MAKALAH ASKEP TBC PADA ANAK
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Siapa yang tidak kenal dengan tuberkulosis (TB). Penyakit
ini kian populer dalam beberapa waktu dengan slogan baru yang disandangnya,
“TB: Bukan Batuk Biasa”. Beberapa orang awam mungkin lebih mengenalnya dengan
sebutan penyakit flek paru. Tak disangka, TB ternyata adalah penyakit
usang yang sudah ditemukan sejak jaman Mesir kuno. Meski usang, tapi penyakit
ini masih belum bisa juga dibasmi di muka bumi. Sampai-sampai, TB pun memiliki
hari peringatan sedunia yang jatuh setiap tanggal 24 Maret. Dengan adanya hari
peringatan itu, tentu diharapkan dunia aware terhadap penyakit ini.
TB bukanlah penyakit yang hanya dapat diderita orang dewasa.
Anak-anak pun terancam. Anak sangat rentan selama tahun pertama dari tiga tahun
kehidupan selama dan segera setelah pubertas. Baru-baru ini, jumlah kasus TB
semakin meningkat, banyak yang tercatat, terutama kaum gelandangan, pada
kelompok masyarakat berpendapatan rendah, dan mereka yang terinfeksi kuman HIV.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan terdapat lebih dari 250.000 anak
menderita TB dan 100.000 di antaranya meninggal dunia. Disinilah masalah mulai
muncul. Insiden yang terus merangkak tidak disertai dengan kemudahan menegakkan
diagnosis sedini mungkin. Demikian papar Prof Dr. dr. Cissy B Kartasasmita,
SpA(K) dalam The 2007 National Symposium Update on Tuberculosis and Respiratory
Disorders, Bandung, 23-25 Maret 2006. Pada orang dewasa, diagnosis pasti
ditegakkan apabila menemukan kuman M. tuberculosis dalam sputum/dahak. Akan
tetapi, anak-anak sangat sulit bila diminta untuk mengeluarkan dahak. Bila pun
ada, jumlah dahak yang dikeluarkan tidak cukup. Jumlah dahak yang cukup untuk
dilakukan pemeriksaan basil tahan asam adalah sebesar 3-5 ml, dengan
konsistensi kental dan purulen.
Masalah kedua adalah jumlah kuman M. tuberculosis dalam
sekret bronkus anak lebih sedikit daripada orang dewasa. Hal itu dikarenakan
lokasi primer TB pada anak terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru
bagian perifer. BTA positif baru dapat dilihat bila minimal jumlah kuman
5000/ml dahak. Selain itu, gejala klinis TB pada anak tidak khas. Hal-hal
tersebutlah yang sering membuat kita misdiagnosis atau overdiagnosis. Gejala TB
pada anak sangat bervariasi dan tidak saja melibatkan organ pernafasan
melainkan banyak organ tubuh lain seperti kulit (skrofuloderma), tulang, otak,
mata, usus, dan organ lain. Jangan sampai salah diagnosis atau overdiagnosis!
Untuk itu dalam makalah ini kami akan membahas bagaimana
cara mengetahui anak yang terinfeksi TB dan bagaimana Asuhan Keperawatannya?
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mendapatkan pengalaman nyata
mengenai penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan TB paru
2. Tujuan khusus
a.
Mampu melakukan pengakajian pada
pasien anak TB paru
b. Mampu membuat diagnosa keperawatan
pada pasien anak TB paru
c.
Mampu membuat perencanaan
keperawatan pada pasien anak TB paru
d. Mampu melakukan implementasi
keperawatan pada pasien anak TB paru
e.
Mampu melakukan evaluasi keperawatan
pada pasien anak TB paru
f.
Mampu membuat dokumentasi yang
ditujukan untuk institusi Rumah Sakit
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A. Konsep Dasar penyakit
1.
Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi
menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis yaitu suatu bakteri
tahan asam, atau Tuberculossis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ
tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer.
2. Patofisiologi
Masuknya basil tuberculosis dalam tubuh tidak selalu
menimbulkan penyakit. Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan
banyaknya basil tuberculosis serta daya tahan tubuh manusia. Infeksi primer
biasanya terjadi dalam paru. Ghon dan Kudlich (1930) menemukan bahwa 95,93%
dari 2.114 kasus, mereka mempunyai fokus primer di dalam paru. Hal ini
disebabkan penularan sebagian besar melalui udara dan mungkin juga karena
jaringan paru mudah kena infeksi tuberkulosis (susceptible).
3. Gejala Klinis
Gejala klinis TB tergantung faktor pejamu (usia, status
imun, kerentanan) dan faktor agen (jumlah, virulensi). Gejala TB pada anak yang
umum terjadi adalah demam yang tidak tinggi (subfebris), berkisar 38 derajad
Celcius, biasanya timbul sore hari, 2-3 kali seminggu dan belangsung 1-2 minggu
dengan atau tanpa batuk dan pilek. Gejala lain adalah penurunan nafsu makan,
dan gangguan tumbuh kembang. Batuk kronik yang merupakan gejala tersering pada
TB paru dewasa, tidak terlalu mencolok pada anak. Mengapa? Sebab lesi primer TB
paru pada anak umumnya terdapat di daerah parenkim yang tidak mempunyai
reseptor batuk. Kalaupun terjadi, berarti limfadenitis regional sudah menekan
bronkus dimana terdapat reseptor batuk. Batuk kronik pada anak lebih sering
dikarenakan oleh asma. Gejala-gejala yang tersebut di atas dikategorikan
sebagai gejala nonspesifik. Perlu dicatat bahwa gejala nonspesifik dapat juga
ditemukan pada kasus infeksi lain. Maka dari itu, keberadaan infeksi lain perlu
dipikirkan agar anak tidak overtreated. Selanjutnya, gejala spesifik tergantung
dari organ yang terkena seperti kulit (skrofuloderma), tulang, otak, mata,
usus, dan organ lain.
Atau secara singkat tanda dan gejala umum/nonspesifik
tuberkulosis pada anak dapat disebutkan sebagai berikut :
a. Berat badan turun tanpa sebab yang
jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi
b. Anoreksia dengan gagal tumbuh dan
berat badan tidak naik secara adekuat (failure to thrive)
c. Demam lama dan berulang tanpa sebab
yang jelas (bukan tifus, malaria, atau infeksi saluran napas akut), dapat
disertai keringat malam
d. Pembesaran kelenjar limfe
superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel
e. Batuk lama lebih dari 30 hari
f. Diare persisten yang tidak sembuh
dengan pengobatan diare
Gejala spesifik sesuai organ terkena : TB
kulit/skrofuloderma; TB tulang dan sendi (gibbus, pincang); TB otak dan
saraf/meningitis dengan gejala iritabel, kuduk kaku, muntah, dan kesadaran
menurun; TB mata (konjungtivitis fliktenularis, tuberkel koroid), dll. Oleh
karena gejala TB pada anak sangat bervariasi dan tidak saja melibatkan organ
pernafasan melainkan banyak organ tubuh lain, maka ada yang menyebut TB sebagai
the great immitator. Perhatikan bila gerak anak kurang aktif jika
dibandingkan dengan anak sebayanya.
Kelenjar limfe. Kelenjar limfe superfisialis sering
dijumpai, kelenjar yang sering terkena adalah kelenjar limfe kolli anterior
atau posterior, juga dapat terjadi aksila, inguinal, submandibula dan supra
klavikula. Secara klinis kelenjar yang terkena biasanya multipel, unilateral,
tidak nyeri tekan, tidak panas pada perabaan dan dapat saling melekat satu sama
lain. Perlekatan ini terjadi akibat adanya inflamasi pada kapsul kelenjar limfe.
TBC kulit/skrofuloderma. TBC tulang dan sendi : Gejala umum yang sering
ditemukan adalah adanya nyeri, bengkak disendi yang terkena dan gangguan atau
keterbatasan gerak. Pada bayi dan anak yang sedang tumbuh epifisis tulang
merupakan daerah dengan baskularisasi tinggi yang disukai oleh kuman TBC.
Tulang punggung (spondilitis) : gibbus, tulang panggul (koksitis) : pincang,
pembengkakan di pinggul, tulang lutut: pincang dan/atau bengkak, tulang kaki
dan tangan. TBC otak dan saraf: Meningitis TBC, Merupakan penyakit yang berat
dengan mortalitas dan kecacatan yang tinggi, terjadi akibat penyebaran langsung
kuman TBC ke jaringan selaput saraf (meningens). Dengan gejala iritabel, kaku
kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun. TBC mata: Conjunctivitis phlyctenularis.
Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi) dan Lain-lain.
Jika berdasarkan klasifikasinya, manifestasi TB pada anak
adalah sebagai berikut : Ranke membagi tuberkulosis dalam 3 stadium, yaitu :
stadium pertama yang merupakan kompleks primer dengan penyebaran limfogen.
Stadium ke dua yaitu Pada waktu terjadi penyebaran hematogen dan Stadium ketiga
yaitu Tuberkulosis paru menahun (crhonic pulmonary tuberkulosis). Klasifikasi
lain dari tuberkulosis adalah: Tuberkulosis primer yang merupakan infeksi
pertama dari tuberculosis, tuberkulosis subprimer yang merupakan komplikasi
tuberkulosis primer serta Tuberkulosis pascaprimer yang merupakan reinfeksi
yang dapat terjadi endogen dan estrogen setelah infeksi primer sembuh. Ada juga
yang membagi tuberkulosis menjadi dua stadium, yaitu Tuberkolosis
primer yang merupakan kompleks primer serta komplikasinya. Dan Tubekolosis
pasca primer. Permulaan tuberkulosis primer biasanya sukar diketahui
secara klinis karena penyakit secara perlahan-lahan. Kadang-kadang tuberkulosis
ditemukan pada anak tanpa keluhan atau gejala. Dengan melakukan uji tuberkulin
secara rutin, dapat ditemukan penyakit tuberkulosis pada anak. Gejala
tuberkulosis primer juga dapat panas yang naik turun selama 1-2 minggu dengan
atau tanpa batuk dan pilek.Gambaran klinis tuberkulosis primer lain ialah
panas, batuk, anoreksia dan berat badan yang menurun. Kadang-kadang dijumpai
panas yang menyerupai tifus abdominalis atau malaria yang disertai atau tanpa
hepatosplenomegali. Oleh karena itu bila dijumpai panas seperti tifus
abdominalis pada bayi atau anak kecil,harus dipikirkan juga kemungkinan
tuberkulosis sebagai penyebab panas tersebut. Tuberkulosis dapat juga
menunjukkan gejala seperti brokopneumonia, sehingga pada anak dengan gejala bronkopneumonia
yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan brokopneumonia yang
adekuat harus dipikirkan kemungkinan tuberkulosis. Konjungtivitis fliktenularis
dapat juga dijumpai pada anak dengan tuberkulkosis ,terutama tuberkulosis
tonsil, adenoid dan telinga tengah. Flikten pada mata diduga sebagai
gejala hipersensivitas dan dalam flikten tidak terdapat basil
tuberkulosis. Selama tuberkulosis atau fokus tuberkulosis masih ada, flikten
sering tetap hilang timbul. Flikten sering disertai infeksi sekunder
biasanya oleh Staphylococus hemolyticus. Hal lain yang juga dapat
menyebabkan timbulnya flikten ialah benda asing, trakoma dan askariasis.
Eritema nodusum sangat jarang dijumpai di Indonesia, tetapi bila terdapat pada
kulit menunjukkan bahwa penyakit masih aktif. Gambaran klinis lainnya sesuai
dengan organ yang terkana misalnya paru, selaput otak, hepar, tulang dan sendi,
ginjal dan lain-lain.
4. Komplikasi
Komplikasi Yang dapat terjadi adalah sebagai berikut :
a. Meningitis
b. Spondilitis
c. Pleuritis
d. Bronkopneumoni
e. Atelektasis
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. Bronkiectasis
(pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru. Pneumotorak (adanya udara didalam
rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
5. Pemeriksaan Diagnostik
Permulaan tuberkulosis sukar diketahui karena gejalanya
tidak jelas dan tidak khas,tetapi kalau terdapat panas yang naik turun dan lama
dengan atau tanpa batuk dan pilek, anoreksia, penurunan berat badan dan anak
lesu, harus dipikirkan kemungkinan tuberkulosis. Petunjuk lain umtuk diagnosis
tuberkulosis ialah adanya kontak dengan penderita tuberkulosis orang dewasa.
Diagnosis tuberkulosis paru berdasarkan gambaran klinis, uji tuberkulin positif
dan kelainan radiologis paru. Basil tuberkulosis tidak selalu dapat ditemukan
pada anak
6. Penatalaksanaan
Kemoterapi : Pemberian terapi pada tuberculosis
didasarkan pada 3 karakteristik basil, yaitu basil yang berkembang cepat
ditempat yang kaya akan oksigen, basil yang hidup di tempat yang kurang oksigen
berkembang lambat dan dorman hingga beberapa tahun, dan basil yang mengalami
mutasi sehingga resisten terhadap obat. Isonized (INH) bekerja sebagai
bakterisidal terhadap basil yang tumbuh aktif, diberikan selama 12-18 bulan,
dosis 10-20 mg/kgBB/hari melalui oral. Selanjutnya kombinasi antara INH dan
pyrazinamid (PZA) diberikan selama 6 bulan. Selama 2 bulan pertama obat
diberikan setiap hari, selanjutnya obat diberikan dua kali dalam 1 minggu. Pada
TB berat dan ekstrapulmonal biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5
obat selama 2 bulan (ditambah EMB dan streptomisin), dilanjutkan dengan INH dan
RIF selama 4-10 bulan sesuai perkembangan klinis. Pada meningitis TB,
perikarditis, TB milier, dan efusi pleura diberikan kortikosteroid yaitu
prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, diturunkan perlahan (tapering off)
sampai 2-6 minggu bersamaan dengan pemberian obat anti tuberkulosis. Obat
tambahan antara lain streptomycin (diberikan intramuscular) dan ethambutol.
Selain itu juga, kita jangan melupakan terapi pemberian
nutrisi yang adekuat, untuk menjaga daya tahan tubuh klien agar tidak terjadi
penyebaran infeksi ke organ tubuh yang lainnya. Ada juga terapi
pembedahan. Terapi ini dilakukan jika kemoterapi tidak berhasil. Dilakukan
dengan mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki
kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulornatosa tuberkulosis
untuk jaringan paru yang rusak. Pencegahan adalah dengan menghindari kontak
dengan orang yang terinfeksi basil tuberculosis, mempertahankan status
kesehatan dengan intake nutrisi yang adekuat, meminum susu yang sudah dilakukan
pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga
dilakukan kemoterapi, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberculosis virulen.
Non Medikamenosa. Pendekatan DOTS Hal yang paling penting
pada tatalaksana TBC adalah keteraturan minum obat. Pasien TBC biasanya telah
menunjukkan perbaikan beberapa minggu setelah pengobatan sehingga merasa sembuh
dan tidak melanjutkan pengobatan. Lingkungan sosial dan pengertian yang kurang
mengenai TBC dari pasien serta keluarganya tidak menunjang keteraturan pasien
untuk minum obat. Kepatuhan pasien dikatakan baik jika pasien meminum obat
sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam panduan pengobatan. Kepatuhan pasien
ini menjamin keberhasilan pengobatan dan mencegah resistensi. Salah satu upaya
untuk meningkatkan kepatuhan pasien adalah dengan melakukan pengawasan langsung
terhadap pengobatan.
DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah
strategi yang telah direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan program
penanggulangan TBC. Strategi ini dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995.
Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang
tinggi.
Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas 5
komponen, yaitu : Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk
dukungan dana. Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis,
Pengobatan dengan panduan Obat Anti TBC (OAT) jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh pengawas menelan obat, Kesinambungan penyedian OAT jangka pendek
dengan matu terjamin, Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan
pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC.
Orang yang dapat menjadi pengawas minum obat adalah :
Petugas kesehatan, Keluarga pasien, Kader, Pasien yang sudah sembuh, Tokoh
masyarakat, Guru. Tugas pengawas minum obat adalah : Mengawasi pasien agar
minum obat secara teratur sampai selesai pengobatan, Memberi dorongan kepada
pasien agar mau berobat teratur, Mengingatkan kepada pasien untuk periksa dahak
ulang (pasien dewasa) dan Memberi penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TBC
yang mempunyai gejala-gejala tersangka TBC untuk segera memeriksakan diri ke
unit pelayanan kesehatan. Pada anak kuman M. TBC sulit ditemukan, baik pada
biakan, lebih-lebih pada pemeriksaan mikroskopis langsung. Oleh karena itu pada
anak diagnosis tidak dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan mikroskopis yang
dianjurkan dalam strategi DOTS. Maka diperlukan strategi diagnostik lain yaitu
dengan menggunakan sistem skoring.
Kemoprofilaksis. Kemoprofilaksis primer diberikan pada
anak yang belum terinfeksi (uji Tuberculin negatif), tetapi kontak dengan
penderita TB aktif, obat yang digunakan adalah INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 2-3
bulan. Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji tuberculin
positif, tanpa gejala klinis, dan foto paru normal, tetapi memiliki faktor
menjadi TB aktif. Golongan ini adalah balita, anak yang mendapat pengobatan
kortikosteroid atau imunosupresan lain, penderita penyakit keganassan,
terinfeksi virus (HIV, morbili), gizi buruk, masa akil balik, atau infeksi baru
TB, konfersi uji tuberculin kurang dari 12 bulan. Obat yang digunakan adalah
INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 6-12 bulan.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a. Identitas Data Umum (selain
identitas klien, juga identitas orangtua; asal kota dan daerah, jumlah
keluarga)
b. Keluhan Utama (penyebab klien sampai
dibawa ke rumah sakit)
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
1) Prenatal : (kurang asupan nutrisi , terserang
penyakit infeksi selama hamil)
2) Intranatal : Bayi terlalu lama di
jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita caput sesadonium, bayi
menderita cepal hematom
3) Post Natal : kurang asupan nutrisi ,
bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia ikterus
d. Riwayat Masa Lampau
1) Penyakit yang pernah
diderita (tanyakan, apakah klien pernah
sakit batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang
lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan,
apakah pernah berobat tapi tidak sembuh? Apakah pernah berobat tapi tidak
teratur?)
2) Pernah dirawat dirumah sakit
3) Obat-obat yang digunakan/riwayat
Pengobatan
4) Riwayat kontak dengan penderita TBC
5) Alergi
6) Daya tahan yang menurun.
7) Imunisasi/Vaksinasi : BCG
e. Riwayat Penyakit Sekarang (Tanda dan
gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar
seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula)
f. Riwayat Keluarga (adakah yang
menderita TB atau Penyakit Infeksi lainnya, Biasanya keluarga ada yang
mempunyai penyakit yang sama)
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan dan
sosial ekonomi
1) Lingkungan tempat tinggal
(Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi
rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak), pola sosialisasi anak.
2) Kondisi rumah
3) Merasa dikucilkan
4) Aspek psikososial (Tidak dapat
berkomunikasi dengan bebas, menarik diri)
5) Biasanya pada keluarga yang kurang
mampu
6) Masalah berhubungan dengan kondisi
ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak
7) Tidak bersemangat dan putus harapan.
h. Riwayat psikososial spiritual (Yang
mengasuh, Hubungan dengan anggota keluarga, Hubungan dengan teman
sebayanya, Pembawaan secara umum, Pelaksanaan spiritual)
i. Pola fungsi kesehatan.
Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan. Keadaan
umum: alergi, kebiasaan, imunisasi. Pola nutrisi – metabolik. Anoreksia, mual,
tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan kehilangan
lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan, turgor kulit jelek. Pola eliminasi.
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan
hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali. Pola
aktifitas-latihan Sesak nafas, fatique, tachicardia, aktifitas berat timbul
sesak nafas (nafas pendek). Pola tidur dan istirahat Iritable, sulit tidur,
berkeringat pada malam hari. Pola kognitif perseptual. Kadang terdapat
nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, takut, masalah finansial,
umumnya dari keluarga tidak mampu. Pola persepsi diri. Anak tidak percaya diri,
pasif, kadang pemarah. Pola peran hubungan Anak menjadi ketergantungan terhadap
orang lain (ibu/ayah)/tidak mandiri. Pola seksualitas/reproduktif. Anak
biasanya dekat dengan ibu daripada ayah. Pola koping toleransi stres, Menarik
diri, pasif.
j. Pemeriksaan Fisik
Demam: sub fibril, fibril (40-41°C) hilang timbul. Batuk:
terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/ mengeluarkan
produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan
sputum). Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang
sampai setengah paru. Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura. Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat
badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari. Pada
tahap dini sulit diketahui. Ronchi basah, kasar dan nyaring. Hipersonor/timpani
bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara limforik.
Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis. Bila mengenai
pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak). Pembesaran
kelenjar biasanya multipel. Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal),
axilla, inguinal dan sub mandibula. Kadang terjadi abses.
k. Pemeriksaan Diagnostik Dan
Pengobatan
1) Uji tuberkulin = uji tuberkulin
(+).® hipersensitifitas tipe lambat ®imunitas seluler ®Infeksi
TB
2) Foto rontgent Rutin : foto pada
rongga paru. Atas indikasi: tulang, sendi, abdomen. Rontgent paru
tidak selalu khas.
3) Pemeriksaan mikrobiologis
(Bakteriologis Memastikan TB. Hasil normal: tidak menyingkirkan diagnosa TB.
Hasil (+) : 10-62% dengan cara lama. Cara : cara lama radio metrik (Bactec);
PCK.
4) Pemeriksaan darah tepi (Tidak khas.
LED dapat meninggi)
5) Pemeriksaan patologik anatomik.
Kelenjar, hepar, pleura; atas indikasi. Sumber infeksiAdanya kontak dengan
penderita TB menambah kriteria diagnosa.
6) Lain-lain (Uji faal paru,
Bronkoskopi, Bronkografi, Serologim dll)
l. Pengkajian TUMBANG menggunakan
KMS,KKA, dan DDST
1) Pertumbuhan
a) Kaji BBL, BB saat kunjungan
b) BB normal
c) BB normal, mis : ( 6-12 tahun )
umur
d) Kaji berat badan lahir dan berat badan saat kunjungan TB =
64 x 77R = usia dalam tahun
e) LL dan luka saat lahir dan saat
kunjungan
2) Perkembangan
a) lahir kurang 3 bulan = belajar
mengangkat kepala, mengikuti objek dengan mata, mengoceh,
b) usia 3-6 bulan mengangkat kepala 90
derajat, belajar meraih benda, tertawa, dan mengais meringis
c) usia 6-9 bulan = duduk tanpa di
Bantu, tengkuarap, berbalik sendiri, merangkak, meraih benda, memindahkan benda
dari tangan satu ke tangan yang lain dan mengeluarkan kata-kata tanpa
arti.
d) usia 9-12 bulan = dapat berdiri sendiri menurunkan sesuatu
mengeluarkan kat-kata, mengerti ajakan sederhana, dan larangan berpartisipasi
dalam permainan.
e) usia 12-18 bulan = mengeksplorasi
rumah dan sekelilingnya menyusun 2-3 kata dapat mengatakan 3-10 kata , rasa
cemburu, bersaing
f) usia 18-24 bulan = naik–turun
tangga, menyusun 6 kata menunjuk kata dan hidung, belajar makan sendiri,
menggambar garis, memperlihatkan minat pada anak lain dan bermain dengan
mereka.
g) usia 2-3 tahun = belajar melompat,
memanjat buat jembatan dengan 3 kotak, menyusun kalimat dan lain-lain.
h) usia 3-4 tahun = belajar sendiri
berpakaian, menggambar berbicara dengan baik, menyebut warna, dan menyayangi
saudara.
i) usia 4-5 tahun = melompat, menari,
menggambar orang, dan menghitung.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat muncul yaitu :
a. Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi
b. Defisit pengetahuan tentang proses infeksi
c. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan : Daya tahan
tubuh menurun, malnutrisi, proses inflamasi, Kurang pengetahuan tentang infeksi
kuman.
d. Ketidakpatuhan
berhubungan dengan pengobatan dalam jangka waktu yang lama.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan :
Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Anoreksia.
f. Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua
berhubungan dengan isolasi pasien
3. Perencanaan keperawatan
Dx.1
KH : Anak akan mengalami pengurangan batuk dan dipsnue
Rencana tindakan :
a. Berikan oksigen humidifier bagi anak dengan dispnue
R : dispnea masih dapat terjadi, hingga pemberian obat
kemoterapi dimulai untuk mendapatkan efeknya, O2 humidifier
mengurangi dipsnue dan meningkatkan oksigenasi.
b. Tinggikan bagian kepala tempat tidur
R : Peninggian kepala menyebabkan otot diafragma mengembang
c. Berikan obat batuk ekspektoran sesuai kebutuhan
R : ekspektoran membantu mengeluarkan mukus
Dx.2
KH : Keluarga akan mengekspresikan pemahamannya tentang
proses penyakit dan pengobatan
Rencana tindakan :
a. Ajarkan Orang Tua dan anak (jika tepat) tentang penularan
dan pengobatan TB
R : pemahaman bagaimana penularan TB dan penangannya
membantu mengurangi kecemasan dan peningkatan kepatuhan terhadap pengobatan,
prosedur isolasi, dan pengobatan yang diberikan.
b. Ajarkan Orang Tua dan anak (jika tepat) tentang bagaimana
memberikan pengobatan, berapa lama terapi pengobatan harus dijalani, dan apa
yang terjadi bila anak tidak menjalani tuntas pengobatannya.
R : pemahaman bagaimana memberikan pengobatan dan risiko
bila pengobatan diberhentikan di awal akan menigkatkan kepatuhan.
Dx.3
KH : Tidak terjadi
penyebaran infeksi
Rencana tindakan
:
a. Review patologi penyakit fase
aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui bronkhus pada jaringan
sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan potensial infeksi
melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi.
R : Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima
terhadap terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
b. Mengidentifikasi orang-orang yang
beresiko untuk terjadinya infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam
satu perkumpulan. Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk
mendapatkan terapi pencegahan.
R : Pengetahuan dan terapi dapat meminimalkan kerentanan
terjadinya penyebaran
c. Anjurkan klien menampung dahaknya
jika batuk
R : Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan
infeksi.
d. Gunakan masker setiap melakukan
tindakan
R : Masker dapat mengurangi resiko penyebaran infeksi
e. Monitor temperatur
R : untuk mengetahui adanya indikasi terjadinya infeksi.
Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Kolaborasi Pemberian terapi untuk
anak
R : Kerja sama akan mempercepat proses penyembuhan
g. Monitor sputum BTA. Klien dengan 3
kali pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan sampai batas waktu yang
ditentukan.
R : Pemantauan untuk terapi yang akan dilaksanakan
selanjutnya
Dx.4
KH : Orang tua dan anak akan mengikuti pedoman terapi
Rencana tindakan :
a. Kaji seberapa banyak pengetahuan dan
yang dimiliki orang tua dan anak tentang TB dan hal ketidakpahaman yang
dimiliki
R : pengkajian membantu menentukan apa yang orang tua dan
anak butuhkan untuk belajar agar dapat membantu mereka memenuhi pengobatan
jangka panjang.
b. Ajarkan orang tua dan anak (jika
tepat) tentang program pengobatan dan alasan menjalani pengobatan dengan
tuntas, dan yakinkan tentang pendidikan yang diperlukan.
R : Pendidikan dan penguatan diberikan pada orang tua dan
anak dengan informasi perlunya mengikuti program pengobatan dengan tuntas dan menurunkan
risiko kegagalan akibat defisit pengetahuan.
c. Identifikasi alternatif pemberi
layanan yang dapat memberikan pengobatan anak jika diperlukan
R : hak ini akan menurunkan risiko pengabaiyan dosis yang
dilakukan anak selama pengobatan
Dx.5
Tujuan : Klien akan menunjukkan peningkatan status gizi dan
BB meningkat.
KH : Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan
nutrisi yang dialami klien, pemulihan kebutuhan nutrisi, susunan menu dan
pengolahan makanan sehat seimbang. Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat
mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program dietetik.
Rencana
Tindakan:
a. Mengukur dan mencatat BB pasein
R : BB menggambarkan status gizi pasien
b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil
tapi sering
R : Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah
muntah
c. Menyajikan makanan yang dapat
menimbulkan selera makan
R : Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d. Memberikan makanan tinggi TKTP
R : Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah
e. Memberi motivasi kepada pasien agar
mau makan.
R : Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan
f. Lakukan perawatan oral sebelum dan
sesudah terapi respirasi
R : Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau
obat-obat yang digunakan untuk pengobatan yang dapat merangsang vomiting.
g. Jelaskan kepada keluarga tentang
penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan
makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai
status sosial ekonomi klien.
R : Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan
kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi
dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
h. Tunjukkan cara pemberian makanan per
sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.
R : Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan
status nutrisi klien.
i. Laksanakan pemberian roborans sesuai
program terapi.
R : Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan
memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.
j. Timbang berat badan, ukur lingkar
lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.
R : Menilai perkembangan masalah klien.
k. Memberi makan lewat parenteral ( D
5% )
R : Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui
parenteral
Dx.6
KH : Orang tua tetap dapat menjalankan perannya
Rencana tindakan :
a. Ajarkan orang tua tentang tekhnik
isolasi yang benar
R : pemahaman dan mengikuti teknis isolasi dengan benar
membantu mencegah penularan TB yang memungkinkan orang tua bersama selama
mungkin dengan anaknya, akan mengurangi perpisahan
b. Motivasi orang tua dan anggota
keluarga lainnya untuk mengunjungi anak secara teratur.
R : seringnya keluarga kontak akan mengurangi kecemasan
terhadap perpisahan.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat
bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi
dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut
pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan
pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini
merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya.
6. Penkes
a.
Jelaskan pada keluarga pasien
tentang penyakit tersebut dan tekankan pentingnya terus meminum obat selama
waktu yang telah ditentukan.
b. Jelaskan efek samping terapi obat
dan beritahu pasein untuk segera melapor jika mengalami hal-hal tersebut.
c.
Jelaskan gejala gejala kekambuhan
(batuk terus menerus, demam, atau hemaptomisis). Anjurkan keluarga pasien untuk
segera melapor jika terjadi hal-hal tersebut.
d. Anjurkan keluarga pasien untuk
mengantar pasien agar datang sesuai jadwal yang ditentukan untuk pemeriksaan
bakteriologi sputum untuk memantau respon terapeutik dan kepatuhan.
e.
Anjurkan keluarga pasien untuk
memberikan makanan TKTP (Tinggi kalore Tinggi Protein) seperti: telur, tahu,
tempe, ikan, kacang-kacangan.
f.
Jelaskan pada keluarga untuk
memperhatikan kebersihan dan proses dalam memasak (harus matang)
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah
penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan
masyarakat di dunia termasuk Indonesia.
2. TBC pada anak masih merupakan
penyakit mayor yang menyebabkan kesakitan.
3. Besarnya kasus TBC pada anak di
Indonesia masih relatif sulit diperkirakan.
4. Diagnosis TBC tidak dapat ditegakkan
hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang tunggal.
Selain alur diagnostik, terdapat pedoman diagnosis dengan menggunakan sistem
skoring.
5. Gambaran klinis TBC pada anak: badan
turun, Nafsu makan turun, demam tidak tinggi dapat disertai keringat malam,
pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, batuk lama lebih dari
30 hari.
6. Uji tuberkulin positif bila indurasi
> 10 mm (pada gizi baik), atau > 5 mm pada gizi buruk. Uji tuberkulin
positif menunjukkan TBC.
7. Tatalaksana TBC pada anak merupakan
suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara pemberian medikamentosa,
penataaan gizi dan lingkungan sekitarnya
8. Obat TBC yang digunakan yaitu Obat
TBC utama (first line) rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol, dan
streptomisin. Obat TBC lain (second line): PAS, viomisin, sikloserin,
etionamid, kanamisin, dan kapriomisin yang digunakan jika terjadi multi drug
resistance.
9. Pada keadaan meningitis TBC, milier
TBC, penyebaran bronkogen, pleuritis TBC, pleuritis TBC dengan keadaan umum
jelek ditambah teapi dengan kortikosteroid.
10. Usaha
preventif dilakukan dengan vaksin BCG dan kemoprofilaksis. Keterlambatan
motorik kasar menunjukkan adanya kerusakan pada susunan saraf pusat
seperti serebral palsi (gangguan motorik yang di sebabkan oleh kerusakan bagian
otok yang mengatur otot-otot tubuh)
B. Saran
Bagi perawat diharapkan dapat melaksanakan asuhan
keperawatan sesuai dengan prosedur yang ada.
Bagi para orang tua diharapkan memantau pertumbuhan dan
perkembangan anak sejak dini untuk dapat mengetahui adakah gejala-gejala
penyakit pada anak teruma pengetahuan tentang penyakit TB.
DAFTAR
PUSTAKA
Diposting oleh Admin. Minggu : 19 Agustus
2007. Tuberkulosis Pada Anak. Artikel
Kedokteran,Pediatrik.http://medlinux.blogspot.com/2007/08/tuberkulosis-pada
anak.html
Mansjoer Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid
2. Jakarta : Media Aesculapius
Posted By : Asti di 08.10. Jumat, 26 Maret
2010. Halaman: 14 (9304 hits. Sindrome Down.http://astiw.blogspot.com/2010/03/sindroma-down.html
Speer, morgan, kathleen. 2008. Rencana Asuhan
Keperawatan Pediatrik Dengan Clinical Pathaway. Edisi ke-3. Jakarta :
EGC
Suriadi, Yulliani, rita. 2006. Asuhan Keperawatan
Pada Anak.Edisi ke-2. Jakarta : PT. Percetakan Penebar Swadaya
Tim Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Ilmu
Kesehatan Anak. Jilid 2: Cetakan Ke-11. Jakarta : Percetakan Infomedika
Wong, L.donna, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan
Pediatrik. Vol : 2. Jakarta :
EGC.
0 Response to "MAKALAH ASKEP TBC PADA ANAK"
Posting Komentar