MAKALAH ASKEP BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa
anak-anak dan orang dewasa, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi
yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi
sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa
juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang
dewasa. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi,di Negara
berkembang infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama
dalam bidang kesehatan. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian
tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut
termasuk pneumonia dan influenza.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001,
penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab
kematian di Indonesia. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data
sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %.
Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak
yang dirawat per tahun.
Gambaran klinis bronkopneumonia biasanya didahului oleh
infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Batuk biasanya tidak
dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di
mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Gambaran
klinis pada bronkopneumoni ini harus dapat dibedakan dengan gambaran klinis
Bronkiolitis, Aspirasi pneumonia,Tb paru primer, sehingga penatalaksanaan dapat
dilakukan secara tepat.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan perawatan pasien bronkopneumonia pada aanak
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara
langsung terhadap perawatan pasien bronkopneumonia pada anak.
b. Mampu melaksanakan tindakan
keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada perawatan
pasien bronkopneumonia pada anak.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Broncho pneumoni adalah frekuensi komplikasi pulmonari,
batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat,
pernafasan meningkat (Suzanne G Bare, 1993).
Bronkho pneumonia adalah salah satu peradangan paru yang
terjadi pada jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi
traktus respiratus bagian atas selama beberapa hari. Yang dapat disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing lainnya.
(Dep. Kes. 1996 : Halaman 106).
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi
di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.
(Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572).
Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang
berbercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan
bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 2006: 805).
Kesimpulan Bronchopneomonia adalah salah satu jenis
pneumonia tepatnya pneumononia lobaris yang penyebaran daerah infeksinya berupa
penyebaran bercak dan dapat meluas ke parenkim paru yang ada disekitarnya.
2. Etiologi
Secara umum individu yang terserang bronchopneumonia
diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis
dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar
dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri,
jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria,
2001 : 682) antara lain:
a. Bakteri : Streptococcus,
Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
b. Virus :
Legionella pneumoniae
c. Jamur : Aspergillus
spesies, Candida albicans
d. Aspirasi
makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru
e. Terjadi karena kongesti paru yang
lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang
terjadi pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi
aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis
crani, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M. Nettina,
2001 : 682)
Menurut Whaley’s dan Wong (1996: 1400) disebutkan
bahwa Streptococus, staphylococcus atau basil ektrik sebagai agen
penyebab di bawah umur 3 bulan. Selain itu juga dapat disebabkan
oleh bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus
Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni),
Mycobacterium Tuberculosis. Virus : Respiratory syntical virus, virus
influenza, virus sitomegalik.Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus
Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp,
Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.
3. Patofisiologi
Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan
paru-paru melaui saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk
ke dalam alveolus ke alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan
pada dinding bronchus atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya.
Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru
yang menyebar secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses
peradangan ini dapat dibagi dalam empat (4) tahap, antara lain :
a. Stadium Kongesti (4 – 12 jam)
Dimana lobus yang meradang tampak warna kemerahan,
membengkak, pada perabaan banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan
kemerahan (eksudat masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang
berdilatasi)
b. Stadium Hepatisasi (48 jam
berikutnya)
Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena
sel darah merah fibrinosa, lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura
yang berdekatan mengandung eksudat fibrinosa kekuningan).
c. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8
hari)
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa
terjadi konsolidasi di dalam alveolus yang terserang dan eksudat yang ada pada
pleura masih ada bahkan dapat berubah menjadi pus.
d. Stadium Resolusi (7 – 11
hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali pada struktur semua (Sylvia Anderson Pearce, 1995 : 231- 232).
Bakteri dan virus penyebab terisap ke paru perifer melalui
saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, sehingga akan
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena
mengalami konsolidasi yaitu terjadinya sel PMN (polimofonuklear) fibrin
eritrosit, cairan edema dan kuman alveoli. Kelanjutan proses infeksi berupa deposisi
fibril dan leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis yang cepat
dilanjutkan stadium resolusi dengan meningkatnya jumlah sel makrofag di
alveoli, degenerasi sel dan menipisnya febrio serta menghilangkan kuman dan
debris (Mansjoer, 2000: 966).
4. Gejala Klinis
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di
saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita
bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam,
nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas
menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis(Barbara C. long, 1996
:435).
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan
terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh
eksudat)(Sandra M. Nettina, 2001 : 683).
Tanda gejala yang muncul pada bronkopneumonia adalah:
a. Kesulitan dan sakit pada saat
pernafasan
1) Nyeri pleuritik
2) Nafas dangkal dan mendengkur
3) Takipnea
b. Bunyi nafas di atas area yang
menglami konsolidasi
1) Mengecil, kemudian menjadi hilang
2) Krekels, ronki,
c. Gerakan dada tidak simetris
d. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai
41,1°C, delirium
e. Diafoesis
f. Anoreksia
g. Malaise
h. Batuk kental, produktif Sputum
kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat
i. Gelisah
j. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku
kebiruan
k. Masalah-masalah psikososial :
disorientasi, ansietas, takut mati (Martin tucker, Susan. 2000_247).
5. Pemerikasaan Penunjang
Untuk dapat menegakkan diagnosa
keperawatan dapat digunakan cara:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
2) Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang
spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur
serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius. (Barbara C, Long, 1996
: 435)
3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi
status oksigenasi dan status asam basa.(Sandra M. Nettina, 2001 : 684).
4) Kultur darah untuk mendeteksi
bakteremia
5) Sampel darah, sputum, dan urin untuk
tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba (Sandra M. Nettina, 2001 : 684).
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali
dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus(Barbara C, Long,
1996 : 435).
2) Laringoskopi/ bronkoskopi untuk
menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat(Sandra M, Nettina,
2001).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Keperawatan yang dapat diberikan
pada klien bronkopneumonia adalah:
a. Menjaga kelancaran pernapasan
b. Kebutuhan istirahat
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan
d. Mengontrol suhu tubuh
e. Mencegah komplikasi atau gangguan
rasa nyaman dan nyaman
Sementara Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan adalah:
a. Oksigen 2 liter/menit (sesuai
kebutuhan klien)
b. Jika sesak tidak terlalu hebat,
dapat dimulai makan eksternal bertahap melalui selang nasogastrik dengan
feeding drip
c. Jika sekresi lendir berlebihan dapat
diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk transpor
muskusilier
d. Koreksi gangguan keseimbangan asam
basa dan elektrolit (Arief Mansjoer,2000).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Fokus Pengkajian
Usia bronkopneumoni sering terjadi pada anak. Kasus
terbanyak sering terjadi pada anak berusia dibawah 3 tahun dan kematian
terbanyak terjadi pada bayi berusia kurang dari 2 bulan, tetapi pada usia
dewasa juga masih sering mengalami bronkopneumonia.
b. Keluhan Utama : sesak nafas
c. Riwayat Penyakit
1) Pneumonia Virus
Didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran nafas, termasuk
renitis (alergi) dan batuk, serta suhu badan lebih rendah daripada pneumonia
bakteri.
2) Pneumonia Stafilokokus (bakteri)
Didahului oleh infeksi saluran pernapasan akut atau bawah
dalam beberapa hari hingga seminggu, kondisi suhu tubuh tinggi, batuk mengalami
kesulitan pernapasan.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian atas
riwayat penyakit fertusis yaitu penyakit peradangan pernapasan dengan gejala
bertahap panjang dan lama yang disertai wheezing (pada Bronchopneumonia).
e. Pengkajian Fisik
1) Inspeksi : Perlu diperhatikan adanya
takhipnea, dispnea, sianosis sirkumoral, pernafasan cuping hidung, distensi
abdomen, batuk semula non produktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada
waktu menarik nafas pada pneumonia berat, tarikan dinding dada akan tampak
jelas.
2) Palpasi : Suara redup pada sisi yang
sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang
sakit dan nadi mengalami peningkatan.
3) Perkusi : Suara redup pada sisi yang
sakit.
4) Auskultasi : Pada pneumoniakan
terdengar stidor suara nafas berjurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit dan
ronkhi pada sisi yang resolusi, pernafasan bronchial, bronkhofoni,
kadang-kadang terdenar bising gesek pleura.
f. Data Fokus
1) Pernapasan
Gejala :
takipneu, dispneu, progresif, pernapasan dangkal, penggunaan obat aksesoris,
pelebaran nasal.
Tanda
: bunyi napas ronkhi, halus dan melemah, wajah pucat atau sianosis bibir atau
kulit
2) Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : penurunan toleransi aktivitas, letargi
3) Integritas ego : banyaknya stressor
4) Makanan atau cairan
Gejala ; kehilangan napsu makan, mual, muntah
Tanda: distensi abdomen, hiperperistaltik usus, kulit kering
dengan tugor kulit buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi)
5) Nyeri atau kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (pleritis),
meningkat oleh batuk, nyeri dada subternal (influenza), maligna, atralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (pasien
umumnya tidur pada posisi yang sakit untuk membatasi gerakan)(Doengos,2000).
2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan
edema, peningkatan produksi sputum. (Doenges, 2000 : 166)
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen
darah, ganggguan pengiriman oksigen. (Doenges, 2000 : 166)
c. Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli. (Doenges,
2000 :177)
d. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan
oral. (Doenges, 2000 : 172)
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum,
distensi abdomen atau gas.( Doenges, 2000 : 171)
f. Intoleransi aktifitas berhubungan
dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-hari. (Doenges, 2000 : 170)
3. Rencana keperawatan
1. Diagnosa : Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan
:
a. Jalan nafas
efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
b. Pasien dapat
melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Hasil
yang diharapkan :
a) Mempertahankan
jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas
b) Menunjukkan
perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas Misalnya: batuk
efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi
:
1) Auskultasi bunyi
nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan ronchi.
Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat
dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas adventisius
2) Kaji atau pantau
frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi.
Rasional:
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan
atau selama stress atau adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat
dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
3) Berikan posisi
yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler
Rasional:
Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas.
4) Dorong atau bantu
latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional:
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dipsnea dan
menurunkan jebakan udara
5) Observasi
karakteristik batuk, bantu tindakan untuk memperbaiki ke efektifan upaya batuk.
Rasional:
Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada posisi
duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
6) Kolaborasi untuk
memberikan obat bronkodilator mis: B-agonis, epinefrin (adrenalin, Vaponefrin).
Rasional:
Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan
nafas, mengi, dan produksi mukosa.
2. Diagnosa : Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan
kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen.
Tujuan
:
Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA
dalam rentang normal dan tidak ada distres pernafasan.
Hasil
yang diharapkan :
a) Menunjukkan
adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
b) Berpartisispasi
pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi
:
1) Kaji frekuensi,
kedalaman, dan kemudahan pernafasan
Rasional:
Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan
status kesehatan umum
2) Observasi warna
kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis.
Rasional:
Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam atau
menggigil dan terjadi hipoksemia.
3) Kaji
status mental
Rasional:
Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan hipoksemia.
4) Awasi
frekuensi jantung atau irama
Rasional:
Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam atau dehidrasi.
5) Awasi suhu
tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan menggigil.
Rasional:
Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan
mengganggu oksigenasi seluler.
6) Tinggikan
kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk efektif
Rasional:
Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret
untuk memperbaiaki ventilasi.
7) Kolaborasi
pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
Rasional: Mempertahankan PaO2 di atas 90 mmHg.
3. Diagnosa : Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan:
Pola
nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru
jelas atau bersih
Hasil
yang diharapkan:
a) pola nafas menjadi
efektif
b) Frekuensi dan
kedalamanya dalam rentang normal (16-20x/menit)
Intervensi
:
1) Kaji frekuensi,
kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional:
Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja nafas,
kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas.
2) Auskultasi bunyi nafas
dan catat adanya bunyi nafas adventisius.
Rasional:
Bunyi nafas menurun atau tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil.
3) Tinggikan
kepala dan bentu mengubah posisi.
Rasional:
Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4) Observasi pola
batuk dan karakter sekret.
Rasional:
Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya kelainan.
5) Bantu pasien untuk
nafas dalam dan latihan batuk efektif.
Rasional: Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.
6) Berikan humidifikasi
tambahan
Rasional:
Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret untuk
memudahkan pembersihan.
7) Bantu fisioterapi
dada, postural drainage
Rasional:
Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret dari segmen paru
ke dalam bronkus.
8) Kolaborasi pemberian
oksigen tambahan.
Rasional: Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja
nafas.
4. Diagnosa : Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilngan cairan
berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Hasil yang diharapkan :
a) Intake dan
output yang adekuat
b) Tanda-tanda
vital dalam batas normal
c) Tugor kulit
baik
Intervensi :
1) Kaji perubahan
tanda vital, contoh: peningkatan suhu, takikardi, hipotensi.
Rasional: Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan
sistemik
2) Kaji turgor
kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
Rasional: Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
3) Catat laporan mual
atau muntah.
Rasional: Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
4) Pantau masukan
dan haluaran urine.
Rasional:
Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan
penggantian
5) Kolaborasi pemberian
obat sesuai indikasi.
Rasional:
Memperbaiki ststus kesehatan
5. Diagnosa :
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi
abdomen.
Tujuan
: Pemenuhan nutrisi yang terpenuhi secara adekuat.
Hasil
yang diharapkan :
a) Menunjukkan
peningkatan nafsu makan
b) Mempertahankan atau
meningkatkan berat badan
c) Bissing usus dalam
batas normal
Intervensi
:
1) Identifikasi
faktor yang menimbulkan mual atau muntah.
Rasional:
Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
2) Berikan wadah tertutup
untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu kebersihan mulut.
Rasional:
Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan
mual
3) Jadwalkan pengobatan
pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional: Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan
pengobatan ini
4) Auskultasi bunyi usus,
observasi atau palpasi distensi abdomen.
Rasional:
Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi abdomen terjadi
sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada
saluran gastro intestinal
5) Evaluasi status
nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional:
Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap
infeksi, atau lambatnya respon terhadap terapi
6) Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna, secara nutrisi seimbang.
Rasional :metode
makan den kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau kebutuhan individu.
6. Diagnosa : Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas hidup
sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Hasil yang diharapkan :
a) Menunjukkan
peningkatan toleransi terhadap aktifitas
b) Tanda-tanda
vital dalam batas normal
Intervensi :
1) Evaluasi respon pasien
terhadap aktivitas.
Rasional: Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi
2) Berikan
lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional: Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat
3) Jelaskan pentingnya
istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbamgan aktivitas dan
istirahat.
Rasional:
Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolik
4) Bantu aktivitas
perawatan diri yang diperlukan.
Rasional:
Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen(Marilyn E. Doenges, 2000).
4. Pelaksanaan
Adalah mengelolah dan
mewujudkan dari rencana perawatan meliputi tindakan yang direncanakan oleh
perawat melaksanakan anjuran dokter dan ketentuan RS.
5. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari
proses keperawatan yang menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh
intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang
diamati dengan kriteria hasil yang telah di buat pada tahap perencanaan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bronchopneomonia adalah salah satu jenis pneumonia tepatnya
pneumononia lobaris yang penyebaran daerah infeksinya berupa penyebaran bercak
dan dapat meluas ke parenkim paru yang ada disekitarnya.
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa
anak-anak dan orang dewasa, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi
yang perlu dipertimbangkan.
B. Saran
Ada beberapa saran yang dapat dijadikan sebagai masukan
dalam keperawatan agar menjadi lebih baik:
1. Memperbanyak waktu pengkajian sampai
evaluasi tentang perawatan bronkopneumonia pada anak.
2. Melanjutkan intervensi keperawatan
pada prioritas masalah perawatan bronkopneumonia pada anak.
DAFTAR
PUSTAKA
Martin tucker, Susan. 2000. Standar
Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis, Dan Evaluasi halaman 247.EGC:
Jakarta.
Mansjoer,
Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3 Jilid ke 2.
Media Aesculapius.Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia:Jakarta.
Departemen Kesehatan RI
(1996). Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Depkes ; Jakarta.
Brunner & Suddrath. 2002. Keperawatan
Medikel Bedah. EGC: jakarta.
Sylvia A. Price & Lorraine M.W.
2006.Patofisiologi konsep klinis dan proses-proses penyakit. EGC:
Jakarta.
Sandra M Nettina.2001. Lippincott “Manual Praktik Keperawatan”.
EGC: Jakarta.
0 Response to "MAKALAH ASKEP BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK"
Posting Komentar