Makalah Abses Otak
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi
piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak
dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan
komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien yang
mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat
berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang,
defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi, oleh karena itu perlu
adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini (Guyton, 1987).
B.
Tujuan
Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah:
a.
Memperoleh gambaran mengenai abses otak.
b.
Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan abses otak.
BAB 11
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Abses otak merupakan kumpulan dari
unsur-unsur infeksius dalam jaringan otak. Ini dapat terjadi melalui invasi
otak langsung dari trauma intrakranial atau pembedahan, melalui penyebaran
infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi (infeksi sinus
paranasal, otitis media, sepsis gigi), atau melalui penyebaran infeksi dari
organ lain (abses paru-paru, endokarditis infektif), dan dapat menjadi
komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk meningitis.
Terapi atau penyakit. Untuk mencegah
abses otak maka perlu dilakukan pengobatan yang tepat Abses otak merupakan
komplikasi yang dikaitkan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak adalah
komplikasi yang meningkat pada pasien yang sistem imunnya disupresi baik karena
pada otitis media, m\astoiditis, sinusitis, infeksi gigi dan infeksi sistemik.
B.
Etiologi
Menurut long (1996), berbagai
mikroorganisme dapat ditemukan pada abses otak yaitu :
a.
Bakteri
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus,
Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha
hemolyticus, E. coli dan Baeteroides.
b.
Jamur
Antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan
spesies Candida dan Aspergillus.
c.
Parasit
Walaupun jarang, namun amuba usus
entamuba histolitica dapat menimbulkan abses otak secara hematogen. Kira-kira
6-0% abses otak disebabkan oleh flora campuran, dan kurang lebih 25% abses otak
adalah kriptogenik (tidak diketahui sebabnya).
d. Komplikasi dari infeksi lain
Komplikasi dari infeksi telinga (otitis
media, mastoiditis) hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta
komplikasi infeksi lainnya seperti: paru-paru (bronkiektaksis, abses paru,
empisema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit. (Barbara C,
1996).
C.
Patofisiologi
Mikroorganisme penyebab abses masuk ke
otak dengan cara:
1. Implantasi langsung akibat
trauma, tindakan operasi, pungsi lumbal. Penyebaran infeksi kronik pada
telinga, sinus, mastoid, dimana bakteri dapat masuk ke otak dengan melalui
tulang atau pembuluh darah.
2. Penyebaran bakteri dari fokus
primer pada paru-paru seperti abses paru, bronchiactasis, empyema, pada
endokarditis dan perikarditis.
3. Komplikasi dari
meningitis purulenta.
Fase awal abses otak ditandai dengan
edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis
sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses
liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila
terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul
meningitis.
AO dapat terjadi akibat penyebaran
perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen
dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi
kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap
bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea;
sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan
otak pada lobus tertentu.
AO bersifat soliter atau multipel. Yang
multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt
kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga
sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya
trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami
infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau
radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya
dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik
yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun.
Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap
awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi
lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang
disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu
terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga
abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik.
Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang
progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara
beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.
D.
Manifestasi
Klinis
Abses otak diakibatkan oleh pertumbuhan
pada dinamika intrakranial (edema, pergeseran otak), infeksi, atau lokasi
abses. Sakit kepala biasanya memburuk pada pagi hari, adalah gejala paling
lanjut pasien. Muntah juga umm terjadi. Tanda neurologik fokal (kelemahan
ekstremitas, penurunan penglihatan, kejang) dapat terjadi, bergantung pada
tempat abses. Terdapat perubahan pada status mental pasien, seperti ditunjukkan
pada waktu latergik,peka, atau prilaku disorientasi.
E.
Penatalaksanaan
Sasaran penatalaksanaan adalah untuk
menghilangkan abses. Abses otak diobati dengan terapi antimikroba dan irisan
pembedahan atau aspirasi.pengobatan antimikroba diberikan untuk menghilangkan
organisme sebagai penyebab atau menurunkan perkembangan virus. Dosis besar
melalui intra vena biasanya ditentukan pra operatif untuk menembus jaringan
otak dan abses otak. Terapi diteruskan pada pasca operasi. Kortikosteroid dapat
diberikan untuk menolong menurunkan radang edema serebral jika pasien
memperlihatkan adanya peningkatan defisit neurologik.
Obat-obat antikonvulsan (fenitoin,
fenobarbital) dapat diberikan sebagai profilaksis mencegah terjadinya kejang.
Abses yang luas dapat diobati dengan terapi antimikroba yang tepat, dengan
pemantauan ketat melalui pengamatan dengan CT.
Setelah pengobatan abses otak, defisit
neurologik dapat terjadi berupa kejang, gangguan penglihatan dan kelumpuhan
saraf kranial karena kemungkinan adanya gangguan jaringan otak.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ABSES OTAK
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Ø Identitas klien
;usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl
MRS, askes dst.
Ø Keluhan utama ;
nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran
Ø Riwayat
penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan
intrakranial serta gejala nerologik fokal .
Ø Riwayat
penyakit dahulu : pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,
mastoiditis ) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema )
jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.
2. Pemeriksaan fisik
Ø KU
Ø Pola fungsi
kesehatan :
Aktivitas/istirahat,
adapun gejalanya :
a)
Malaise
Tanda : masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
Tanda : masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
b)
Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Gejala: adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda: TD
meningkat, nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada
vasomotor).
c)
Eliminasi
Tanda: adanya inkontensia dan/atau retensi
Tanda: adanya inkontensia dan/atau retensi
d)
Nutrisi
Gejala: kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut )
Gejala: kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut )
Tanda:
anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane Mukosa kering.
e)
Higiene
Tanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada periode akut).
Tanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada periode akut).
f)
Neurosensori
Gejala: sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan
Gejala: sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan
Tanda:
penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil
keputusan,afasia,mata, Pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum
lokal.
g)
Nyeri
/kenyamanan
Tanda: tampak
terus terjaga. Menangis/mengeluh.
Gejala: Sakit
kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan : leher/punggung kaku.
h)
Pernapasan
Gejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Gejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda:
peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental (letargi sampai
koma) dan gelisah.
i)
Keamanan
Gejala: adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.
Gejala: adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.
Tanda: suhu
meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid
atau spastik: paralisis atau parese, Gangguan sensasi.
3. Prosedur diagnostic
Adapun
pemeriksaan laboratoriumnya :
Ø LED meningkat
dan mungkin disertai leukositosis.
Pemeriksaan
penunjang :
Ø CT Scan
Mengidentifikasi
dan melokalisasi abses besar dan abses kecil disekitarnya.
Ø Arteriografi
Menunjukkan
lokasi abses di lobus temporal atau abses cerebellum.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu:
1. Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan
tekanan intra kranial (TIK).
2. Resiko injuri:
jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status
mental.
3. Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.
4. Hipertermia
berhubungan dengan infeksi.
5. Ketidakseimbangan
cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.
C. Intervensi
Intervensi yang direncanakan pada klien
dengan abses otak, yaitu:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK).
Kriteria hasil:
a) Mempertahankan tingkat
kesadaran dan orientasi
b) Tanda vital dalam batas normal
c) Tidak terjadi defisit
neurologi.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Monitor
status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks, kemampuan
motorik, nyeri kepala, kaku kuduk.
2. Monitor tanda
vital dan temperatur setiap 2 jam.
3. Kurangi
aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan, muntah,
menahan napas.
4. Berikan waktu
istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan.
5. Tinggikan
posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral,
hindari fleksi leher.
6. Kolaborasi
dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.
|
1. Tanda dari
iritasi meningeal terjadi akibat peradangan dan mengakibatkan peningkatan
TIK.
2. Perubahan
tekanan nadi dan bradikardia indikasi herniasi otak dan peningkatan TIK.
3. Menghindari
peningktan TIK.
4. Mengurangi
peningkatan TIK.
5. Memfasilitasi
kelancaran aliran darah vena.
6. Mengurangi
edema serebral, memenuhi kebutuhan oksigenasi, menghilangkan faktor penyebab.
|
2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan
aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.
Kriteria hasil:
a)
Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi.
b)
Kejang tidak terjadi.
c)
Injuri tidak terjadi.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji status
neurologi setiap 2 jam.
2. Pertahankan
keamanan pasien seperti penggunaan penghalang tempat tidur, kesiapan suction,
spatel, oksigen.
3. Catat
aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang.
4. Kaji status
neurologik dan tanda vital setelah kejang.
5. Orientasikan
pasien ke lingkungan.
6. Kolaborasi
dalal pemberian obat anti kejang.
|
1. Menentukan
keadaan pasien dan resiko kejang.
2. Mengurangi
resiko injuri dan mencegah obstruksi pernapasan.
3. Merencanakan
intervensi lebih lanjut dan mengurangi kejang.
4. Mengetahui
respon post kejang.
5. Setelah
kejang kemungkinan pasien disorientasi.
6. Mengurangi
resiko kejang/ menghentikan kejang.
|
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan umum, defisit neurologik.
Kriteria hasil:
a)
Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal.
b)
ntegritas kulit utuh.
c)
Tidak terjadi atropi.
d)
Tidak terjadi kontraktur.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji
kemampuan mobilisasi.
2. Alih posisi
pasien setiap 2 jam.
3. Lakukan
mesage bagian tubuh yang tertekan.
4. Lakukan ROM
pasive.
5. Monitor
tromboemboli, konstipasi.
6. Konsul pada
ahli fisioterapi jika diperlukan.
|
1. Hemiparese
mungkin dapat terjadi.
2. Menghindari
kerusakan kulit.
3. Melancarkan
aliran darah dan mencegah dekubitus.
4. Menghindari
kontraktur dan atropi.
5. Komplikasi
imobilitas.
6. Perencanaan
yang penting lebih lanjut.
|
4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi.
Kriteria Hasil:
a)
Suhu tubuh normal 36,5 – 37, 5o C.
b)
Tanda vital normal.
c)
Turgor kulit baik.
d)
Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Monitor suhu
setiap 2 jam.
2. Monitor tanda
vital.
3. Monitor
tanda-tanda dehidrasi.
4. Berikan obat
anti pieksia.
5. Berikan minum
yang cukup 2000 cc/hari.
6. Lakukan
kompres dingin dan hangat.
|
1. Mengetahui suhu
tubuh.
2. Efek dari
peningkatan suhu adalah perubahan nadi, pernapasan dan tekanan darah.
3. Tubuh dapat
kehilangan cairan melalui kulit dan penguapan.
4. Mengurangi
suhu tubuh.
5. Mencegah
dehidrasi.
6. Mengurangi
suhu tubuh melalui proses konduksi.
|
5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan
intake tidak adekuat, kehilangan cairan.
Kriteria Hasil :
a)
Suhu tubuh normal 36,5 – 37, 5o C.
b)
Tanda vital normal.
c)
Turgor kulit baik.
d)
Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Ukur tanda
vital setiap 4 jam.
2. Monitor hasil
pemeriksaan laboraturium terutama elektrrolit.
3. Observasi
tanda-tanda dehidrasi.
4. Catat intake
dan output cairan.
5. Berikan
minuman dalam porsi sedikit tapi sering.
6. Pertahankan
temperatur tubuh dalam batas normal.
7. Kolaborasi
dalam pembeian cairan intravena.
8. Pertahankan
dan monitor tekanan vena setral.
|
1. Ketidak
seimbangan cairan dan elektrolit menimbulkan perubahan tanda vital seperti
penurunan tekanan darah, dan peningkatan nadi.
2. Mengetahui
perbaikan atau ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Mencegah
secara dini terjadi dehidrasi.
4. Mengetahui
keseimbangan cairan.
5. Mengurangi
distensi gaster.
6. Penningkatan
temperatur mengakibatkan pengeluaran cairan lewat kulit bertambah.
7. Pemenuhan
kebutuhan cairan dengan IV akan mempercepat pemulihan dehidrasi.
8. Tekanan vena
sentral untuk mengetahui keseimbangan cairan.
|
D. Evaluasi
Hasil evaluasi yang
diharapkan setelah dilakukan implementasi dari intervensi yang direncanakan,
yaitu:
1. Mencapai perubahan
tingkat kesadaran dan orientasi yang meningkat.
a.
Menunjukkan peningkatan kesadaran.
b.
Pandangan bagus
c.
Menurunnya kelemahan motorik
d.
Tanda vital dalam batas normal
e.
Menunjukkan tidak terjadinya defisit neurologi
f.
Menunjukkan tidak adanya refleksNNN patologis.
2.
Tidak terjadinya resiko yang dapat menyebabkan injuri
a.
Menunjukkan peningkatan kesadaran
b.
Tidak terjadi kejang
c.
Peningkatan satus mental
3.
Klien mampu beradaptasi terhadap ganggaun mobilitas fisik yang dialami
a.
Menunjukkan mobilisasi secara aktif dan optimal
b.
Menunjukkan integritas kulit yang utuh
c.
Tidak terjadinya atropi
d.
Tidak terjadinya kontraktur.
e.
Menetapkan
program istirahat dan latihan yang seimbang.
f.
Menunjukkan partisipasi dalam perawatan.
4.
Mencapai penurunan suhu tubuh
a. Menunjukkan tanda vital
yang normal
b. Menunjukkan pengeluaran
urine yang tidak pekat
c. Menunjukkan suhu tubuh
normal
d. Menunjukkan turgor kulit
yang baik
5.
Mencapai kebutuhan nutrisi yang terpenuhi
a. Menunjukkan tanda-tanda
nutrisi yang terpenuhi.
b. Mentaati
program medikasi
c. Menujukkan nafsu makan
yang baik
d. Menunjukkan intake
makanan yang baik.
e. Menunjukkan peningkatan
berat badan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi
piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak
dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan
komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien yang
mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat
berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang,
defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi. Kasus ini dapat
menyebabkan masalah keperawatan, seperti: perubahan perfusi jaringan serebral,
resiko injuri, kerusakan mobilitas fisik, hipertermia, ketidakseimbangan
cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan serta nyeri. (Elizabeth J, 2009)
B. Saran
Abses otak dapat menyebabkan perubahan
status kesehatan pada penderitanya serta dapat menimbulkan komplikasi yang
dapat memperparah kondisi prognosis pada klien dengan kasus tersebut. Oleh
karena itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA
Jukarnain.
2011. Keperawatan Medikal – Bedah gangguan Sistem Persarafan.
Brunner &
suddarth. 2002 Keperawatan Medikal – Bedah, penerbit buku kedokteran, EGC,
Edisi 8, Vol.3
0 Response to "Makalah Abses Otak "
Posting Komentar