MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN SEROSIS HEPAR
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata
sekitar 1500gr atau 2% berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ
lunak lentur dan tercetak oleh struktur sekitarnya. Hati memiliki permukaan
superior yang cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian
kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal
kanan, lambung, pancreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan
dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura
segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi
segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis.
Hati berperan penting dalam metabolisme tiga makronutrien
yang dihantarkan oleh vena porta pasca absorpsi di usus. Bahan makanan tersebut
adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Monosakarida dari usus halus diubah
menjadi glikogen dan disimpan dalam hati (glikoginesis). Dari depot
glikogen ini, glukosa dilepaskan secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis)
untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Jika hati mengalami gangguan, maka
metabolisme tubuh tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Salah satu contoh
gangguan hati adalah Sirosis Hepar.
Sirosis Hepar adalah penyakit hati kronis yang dicirikan
dengan distoris arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat
dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur
normal. Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik, dan pada kasus
yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap.
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui pengertian Sirosis
Hepar;
1.2.2 Mengetahui epidemiologi
Sirosis Hepar;
1.2.3 Mengetahui etiologi Sirosis
Hepar;
1.2.4 Mengetahui tanda dan
gejala Sirosis Hepar;
1.2.5 Mengetahui patofisiologi
Sirosis Hepar;
1.2.6 Mengetahui manifestasai klinis
Sirosis Hepar;
1.2.7 Mengetahui komplikasi dan
prognosis Sirosis Hepar;
1.2.8 Mengetahui pencegahan
Sirosis Hepar;
1.2.9 Mengetahui pengobatan
Sirosis Hepar;
1.2.10 Mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Sirosis Hepar;
1.3 Implikasi Keperawatan
Sebagai perawat, kita dituntut mampu untuk memberikan asuhan
keperawatan secara optimal pada pasien. Jika asuhan keperawatan yang diberikan
perawat mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, intervensi hingga
evaluasi dapat dilaksanakan dengan tepat dan baik, serta dapat membantu pasien
dengan sirosis hepar untuk dapat mempertahankan kondisi kesehatannya.
Dari pengkajian, kita mendapatkan gejala-gejala dan tanda-tanda khas dari
serosis hepar. Ketika kita mengetahui bahwa ada seseorang yang mengeluh tanda
dan gejala dari sirosis hepar kita dapat langsung memvalidasi data kemudian
menganalisanya. Setelah analisa kita pikir tepat, kita pun dapat mengambil
masalah keperawatan apa saja yang terjadi pada orang tersebut. Kemudian dapat
kita rumuskan diagnosa keperawatan.
Setelah diagnosa ini kita rumuskan, perawat membuat rencana
asuhan keperawatan yang mempunyai tujuan dan kriteria hasil. Diharapkan dengan
adanya pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan tersebut, masalah pasien
dapat teratasi (setengah ataupun keseluruhan). Setelah pelaksanaan asuhan
keperawatan diaplikasikan, perawat lalu membuat evaluasi yang berguna untuk
mengetahui efektivitas tindakan keperawatan yang telah dilakukan kepada pasien
tersebut. Dari evaluasi, kita dapat mengkaji lagi data-data kesehatan, bukan
hanya sebatas aspek biologis saja. Data-data tersebut dapat berupa aspek
psikologis, sosial, dan spiritual. Ketika perawat memberikan asuhan
keperawatannya secara holistik dan komprehensif kepada pasien, masalah
kesehatan yang dialami pasien dapat tertangani dengan baik. Sehingga
pasien dapat kembali pada kondisinya yang optimal.
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1
Pengertian
Istilah Sirosis diberikan petama kali oleh Laennec tahun
1819, yang berasal dari kata kirrhos yang berarti kuning orange (orange
yellow), karena terjadi perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk.
Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan
disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul
regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat
dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat
dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan
dengan distorsi arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan
nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal
(Price & Willson, 2005, hal : 493).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik hati yang
dikarakteristikkan oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan
fungsi seluler, dan selanjutnya aliran darah ke hati (Doenges, dkk, 2000, hal:
544).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya
peradangan difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir
dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.
2.2 Epidemiologi
2.2.1 Distribusi
dan Frekuensi
a. Menurut Orang
Case Fatality Rate (CSDR) Sirosis hati laki-laki di Amerika
Seikat tahun 2001 sebesar13,2 per 100.000 dan wanita sebesar 6,2 per 100.000
penduduk. Di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum
laki-laki dibandingkan kaum wanita. Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit
di kita-kota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria lebih
banyak dari wanita dengan perbandingan antara 1,5 sampai 2:1. Hasil
penelitian Suyono dkk tahun 2006 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan
pasien sirosis hati laki-laki (71%) lebih banyak dari wanita (29%) dengan
kelompok umur 51-60 tahun merupakan kelompok umur yang terbanyak. Ndraha
melaporkan selama Januari –Maret 2009 di Rumah Sakit Koja Jakarta dari 38
penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki dan 36,7 % wanita, terbanyak (55,3%)
adalah kelompok umur 40-60 tahun.
b. Tempat
Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya
berbeda-beda tiap negara. Pada periode 1999-2004 insidensi sirosis
hati di Norwegia sebesar 13,4 per 100.000 penduduk. Dalam kurun
waktu lima tahun (2000-2005) dari data yang dikumpulkan dari Rumah Sakit Adam
Malik Medan, Klinik Spesialis Bunda dan Rumah Sakit PTPN II Medan, ditemukan
232 penderita sirosis hati.
c. Waktu
Pada tahun 2001di Islandia insidensi sirosis hati 4% dan
tahun 2002 sebesar 2,4%. Pada tahun 2002, PMR sirosis hati di dunia
yaitu 1,7%. Di Modolvo terjadi peningkatan, dimana pada tahun 2002
CSDR sirosis hati 89,2% per 100.000 penduduk (CSDR 2002), dan pada
tahun 2004 sebesar 99,2% (CSDR 2004). Di Amerika Serikat terjadi
peningkatan persentase kematian akibat sirosis hati sebesar 3,4 % dari. tahun
2006 ke tahun 2007.
2.2.2 Faktor
Risiko
Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum
jelas, tetapi sering disebutkan antara lain:
a. Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor
gangguan nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil
laporan Hadi di dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal
22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4%
penderita kekurangan protein hewani , dan ditemukan 85% penderita sirosis hati
yang berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah,
kuli-kuli, petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai
rendah menengah
b. Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah
satu penyebab sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh
Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis,
maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati
sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B
lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala
sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan
hepatitis virus A
c. Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut
akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan
berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol
d. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada
orang-orang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari
otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut
Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari
seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada
hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.
e. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua
kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:
1. Sejak dilahirkan si
penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2. Kemungkinan didapat setelah
lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati
alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya
sirosis hati.
f. Sebab-Sebab Lain
1. Kelemahan jantung yang lama
dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati
terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis sentrilobuler.
2. Sebagai saluran empedu
akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis
biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.
3. Penyebab sirosis hati yang
tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak
ditemukan di Inggris.
4. Dari data yang ada di Indonesia
Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-50% kasus, sedangkan hepatitis C dalam
30-40% . sejumlah 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk disini
kelompok virus yang bukan B atau C.
2.3 Etiologi
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat
dipastikan. Tapi ada dua penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan
Chirrosis hepatis adalah:
a. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah
satu penyebab chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh
Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis ,
maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati
sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus
B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala
sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan
hepatitis virus A
b. Zat hepatotoksik atau
Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut
akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan
berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol.
Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun peminum yang
bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.
c.
Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua
kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:
1. Sejak dilahirkan si
penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2. Kemungkinan didapat setelah
lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati
alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya
sirosis hati.
Menurut
FKUI, 1999, penyebab sirosis hepatis antara lain:
1. Malnutrisi
2. Alkoholisme, karena sifat
alkohol itu sendiri yang merupakan zat toksik bagi tubuh yang langsung
terabsorbsi oleh hati yang dapat juga mengakibatkan perlemakan hati.
3. Virus hepatis
4. Kegagalan jantung yang
menyebabkan bendungan vena hepatika
5. Hemokromatosis (kelebihan
zat besi), karena akan memperberat kerja hati sehingga hati tidak dapat
mengolah zat besi yang dapat diabsorbsi tubuh tetapi zat besi akan tertimbun
dalam jumlah banyak yang dapat menyebabkan sirosis hepar.
6. Penyakit wilson (penumpukan
tembaga yang berlebihan)
7. Zat toksik
2.4 Tanda dan Gejala
2.4.1
Gejala
Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi
sama-sama di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu
makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan
munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada
chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi
noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.
2.4.2
Tanda Klinis
Tanda-tanda
klinik yang dapat terjadi yaitu:
a.
Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan
tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata
terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus
dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya
pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.
b.
Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein
albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama
asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya
timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan
resistensi garam dan air.
c.
Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke
bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan
rasa nyeri bila ditekan.
d.
Hipertensi portal
Hipertensi
portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai
normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap
aliran darah melalui hati.
2.5
Patofisiologi
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan
kejadian. Kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam
keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada
peminum alkohol aktif. Hal ini kemudian membuat hati merespon kerusakan sel
tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen,
glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses
pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata
membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan memacu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel
hati sehingga ditemukan pembengkakan pada hati.
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal
dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi
(ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam
memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan
daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata
inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu
proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian
hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati
yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada
hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama
penyebab terjadinya manifestasi klinis. Mekanisme primer penyebab hipertensi
portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain
itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteriasplangnikus. Kombinasi kedua
faktor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan
meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan
pada sistem portal. Pembebanan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran
kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises). Hipertensi portal ini
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal
pun menurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma rennin sehingga aldosteron
juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit
terutama natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium
yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan dan lama-kelamaan menyebabkan
asites dan juga edema. Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis
hepatis merupakan penyakit hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan
ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati. Etiologi sirosis
hepatis ada yang diketahui penyebabnya, misal dikarenakan alkohol,
hepatitis virus, malnutrisi, hemokromatis, penyakit Wilson dan juga
ada yang tidak diketahui penyebabnya yang disebut dengan sirosis
kriptogenik. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses
peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya menyebabkan
pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul.
2.6 Komplikasi dan Prognosis
2.6.1 Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:
a. Hipertensi portal
b. Coma/ ensefalopaty
hepatikum
c. Hepatoma
d. Asites
e. Peritonitis bakterial
spontan
f. Kegagalan hati
(hepatoselular)
g. Sindrom hepatorenal
2.6.2 Prognosis
2.7 Pengobatan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:
2.7.1 Simtomatis
2.7.2 Supportif,
yaitu:
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan
seimbang;
misalnya
: cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya
pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan
hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a)
kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap
hari
1. Terapi kombinasi IFN dan
Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3xseminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari
tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang
diberikan untuk jangka waktu 24-48 minggu.
2. Terapi induksi Interferon
yaitu interferon diberikan dengan dosis yanglebih tinggi dari 3 juta unit
setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu
selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
3. Terapi dosis interferon
setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari
sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
d. Pengobatan yang spesifik dari
sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti
1.
Astises
2.
Spontaneous bacterial peritonitis
3.
Hepatorenal syndrome
4.
Ensefalophaty hepatic
2.7.1 Ad. Asites
Dalat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri
atas:
a. Istirahat
b. diet rendah garam: untuk
asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita
dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
c. Diuretik
d. Pemberian diuretic hanya
bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan
namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah
satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini dapat
mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah
spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya
bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai
maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.
2.8 Pencegahan
Ada 6 cara yang patut dilakukan untuk mencegah sirosis hati,
antara lain:
2.8.1 Senantiasa
menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Jagalah kebersihan diri. Mandilah sebersih mungkin
menggunakan sabun. Baju juga harus bersih. Cuci tangan sehabis mengerjakan
sesuatu. Perhatikan pula kebersihan lingkungan. Hal itu untuk menghindari
berkembangnya berbagai virus yang sewaktu-waktu bisa masuk kedalam tubuh kita
2.8.2 Hindari
penularan virus hepatitis
Hindari penularan virus hepatitis sebagai salah satu
penyebab sirosis hati. Caranya tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang
terkontaminasi virus. Juga tidak melakukan hubungan seks dengan penderita
hepatitis.
2.8.3 Gunakan
jarum suntik sekali pakai.
Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila jarum
bekas pakai penderita hepatitis kemudian digunakan kembali untuk menyuntik
orang lain, maka orang itu bisa tertular virus.
2.8.4 Pemeriksaan
darah donor
Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati.
Permriksaan darah donor perlu dilakukan utnuk memastiikan darah tidak tercemar
virus hepatitis.bila darah mengandung virus hepatitis penerima donor akan
tertular dan berisiko terkena sirosis.
2.8.5 Tidak
mengkonsumsi alkohol
Hindari mengkonsumsi alkohol, barang haram ini terbukti
merusak fungsi organ tubuh, termasuk hati. Bila sudah terlanjur sering
mengkonsumsi minuman beralkohol, hentikan kebiasaan itu.
2.8.6 Melakukan
vaksin hepatitis
Lakukan vaksin hepatitis. Vaksin dapat mencegah penularan
virus hepatitis sehingga dapat juga terhindar dari sirosis hati.
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Dalam
identitas pasien harus mencakup nama, tempat tanggal lahir, usia, jenis
kelamin, pekerjaan, suku, agama.
2. Keluhan utama
Pada
anak yang mengalami sirosis hati biasanya terlihat adanya pembesaran perut
disertai mual dan lemas.
3. Riwayat penyakit sekarang
Anak
yang mengalami sirosis hepar biasanya mengalami beberapa tanda dan gejala
berikut, diantaranya: mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perut
terasa kembung, mual, berat badan menurun, pada laki laki dewasa timbul
impotensi, testis mengecil, buah dada membesar,
4. Riwayat penyakit masa lalu
Dalam
mengkaji riwayat penyakit dahulu, kita tanyakan apakah pasien pernah mengalami
penyakit yang sama dimasa lampau.
5. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji
apakah di keluarga ada yang menderita penyakit yang berhubungan dengan sirosis
hepar
6. Riwayat Pemberian Imunisasi
Imunisasi
yang biasanya diberikan untuk mencegah anak mengalami serosis hepar adalah
dengan penyuntikan immunoglobin ketika bayi baru lahir. Selain itu, ketika anak
sudah berusia 2 tahun diberikan vaksinasi hepatitisyang diberikan rutin setiap
enam bulan sekali.
7. Observasi
A. Keadaan umum
Mengkaji
tanda tanda vital pasien meliputi suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah. Selain
itu juga perlu mengkaji kesadaran pasien, apakah pasien dalam keadaan compos
mentis, apatis, delirium, somnolen atau koma.
B. Pola fungsi kesehatan
a. Aktivitas
Anak
yang mengalami sirosis hepar akan sering mengalami kelelahan, dikarenakan
adanya penurunan tonus otot.
b. Eliminasi
Pada
anak dengan sirosis hepar, memiliki warna fese hitam pekat dan urine yang
berwarna seperti teh.
c. Nutrisi
Berat
badan anak dengan sirosis hepar akan menurun, dikarenakan anak akan sering
merasa mual dan muntah, sehingga mengalami anoreksia.
d. Neurosensori
Serosis
hepar juga dapat menimbulkan efek buruk bagi mental sang anak. Karena dampak
serius yang dapat ditimbulkan oleh penyakit ini adalah terjadinya kemunduran
mental.
e. Nyeri/kenyamanan
Anak
yang mengalami serosis hepar akan mengalami nyeri tekan pada bagian abdomen/
nyeri kuadran kanan atas
f. Konsep diri
Persepsi
orang tua dan anak terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.
g. Hubungan-peran
Peran
orang tua sangat dibutuhkan dalam merawat dan pengobatan anak dengan sirosis
hepar.
h. Seksualitas
Pada
orang dewasa mengalami gangguan menstruasi, impoten. Namun pada anak biasanya
tidak ada gangguan dalam reproduksi.
C. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pasien
tampak lemah, kesadaran komposmentis (sadar)
b. Pemeriksaan tanda vital
TD:
100/60 mmhg, suhu tubuh: 37,5°C, RR: 25kali/menit, nadi: 90kali/menit (regular)
c. Kepala
Kulit
kepala lembab, tidak ada lesi dikepala, wajah pucat
d. Mata
Sclera
ikterik, konjungtiva anemis
e. Dada
Inspeksi:
penggunaan otot aksesoris pernafasan
Palpasi:
tidak ada nyeri tekan
Perkusi:
sonor
Auskultasi:
suara abnormal paru (rales)
f. Abdomen
Inspeksi:
perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen
Palpasi:
ada nyeri tekan ulu hati, ascites/tegang pada perut kanan atas, hati teraba
keras
Auskultasi:
adanya penurunan bising usus
g. Ekstremitas
Adanya
edema, penurunan kekuatan otot.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan perubahan mekanisme regulasi, menurunnya protein plasma
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya asites
3. Resiko pendarahan berhubungan dengan
factor pembekuan darah (menurunnya produksi protrombin, fibrinogen, gangguan
metabolisme vitamin K dan pelepasan protrombin) dan hipertensi portal.
4. Nyeri akut berhubungan dengan spasme
otot abdomen
5. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan terganggunya metabolisme penghasil energy
3.3 Perencanaan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan perubahan mekanisme regulasi, menurunnya protein plasma
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
dan Kreteria Hasil
|
Intervensi
keperawatan
|
Rasional
|
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme regulasi, menurunnya
protein plasma, ditandai dengan:
DS:
a. Orang tua sang anak mengatakan
perut sang anak bertambah besar
b. Orang tua sang anak mengatakan
bahwa kedua kaki anaknya bengkak
DO:
a. Adanya asites, shifting dullness (+),
fluid wave (+)
b. Edema ekstremitas bawah
c. Nilai Hb 9,5 mg/dl, Ht 30%
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi kelebihan volume
cairan yang dibuktikan dengan:
1. Asites dan edema berkurang
2. Terjadi keseimbangan intake dan
output cairan
(TD:
100/60 mmhg, suhu tubuh: 37,5°C, RR: 25kali/menit, nadi: 90kali/menit)
|
Mandiri
1. Monitor intake dan output cairan
2. Monitor tanda tanda vital
3. Evaluasi derajat edema (pada skala +1
sampai +4)
4. Timbang berat badan setiap hari
5. Ukur lingkar perut setiap hari
Kolaborasi
6. Kolaborasi dalam pemberian obat
diuretic
7. Batasi natrium dan cairan sesuai
indikasi
|
Menunjukkan
status volume sirkulasi, melihat keseimbangan cairan tubuh
Peningkatan
TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan tetapi mungkin tidak
terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler
Edema
terjadi terutama pada jaringan yang bergantung pada tubuh (tangan, kaki)
Peningkatan
berat badan sering menunjukkan retensi cairan lanjut
Menunjukkan
akumulasi cairan (asites) diakibatkan oleh kehilangan protein plasma/cairan
kedalam area peritoneal
Digunakan
untuk mengontrol edema dan asites. Menghambat efek aldosteron, meningkatkan
ekskresi air
Natrium
dibatasi untuk meminimalkan retensi cairan dalam area ekstravaskuler
|
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya asites
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
dan Kreteria Hasil
|
Intervensi
keperawatan
|
Rasional
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya
asites, ditandai dengan:
DS:
a. Orang tua sang anak mengatakan
anaknya sering mual
b. Orang tua sang anak mengatakan bahwa
anaknya kurang nafsu makan
DO:
a. Asites (+)
b. Nilai laboratorium
albumin 2,5 g/dl
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam kebutuhan nutrisi pasien tercukupi
dengan baik yang dibuktikan dengan:
1. Nafsu makan meningkat
2. Mual berkurang/hilang
3. Menunjukkan nilai laboratorium normal
|
Mandiri
1. Bantu dan dorong pasien untuk makan,
jelaskan alas an diet. Beri pasien makan apabila pasien mudah lelah, biarkan
orang terdekat membantu pasien untuk makan. Pertimbangkan pilihan makanan
yang disukai
2. Berikan makanan sedikit dan sering
3. Berikan makanan halus, hindari
makanan kasar sesuai indikasi
4. Berikat perawatan mulut sebelum dan
setelah makan
Kolaborasi
5. Awasi pemeriksaan laboratorium
(glukosa, albumin, total protein, ammonia)
6. Berikan obat antiemetic sesuai
indikasi
|
Diet
yang tepat penting untuk penyembuhan. Pasien mungkin akan makan lebih baik
apabila keluarga terlibat dan makan makanan yang dia sukai.
Buruknya
toleransi terhadap makan dapat behubungan dengan peningkatan tekanan intra
abdomen/asites.
Pendarahan
dari varises esophagus dapat terjadi pada serosis berat.
Pasien
cenderung mengalami luka atau pendarahan gusi dan rasa tidak enak pada mulut
yang dapat menambah anoreksia
Glukosa
menurun karena gangguan glikogenesis, penurunan simpanan glikogen, atau
masukan tidak adekuat.
Protein
menurun karena gangguan metabolisme, penurunan sistesis hepatic.
Peningkatan
kadar ammonia perlu pembatasan masukan protein untuk mencegah komplikasi
serius
Digunakan
dengan hati hati untuk menurunkan mual/muntah dan mengingkatkan asupan
makanan
|
3. Resiko pendarahan berhubungan dengan
factor pembekuan darah (menurunnya produksi protrombin, fibrinogen, gangguan
metabolisme vitamin K dan pelepasan protrombin) dan hipertensi portal.
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
dan Kreteria Hasil
|
Intervensi
Keperawatan
|
Rasional
|
Resiko
pendarahan berhubungan dengan factor pembekuan darah (menurunnya produksi
protrombin, fibrinogen, gangguan metabolisme vitamin K dan pelepasan
protrombin) dan hipertensi portal, ditandai dengan:
DS:
a. Orang tua sang anak mengatakan bahwa
sang anak sering mimisan
b. Orang tua sang anak mengatakan bahwa
BAB sang anak berwarna hitam sekitar 10 kali dalam sehari, muntah darah (+)
DO:
a. BAB berwarna hitam
b. Terdapat hematoma pada
kedua tungkai
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam tidak terjadi pendarahan yang
dibuktikan dengan:
1. Tidak menunjukkan adanya
pendarahan
2. Tedak terjadi hematoma
3. Nilai laboratorium dalam batas
normal (Hb, Ht, trombosit)
4. TTV dalam batas normal
(TD: 100/60 mmhg, suhu tubuh: 37,5°C, RR: 25kali/menit, nadi: 90kali/menit)
|
Mandiri
1. Monitor tanda tanda vital
2. Amati manifestasi hemoragi, ekimosis,
epitaksis, peteki, pendarahan gusi
3. Anjurkan pasien untuk menghindari
aktivitas yang dapat membuat pasien mengejan saat defekasi, mengangkat barang
berat, bersin, batuk, atau muntah
4. Lakukan tindakan keamanan untuk
mencegah cidera/pendarahan:
a. Mempertahankan
lingkungan yang aman
b. Menyediakan sikat gigi
yang lunak dan menghindari penggunaan tusuk gigi
c. Menganjurkan
makanan yang mengandung vitamin C
d. Menggunakan jarum kecil
saat melakukan peyuntikan
Kolaborasi
5. Monitor nilai laboratorium
6. Kolaborasi dalam pemberian obat
vitamin K dan propanolol
7. Kolaborasi dalam pemberian transfuse
trombosit
|
Penurunan
TD dan peningkatan nadi menunjukkan kehilangan volume cairan
Menunjukkan
adanya perubahan pada mekanisme pembuluh darah
Meminimalkan
pengingkatan tekanan intraabdominal yang dapat menimbulkan rupture atau
pendarahan dari esophagus dan lambung
Untuk
mengurangi resiko cidera/pendarahan
Indicator
terjadinya pendarahan hati atau terjadinya komplikasi
Vitamin
K untuk meningkatkan pembekuan darah dengan memberikan vitamin larut lemak
yang diperlukan untuk mekanisme pembuluh darah
Propanolol
berhuna untuk mengurangi tekanan portal melalui kerja penyekat beta
adrenergic
Meningkatkan
nilai trombosit pasien
|
4. Nyeri akut berhubungan dengan spasme
otot abdomen
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
dan Kreteria Hasil
|
Intervensi
Keperawatan
|
Rasional
|
Nyeri
akut berhubungan dengan spasme otot abdomen, ditandai dengan:
DS:
Sang
anak kesakitan saat pemeriksaan palpasi dibagian abdomen
DO:
a. Nyeri tekan (+) pada abdomen kuadran
kanan atas
b. H +1 pasca tindakan ligasi
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam nyeri dapat berkurang atau
hilang yang dibuktikan dengan:
1. Skala nyeri berkurang
2. Pasien tidak meringis
kesakitan
3. Pasien tidak merasa nyeri
pada abdomen
|
Mandiri
1. Monitor keluhan nyeri,
skal nyeri, karakteristik nyeri
2. Pertahankan tirah baring
ketika pasien merasa nyeri
3. Berikan teknik kenyamanan
relaksasi nafas dalam dan perubahan posisi
4. Berikan kompres hangat
pada abdomen yang terasa nyeri
Kolaborasi
5. Kolaborasi dalam
pemberian antispasmodic dan sedative sesuai yang diresepkan
|
Gejala
nyeri dapat membantu mendiagnosa penyebab pendarahan
Mengurangi
kebutuhan metabolic dan melindungi hati
Mengurangi
nyeri yang ada
Agar
pasien rileks dan nyeri berkurang
Mengurangi
iritabilitas traktus GI dan nyeri serta gangguan rasa nyaman pada abdomen
|
5. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil energy
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
dan Kreteria Hasil
|
Intervensi
Keperawatan
|
Rasional
|
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil energy,
ditandai dengan:
DS:
Orang
tua sang anak mengatakan bahwa sang anak sering terdiam setelah berktivitas
DO:
a. Wajah pasien tampak lemas
b. Pasien tampak lebih banyak diam
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam pasien melaporkan peningkatan energy
dan partisipasi dalam aktivitas yang dibuktikan dengan:
1. Peningkatan kekuatan dan
kesehatan pasien
2. Pasien dapat beraktivitas
seperti biasa
|
Mandiri
1. Berikan diet tinggi
kalori dan protein
2. Motivasi pasien untuk
melakukan latihan yang diselingi istirahat
3. Motivasi dan bantu pasien
untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara
bertahap
Kolaborasi
4. Berikan suplemen bitamin
(A, B kompleks, C, dan K)
|
Memberikan
kalori untuk tenaga dan protein untuk proses penyembuhan
Menghemat
tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas
toleransi pasien
Memperbaiki
perasaan sehat secara umum dan ercaya diri
Memberikan
nutrient bagi pasien
|
3.4 Pelaksanaan
Diagnosa
Keperawatan
|
Implementasi
|
Paraf
|
1. Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan perubahan mekanisme regulasi, menurunnya protein plasma
|
1. Memonitor intake dan output cairan
2. Memonitor tanda tanda vital
3. Mengevaluasi derajat edema (pada
skala +1 sampai +4)
4. Menimbang berat badan setiap hari
5. Mengukur lingkar perut setiap hari
6. Mengkolaborasikan dalam pemberian
obat diuretic
7. Membatasi natrium dan cairan sesuai
indikasi
|
|
2. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya asites
|
1. Membantu dan dorong pasien untuk
makan, jelaskan alas an diet. Beri pasien makan apabila pasien mudah lelah,
biarkan orang terdekat membantu pasien untuk makan. Pertimbangkan pilihan
makanan yang disukai
2. Memberikan makanan sedikit dan sering
3. Memberikan makanan halus, hindari
makanan kasar sesuai indikasi
4. Memberikan perawatan mulut sebelum
dan setelah makan
5. Mengawasi pemeriksaan laboratorium
(glukosa, albumin, total protein, ammonia)
6. Memberikan obat antiemetic sesuai
indikasi
|
|
3. Resiko pendarahan
berhubungan dengan factor pembekuan darah (menurunnya produksi protrombin,
fibrinogen, gangguan metabolisme vitamin K dan pelepasan protrombin) dan
hipertensi portal.
|
1. Memonitor tanda tanda vital
2. Mengamati manifestasi hemoragi,
ekimosis, epitaksis, peteki, pendarahan gusi
3. Menganjurkan pasien untuk menghindari
aktivitas yang dapat membuat pasien mengejan saat defekasi, mengangkat barang
berat, bersin, batuk, atau muntah
4. Melakukan tindakan keamanan untuk
mencegah cidera/pendarahan:
a. Mempertahankan
lingkungan yang aman
b. Menyediakan sikat gigi
yang lunak dan menghindari penggunaan tusuk gigi
c. Menganjurkan
makanan yang mengandung vitamin C
d. Menggunakan jarum kecil
saat melakukan peyuntikan
5. Memonitor nilai laboratorium
|
|
4. Nyeri akut berhubungan
dengan spasme otot abdomen
|
1. Memonitor keluhan nyeri, skal nyeri,
karakteristik nyeri
2. Mempertahankan tirah baring ketika
pasien merasa nyeri
3. Memberikan teknik kenyamanan
relaksasi nafas dalam dan perubahan posisi
4. Memberikan kompres hangat pada
abdomen yang terasa nyeri
Mengkolaborasi
dalam pemberian antispasmodic dan sedative sesuai yang diresepkan
|
|
5. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil energy
|
1. Memberikan diet tinggi kalori dan
protein
2. Memotivasi pasien untuk melakukan
latihan yang diselingi istirahat
3. Memotivasi dan bantu pasien untuk
melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap
4. Memberikan suplemen vitamin (A,
B kompleks, C, dan K)
|
3.5 Evaluasi
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Catatan
Perkembangan
|
Paraf
|
1
|
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme regulasi, menurunnya
protein plasma
|
S:
orang tua pasien mengatakan bahwa pembengkakan pada kaki anaknya telah
berkurang
O:
edema pada kaki berkurang
A:
tujuan tercapai
P:
hentikan tindakan keperawatan
|
|
2
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya
asites
|
S:
orang tua anak mengatakan “ anak sayasekarang sudah mau makan banyak sus.”
O:
anak tidak mengalami mual, dan nafsu makan bertambah
A:
tujuan tercapai
P:
hentikan tindakan keperawatan
|
|
3
|
Resiko
pendarahan berhubungan dengan factor pembekuan darah (menurunnya produksi
protrombin, fibrinogen, gangguan metabolisme vitamin K dan pelepasan
protrombin) dan hipertensi portal.
|
S:
orang tua anak mengatakan bahwa feses anaknya tidak lagi berwarna hitam, dan
sang anak tidak lagi mimisan
O:
tidak menunjukkan adanya pendarahan
A:
tujuan tercapai
P:
hentikan tindakan keperawatan
|
|
4
|
Nyeri
akut berhubungan dengan spasme otot abdomen
|
S:
orang tua anak mengatakan “anak saya masih sedikit kesakitan saat saya pegang
perutnya sus.”
O:
masih terdapat nyeri didaerah abdomen
A:
tujuan tercpai sebagian
P:
lanjutkan tindakan keperawatan
|
|
5
|
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil energy
|
S:
orang tua anak mengatakan bahwa sang anak mulai aktif ketika diajak bermain
O:
anak terlihat lebih aktif saat beraktivitas
A:
tujuan tercapai
P:
hentikan tindakan keperawatan
|
BAB 4. PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh
adanya peradangan difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir
dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati. Penyebab sirosis
hati yaitu, virus hepatitis, zat hepatoksis atau alkoholisme, dan hemokromatis.
Meiliki tanda dan gejala kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, dan adanya
ikterus (penguningan).
4.2
Saran
Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit sirosis hepar
pada anak harus difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis
maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin
hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat maupun
tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.Diharapkan
dengan hadirnya makalah ini, mahasiswa maupun praktisi kesehatan dapat lebih
memahami asuhan keperawatan pada anak dengan ikterus dan dapat
mengimplementasikan dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek. 2006. Nursing
Interventions Classification (NIC). Mosby Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcome
Classifications (NOC). Mosby Year-Book, St. Louis
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M.
2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Ed 6. Jakarta:
EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare.
2001. Keperawatan medikal bedah 2, Ed 8. Jakarta: EGC.
Suryapost. 2011. 6 Cara Mencegah Sirosis Hati.
Diakses http://suryapost.com/2011/01/6-cara-mencegah-sirosis-hati.html (14
Maret 2015, pukul 14.01 WIB)
Wilkinson, M. Judith dan nancy R. Ahern.
2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 Diagnosis NANDA Intervensi NIC
Kreteria Hasil NOC. EGC: Jakarta.
0 Response to "MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN SEROSIS HEPAR "
Posting Komentar