MAKALAH ASKEP PERILAKU KEKERASAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalnya: memaki-maki orang di sekitarnya, membanting–banting barang, menciderai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar rumah, mobil dan sepeda montor.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama perawatan klien seyogyanya sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkan menjadi pendekatan proses keperawatan.
B.     Tujuan
            1.      Tujuan Umum
Mengetahui tentang konsep teori dan asuhan keperawatan klien dengan perilaku kekerasan.
             2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui pengertian dari perilaku kekerasan
b.      Mengetahui penyebab dari perilaku kekerasan
c.       Mengetahui rentang respon
d.      Mengetahui tanda  dan gejala dari perilaku kekerasan
e.       Mengetahui akibat dari perilaku kekerasan
f.       Mengetahui penatalaksanaan dari perilaku kekerasan
g.      Mengetahui pohon masalah pada perilaku kekerasan
h.      Mengetahui konsep asuhan keperawatan dari perilaku kekerasan
i.        Mengetahui contoh kasus asuhan keprawatan dari perilaku kekerasan 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 
A.    Konsep Dasar Penyakit
           1.      Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
            2.      Etiologi
a.       Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
1)      Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2)      Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3)      Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
4)      Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
b.      Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
          3.      Rentang respon
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut:
a.       Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b.      Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c.       Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
d.      Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
e.       Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
           4.      Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
a.       Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b.      Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c.       Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d.      Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e.       Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
           5.      Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a.        Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
b.        Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
c.       Memberontak (acting out). Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
d.      Perilaku kekerasan. Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
           6.      Tanda dan gejala
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah, klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut:
a.        Data Obyektif:
-          Muka merah
-          Pandangan tajam
-          Otot tegang
-          Nada suara tinggi
-          Berdebat
-          Sering pula tampak klien memaksakan kehendak
-          Merampas makanan, memukul jika tidak senang
b.       Data Subyektif:
-          Mengeluh perasaan terancam
-          Mengungkapkan perasaan tidak berguna
-          Mengungkapkan perasaan jengkel
-          Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik, dada sesak, bingung.
             7.      Pengobatan medik
a.       Farmakoterapi
1)      Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
2)      Obat anti depresi, amitriptyline
3)      Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
4)      Obat anti insomnia, phneobarbital
b.      Terapi modalitas
1)       Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian:
a)      BHSP
b)      Jangan memancing emosi klien
c)      Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
d)     Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan pendapat
e)      Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang dialami
f)       Mendengarkan keluhan klien
g)      Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
h)      Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien
i)        Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
j)        Jika terjadi PK yang dilakukan adalah:
-          Bawa klien ketempat yang tenang dan aman
-          Hindari benda tajam
-          Lakukan fiksasi sementara
-          Rujuk ke pelayanan kesehatan
2)       Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan social atau aktivitas lai dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
3)       Terapi musik
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien.
B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
             1.      Pengkajian
a.       Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
1)      Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
2)      Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut. 
3)      Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
4)      Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
5)      Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :
Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
b.      Klasifiaksi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
c.       Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
           2.      Diagnosa keperawatan
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
a.       Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
b.      Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
           3.      Intervensi keperawatan
a.       Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
1)      Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2)      Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3)      Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
4)      Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
5)      Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6)      Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
7)      Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
8)      Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
9)      Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Tindakan keperawatan :
a)       Bina hubungan saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
b)       Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
c)       Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
d)      Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
e)       Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
f)        Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
g)      Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
h)      Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
i)        Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
j)        Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
k)      Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
l)        Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
m)    Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
n)      Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
-          Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
-          Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
-          Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
-          Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
o)      Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
p)      Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
q)      Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
r)       Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
s)       Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
t)       Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
u)      Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku klien.
v)      Jelaskan cara-cara merawat klien.
Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif. Sikap tenang, bicara tenang dan jelas. Bantu keluarga mengenal penyebab marah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara bersama.
w)    Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan.
x)      Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
y)      Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ, haloperidol, Artame.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan fungsinya.
z)      Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
b.      Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain.
Tujuan khusus :
1)      Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2)      Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
3)      Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4)      Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
5)      Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
6)      Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
           4.      Implementasi
a.       Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
b.       Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
c.       Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
d.      Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
e.       Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
f.        Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
g.       Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.
h.       Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.
i.         Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.
j.         Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.
k.       Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.
l.         Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
m.     Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
n.       Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.
o.       Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien secara bersama.
p.       Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional : meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien meningkatkan harga diri rendah.
q.       Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Rasional : memotivasi keluarga untuk merawat klien.
           5.      Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan pengkajian ulang untuk menilai apakah tujuan tercapai sebagian, seluruhnya atau tidak tercapai dapat dibuktikan dari perilaku pasien dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Dalam hal ini juga sebagai langka koreksi terhadap rencana keperawatan semula. Untuk mencapai rencana keperawatan berikutnya yang lebih relevan.

BAB III
TINJAUAN KASUS
A.    Pengkajian
           1.      Data demografi
a.          Perawat mengkaji identitas klien dan melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang nama perawat, nama klien, panggilan perawat, panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
b.         Usia dan nomor rekam medik
c.          Perawat menuliskan sumber data yang didapat
           2.      Alasan masuk
          Tanyakan pada klien atau keluarga:
a.          Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?
b.         Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini?
c.          Bagaimana hasilnya?
          3.      Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data signifikan tentang:
a.          Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)
b.         Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru dialami
c.          Episode-episode perilaku kekerasan di masa lalu
d.         Riwayat pengobatan
e.          Penyalahgunaan obat dan alkohol
f.          Riwayat pendidikan dan pekerjaan
           4.      Catat ciri-ciri respon fisiologik, kognitif, emosional dan perilaku dari individu dengan gangguan mood
           5.      Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan lelalitas perilaku bunuh diri klien
a.          Tujuan klien (misal, agar terlepas dari stress solusi masalah yang sulit)
b.         Rencana bunuh diri, termasuk apakah klien memiliki rencana tersebut
c.          Keadaan jiwa klien (misal, adanya gangguan pikiran, tingkat kegelisahan, keparahan gangguan mood)
d.         Sistem pendukung yang ada
e.          Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami, dan riwayat penyalahgunaan zat.
          6.      Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar klien atau keluarga tentang gejala, medikasi, dan rekomendasi pengobatan, gangguan mood, tanda-tanda kekambuhan serta tindakan perawatan sendiri.
B.     Analisa Data
Data
Masalah Keperawatan
DS: klien merasa tidak berguna, merasa kosong
DO: kehilangan minat melakukan aktivitas
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
DS: klien merasa minder kepada kedua adiknya, sedih yang berlebihan
DO: klien menghindar dan mengurung diri
Isolasi sosial: menarik diri
DS: Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika    sedang kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dan keras,pandangan tajam.
perilaku kekerasan terhadap orang lain
DS : Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika    sedang kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dan keras,pandangan tajam.
Risiko tinggi mencederai orang lain

C.    Pohon Masalah
Mencederai diri sendiri dan orang lain
Gangguan Harga diri kronis

Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
Berduka disfungsional
Isolasi Sosial
Core Problem

Perilaku kekerasan

D.     Diagnosa Keperawatan, Rencana Tindakan, Implementasi
NO
Diagnosis Keperawatan
Perencanaan
Implementasi
Tujuan
Kriteria Hasil
1
Resiko mencederai diri b.d perilaku kekerasan
TUM:
Klien tidak mencederai diri sendiri
TUK:
1.      1. Klien dapat membina hubungan saling percaya



1.1    1.1 Klien mau membalas salam
1.2    1.2 KLien mau menjabat tangan
1.3    1.3 Klien mau menyebutkan nama
1.4    1.4 Klien mau tersenyum
1.5    1.5 Klien mau kontak mata
1.6    1.6 Klien mau mengetahui nama perawat



1.1.1    1.1.1 Beri salam atau anggil nama
1.1.2    1.1.2 Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
1.1.3    1.1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi
1.1.4    1.1.4 Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
1.1.5    1.1.5 Beri rasa aman dan sikap empati
1.1.6    1.1.6 Lakukan kontak singkat tapi sering


2.  2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2.1    Klien mengungkapkan perasaannya
2.2    Klien dapat mengungkapkan perasaan jengkel ataupun kesal
2.1.1 Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
2.1.2 Bantu klien mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau kesal


3.   3. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
3.1    Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel
3.2    Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala jengkel atau kesal yang dialaminya
3.1.1 Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakannya saat jengkel atau marah
3.1.2 Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien
3.2.1 Simpulkan bersama klien yanda dan gejala jengkel atau kesal yang dialami klien


4.   4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
4.1    Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
4.2    Klien dapatbermain peran sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
4.3    Klien dapat menngetahui cara yang biasa dilakukan untuk menyelesaikan masalah
4.1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekeraan yang biasa dilakukan klien
4.2.1 Bantu klien bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
4.3.1 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara klien lakukan masalahnya selesai


5.   5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
5.1 Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien: akibat pada klien sendiri, akibat pada orang lain, dan akibat pada lingkungan
5.1.1 Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien
5.1.2 bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan klien
5.1.3 Tanyakan pada klien apakah dia ingin mempelajari cara baru yang sehat


6.   6. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan
6.1    klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara fisik: tarik napas dalam, pukul kasur, dan bantal
6.2    klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan
6.3    Klien mempunyai jadwak untuk  melatih cara pencegahan fisik yang telah dipelajari sebelumnya
6.4    Klien mengevaluasi kemampuannya dalam melakukan cara fisik sesuai jadwal yang disusun
6.1.1  diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
6.1.2  beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
6.1.3  diskusikan dua cara fisik yang paling mudah untuk mencegah perilaku kekerasan
6.2.1 Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan klien
6.2.2  Beri contoh klien cara menarik napas dalam
6.2.3  Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5 kali
6.2.4  Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara menarik napas dalam
6.2.5  Tanyakan perasaan klien setelah selesai
6.3.1 diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang akan dilakukan sendiri oleh klien
6.3.2 susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang dipelajari
 6.4.1 klien mengevaluasi peaksanaan latihan
6.4.2 validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
6.4.3 beikan pujian atas keberhasilan klien
6.4.4 Tanyakan pada klien apakah kegiatan cara pencegahan perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah


7.   7. Klien dapat mendemonstrasikan cara social untuk mencegah perilaku kekerasan
7.1    Klien dapat menyebutkan cara bicara yang baik dalam mencegah perilaku kekerasan
·         Meminta dengan baik
·         Menolak dengan baik
·         Mengungkapkan perasaan dengan baik
7.2    Klien dapat mendemonstrasikan cara verbal yang baik
7.3    Klien mumpunyai jadwal untuk melatih cara bicara yang baik
7.4    Klien melakukan evaluasi terhadap kemampuan cara bicara yang sesuai dengan jadwal yang telah disusun
7.1.1. diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
7.1.2. Beri contoh cara bicara yang baik :
·         Meminta dengan baik
·         Menolak dengan baik
·         Mengungkapkan perasaan dengan baik
7.2.1. Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
·         Meminta dengan baik : “Saya minta uang untuk beli makanan”
·         Menolak dengan baik : “ Maaf, saya tidak dapat melakukannya karena ada kegiatan lain.
·         Mengungkapkan perasaan dengan baik : “Saya kesal karena permintaan saya tidak dikabulkan” disertai nada suara yang rendah.
7.2.2. Minta klien mengulang sendiri
7.2.3. Beri pujian atas keberhasilan klien
7.3.1. Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang dapat dilatih di ruangan, misalnya : meminta obat, baju, dll, menolak ajakan merokok, tidur tidak pada waktunya; menceritakan kekesalan pada perawat
7.3.2. Susun jadwaj kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari.
7.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaa latihan cara bicara yang baik dengan mengisi dengan kegiatan jadwal kegiatan ( self-evaluation )
7.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
7.4.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien
7.4.4 Tanyakan kepada klien : “ Bagaimana perasaan Budi setelah latihan bicara yang baik? Apakah keinginan marah berkurang?”







8.   8. Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan
8.1    Klien dapat menyebutkan kegiatan yang biasa dilakukan
8.2    Klien dapat mendemonstrasikan cara ibadah yang dipilih
8.3    Klien mempunyai jadwal untuk melatih kegiatan ibadah
8.4    Klien melakukan evaluasi terhadap kemampuan melakukan kegiatan ibadah
8.1.1. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah dilakukan
8.2.1. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan di ruang rawat
8.2.2. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan
8.2.3. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih
8.2.4. Beri pujian atas keberhasilan klien
8.3.1 Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan kegiatan ibadah
8.3.2. Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah
8.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
8.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
8.4.3. Berikan pujian atas keberhasilan klien
8.4.4 Tanyakan kepada klien : “Bagaimana perasaan Budi setelah teratur melakukan ibadah? Apakah keinginan marah berkurang


































9.   9. Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan
9.1    Klien dapat menyebutkan jenis, dosis, dan waktu minum obat serta manfaat dari obat itu (prinsip 5 benar: benar orang, obat, dosis, waktu dan cara pemberian)
9.2    Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat sesuai jadwal yang ditetapkan
9.3    Klien mengevaluasi kemampuannya dalam mematuhi minum obat
9.1.1 Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminumnya (nama, warna, besarnya); waktu minum obat (jika 3x : pukul 07.00, 13.00, 19.00); cara minum obat.
9.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur :
·         Beda perasaan sebelum minum obat dan sesudah minum obat
·         Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh dokter
·         Jelaskan mengenai akibat minum obat yang tidak teratur, misalnya, penyakit kambuh
9.2.1 Diskusikan tentang proses minum obat :
·         Klien meminat obat kepada perawat ( jika di rumah sakit), kepada keluarga (jika di rumah)
·         Klien memeriksa obat susuai dosis
·         Klien meminum obat pada waktu yang tepat.
9.2.2. Susun jadwal minum obat bersama klien
9.3.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
9.3.2 Validasi pelaksanaan minum obat klien
9.3.3 Beri pujian atas keberhasilan klien
9.3.4 Tanyakan kepada klien : “Bagaiman perasaan Budi setelah minum obat secara teratur? Apakah keinginan untuk marah berkurang?”


10. Klien dapat mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan




















10.1 Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan
10.2 Klien mempunyai jadwal TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan
10.3 Klien melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan TAK
10.1.1 Anjurkan klien untuk mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan
10.1.2 Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan (kegiatan tersendiri)
10.1.3 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama TAK
10.1.4 Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil kegiatan TAK da beri pujian atas keberhasilannya
10.2.1 Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK
10.2.2 Masukkan jadwak TAK ke dalam jadwal kegiatan harian (self- evaluation).
10.3.2 Validasi kemampuan klien dalam mengikuti TAK
10.3.3 Beri pujian atas kemampuan mengikuti TAK
10.3.4 Tanyakan pada klien: “Bagaimana perasaan Ibu setelah mengikuti TAK?”


11. Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara pencegahan perilaku kekerasan
11.1 Keluarga dapat mendemonstrasikan cara merawat klien
11.1.1 Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini
11.1.2 Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien
11.1.3 Jelaskan cara- cara merawat klien :
·         Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif
·         Sikap dan cara bicara
·         Membantu klien mengenal penyebab marah dan pelaksanaan cara pencegahan perilaku kekerasan
11.1.4 Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien
11.1.5 Bantu keluarga mengngkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi
11.1.6 Anjurkan keluarga mempraktikannya pada klien selama di rumah sakit dan melanjutkannya setelah pulang  ke rumah.

E.     Evaluasi
            1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya
            2.      Klien terlindung dari perilaku mencederai diri
            3.      Klien dapat mengarahkan moodnya lebih baik
            4.      Klien mampu dan berupaya untuk memenuhi personal hygiene
            5.      Klien dapat meningkatkan harga diri
            6.      Klien dapat menggunakan dukungan sosial
            7.      Klien dapat menggunakan koping adaptif dan meilhat sisi positif dari masalahnya
            8.      Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
            9.      Klien mampu meningkatkan produktifitas dan membuat jadwal harian

BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panic). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
             1.      Menyerang atau menghindar (fight of flight)
             2.      Menyatakan secara asertif (assertiveness)
             3.      Memberontak (acting out)
             4.      Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
B.     Saran
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam mengatasi masalahnya.
Kemampuan perawat dalam menangani  klien dengan masalah perilaku kekerasan meliputi keterampilan dalam pengkajian, diagnose, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Salah satu contoh intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan adalah dengan mengajarkan teknik napas dalam atau memukul kasur/bantal agar klien dapat meredam kemarahannya.

DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan professional Jiwa, Jakarta; EGC
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta; EGC
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama
Stuart GW, Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta; EGC

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MAKALAH ASKEP PERILAKU KEKERASAN"

Posting Komentar