MAKALAH ASKEP PASIEN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang
paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar
didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka
mencapai umur 5 tahun. Penelitian di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian
(inseden) yang lebih tinggi, yaitu Maeda dkk, 1993 mendapatkan angka 9,7% (pada
pria 10,5% dan pada wanita 8,9% dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7%.
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus
merupakan kejang demam komplek.Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan
menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15
menit dan umum, dan kejang demam komplek yang berlangsung lebih dari dari 15
menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali kejang demam dalam 24
jam) (Arif Manajer, 2000).
Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial
seperti ISPA, radang telinga, campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan
suhu tubuh sebesar 10C pun bisa mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 – 15
% dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka anak
akan kejang. Umumnya kejang tidak akan menimbulkan dampak sisa jika kejang
tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap mendapat
penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih lama frekuensinya
dari kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak akan menimbulkan berbagai
masalah seperti resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi atau yang lebih fatal
adalah lidah jatuh ke belakang yang mengakibatkan obstruksi pada jalan nafas.
Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami
kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum maaupun
fokal, kelumpuhannya sesuai dengan kejang vokal yang terjadi. Mula-mula
kelumpuhannya bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu spasitisitas. Milichap
(1998) melaporkan dari 1990 anak menderita kejang demam, hanya 0,2 % saja yang
mengalami hemiparese sesudah kejang lama.
Dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus
ini dapat diturubkan melalui upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang
diberikan sedini mungkin pada anak. Dan perlu diingat bahwa maslah
penanggulangan kejang demam ini bukan hanya masalah di rumah sakit tetapi
mencskup permasalahan yang menyeluruh dimulai dari individu anak tersebut,
keluarga, kelompok maupun masyarakat.
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit kejang demam
pada anak.
2. Tujuan khusus:
Untuk mengetahui;
a. Definisi penyakit kejang demam pada
anak.
b. Etiologi penyakit kejang demam pada anak
c. Manifestasi klinik penyakit kejang
demam pada anak .
d. Patofisiologi penyakit kejang demam
pada anak.
e. Komplikasi penyakit kejang demam
pada anak.
f. Pemeriksaan diagnostik penyakit
kejang demam pada anak .
g. Penatalaksanaan penyakit kejang
demam pada anak.
h. Asuhan keperawatan yang harus
diberikan pada klien dengan kejang demam.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rectal diatas 38oc) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstracranial (mansjoer, 2000)
Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik,
sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini
disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada
infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara
tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau
memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 380 C
yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
2. Etiologi
Penyebab kejang demam yang sering ditemukan adalah :
a. Faktor predisposisi :
1) Keturunan, orang tua yang memiliki
riwayat kejang sebelumnya dapat diturunkan pada anakmya.
2) Umur, (lebih sering pada umur < 5
tahun), karena sel otak pada anak belum matang sehingga mudah mengalami
perubahan konsentrasi ketika mendapat rangsangan tiba-tiba.
b. Faktor presipitasi
1) Adanaya proses infeksi ekstrakranium
oleh bakteri atau virus misalnya infeksi saluran pernapasan atas, otitis media
akut, tonsilitis, gastroenteritis, infeksitraktus urinarius dan faringitis.
2) Ketidak seimbangan ion yang mengubah
keseimbangan elektrolit sehingga mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi neuron misalnya hiponatremia, hipernatremia,
hipoglikemia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia.
3) Kejang demam yang disebabkan oleh
kejadian perinatal (trauma kepala, infeksi premature, hipoksia) yang dapat
menyebabkan kerusakan otak.
3. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak
diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme
otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan
perantara pungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui system
kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksida dan air. Sel
dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dengan mudah dapat dilalui oleh ion Kalium (K+). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah.
Sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena
itu terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar
sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan
perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya
mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan.
Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh
tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi difusi di
ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut
dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga
dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang
yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15
menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk
kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan
terjadinya asidosis.
4. Gejala klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh
infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media
akut, ISPA, UTI, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama
sewaktu demam,berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk
tonik-klonik.
5. Komplikasi
a. Epilepsi
Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis
yang berlangsung lama dan dapat menjadi matang
b. Retardasi mental
Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah
terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis
c. Hemiparese
Biasanya terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang lama
(berlangsung lebih dari 30 menit)
d. Gagal pernapasan
Akibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot
pernapasan menjadi spasme
e. Kematian
6. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien kejang
demam antara lain :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Elektrolit
Tidak
seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi
pada aktivitaskejang
2) Glukosa
Hipoglikemia ( normal 80 - 120)
3) Ureum / kreatinin
Meningkat
(ureum normal 10 – 50 mg/dL dan kreatinin normal =< 1,4 mg/dL)
4) Sel Darah Merah (Hb)
Menurun ( normal 14-18 g/dl, 12-16 g/dl )
5) Lumbal punksi
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk
mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapat mendeteksi penyebab kejang
demam atau kejang karena infeksi pada otak.
a) Pada kejang demam tidak terdapat
gambaran patologis dan pemeriksaan lumbal pungsi
b) Pada kejang oleh infeksi pada otak
ditemukan :
- Warna cairan cerebrospinal :
berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom.
- Jumlah cairan dalam cerebrospinal
menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih
tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml).
- Perubahan biokimia : kadar Kalium
menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)
b. EEG (electroencephalography)
EEG merupakan cara untuk merekam aktivitas listrik otak
melalui tengkorang yang utuh untuk menentukan adanya kelainan pada SSP, EEG
dilakukan sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal. Tidak menunjukkan kelainan
pada kejang demam sederhana, gelombang EEG yang lambat di daerah belakang dan
unilateral menunjukkan kejang demam kompleks
c. CT Scan
Tidak dianjurkan pada kejang demam yang beru
terjadi pada pertama kalinya
d. Pemeriksaan Radiologis
1) Foto tengkorak diperhatikan simetris
tulang tengkorak, destruksi tulang peningkatan tekanan intrakranial
2) Pneumonsefalografi dan ventrikulografi
dilakukan atas indikasi tertentu yaitu untuk melihat gambaran sistem ventrikal,
rongga subaraknoid serta gambaran otak sehingga dapat diketahui adanya atrofi
otak, tumor serebri, hidrosefalus araknoiditis
3) Arteriografi untuk melihat keadaan
pembuluh darah di otak, apakah ada penyumbatan atau
peregangan.
7. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu
dikerjakan yaitu :
a. Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien
dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus
bebas agar oksigennisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran,
tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi
diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah
diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena
0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg.
bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu
sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam
intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5
mg (BB≤10 kg) atau 10 mg(BB≥10kg) bila kejang tidak berhenti
dapat diulang selang 15 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan
fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1
mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan
Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan
fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal
untuk neonatus 30 mg, bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke
atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital
dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis.
Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah
membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek
sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila
kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis
4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
b. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana
maupun kejang epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya ISPA dan otitis
media akut. Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat utnuk mengobati
infeksi tersebut. Biasanya dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal untuk mengetahui
faktor resiko infeksi di dalam otak, misalnya: meningitis. Apabila menghadapi
penderita dengan kejang demam lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan,
seperti: pemeriksaan darah lengkap.
c. Pengobatan rumat
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian:
1) Pengobatan profilaksis intermiten:
untuk mencegah terulangnya kejadian demam dikemudian hari, orang tua atau
pengasuh harus cepat mengetahui bila anak menderita demam. Disamping pemberian
antipiretik, obat yang tepat untuk mencegah kejang waktu demam adalah diazepam
intrarektal. Diberiakan tiap 12 jam pada penderita demam dengan suhu 38,5oC
atau lebih. Dosis Diazepam diberikan 5 mg untuk anak kurang dari 3 tahun dan
7,5 mg untuk anak lebih dari 3 tahun atau dapat diberikan Diazepam oral 0,5
mg/kgBB pada waktu penderita demam (berdasarkan resep dokter).
2) Pengobatan profilaksis jangka
panjang yaitu dengan pemberian antikonvulsan tiap hari. Hal ini diberikan pada
penderita yang menunjukkan hal berikut;
a) Sebelum kejang demam penderita sudah
ada kelainan neurologis atau perkembangannya.
b) Kejang demam lebih dari 15 menit,
fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap.
c) Riwayat epilepsi pada orang tua atau
saudara kandung
d) Kejang demam pada bayi atau kejang multipel pada satu
episode demam.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Adanya riwayat keluarga dengan kejang demam, kejang terjadi
pada usia 2-5 tahun, adanya riwayat infeksi, lemah, badan/kulit teraba panas,
kejang kurang dari 5 menit, kehilangan kesadaran, sianosis
b. Pola nutrisi dan metabolik
Mual dan muntah berhubungan dengan aktivitas kejang, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, membrane mukosa kering, konjungtiva tampak
anemis, dan suhu tubuh meningkat
c. Pola eliminasi
Frekuensi meningkat konsistensi cair, diare
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan umum, kehilangan kesadaran singkat, gerakan
infolunter/kontraksi otot, kaku, penurunan tonus otot
e. Pola persepsi dan konsep diri
Perasaan cemas, ketakutan dengan kondisi anak dikemudian
hari
f. Pola sistem nilai dan kepercayaan
Nilai keyakinan mungkian meningkat seiring kebutuhan untuk
mendapat sumber kesembuhan dari Tuhan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul:
a. Hipertermi b/d adanya proses infeksi
b. Resiko tinggi cedera fisik b/d
aktifitas motorik yang meningkat (kejang)
c. Resiko tinggi pola nafas tidak
efektif b/d penurunan neuromuscular
d. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang
e. Resiko tinggi perubahan volume
cairan kurang dari kebutuhanan tubuh b/d pengeluaran yang berlebihan
f. Resiko tinggi gangguan perfusi
jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2
3. Perencanaan Keperawatan
a. Hipertermi b/d adanya proses infeksi
HYD: suhu normal 36oC – 37oC pada
klien dalam jangka waktu 2 hari
Intervensi:
1) Kaji penyebab hipertermi
R/ hipertermi merupakan salah satu gejala/kompensasi tubuh
terhadap adanya infeksi baik secra lokal maupun secara sistematik
2) Observasi TTV
R/
pada klien hipertermi terjadi kenaikan TTV terutama suhu, nadi, pernapasan. Hal
ni disebabkan karana metabolisma tubuh meningkat.
3) Beri kompres hangat pada bagian dahi
atau ketiak
R/
daerah dahi dan aksila merupakan jaringan tipis dan terdapat pembulu darah
sehingga proses vasodilatasi pembuluh darah lebih cepat sehinggga
pergerakan-pergerakan molekul cepat sehinga evaporasi meningkat
dengan cepat
4) Beri minum sedikit-sedikit tapi
sering
R/ untuk mengganti cairan yang hilang dan untuk
mempertahankan cairan di dalam tubuh
5) Pakaikan pakaian yang tipis yang
dapat menyerap keringat
R/ pakaian yang tipis dapat membantu mempercepat proses
evaporasi
6) Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat antipiretik
b. Resiko tinggi cedera fisik b/d
aktifitas motorik yang meningkat (kejang)
HYD: lidah tidak tergigit dan jatuh ke belakang
Intevensi
1) Jelaskan pada keluarga akibat-akibat
yang terjadi sat kejang berulang (lidah tergigit)
R/ panjelasan yang baik dan tepat sangat penting untuk
meningkatkan pengetahuan dalam mengatasi kejang (lidah tergigit)
2) Sediakan spatel lidah yang telah dibungkur
gaas verban
R/ sptel llidah digunakan untuk menahan lidah jjika tergigit
3) Beri posisi miring kiri/kanan
R/ mencegah aspirasi pada lambung
4) Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat anti konvulsan
R/ obat anti konvulsan sebagai pengatur gerakan motorik
dalam hal ini anti konvulsan menghentikan gerakan motorik yang berlebihan
c. Resiko tinggi pola nafas tidak
efektif b/d penurunan neuromuscular
HYD : mempertahankan pola napas efektif
Intervensi:
1) Anjurkan pasien mengosongkan mulut
dari benda atau zat tertentu
R/ menurunkan resiko aspirasi atau masuknya suatu
benda asing ke faring.
2) Letakkan pasien pada posisi miring
dan permukaan datar
R/ mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan napas
3) Masukkan spatel lidah/jalan napas
buatan
R/ mencegah tejatuhnya lidah dan memfasilitasi saat
melakukan pengisapan lendir
4) Kolabori dalm pemberian oksigen
sesuai indikasi.
R/ menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari
sirkulasi yang menurun
d. Resiko tinggi gangguan perfusi
jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2
HYD: gangguan perfusi jaringan otak tidak terjadi
Intervensi:
1) Tentukan faktor-faktor yang
berhubungan dengan keadaan terentu atau yang menyebabkan penurunan perfusi
jaringan otak
R/ penurunan tanda atau gejala neurologis atau kegagalan
dalam pemulihannya setelah serangan awal menunjukkan bahwapasien itu perlu
dipindahkan ke keperawatan intensif
2) Observasi TTV
R/ periksa TTV sangat penting untuk mnegetahui tindakan
selanjutnya
3) Pertahankan leher atau kepala pada
posisi tengah kemudian sokong dengan handuk kecil atau bantal kecil
R/ kepala yang miring pada satu sisi akan menekan vena
jungularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya meningkatkan TIK
4) Berikan waktu istirahat diantara
aktifitas keperawatan yang dilakukan
R/ aktifitas yang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan
TIK dengan menimbulkan efek stimulasi kumulatif
5) Catat adanya refleks-refleks
menelan, batuk, babinski dan reaksi pupil
R/ penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tigkat
otak tengah atau batang otak yang sangat berpengaruh langsungj terhadap
keamanan pasien.
6) Anjurkan orang terdekat (keluarga)
untuk berbicara dengan pasien.
R/ ungkapan keluarga yang menyenangkan pasien tampak
mempunyai efek relaksasi pada beberapa pasien.
e. Kecemasan orang tua berhubungan
dengan dampak hospitalisasi
Hasil yang diharapkan : orang tua tidak merasa cemas
Intervensi :
1) Kaji persepsi orang tua terhadap
penyakit klien
R/ persepsi yang positif dalm membina kerja sama yang baik
dalam proses keperawatan.
2) Beri sopport pada keluargaa bahwa
klien akan sembuh kalau rutin dalam perawatan dan pengobatan
R/ menaati anjuran atau larangan serta ketekunan
mengkonsummsi obat dapat mempercepat proses penyembuhan.
3) Berikan kesempatan mengungkapakan
perasaannya (apa yang dirasakan orang tua saat itu)
R/ mengurangi beban psikologis dengan menyalurkan aspek
emosional secara efektif dan cepat.
4) Beri informasi tentang cara mengatasi
kejang seperti ana dibaringkan di tempat yang datar, kepalanya dimiringkan dan
pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain bersih.
R/ dapat meningkatkan pengetahuan orang tua sehingga dapat
mengurangi kecemasan.
5) Anjurkan kepada keluarga untuk
selalu berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
R/ dengan mendekatkan diri pada Tuhan dapat mengurangi
ansietas orang tua
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat
bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi
dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.
5. Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam
proses keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan pengkajian ulang untuk menilai
apakah tujuan tercapai sebagian, seluruhnya atau tidak tercapai dapat
dibuktikan dari perilaku pasien dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Dalam hal ini juga sebagai langka koreksi terhadap rencana
keperawatan semula. Untuk mencapai rencana keperawatan berikutnya yang lebih
relevan.
6. Penkes
Orangtua sering panik menghadapi
kejang karena merupakan peristiwa yang menakutkan.
Kecemasan ini dapat dikurangi dengan
antara lain:
a.
Meyakinkan bahwa kejang demam
umumnya mempunyai prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan
kejang
c.
Memberi informasi tentang risiko
kejang berulang
d. Pemberian obat pencegahan memang
efektif, tetapi harus diingat risiko efek samping
obat
Jika anak kejang, lakukan hal
berikut :
a.
Tetap tenang dan tidak panik
b. Kendorkan pakaian yang ketat,
terutama sekitar leher
c.
Jika tidak sadar, posisikan anak
telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut
dan/atau hidung. Walaupun ada risiko lidah tergigit, jangan masukkan apapun ke
dalam mulut.
d. Ukur suhu tubuh, catat lama dan
bentuk/sifat kejang
e.
Tetap bersama anak selama kejang
f.
Berikan diazepam per rektal. Jangan
diberikan jika kejang telah berhenti.
g. Bawa ke tenaga kesehatan atau
rumahsakit jika kejang berlangsung ≥ 5 menit.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejang demam adalah suatu keadaan dimana bangkitan kejang
yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh (suhu rectal > 380 C yang
sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
Kejang demam merupakan kelainan
neurologis yang sering dijumpai pada saat seorang bayi atau anak
mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi
pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku,
kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas
akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang,
anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit,
tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.
Oleh karena itu, sangat penting bagi para orang tua untuk
melakukan pemeriksaan sedini mungkin pada anaknya agar hal-hal yang tidak di
inginkan dapat diketahui secara dini sehingga kejang demam dapat
dicegah sedini mungkin
B. Saran
Untuk meningkatkan kulaitas pelayanan keperawatan maka
penulis memberikan saran-saran sebagai berikut;
1. Pada pengkajian perawat perlu
melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi klien serta senantiasa
mengembangkan teknik terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien.
2. Agar dapat memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta
sikap profesionl dalam menetapkan diagnosa keperawtan
3. Diharapkan kerja sama yang baik dari
berbagai pihak dari tim kesehatan lainnya khususnya dari pihak keluarga agar
selalu mengunjungi klien dalam menunjang keberhasilan perawatan dan
pengobatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu
Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta: Salemba medika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. (2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11.
Jakarta: Infomedika
Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa
keperawatan. Editor: Monica Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG
0 Response to "MAKALAH ASKEP PASIEN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM"
Posting Komentar