MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN STOMATITIS
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau
rangsangan-rangsangan yang bersifat merusak. Mukosa mulut dapat mengalami
kelainan yang bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan kondisi
herediter. Pada keadaan normal di dalam rongga mulut terdapat bermacam-macam
kuman yang merupakan bagian daripada flora mulut dan tidak menimbulkan gangguan
apapun dan disebut apatogen. Jika daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka
kuman-kuman yang apatogen itu menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau
menyebabkan berbagai penyakit/infeksi. Daya tahan mulut dapat menurun karena
gangguan mekanik (trauma, cedera), gangguan kimiawi, termik, defisiensi
vitamin, kekurangan darah (anemi).
Mulut bukan sekedar pintu masuk makanan dan minuman, tetapi
fungsi mulut lebih dari itu dan tidak banyak orang menyadari besarnya peranan
mulut bagi kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Orang tua dan anak-anak akan
sadar pentingnya kesehatan gigi dan mulut ketika terjadi masalah atau ketika
terkena penyakit. Oleh karena itu kesehatan gigi dan mulut sangat berperan
dalam menunjang kesehatan seseorang. Jika rongga mulut kotor, maka sistem
pencernaan juga akan terganggu.
Pada individu tertentu dapat terjadi reaksi alergi terhadap
jenis makanan tertentu sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada mukosa mulut,
begitu juga dengan faktor psikis dan hormonal. Ini semua dapat terjadi pada
suatu gangguan mulut yang disebut stomatitis. Stomatitis atau sariawan dapat menyerang segala usia
termasuk pada anak. Kesadaran anak dalam menjaga kesehatan rongga mulutnya
tentu masih sangat rendah, dimana faktor peran orangtua merupakan hal yang
dominan. Peran serta orangtua sangat diperlukan dalam membimbing, memberikan
pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak agar dapat
memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu, orangtua mempunyai peran
yang cukup besar dalam mencegah terjadinya berbagai penyakit gigi dan mulut
pada anak. Maka
perlu diketahui gejala klinik secara dini dari stomatitis, maupun komplikasi
neurologisnya dengan harapan angka kejadian stomatitis pada anak-anak dapat
ditekan dan mengurangi angka kejadian penyakit tersebut. Dari uraian di atas,
penulis menuliskan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stmatitis”
dengan harapan dapat memberikan informasi dan pemahaman terhadap tenaga
kesehatan serta para pembaca agar dapat waspada dan lebih mengenali sejak dini
tenatang penyakit stomatitis.
1.2 Tujuan
1.3.1 Dapat mengetahui apa itu stomatitis
1.3.2 Dapat mengetahui apa saja penyebab
terjadinya penyakit stomatitis
1.3.3 Dapat mengetahui apa saja tanda dan
gejala penyakit stomatitis
1.3.4 Dapat mengetahui bagaimana
pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan penyakit stomatitis
1.3.5 Dapat mengetahui bagaimana
penatalaksanaan dan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit stomatitis.
1.3 Manfaat
1.4.1
Manfaat Bagi
Pembaca
Menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai penyakit sistema pencernaan yaitu stomatitis
1.4.2
Manfaat Bagi
Mahasiswa
Menambah wawasan dan keterampilan
mahasiswa calon perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien
stomatitis.
1.4.3
Manfaat Bagi
Perawat
Dapat digunakan sebagai bahan observasi
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan menambah keterampilan dalam
melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien stomatitis.
1.4.4
Manfaat Bagi
Institusi
Dapat digunakan sebagai bahan
referensi dan bahan bacaan dalam perpustakaan.
1.4
Implikasi
Keperawatan
Sistem mampu membuat rencana keperawatan berdasakan teori keperawatan.. pencernaan terdiri dari saluran
pencernaan yaitu tuba muskular panjang yang merentang dari mulut sampai anus,
dan organ-organ aksesoris seperti gigi, lidah, kelenjar saliva, hati, kandung
empedu, dan pankreas. Sebagai perawat kita harus mampu untuk memberikan asuhan
keperawatan secara optimal pada pasien. Asuhan keperawatan yang diberikan pada
pasien meliputi: pengkajian, diagnosa, perencanaan, intervensi dan evaluasi.
Jika asuhan keperawatan dilakukan dengan baik dan tepat maka kita akan dapat
membantu kesembuhan pasien.
Ketika kita menemui pasien yang mengalami tanda dan gejala
yang mengindikasikan adanya gangguan pada sistem pencernaannya, kita dapat
melakukan pengkajian kemudian menganalisanya. Setelah menganalisa kita dapat
mengambil masalah keperawatan apa saja yang terjadi pada pasien. Kemudian kita
dapat memunculkan diagnosa keperawatan.
Setelah diagnosa ini kita rumuskan,
perawat dapat membuat rencana asuhan keperawatan yang mempunyai tujuan dan
kriteria hasil. Diharapkan dengan adanya pelaksanaan dari rencana asuhan
keperawatan tersebut, masalah pasien dapat teratasi sebagian maupun teratasi
sepenuhnya. Setelah pelaksanaan asuhan keperawatan diaplikasikan, perawat lalu
membuat evaluasi yang berguna untuk mengetahui efektivitas tindakan keperawatan
yang dilakukan terhadap pasien. Dari evaluasi, kita dapat mengkaji lagi
data-data kesehatan pasien yang dapat meliputi aspek biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual. Ketika perawat melakukan asuhan keperawatan secara
holistic maka masalah kesehatan yang dialami pasien dapat tertangani dengan
baik. Lalu pasien dapat kembali pada kondisinya yang optimal.
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1
Pengertian Stomatitis
Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan
pengiritasi seperti tembakau, defisiensi vitamin, infeksi oleh bakteri, virus
atau jamur, dan penggunaan obat kemoterapi (Potter & Perry, 2005). Menurut
Donna L.Wong dkk stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi
mukosa bukal (pipi) dan labial (bibir), lidah, gusi, angit-langit dan dasar
mulut.
Stomatitis Aftosa
Rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya
berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser tunggal maupun
lebih dari satu. SAR dapat menyerang mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu
mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, dan palatum lunak
dan mukosa orofaring.
SAR merupakan ulser oval
rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda adanya penyakit lain dan salah satu
kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling menyakitkan terutama sewaktu makan,
menelan dan berbicara. Penyakit ini ringan karena tidak bersifat membahayakan
jiwa dan tidak menular. Tetapi bagi orang-orang yang menderita SAR dengan
frekuensi yang sangat tinggi akan merasa sangat terganggu. Apalagi jika SAR
dialami oleh bayi dan atau anak-anak dengan frekuensi yang tinggi akan akan
membuat bayi dan atau anak tersebut akan mengalami komplikasi yang berbahaya.
Beberapa ahli menyatakan bahwa SAR bukan merupakan penyakit yang berdiri
sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran beberapa keadaan patologis dengan
gejala klinis yang sama.
Klasifikasi Stomatitis:
1.
Stomatitis apthous Reccurent terjadi akibat tergigit atau luka benturan dengan
sikat gigi,
stomatitis ini terdiri atas:
a.
Rekuren apthous stomatitis minor
b.
Rekuren Apthous Stomatitis Major
c.
Herpetiformis apthous stomatitis
2.
Oral thrush disebabkan jamur candida
albicans, banyak dijumpai di lidah;
3.
Stomatitis Herpetik disebabkan virus herpes
simpleks dan berlokasi di bagian belakang tenggorokan.
2.2 Epidemiologi
Penyakit infeksi
pencernaan pada anak yaitu stomatitis dialami 15-20 % pada masyarakat dan 80%
pada usia > 30 tahun, bila di atas usia tersebut kemungkinan besar
penyebabnya merupakan suatu yang lebih kompleks. Di Amerika terdapat 29,6 %
dari perokok mengalami stomatitis. Sedangkan SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren
) lebih banyak terjadi pada wanita.
Prevalensi stomatitis
bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti. Dari
penelitian-penelitian epidemiologi menunjukkan pada umumnya, prevalensi
stomatitis berkisar 15-25% dari populasi. Di Amerika, prevalensi tertinggi
ditemukan pada mahasiswa keperawatan 60%, mahasiswa kedokteran gigi 56% dan
mahasiswa profesi 55%. Resiko terkena stomatitis cenderung meningkat pada
kelompok sosioekonomi menengah ke atas, ini berhubungan dengan meningkatnya
beban kerja yang dialami kalangan profesi atau jabatan-jabatan yang memerlukan
tanggung jawab yang cukup besar, pada wanita dan individu yang stres, seperti
mahasiswa yang sedang menghadapi ujian.
2.3 Etiologi
Stomatitis dapat terjadi pada anak dan bayi. Pada anak sariawan dapat
disebabkan oleh:
1. daya tahan tubuh anak yang rendah;
2. kondisi mulut anak seperti kebersihan
mulut yang buruk;
3. luka pada mulut karena tergigit atau
makanan dan minuman yang terlalu panas;
4. kondisi tubuh seperti adanya alergi atau
infeksi;
5. luka akibat menyikat gigi terlalu keras
atau bulu sikat gigi yang sudah mengembang;
6. kekurangan vitamin c dan vitamin b;
7. faktor psikologis (stress);
8. pada penderita yang sering merokok juga bisa menjadi penyebab dari
sariawan. pambentukan stomatitis aphtosa yang dahulunya perokok;
9. disebabkan karena jamur, namun biasanya
hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem pertahanan tubuh (imuno). berasal
dari kadar imunoglobin abnormal; gangguan hormonal (seperti sebelum atau
sesudah menstruasi). Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari
siklus haid pada beberapa penderita wanita.
2.4 Tanda dan Gejala
Menurut Williams dan Wilkins pada tahun 2008
membagi stomatitis berdasarkan tanda dan gejalanya, yaitu:
a.
Stomatitis hipertik akut
1) Nyeri
sperti terbakar di mulut
2) Gusi
membengkak dan mudah berdarah, selaput lendir terasa perih
3) Ulse
papulovesikular di dalam mulut dan tenggorokan; akhirnya menjadi lesi
berkantung keluar disertai areloa ynag memerah, robek, dan membertuk sisik.
4)
Limfadenitis submaksilari
5) Nyeri
hilang 2 sampai 4 hari sebelum ulser sembuh secara keseluruhan
b.
Stomatitis aftosis
1) Selaput lendir terasa terbakar, kesemutan,
dan sedikit membengkak
2) Ulser tunggal ataupun multipel, berbentuk
kecil dengan pusat berwarna keputihan dan berbatas merah
3) Nyeri berlangsung 7 samapi 10 hari, dan sembuh
total dalam 1 sampai 3 minggu.
1.
Stomatitis apthous Reccurent
Stomatitis yang sifatnya berulang
atau Reccurent Apthous Stomatitis
dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik klinis yaitu ulser minor,
ulser major, dan ulser herpetiform
a.
Rekuren apthous stomatitis minor
Sebagian besar klien (80%) yang menderita bentuk
minor ditandai dengan ulser berbentuk bulat atau oval dan dangkal dengan diameter
yang kurang dari 5 mm serta pada bagian tepinya terdiri dari eritematous.
Ulserasi bisa tunggal ataupun merupakan kelompok yang terdiri atas empat atau
lima dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas. Ulkus ini
mempunyai kecendrungan untuk terjadi pada mukosa bergerak yang terletak pada
kelenjar saliva minor
Ulkus yang berkelompok dapat menetap dalam
jangka waktu beberapa bulan. Ulserasi yang menetap seringkali sangat sakit dan
biasanya mempunyai gambaran tak teratur. Frekuensi SAR lebih sering pada
laki-laki daripada wanita dan mayoritas penyakit terjadi pada usia antara 10
dan 30 tahun. Pasien dengan ulser minor mengalami ulserasi yang berulang dan
lesi individual dapat terjadi dalam jangka waktu pendek dibandingkan dengan tiga
jenis yang lain. Ulser ini sering muncul pada mukosa non keratin. Lesi ini
didahului dengan rasa terbakar, gatal dan rasa pedih dan adanya pertumbuhan
makula eritematus. Ulserasi berdiameter
3-10 mm dan sembuh tanpa luka dalam
7-14 hari.
b. Rekuren Apthous Stomatitis Major
Rekuren apthous stomatitis major diderita kira-kira 10% dari penderita SAR dan lebih hebat dari
bentuk minor. Secara sederhana, ulser ini berdiameter kira-kira 1-3 cm dan
berlangsung selama empat minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana
saja dari mukosa mulut termasuk daerah-daerah yang berkeratin. Dasar
ulser lebih dalam, melebihi 0,5 cm dan seperti ulser minor, hanya terbatas pada
jaringan lunak tidak sampai ke tulang.
Ulser mayor dikenal sebagai periadenitis mukosa
nekrosis yang rekuren atau disebut juga penyakit Sutton. Penyebabnya belum
diketahui secara pasti, namun banyak bukti yang berhubungan dengan defek imun.
Tanda adanya ulser seringkali dilihat pada penderita bentuk mayor. Jaringan
parut terbentuk karena keparahan dan lamanya lesi terjadi. Awal dari
ulser mayor terjadi setelah masa puberti dan akan terus menerus tumbuh hingga
20 tahun atau lebih.
c. Herpetiformis apthous stomatitis
Istilah herpertiformis
digunakan karena bentuk klinis dari ulserasi herpetiformis (yang dapat terdiri
atas 100 ulser kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer tetapi virus-virus herpes tidak
mempunyai peranan dalam etiologi ulserasi herpertiformis atau dalam setiap
bentuk ulserasi aptosa.
Herpertiformis apthous
stomatitis
menunjukkan lesi yang besar dan frekuensi terjadinya berulang. Pada beberapa
individu, lesi berbentuk kecil dan berdiameter rata-rata 1-3 mm. Gambaran
dari ulser ini adalah erosi-erosi kelabu putih yang jumlahnya banyak, berukuran
sekepala jarum yang membesar, bergabung dan menjadi tak jelas batasnya. Pada
awalnya ulkus-ulkus tersebut berdiameter 1-2 mm dan timbul berkelompok terdiri
atas 10-100. Mukosa disekitar ulkus tampak eritematous dan diperkirakan ada
gejala sakit.
2.
Oral thrush
Sariawan yang disebabkan
jamur Candida Albican, biasanya
banyak dijumpai di lidah. Pada keadaan normal, jamur memang terdapat di dalam
mulut. Namun, saat daya tahan tubuh anak menurun, ditambah penggunaan obat
antibioka yang berlangsung lama atau melebihi jangka waktu pemakaian, jamur Candida Albican akan tumbuh lebih banyak
lagi.
3.
Stomatitis Herpetik
Sariawan yang disebabkan
virus herpes simplek dan beralokasi
di bagian belakang tenggorokan. Sariawan di tenggorokan biasanya langsung
terjadi jika ada virus yang sedang mewabah dan pada saat itu daya tahan tubuh
sedang rendah sehingga sistem imun tidak dapat menetralisir atau mengatasi
virus yang masuk sehingga terjadilah ulser.
2.5 Patofisiologi
Stomatitis yang
disebabkan berbagai macam faktor, diantaranya bakteri, jamur dan faktor
traumatic seperti tergigit atau tergores sikat gigi. Penyebab oleh Candida
Albicans (monilia: thrush) banyak dijumpai pada bayi. Stomatitis terlihat
sebagai titik-titik putih kecil di bagian dalam pipi,lidah, dan atap mulut.
Agak mirip dadih susu namun memiliki ukuran yang lebih besar dan dapat dengan
mudah dilepaskan menggunakan spatula. Candida albicans dapat di kultur dalam
jumlah besar dari apusan namun sering dapat di kultur dari mulut atau
tenggorokan anak sehat. Stomatitis berupa reaksi inflamasi dan lesi ulseratif
dangkal yang terjadi pada permukaan mukosa mulut atau orofaring. Gingigo-stomatitis
herpetica (HGS) disebabkan oleh herpes virus simpleks dapat menyebabkan
infeksi primer atau kekambuhan yang tidak terlalu berat. Infeksi primer di
mulai dengan faring menjadi edema dan eritema, vesikula muncul pada mukosa
menyebabkan nyeri berat dan bau napas khas. Penyakit ini dapat berlangsung 5
sampai 14 hari dengan berbagai keparahan.
2.6 Komplikasi dan Prognosis
2.6.1 Komplikasi
Dampak gangguan pada kebutuhan dasar
manusia:
a. Pola nutrisi : nafsu
makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak
teratur
b. Pola aktivitas :
kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
c. Pola Hygine : kurang
menjaga kebersihan mulut
d. Terganggunya rasa nyaman
: biasanya yang sering dijumpai adalah perih
Stomatitis memunculkan berbagai macam komplikasi bagi tubuh kita diantaranya:
Stomatitis memunculkan berbagai macam komplikasi bagi tubuh kita diantaranya:
1. Komplikasi akibat
kemoterapi
Karena sel lapisan
epitel gastrointestinal mempunyai waktu pergantian yang mirip dengan leukosit,
periode kerusakan terparah pada mukosa oral frekuensinya berhubungan dengan
titik terendah dari sel darah putih. Mekanisme dari toksisitas oral bertepatan
dengan pulihnya granulosit. Bibir, lidah, dasar mulut, mukosa bukal, dan
palatum lunak lebih sering dan rentan terkena komplikasi dibanding palatum
keras dan gingiva; hal ini tergantung pada cepat atau tidaknya pergantian sel
epithelial. Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapeutik
yang menghasilkan toksisitas mukosa diberikan dalam dosis tinggi atau
berkombinasi dengan ionisasi penyinaran radiasi.
2. Komplikasi Akibat Radiasi
Penyinaran lokal pada
kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan histologis dan fisiologis pada
mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik, tapi juga menghasilkan
gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung, termasuk glandula
saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang yang berhubungan dengan
gigi menyebabkan hypoxia, berkurangnya supplai darah ke tulang, hancurnya
tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan nekrosis. Radiasi pada
daerah kepala dan leher serta agen antineoplastik merusak divisi sel,
mengganggu mekanisme normal pergantian mukosa oral. Kerusakan akibat radiasi
berbeda dari kerusakan akibat kemoterapi, pada volume jaringan yang terus
teradiasi terus-menerus akan berbahaya bagi pasien sepanjang hidupnya. Jaringan
ini sangat mudah rusak oleh obat-obatan toksik atau penyinaran radiasi lanjutan,
Mekanisme perbaikan fisiologis normal dapat mengurangi efek ini sebagai hasil
dari depopulasi permanen seluler.
3. Komplikasi Akibat Pembedahan
Pasien dengan
osteoradionekrosis yang melibatkan mandibula dan tulang wajah, maka debridemen
sisa pembedahan dapat merusak. Usaha rekonstruksi akan menjadi sia-sia, kecuali
jaringan oksigenasi berkembang pada pembedahan. Terapi hiperbarik oksigen telah
berhasil menunjukkan rangsangan terhadap formasi kapiler baru terhadap jaringan
yang rusak dan telah digunakan sebagai tambahan pada debridemen pembedahan.
2.6.2 Prognosis
Prognosis stomatitis didasarkan pada masalah
yang menyebabkan adanya gangguan ini. Infeki pada stomatitis biasanya dapat
disebabkan karena pengobatan atau bila masalahnya disebabkan oleh obat-obatan
maka yang harus dilakukan adalah dengan mengganti obat. Stomatitis yang
disebabkan oleh iritasi lokal dapat diatasi dengan oral hygene yang bagus,
memeriksakan gigi secara teratur, diet yang bermutu, dan pengobatan.
2.7 Pengobatan
Stomatitis akan sembuh
sendiri dalam rentang waktu 10-14 hari. Stomatitis umumnya ditandai dengan rasa
nyeri seperti terbakar yang terkadang menyebabkan pederita sulit untuk menelan
makanan, dan bila sudah parah dapat menyebabkan demam. Stomatitis dapat
diredakan dengan menggunakan beberapa jenis obat, baik dalam bentuk salep (yang
mengandung antibiotic dan penghilang rasa sakit), obat tetes, maupun obat
kumur. Saat ini sudah banyak tersedia pasta gigi yang dapat mengurangi
terjadinya stomatitis. Jika stomatitis sudah terlanjur parah maka dapat
menggunakan antibiotic dan obat penurun panas (bila disertai demam). Stomatitis
umumnya akan sembuh dalam waktu 4 hari. Namun bila stomatitis tidak kunjung
sembuh, segera periksaan ke dokter karena hal itu dapat menjadi gejala awal
adanya kanker mulut.
Penatalaksanaan medis pasien dengan stomatitis
adalah sebagai berikut.
1. Sembuhkan penyakit atau
keadaan yang mendasarinya
2. Diet lunak atau halus
3. Pemberian antibiotik
Antibiotik diberikan harus disertai dengan
terapi penyakit penyebabnya. Selain diberikan emolien topikal, seperti orabase,
pada kasus yang ringan dengan 2–3 ulcersi minor, pada kasus yang lebih berat
dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon atau fluosinolon topikal,
sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur. Tetrasiklin
dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila tidak ada
respon atau perbaikan keadaan terhadap pemberian kortikosteroid atau
tetrasiklin, dapat diberikan dakson atau talidomid.
4. Terapi
Pengobatan stomatitis yang disebabkan oleh
herpes bersifat konservatif. Pada beberapa kasus diperlukan antivirus untuk
menghilangkan faktor penyebab. Gejala lokal yang terjadi dapat diatasi dengan
berkumur air hangat dicampur dengan air garam dan penghilang rasa sakit
topikal. Penderita harus menghindari penggunaan antiseptik karena dapat mengiritasi. Pada
intinya, pengobatan stomatitis ditujukan untuk menghilangkan rasa sakit
topikal. Namun, apabila ingin mendapatkan hasil pengobatan jengka panjang yang
efektif maka penderita harus menghindari faktor pencetus stomatitis.
Terapi yang dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut.
a. Injeksi vitamin B12 IM.
Pengobatan diberikan 1000 mcg per minggu untuk bulan pertama dan kemudian 1000
mcg per bulan untuk pasien dengan level serum vitamin B12 di bawah 100 pg/ml,
pasien dengan neuropati peripheral atau anemia makrocytik, dan pasien yang
berasal dari golongan sosial ekonomi kurang mampu.
b. Tablet vitamin B12
sublingual (1000 mcg) per hari.
2.8 Pencegahan
Pencegahan pada
stomatitis ditekankan untuk menghindari faktor pencetus yang dapat menimbulkan
stomatitis. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1.
hindari faktor etiologi;
2.
pelihara kesehatan gigi dan
mulut serta mengonsumsi nutrisi yang cukup terutama makanan yang mengandung
vitamin B12 dan zat besi;
3.
hindari stress yang
dapat mengakibatkan timbulnya gejala;
4.
usahakan untuk selalu
menjaga kebersihan gigi dan mulut anak;
5. hati-hati saat menggosok
gigi anak agar tidak menimbulkan luka pada mulut;
6. hindari memberikan
makanan yang terlalu panas pada anak, berikan makanan yang lembut dan mudah
ditelan;
7. hindari memberikan anak
dot yang berkontur kasar dan terbuat dari karet yang keras;
8. perbanyak makan yang
mengandung B3 seperti serelia, hati, ayam, daging, kacang-kacangan, apukat dan
lain sebagainya;
9. anjurkan anak makanan berserat seperti sayur dan
buah-buahan kususnya bervitamin c;
aturlah makanan agar tetap seimbang sehingga
tidak kekurangan gizi.
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1.
Anamnesa
a.
Data Demografi
Identitas Pasien (nama, jenis
kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang
digunakan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber
informasi). Stomatitis dapat menyerang semua umur, namun mayoritas dapat
menyerang pada usia antara 20-40 tahun yang lebih cenderung terjadi pada
wanita.
b. Keluhan Utama:
pasien dengan stomatitis biasanya nyeri karena mukosaoral mengalami
peradangan dan bibir pecah-pecah.
c.
Riwayat
Penyakit Sekarang: Klien biasanya dibawa atau meminta bantuan ke rumah sakit setelah mengeluh nyeri seperti
tertusuk-tusuk, rasa terbakar, bengkak, anoreksia, sukar menelan. Stomatitis
bisa terjadi pada seseorang karena kebersihan mulut yang buruk, intoleransi
dengan pasta gigi, penyakit yang beresiko menimbulkan stomatitis, misalnya
faringitis, panas dalam, mengkonsumsi makanan yang berlemak, kurang vitamin C,
vitamin B12 dan mineral.
d. Riwayat
Penyakit Dahulu: kline
pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun sehingga
lebih mudah terkena stomatitis, atau memang pernah menderita penyakit yang sama
atau penyakit oral lainnya.
e.
Riwayat Penyakit
Keluarga: Kaji apakah
ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan terjadinya stomatitis.
Karena ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari stomatitis
atau sariawan adalah keturunan. Berdasarkan hasil beberapa penelitian menunjukkan
bahwa anak-anak yang orang tuanya menderita stomatitis lebih rentan untuk
mengalami stomatitis juga.
f.
Pengkajian Psikososial : Kaji apakah
keluarga tidak memperhatikan kebersihan mulut dan tempat bermain anak di
lingkungan kumuh atau tidak, sosial stress psikologis, stress fisik, misalnya
penyakit sistemik yang berat, gata hidup (alkohol, perokok), riwayat penggunaan
serta pemberian obat penekan sistem imun jangka panjang seperti steroid, obat
antibiotik jangka panjang.
g. Pengkajian lingkungan rumah dan
komunitas: lingkungan yang panas, dan sanitasi yang buruk.
h. Riwayat nutrisi : kurang
mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan zat
besi serta pola makan yang buruk, misalnya hanya mengkonsumsi karbohidrat dan
protein saja.
i.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Pasien yang menderita stomatitis akan lebih
lama sembuhnya dikarenakan kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake
nutrisi yang kurang (energi/kalori yang diperlukan tidak mencukupi dalam proses
penyembuhan). Biasanya pasien yang menderita stomatitis mengalami penurunan
berat badan karena intake nutrisi yang kurang sehingga mengganggu proses
pertumbuhan dan perkembangan.
j.
Pengkajian 11 Pola Gordon
1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Bagaimana pendapat pasien tentang penyakit yang diderita. Apakah orang
tua pasien mengetahui bahwa anaknya terkena sariawan yang tidak kunjung sembuh,
namun keluarga pasien tidak mengetahui bagaimana cara
mengatasinya atau sebaliknya orang tua pasien langsung meminta bantuan kepada
petugas pelayanan kesehatan terdekat.
2. Pola Nutrisi/Metabolisme
Bagaimana diet yang dilakukan oleh pasien. Apa saja yang dikonsumsi pasien
setiap harinya. Apakah pasien kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C,
vitamin B12, mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk
3. Pola Eliminasi
Bagaimana pengeluaran urine dan feses pasien setiap harinya
4. Pola Aktivitas
Bagaimana pasien melakukan aktivitas sehari-harinya. Apakah dalam
melakukan aktivitas, pasien mengalami gangguan akibat nyeri yang di rasa
sehingga pasien akan rewel.
5. Pola Istirahat Tidur
Apakah tidur pasien setiap harinya cukup. Apakah nyeri akibat
stomatitis yang diderita pasien mengganggu
pola tidurnya.
6. Pola Kognitif-Persepsi
Apakah pasien mengalami gangguan dengan fungsi indra. pasien
merasa lebih tenang apabila berada ditengah keluarga terutama ibu yang peduli
pada kondisi pasien, dan pasien sedih apabila ditinggal keluarga.
7. Pola Peran Hubungan
Bagaimana pola dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat disekitarnya.
Apakah rasa nyeri yang dideritanya mengganggu pola dan peran tersebut. Apakah pasien
lebih banyak menangis dan rewel.
8. Pola Seksualitas/Reproduksi
Bagaimana respon seksualitas pasien.
9. Pola Koping Toleransi Stress
Apakah pasien menkonsumsi obat untuk menghilangkan nyeri dan stres. Bagaimana keadaan emosi pasien sehari-hari.
10. Pola Keyakinan Nilai
Apa dan bagaimana keyakinan pasien. Apakah pasien dan keluarga
pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien.
11. Pola Konsep diri
Bagaimana
pasien menilai dirinya sendiri. Apakah pasien merasa ragu-ragu
untuk berkomunikasi karena tidak dapat berbicara dengan jelas akibat adanya
ulserasi lokal.
2. Pemeriksaan Fisik Fokus
a.
Keadaan umum : lemah.
b. TTV
: Tekanan Darah : dalam
batas normal
Suhu : suhu tubuh tinggi,
lebih dari 37o C (normal 36o C- 37o C)
Nadi : takikardi
RR : dalam batas normal
(normal 20-50 x/mnt)
c.
Pemeriksaan
Fisik (Head to Toe)
1)
Kepala dan
leher
Inspeksi :
Wajah :
simetris, dahi mengkerut
Rambut : lurus/keriting,
distribusi merata/tidak
Mata : pupil
miosis, konjungtiva anemis
Hidung : tidak
terdapat pernafasan cuping hidung
Telinga : bersih
Mulut : mukosa bibir agak
kering, terdapat lesi pada rongga mulut, bercak putih, warna lidah merah dan
keputihan karena peradangan. Kulit didalam rongga mulut tampak bengkak dan kemerahan
Lidah : Mukosa mulut mengalami peradangan dan ada lesi, bibir pecah-pecah, rasa kering,
suatu sensasi rasa luka atau terbakar pada daerah lidah, hipersarivasi.
Palpasi
: ada nyeri tekan (respon nyeri)
2) Dada
Inspeksi : simetris, tidak terdapat tarikan otot bantu
pernafasan
Palpasi : denyutan jantung teraba cepat, badan terasa panas,
nyeri tekan (-)
Perkusi
: Jantung : dullness
Paru : sonor
Auskultasi : tidak terdengar suara ronchi
tidak terdengar bunyi wheezing
3) Abdomen
Inspeksi
: datar
Palpasi
: tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi
: timpani
Auskultasi :
ada bising usus
4) Kulit
Turgor kurang, pucat, kebiruan.
5) Ekstremitas
Tidak
terdapat udem pada pada daerah extremitas
2.
Analisa Data
No.
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah Keperawatan
|
1.
|
DS: pasien mengatakan bahwa merasa nyeri di daerah rongga
mulut.
DO: terdapat luka pada daerah rongga mulut
|
Nyeri
↑
kerusakan
dan inflamasi membrane mukosa mulut
↑
Infeksi
local pada mulut, orofaring
|
Nyeri
|
2.
|
DS: keluarga
mengatakan bahwa pasien tidak bisa menghitung padahal mudah
DO: pasien terlihat bingung pada saat menghitung
|
Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan
↑
Nafsu
makan turun
↑
Perubahan
pola makan
|
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
|
3.
|
DS: keluarga pasien mengatakan pasien jarang BAB karena
nutrisi yang di konsumsi kurang dari kebutuhan tubuh.
DO: paien tampak pucat, urin keruh, demam
|
Gangguan pola eliminasi
↑
Konstipasi
↑
Perubahan
pola makan
|
Gangguan
pola eliminasi
|
4.
|
DS: keluarga mengatakan bahwa luka pasien semakin meluas
DO:
luka pasien sedalam 5mm
|
Gangguan
integritas kulit
↑
Infeksi
local pada mulut orofaring
↑
Agen
infeksius: bakteri traumatic: tergigit
|
Gangguan
integritas kulit
|
5.
|
DS: keluarga mengatakan bahwa pasien sering rewel pada
malam hari
DO:
pasien tidak mau tidur
|
Gangguan
pola tidur
↑
Nyeri
tak terkontrol
↑
Kerusakan
dan inflamasi membrane mukosa
|
Gangguan
pola tidur
|
6.
|
DS:
keluarga mengatakan bahwa pasien jarang membersihkan daerah mulut.
DO: terlihat daerah mulut yang kotor
|
resiko
infeksi
↑
Imunitas
menurun: kerentanan
↑
Agen
infeksius: bakteri traumatic: tergigit
|
Resiko infeksi
|
7.
|
DS:
keluarga mengatakan bahwa pasien jarang makan karena nyeri dan perih di
daerah mulut
DO: pasien terlihat lebih kurus dari sebelumnya.
|
Resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
↑
Nafsu
makan menurun
↑
Perubahan
pola makan
|
Resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
8.
|
DS: pasien mengatakan malu ketika bicara sama orang lain
karena bau mulut.
DO: pasien
menjauh dari teman-temannya
|
Gangguan konsep diri
↑
citra
dan harga diri menurun
↑
Sulit
berkomunikasi
|
Gangguan konsep diri
|
9.
|
DS:
keluarga mengatakan bahwa pasien tidak dapat mandi sendiri.
DO: pasien terlihat kotor tubuhnya
|
defisit perawatan diri
↑
tubuh
lemah
↑
Nafsu
makan menurun
|
Defisit perawatan diri
|
10.
|
DS:
keluarga mengatakan bahwa selama pasien sakit maka anggota keluarga yang lain
tidak bekerja karena harus merawat pasien.
DO:
keluarga pasien selalu berada di samping pasien
|
Perubahan
proses keluarga
↑
Isolasi
proses perawatan
↑
Infeksi
local pada mulut orofaring
|
Perubahan
proses keluarga
|
11.
|
DS: keluarga pasien mengatakan pasien tidak mau bermain
sama teman sebaya
DO: terlihat pasien menghindar ketika diajak bermain sama
teman sebaya.
|
Hambatan
interaksi sosial
↑
Isolasi,
proses perawatan
↑
Infeksi
local pada mulut orofaring
|
Hambatan
interaksi sosial
|
12.
|
DS: keluarga mengatakan bahwa tidak mengerti harus
bagaimana mengatasi sakitnya pasien.
DO: terlihat luka pada daerah mulut masih belum ada proses
perawatan
|
Kurangnya
pengetahuan
↑
Kurang
informasi
↑
Infeksi
local pada mulut orofaring
|
Kurangnya pengetahuan
|
4.2 Diagnosa
No.
|
Diagnosa
Keperawatan
|
1.
|
Nyeri berhubungan dengan lesi (kerusakan membran mukosa),
malaise yang ditandai dengan pasien mengatakan bahwa merasa nyeri di daerah rongga
mulut, terdapat
luka pada daerah rongga mulut.
|
2.
|
Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan berhubungan dengan intake nutrisi kurang dan faktor psikologi
yang ditandai dengan keluarga
mengatakan bahwa pasien tidak bisa menghitung padahal mudah, pasien terlihat bingung pada saat
menghitung.
|
3.
|
Gangguan pola eleminasi
berhubungan dengan intake nitrisi kurang dan stress yang ditandai dengan keluarga mengatakan bahwa pasien
tidak bisa menghitung padahal mudah, pasien terlihat bingung pada saat menghitung
|
4.
|
Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan infeksi mukosa mulut yang ditandai dengan keluarga mengatakan bahwa luka
pasien semakin meluas, luka pada mukosa mulut pasien sedalam 5mm
|
5.
|
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri yang
tidak terkontrol
keluarga
mengatakan bahwa pasien sering rewel pada malam hari, pasien tidak mau tidur, cemas
|
6.
|
Resiko infeksi yang berhubungan
dengan pejamu yang rentan dan agen infeksius
|
7.
|
Resiko ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nyeri pada mukosa mulut
|
8.
|
Gangguan konsep diri berhubungan dengan citra dan harga diri
menurun akibat bau mulut yang ditandai dengan pasien mengatakan malu ketika
bicara sama orang lain karena bau mulut, pasien menjauh dari teman-temannya
|
9.
|
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan tubuh yang ditandai
dengan keluarga
mengatakan bahwa pasien tidak dapat mandi sendiri, pasien terlihat kotor tubuhnya
|
10.
|
Perubahan proses keluarga yang
berhubungan dengan anak yang menderita penyakit yang ditandai
dengan keluarga
mengatakan bahwa selama pasien sakit maka anggota keluarga yang lain tidak
bekerja karena harus merawat pasien, keluarga pasien selalu berada di samping pasien
|
11.
|
Hambatan
interaksi sosial yang berhubungan dengan isolasi dari teman sebaya yang
ditandai dengan
keluarga pasien mengatakan pasien tidak mau bermain sama teman sebaya, terlihat pasien menghindar ketika
diajak bermain sama teman sebaya
|
12.
|
Kurangnya
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
stomatitis yang ditandai dengan keluarga mengatakan bahwa tidak mengerti harus bagaimana
mengatasi sakitnya pasien, terlihat luka pada daerah mulut masih belum ada proses
perawatan
|
4.3 Perencanaan
No. Diagnosa
|
Perencanaan
|
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
1
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri pada klien dapat berkurang atau
hilang dengan kriteria hasil:
1. Hilangnya rasa sakit dan perih di mukosa mulu
2. Lesi berkurang dan berangsur sembuh
3. Membran mukosa oral lembab
4. Tidak bengkak dan hiperemi
5. Suhu badan normal
|
1.
Kaji tingkat nyeri pada pasien
2.
Berikan makanan yang tidak merangsang, seperti
makanan yang mengandung zat kimia
3.
Hindari makanan yang terlalu panas dan terlalu
dingin
4.
Hindari pasta gigi yang merangsang timbulnya
nyeri
5.
Hindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau
saat menggigit makan
6.
Anjurkan klien
untuk memperbanyak mengkonsumsi buah buah dan sayuran terutama vitamin B12, Vitamin C dan zat Besi
7.
Lakukan elaborasi pemberian analgesik dan
kortikosteroid
|
2
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri pada klien dapat berkurang atau
hilang dengan kriteria hasil:
6.
Hilangnya rasa sakit dan perih di mukosa mulu
7.
Lesi berkurang dan berangsur sembuh
8.
Membran mukosa oral lembab
9.
Tidak bengkak dan hiperemi
10. Suhu badan normal
|
1.
Kaji pemenuhan nutrisi klien, pola
makan dan jumlah kalori yang didapat.
2.
Ukur berat badan dan tinggi badan
klien.
3.
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
4.
Berikan pengetahuan nutrisi kepeda
keluarga klien
|
3
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan 3x24 jam klien terbebas dari resiko konstipasi.
Kriteria hasil:
1. Menunjukkan pola eliminasi yang
teratur
2. Menunjukkan perubahan perilaku,
pola makan teratur
|
1.
Identifikasi faktor resiko gangguan pola
eleminasi
2.
Auskultasi abdomen meliputi jumlah
dan lokasi bising usus
3.
Evaluasi diet dan pemenuhan cairan
klien.
4.
Instruksikan konsumsi serat yang
cukup
5.
Anjurkan meningkatkan pemenuhan
cairan klien
6.
Berikan pendidikan tentang
pentingnya BAB secara teratur
|
4
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam, nyeri
pada klien dapat berkurang atau hilang dengan kriteria hasil:
1. Integritas kulit menjadi baik
2. Luka pada mulut menjadi hilang
|
1.
Kaji Permukaan kulit pada area
mulut
2.
Monitor adanya kemerahan atau
jejas lain
3.
Berikan makanan yang tidak terlalu
keras
4.
Kolaborasi pemberian obat
|
5
|
Setelah dilakukan perawatan 2x 24
jam pasien Kebutuhan
tidur dan istirahat terpenuhi
dengan kriteria hasil:
1.
pasien yang
rentan tidak mengalami penyakit Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu
yang cukup.
2.
Pasien mengungkapan
sudah bisa tidur
3.
Pasien mampu
menjelaskan faktor penghambat tidur.
|
1.
Jelaskan pada klien dan keluarga
penyebab gangguan tidur
2.
Ciptakan suasana yang mendukung,
suasana tenang dengan mengurangi kebisingan.
3.
Beri kesempatan klien untuk
mengungkapkan penyebab gangguan tidur
4.
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat yang dapat membuat klien tertidur
5.
Pantau kembali kondisi pasien
untuk asuhan selanjutnya
|
6
|
Setelah
dilakukan perawatan 2x 24 jam pasien tidak
mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
1.
Pasien yang rentan tidak mengalami
penyakit
|
1.
Curigai adanya penyakit infeksi,
terutama pada anak yang rentan.
2.
Identifikasi anak beresiko tinggi (misalnya
anak yang menderita imunodefisiensi atau penyakit hemolitik) jika penyakit
menular dapat membuat fatal bagi mereka, pada kasus ledakan penyakit anjurkan
orang tua untuk menjaga anaknya tetap di dalam rumah
3.
Berpartisipasi dalam program edukasi
dan layanan masyarakat mengenai imunisasi profilaksis, cara penyebaran
penyakit menular, penyiapan dan penanganan pasokan makanan dan air yang
benar, pengendalian vektor binatang sebagai reservoir penyakit (bukan faktor
dalam penyakit menular masa kanak-kanak tetapi
|
7
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam status nutrisi
terpenuhi dengan
kriteria hasil:
1. Status
nutrisi terpenuhi
2. Nafsu makan
klien timbul kembali
|
1.
Kaji status nutrisi pasien
2.
Beri nutrisi dalam keadaan lunak, porsi sedikit
tapi sering
3.
Pantau berat badan tiap hari
4.
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian
nutrisi
5.
Berikan informasi tentang zat-zat makanan yang
sangat penting bagi keseimbangan metabolisme tubuh
|
8
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24 jam gangguan konsep diri teratasi dengan kriteria
hasil:
1. Pasien mulai percaya diri dan
tidak menarik diri dari pergaulan
2. Bau mulut pasien hilang
|
1.
Berikan pendidikan tentang asal
bau mulut
2.
Berikan perawatan oral hygine
3.
Anjurkan klien untuk banyak minum
8 gelas sehari
4.
Libatkan keluarga dalam
meningkatkan percayadiri klien
5.
Ajarkan keluarga dalam perawatan
oral hygine
|
9
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24 jam defisit perawatan diri teratasi, dengan kriteria
hasil:
Pasien mampu merawat dirinya
sendiri
|
1. Pantau tingkat kekuatan dan
toleransi terhadap aktivitas
2. Bantu pasien hanya jika diperlukan
3. Berikan keamanan dengan
mempertahankan lingkungan yang teratur dan pencahayaan yang baik
4. Ajarkan keluarga tentang perawatan
pada pasien.
|
10
|
Setelah
dilakukan 2x 24 jam tindakan keperawatan
klien (keluarga) mendapatkan dukungan emosi yang adekuat
|
1.
Informasikan
kepada orang tua mengenai pilihan penatalaksanaan.
2.
Dorong
upaya keluarga untuk melaksanakan asuhan. Berikan bantuan jika perlu, seperti
mendatangkan perawat.
3.
Jaga agar
keluarga tetap mewaspadai kemajuan.
4.
Tekankan cepatnya pemulihan
|
11
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam, pasien memahami alas an isolasi, pasien
memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan kriteria hasil:
1.
anak
bergabung dengan aktivitas dan interaksi yang sesuai dan teman sebaya dapat
menerima keadaan sakit anak
|
1.
Selalu
perkenalkan diri kepada anak biarkan melihat wajah sebelum memberi pakaian
pelindung bila perlu berikan aktivitas pengalihan perhatian
2.
Terangkan alasan
pengekangan dan penerapan tindakan kewaspadaan khusus.
3.
Perbolehkan
anak bermain dengan masker dan gaun (jika digunakan)
4.
Dorong
orang tua untuk selalu bersama anak selama hospitalisasi
5.
Dorong
kontak dengan teman via telepon (di rumah sakit bisa menggunakan internet)
6.
Persiapkan
teman sebaya anak mengenai perubahan penampilan fisik seperti keadaan fisik
akibat terkena stomatitis
|
12
|
setelah
dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam pengetahuan klien adekuat
kriteria
Hasil:
klien
memahami informasi terkait penyakit stomatitis
adanya
perubahan perilaku dan berpartisipasi pada program perawatan
identifikasi
dangunakan sumber informasi yang tepat terkait penyakit
|
1.
Validasi tingkat
saat ini pemahaman, mengidentifikasi pembelajaran kebutuhan, dan menyediakan
basis pengetahuan dari mana klien dapat membuat keputusan
2.
Bantu
identifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahpahaman, dan kesenjangan dalam
pengetahuan tentang stomatitis
3.
Tentukan persepsi klien tentang perawatan stomatitis
4.
Tanyakan tentang sendiri atau sebelumnya pengalaman klien atau
pengalaman dengan orang lain yang memiliki riwayat stomatitis .
5.
Berikan informasi yang jelas dan
akurat secara faktual.
6.
Sediakan bahan-bahan tertulis
tentang stomatitis, pengobatan, dan tersedia sistem pendukung.
|
4.4 Pelaksanaan
No. Diagnosa
|
Implementasi
|
1
|
1.
Mengkaji tingkat nyeri pada pasien
2.
Memerikan makanan yang tidak merangsang, seperti makanan yang mengandung zat
kimia
3.
Menghindari makanan yang terlalu panas dan
terlalu dingin
4.
Menghindari pasta gigi yang merangsang timbulnya
nyeri
5.
Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi
atau saat menggigit makan
6.
Menganjurkan klien
untuk memperbanyak mengkonsumsi buah buah dan sayuran terutama vitamin B12, Vitamin C dan zat Besi
7. Melakukan elaborasi pemberian analgesik dan kortikosteroid
|
2
|
1. Mengkaji pemenuhan nutrisi klien,
pola makan dan jumlah kalori yang didapat.
2. Mengukur berat badan dan tinggi
badan klien.
3. Berkolaborasi dengan ahli gizi
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
4. Memberikan pengetahuan nutrisi
kepeda keluarga klien
|
3
|
1. Mengidentifikasi faktor resiko gangguan pola
eleminasi
2. Melakukan auskultasi abdomen
meliputi jumlah dan lokasi bising usus
3. Mengevaluasi diet dan pemenuhan
cairan klien.
4. Menginstruksikan konsumsi serat
yang cukup
5. Menganjurkan meningkatkan
pemenuhan cairan klien
6. Memberikan pendidikan tentang
pentingnya BAB secara teratur
|
4
|
1. Mengkaji Permukaan kulit pada area mulut
2. Memonitor adanya kemerahan atau jejas lain
3. Memberikan makanan yang tidak terlalu keras
4. Berkolaborasi pemberian obat
|
5
|
1. Menjelaskan pada klien dan
keluarga penyebab gangguan tidur
2. Menciptakan suasana yang
mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan.
3. Memberi kesempatan klien untuk
mengungkapkan penyebab gangguan tidur
4. Berkolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat yang dapat membuat klien tertidur
5. Memantau kembali kondisi pasien
untuk asuhan selanjutnya
|
6
|
1. Mencurigai adanya penyakit infeksi, terutama pada anak
yang rentan.
2. Mengidentifikasi anak beresiko tinggi (misalnya anak yang
menderita imunodefisiensi atau penyakit hemolitik) jika penyakit menular
dapat membuat fatal bagi mereka, pada kasus ledakan penyakit anjurkan orang
tua untuk menjaga anaknya tetap di dalam rumah
3. Berpartisipasi dalam program edukasi dan layanan
masyarakat mengenai imunisasi profilaksis, cara penyebaran penyakit menular,
penyiapan dan penanganan pasokan makanan dan air yang benar, pengendalian
vektor binatang sebagai reservoir penyakit (bukan faktor dalam penyakit
menular masa kanak-kanak tetapi
|
7
|
1. Mengkaji
status nutrisi pasien
2. Memberi
nutrisi dalam keadaan lunak, porsi sedikit tapi sering
3. Memantau
berat badan tiap hari
4. Berkolaborasi
dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi
5. Memberikan informasi tentang zat-zat makanan yang sangat penting bagi
keseimbangan metabolisme tubuh
|
8
|
1. Memberikan pendidikan tentang asal
bau mulut
2. Memberikan perawatan oral hygine
3. Menganjurkan klien untuk banyak
minum 8 gelas sehari
4. Melibatkan keluarga dalam
meningkatkan percayadiri klien
5. Mengajarkan keluarga dalam
perawatan oral hygine
|
9
|
1.
Memantau tingkat kekuatan dan
toleransi terhadap aktivitas
2.
Membantu pasien hanya jika
diperlukan
3.
Memberikan keamanan dengan
mempertahankan lingkungan yang teratur dan pencahayaan yang baik
4.
Mengajarkan keluarga tentang
perawatan pada pasien.
|
10
|
1. Menginformasikan kepada orang tua
mengenai pilihan penatalaksanaan.
2. Mendorong upaya keluarga untuk
melaksanakan asuhan. Berikan bantuan jika perlu, seperti mendatangkan
perawat.
3. Menjaga agar keluarga tetap mewaspadai
kemajuan.
4. Menekankan
cepatnya pemulihan
|
11
|
1.
Memperkenalkan
diri kepada anak biarkan melihat wajah sebelum memberi pakaian pelindung bila
perlu berikan aktivitas pengalihan perhatian
2. Menerangkan alasan pengekangan dan penerapan
tindakan kewaspadaan khusus.
3. Memperbolehkan anak bermain dengan
masker dan gaun (jika digunakan)
4. Mendorong orang tua untuk selalu
bersama anak selama hospitalisasi
5. Mendorong kontak dengan teman via
telepon (di rumah sakit bisa menggunakan internet)
6. Mempersiapkan teman sebaya anak
mengenai perubahan penampilan fisik seperti keadaan fisik akibat terkena
stomatitis
|
12
|
1. Memvalidasi tingkat saat ini pemahaman,
mengidentifikasi pembelajaran kebutuhan, dan menyediakan basis pengetahuan
dari mana klien dapat membuat keputusan
2. Membantu identifikasi ide, sikap, rasa
takut, kesalahpahaman, dan kesenjangan dalam pengetahuan tentang stomatitis
3. Menentukan persepsi klien tentang perawatan
stomatitis
4. Menanyakan tentang sendiri atau sebelumnya
pengalaman klien atau pengalaman dengan orang lain yang memiliki riwayat
stomatitis .
5. Memberikan informasi yang jelas dan akurat secara faktual.
6. Menyediakan bahan-bahan tertulis tentang stomatitis,
pengobatan, dan tersedia sistem pendukung.
|
4.5 Evaluasi
No. Diagnosa
|
Evaluasi
|
1
|
S: klien mengatakan bahwa, nyeri
yang di rasakan sudah agag mendingan.
O: terlihat pada bibir klien sudah
tidak terdapat lesi.
A: Masalah nyeri teratasi
P: tindakan di hentikan
|
2
|
S: keluarga klien mengatakan klien
makan dengan baik
O: BB= 20 kg TB=120 cm
A: masalah teratasi
P: hentikan tindakan keperawatan
|
3
|
S: keluarga klien
mengatakan klien BAB setiap pagi
O: intake cairan
klien= 1500 ml/hari
A: masalah teratasi
P: tindakan keperawatan dihentikan
|
4
|
S: klien mengatakan bahwa, saya
ketika makan sudah agak enakan
O: terlihat luka pada permukaan
mulut klien sudah tidak ada
A: Masalah integritas kulit
teratasi
P: tindakan dihentikan
|
5
|
S: klien mengatakan bahwa, saya
sudah bisa tidur dengan tenang dan nyaman
O: terlihat pasien tertidur pulas
di ruang perawatan
A: Masalah pola tidur teratasi
P: tindakan di hentikan
|
6
|
S: Klien mengatakan tidak merasa
nyerinya sudah hilang.
O: terlihat uji tes labnya tidak
adanya bakteri dan virus
A: Masalah Resiko infeksi teratasi
P: tindakan dihentikan
|
7
|
S: Klien mengatakan nafsu makannya
sudah kembali seperti sedia kala.
O: pasien sudah menghabiskan
makanan yang telah di berikan perawat
A: Masalah resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan teratasi
P: tindakan dihentikan
|
8
|
S: keluarga mengatakan pasien
sudah mau berbicara dengan temannya lagi
O: bau mulut sudah tidak tercium
lagi ketika pasien berbicara
A: gangguan konsep diri
berhubungan dengan citra dan harga diri menurun akibat bau mulut teratasi
P: asuhan keperawatan dihentikan
|
9
|
S: keluarga mengatakan pasien
telah dapat merawat dirinya sendiri, seperti berpakaian, dan menyikat giginya
O: pasien nampak dapat
beraktivitas seperti semula, dan tidak lemah
A: defisit perawatan diri teratasi
P: asuhan keperawatan dihentikan
|
10
|
S: Klien mengatakan sejak saya
sakit ibu semakin perhatian
O: Selama di rumah sakit terlihat
keluarga selalu menemani klien
A: Masalah perubahan proses
keluarga teratasi
P: tindakan dihentikan
|
11
|
S: Klien mengatakan ”teman
sebayanya telah menjenguk saya hari ini”
O: terlihat klien mulai percaya
diri untuk berbicara dan bercanda dengan teman sebayanya
A: Masalah Hambatan interaksi
sosial teratasi
P: tindakan dihentikan
|
12
|
S: Klien mengatakan ”setelah perawat
memberikan penyuluhan saya jadi tahu penyakit yang saya alami dan cara
pencegahannya”
O: Terlihat klien sudah mulai
mengkonsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin C
A: Masalah kurang pengetahuan
teratasi
P: tindakan dihentikan
|
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stomatitis
adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi seperti
tembakau, defisiensi vitamin, infeksi oleh bakteri, virus atau jamur, dan
penggunaan obat kemoterapi (Potter & Perry, 2005). Stomatitis adalah
imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan labial
(bibir), lidah, gusi, angit-langit dan dasar mulut. Ada 4 klasifikasi
stomatitis, yaitu Mycotic stomatitis, Gingivostomatitis, Denture stomatitis,
dan Aphthous stomatitis. Keluhan utama yang sering muncul pada pasien
stomatitis adalah nyeri atau pedih pada bagian yang terkena stomatitis.
Penatalaksanaannya dengan cara medis dan proses keperawatan, yang paling
penting cara penanganannya adalah dengan cara menjaga kebersihan oral klien.
Salah satu factor penyebab stomatitis yaitu perhatian yang kurang terhadap rongga mulut. Stomatitis
dapat diredakan dengan menggunakan beberapa jenis obat, baik dalam bentuk salep
(yang mengandung antibiotic dan penghilang rasa sakit), obat tetes, maupun obat
kumur. Penyakit stomatitis dapat dihindari dengan cara menjaga kebersihan gigi
dan mulut serta mengonsumsi nutrisi yang cukup terutama makanan yang mengandung
vitamin B12 dan zat besi.
4.2 Saran
Tugas dan peran utama perawat harus
dilakukan dengan baik agar meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Pemberian
asuhan keperawatan juga sangat perlu dilakukan oleh seorang perawat. Pemberian
asuhan keperawatan harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan pasien, begitu
pula dengan pasien stomatitis terutama pada anak. Maka diharapkan bagi seorang
perawat untuk lebih memahami serta menambah pengetahuan lebih dalam akan
perkembangan penyakit stomatitis sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan
yang sesuai dengan tahap perkembangan anak serta kondisi kebutuhan anak yang
harus dipenuhi.
DAFTAR
PUSTAKA
Baughman,D.C& Hackley,J.C. 2000. Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Ganong, Mcphee, J Stephen. 2010. Patofisiologi
Penyakit ed 5. Jakarta : EGC
Hayes, Peter C. 1997. Buku
Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC
Kumar, dkk. 2009. Dasar Patologi Penyakit.
Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi
3. Jakarta : Media Aesculapius
Potter dan Perry. 2005.
Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC
Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Sloane, Ethel.2004. Anatomi
dan Fisiologi untk Pemula. Jakarta:EGC
Smeltzer,
Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku
Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 1.
Jakarta: EGC.
0 Response to "MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN STOMATITIS "
Posting Komentar