MAKALAH KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA


BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Tempat tinggal keluarga adalah tempat dimana individu berkumpul dengan berbagai macam emosi, kepribadian, dan penampilan, Suka, duka, frustasi,dari sekolah, tempat kerja, dll, akan menimbulkan konflik emosional dirumah atau keluarga.
Dua kutub interaksi keluarga yang didefinisikan oleh psikologi adalah enneshed(terlibat) detached ( obyektif atau terpisah).
Dalam keluarga yang terpisah (detached family) rumah bukan lagi tempat berkumpul.Setiap kegagalan komunikasi atau ketidak sesuaian, baik nyata maupun persepsi saja, dapat menimbulkan kemarahan,bahkan tindakan kekerasan.
Kekerasan dalam rumah dan kekerasan diluar rumah bentuknya bermacam-macam.Orang tua, anak-anak, suami istri, saudara kandung, satu sama lain dapat saling memukul bahkan saling membunuh.
B. Rumusan masalah
1. Pengertian kekerasan dalam dalam rumah tangga !
2. Ciri-ciri kekerasan dalam rumah tangga !
3. Faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga !
4. Dampak psikologi kekerasan dalam rumah tangga !
5. penanganan kekerasan dalam rumah tangga !

C.TUJUAN.
A.Tujuan Umum
-. Sebagai pemenuhan tugas mata kuliahpsikologi.
-. Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca.
B.Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini adalah manambah pengetahuan tentang bagaimana menghadapi atau mengatasio kekerasan dalam berumah tangga.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT) adalah kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri. Menurut Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembatu rumah tangga, tinggal di rumah ini. Ironisnya kasus KDRT sering ditutup-tutupi oleh si korban karena terpaut dengan struktur budaya, agama dan sistem hukum yang belum dipahami. Padahal perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak pelakunya.
2. Ciri-ciri Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga, saat ini di Indonesia sudah memiliki hukum dimana Anda bisa mengajukan tuntutan atas kasus ini. Untuk keluarga, seringkali menutupi kasus ini atau bahkan mengingkari adanya kekerasan dalam rumah tangga, namun seringkali hal ini berakibat fatal. Harus diakui, setiap rumah tangga rentan untuk mengalaminya, untuk itu Anda perlu tahu ciri-ciri kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, sehingga kalaupun Anda tidak melaporkan ke polisi, Anda bisa meminta bantuan konselor pernikahan untuk menanggulanginya.
Seorang pelaku biasanya:
1. Bersikap manis
Pada awalnya, ia akan membuai istrinya dengan pujian, dan perhatian. Ungkapan kasihnya manis dan terus menerus penuh dengan ungkapan-ungkapan seperti, "Aku tidak bisa hidup tanpa dirimu." Namun semua itu setelah dia melakukan kekerasan pada Anda.
2. Cemburu.
Dia melihat orang lain sebagai ancaman terhadap hubungan dan menuduh Anda tentang main mata dengan semua orang dari saudaranya sampai ke tukang pos. "Aku tahu kau sedang melihat dia." Ironisnya adalah bahwa dialah yang sering melakukannya.
3. Manipulatif.
Orang ini sangat cerdas. Dia tahu cara mendeteksi titik-titik lemah Anda, dan dia menggunakan kerentanan dan rasa sakit masa lalu Anda untuk keuntungannya.
4. Mengontrol.
Dia ingin tahu di mana Anda, akan pergi kemana dan dengan siapa diri Anda, hal ini dilakukan setiap saat. Dia mungkin memeriksa jarak tempuh pada mobil Anda atau mengikuti kamu ke toko. Dia sering menolak untuk mengizinkan Anda untuk bekerja karena Anda bisa "bertemu seseorang."
5. Seorang Korban.
Pilihan yang buruk adalah kesalahan orang lain. Ketika ia kehilangan pekerjaannya, masuk ke dalam perkelahian, atau transaksi bisnis jatuh, itu selalu karena orang lain. Dia tidak pernah bersalah. "Kau membuatku memukulmu."
6. Narsisistik.
Seluruh dunia berputar di sekelilingnya. Sebagai "wanita kecil yang di bawahnya," itu adalah tugas Anda untuk memenuhi setiap kebutuhannya. Dia adalah master; Anda adalah budak yang tidak layak.
7. Tidak Konsisten.
Suasana hati merupakan ciri umum bagi seorang pelaku KDRT. Satu menit dia tampak bahagia dan manis, berikutnya ia meledak-ledak emosinya yang disertai tinjunya.
8. Kritis.
Tidak peduli seberapa keras Anda mencoba, Anda tidak akan pernah bisa memuaskan laki-laki semacam ini. Pikirannya selalu merendahkan dan perkataannya selalu menyerang Anda.

9. Mengisolasi
Tujuan utamanya adalah untuk mengisolasi para korban dari keluarga dan teman-teman sehingga Anda benar-benar tergantung pada dirinya. "Keluargamu terlalu banyak menyebabkan masalah bagi kita. Aku tak ingin kau bertemu mereka lagi. "
10. Hipersensitif.
Sedikit tersinggung membuat dia mengomel.
11. Keji dan kejam.
Sejumlah besar pelaku membahayakan anak-anak dan hewan serta pasangannya. Menimbulkan rasa sakit dan mengintimidasi orang lain adalah apa yang memberinya kekuasaan. "Aku akan membunuhmu sebelum aku akan membiarkan kamu pergi. Jika aku tidak bisa memiliki kamu, tidak akan ada. "
12. Bertobat tapi tidak tulus.
Dia akan bersumpah untuk tidak pernah "memukul Anda lagi." Tapi kalau ia tidak pernah menerima bantuan profesional dan akuntabilitas yang kuat maka sangat mungkin dia akan menjadi seperti dulu.
Ingatlah ketika Anda melaporkan kasus KDRT yang Anda alami, Anda bukan membenci sang pelaku. Tapi mengharapkan si pelaku mendapat bantuan professional supaya bisa berubah dan menyelamatkan nyawa Anda dan keluarga.
3. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga
Suatu hal pada dasarnya tidak akan terjadi apabila tidak ada faktor-faktor pendukung yang dapat menyebabkan kekerasan terjadi di dalam sebuah rumah tangga, dalam hal ini kekerasan dalam rumah tangga dapat timbul dengan beberapa faktor pendorongnya, antara lain:
1. Masalah komunikasi dan kepercayaan, hal ini sangat penting dalam suatu hubungan dan tidak menutup kemungkinan jika komunikasi dan kepercayaan tidak terbangun dengan baik akan menimbulkan suatu konflik.
2. Masalah kedudukan dari suami dan istri dalam suatu rumah tangga dimana hal ini bukan tidak jarang merupakan salah satu faktor penyebab apalagi jika tidak ada kesepahaman antar pasangan.
3. Masalah ekonomi, dimana kecenderungan jika sebuah keluarga sedang terhimpit masalah keuangan akan mungkin menimbulkan tindakan-tindakan yang dapat berbentuk kekerasan dan juga tidak menutup kemungkinan bagi keluarga yang dipandang cukup dari segi ekonomi bisa jadi jadi keegoisan akan muncul.
4. Masalah psikologi dari pasangan, jika salah satu dari suami istri memiliki tempramen yang tinggi (emosional) dan bahkan dengan mudah “main tangan”, hal ini juga bisa menjadi pemicu.
5. Masalah seksual, banyak orang beranggapan istri adalah pihak yang subordinat terutama dalam hal urusan ranjang karena dianggap hanya sebagai pemuas, namun hal tersebut salah besar karena ada kesetaraan dalam hal ini. Tapi pada kenyataan ada pasangan yang tidak puas sehingga akan memunculkan kekerasan.
4.Dampak Psikis Kekerasan dalam Rumah Tangga
1) Kehilangan minat untuk merawat diri, yang tampil dalam perilaku menolak atau enggan makan/minum, makan tidak teratur, malas mandi atau berdandan, tampil berantakan seperti rambut kusut, pakaian awut-awutan;
2) Kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang lain, yang tampil dalam perilaku mengurung diri di kamar, tidak mau berhubungan dengan orang lain, cenderung diam, dan enggan bercakap-cakap;
3) Perilaku depresif, tampil dalam bentuk pandangan mata kosong seperti menatap jauh ke depan, murung, banyak melamun, mudah menangis, sulit tidur atau sebaliknya terlalu banyak tidur, dan berpikir tentang kematian;
 4) Terganggunya aktivitas atau pekerjaan sehari-hari, seperti sering menjatuhkan barang tanpa sengaja, kurang teliti dalam bekerja yang ditunjukkan dengan banyaknya kesalahan yang tidak perlu, sering datang terlambat atau tidak masuk bekerja, tugas-tugas terlambat tidak sesuai tenggat waktu, tidak menyediakan makanan untuk anak padahal sebelumnya hal-hal ini dilakukannya secara rutin;
 5) Ketidakmampuan melihat kelebihan diri, tidak yakin dengan kemampuan diri, dan kecenderungan membandingkan diri dengan orang lain yang dianggapnya lebih baik. Contohnya menganggap diri tidak memiliki kelebihan meski fakta yang ada menunjukkan hal sebaliknya, atau sering bertanya apakah yang ia lakukan sudah benar atau belum;
6) Kehilangan keberanian untuk melakukan tindakan yang ditunjukkan dengan tidak berani mengungkapkan pendapat atau tidak berani mengingatkan pelaku jika bertindak salah;
7) Stres pascatrauma, yang tampil dalam bentuk mudah terkejut, selalu waspada; sangat takut bila melihat pelaku, orang yang mirip pelaku, benda-benda atau situasi yang mengingatkan akan kekerasan, gangguan kilas balik (flash back) seperti tiba-tiba disergap bayangan kejadian yang telah dialami, mimpi-mimpi buruk dan atau gangguan tidur;
 8) Kebingungan-kebingungan dan hilangnya orientasi, yang tampil dalam bentuk merasa sangat bingung, tidak tahu hendak melakukan apa atau harus bagaimana melakukannya, seperti orang linglung, bengong, mudah lupa akan banyak hal, terlihat tidak peduli pada keadaan sekitar, tidak konsentrasi bila diajak berbicara;
9) Menyakiti diri sendiri atau melakukan percobaan bunuh diri;
10) Perilaku berlebihan dan tidak lazim seperti tertawa sendiri, bercakap-cakap sendiri, terus berbicara dan sulit dihentikan, pembicaraan kacau; melantur, berteriak-teriak, terlihat kacau tak mampu mengendalikan diri, berulang-ulang menyebut nama tertentu, misalnya nama pelaku tanpa sadar;
 11) Perilaku agresif, seperti menjadi kasar atau mudah marah terhadap anak/pekerja rumah tangga/staf atau rekan kerja, membalas kekasaran pelaku seperti mengucapkan kata-kata kasar, banyak mengeluhkan kekecewaan terhadap pelaku;
12) Sakit tanpa ada penyebab medis (psikosomatis), seperti infeksi lambung, gangguan pencernaan, sakit kepala, namun dokter tidak menemukan penyebab medis, mudah merasa lelah, seperti tidak bertenaga, dan pegal/sakit/ngilu, tubuh sering gemetar;
 13) Khusus pada anak, dampak psikis muncul dalam bentuk:
 (a) mundur kembali ke fase perkembangan sebelumnya seperti kembali mengompol, tidak berani lagi tidur sendiri, kembali ingin terus berdekatan dengan orang lain yang dirasa memberi rasa aman, harus selalu ditemani,
(b) gangguan perkembangan bahasa seperti keterlambatan perkembangan bahasa, gangguan bicara seperti gagap,
 (c) depresi yang tampil dalam bentuk perilaku menolak ke sekolah; prestasi menurun; tidak dapat mengerjakan tugas sekolah atau pekerjaan rumah dengan baik yang ditandai dengan banyaknya kesalahan, kurangnya perhatian pada tugas atau pada penjelasan yang diberikan orang tua/guru, dan berbagai keluhan fisik.
Jabaran dampak kekerasan psikis di atas perlu dipahami dalam arti ada perubahan perilaku dari yang tadinya tidak pernah atau hanya sedikit ditampilkan menjadi mulai ditampilkan atau sering tampil pada diri korban. Selain itu, salah satu kesulitan aparat penegak hukum adalah korban mungkin saja datang dengan tidak menampilkan satu pun dari dampak-dampak di atas. Dalam hal ini, penegak hukum diharapkan dapat menggali dampak psikis dengan sabar dan empatis.
5.Penanganan Kasus KDRT
Penanganan secara psikologis biasanya dilakukan pada harga diri yang harus dikuatkan. Para korban juga harus ada pedampingan untuk mengubah paradigma tentang hal dan kewajiban sebagai manusia, istri, dan ibu. “Yang paling penting membantu terciptanya net working lebih luas hingga lingkup interaksi meluas dan terbiasa bersikap terbuka,” beber Rieny.
Pencegahan bisa dilakukan dengan kata kunci empowerment atau pemberdayaan baik dari segi pendidikan, lapangan kerja, pastisipasi dalam pembangunan. Sebaiknya kenali kebutuhan Anda untuk menikah dan gunakan rasio saat memilih pasangan. “Jangan pernah bersikap, ah, nanti lama-lama sikapnya juga akan berubah. Amati dengan seksama tampilan kekerasan dalam keseharian perilakunya. Misalnya, kalau ada yang menerobos lampu merah, dia akan marah atau tidak,” jelas Rieny.
Miliki juga kompetensi untuk memenuhi tuntutan peran dalam masyrakat. Kemandirian ekonomi amat besar sumbangannya pada rasa percaya diri. Dan belajar bersikap asertif, kalau tidak suka katakan tidak suka jangan dipendam terlalu lama. “Sediakan waktu untuk diri sendiri atau me time. 
BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Dengan kita memahami bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga, kita bisa mengantisipasi dan bisa melakukan advokasi sepenuhnya. Sehingga hak-hak korban bisa terlindungi dengan baik. Bahkan bisa meminimalisir segala bentuk kekerasan, sehingga tercipta ketenangan dan ketertiban di tengah masyarakat.
B.  SARAN
 Makalah ini disusun agar pembaca khususnya kepala rumah tangga dalam membina sebuah rumah tangga tidak perlu harus ada kekerasan, amin.

DAFTAR PUSTAKA

http://id. Adaptasi dari CBN.com
 http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2271779-wujud-dan-faktor-faktor-penyebab/#ixzz1ze8joSp9
http://www.tabloidnova.com/Nova/News/Varia-Warta/Penanganan-Kasus-KDRT

http://linkshrink.net/7mWKuF

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MAKALAH KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA"

Posting Komentar