:
a. Tampak rileks den melaporkan
ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi
b. Menunjukkan keterampilan pemecahan
masalah
c. Menggunakan sumber secara efektif
Intervensi
:
a. Kaji tingkat ansietas, timbulnya
gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
R/ faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap
ancaman diri, potensial siklus ansietas dan dapat mempengaruhi upaya medik
untuk mengontrol terapi yang diberikan.
b. Berikan informasi yang akurat dan
jujur, diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan pengbatan dapat mencegah
pengelihatan tambahan.
R/ menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan
atau harapan yang akan datang dan berikan dasar fakta untuk membuat pilihan
informasi tentang pengobatan.
c. Dorong pasien untuk mengakui masalah
dan mengekspresika perasaan.
R/ memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi
nyata, mengkelarifikasi slah konsepsi dan pemecahan masalah.
d. Idenrifikasi sumber atau orang yang
menolong.
R/ memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam
menghadapi masalah.
4. Pelaksanaan
Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Implementasi adalah tahap ketiga dari proses keperawatan
dimana rencana keperwatan dilaksanakan, melaksanakan / aktivitas yang lebih
ditentukan.
5. Evaluasi
a. Ketajaman penglihatan klien dalam
batas normal.
b. Klien dapat mengenal gangguan
sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
c. Klien dapat memperbaiki potensial
bahaya dalam lingkungan.
d. Klien dapat menyatakan pemahaman
faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
e. Klien dapat Menyatakan pemahaman
kondisi atau proses penyakit dan pengobatan.
6. Penkes
Vitamin A bisa terserap dalam tubuh yang kondisinya
baik. Anak usia balita sangat rentan kekurangan vitamin A karena kondisi
tubuhnya rentan terhadap penyakit, seperti diare atau infeksi pencernaan. Untuk
itu peran ibu sangat penting dalam menjaga ketahanan tubuh bayi yakni dengan
memberikan ASI eksklusif, agar mempunyai ketahanan tubuh yang cukup.Kebutuhan
vitamin A yang cukup dalam tubuh, dapat diketahui dengan cara menganalisis
makanan yang dikonsumsi sehari-hari dan melihat kondisi tubuh. Jika tubuh anak
sering terkena penyakit, seperti diare, busung lapar atau gangguan saluran
pernapasan, maka secara otomatis, asupan vitamin A-nya kurang
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin
yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat
melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh
untuk melawan penyakit misalnya campak, diare dan penyakit infeksi lain).
Kekurangan vitamin A (KVA) dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit seperti
: rabun senja. Penanggulangan KVA ini adalah dengan memperbaiki pola makan
masyarakat, perbanyak mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan.
Kekurangan vitamin A banyak ditemukan di beberapa daerah
seperti Asia Tenggara, dimana padi yang digiling menjadi beras (yang mengandung
sedikit vitamin A) merupakan makanan pokok. Beberapa penyakit yang mempengaruhi
kemampuan usus dalam menyerap lemak dan vitamin yang larut dalam
lemak,meningkatkan resiko terjadinya kekurangan vitamin A.
B. Saran
Bagi pembaca diharapkan agar dapat
menerapkan pola hidup sehat sehingga terhindar dari berbagai penyakit. Dan
perbanyak makan wortel, tomat, dan sayur-sayuran yang mengandung vit A, supaya
kita tidak kekurangan vit. A.
Sebagai tenaga medis khususnya
keperawatan juga berperan penting dalam penanggulangan kekurangan vit A, dimana
seorang perawat diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang
pentingnya vit A.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan,R.2005. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Universitas Indonesia.
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008.
Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Ranuh, I.G.N,Dkk. 2001. Buku
Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Rodolfh.Dkk. 2006. Buku Ajar
Pediatri Rodolfh Edisi 20 Volum I. Jakarta :EGC
Santosa,B. 2005. Panduan Diagnosa
Keperawatan Nanda 2005-2006. Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku
Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta :
EGC.
0 Response to "MAKALAH ASKEP PADA ANAK DENGAN KEKURANGAN VITAMIN A"
Posting Komentar