Makalah Skrining Kesehatan
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada negara
maju, umumnya proses skrining/penapisan dilakukan pada penyakit tidak menular,
misalnya kanker payudara yang dilakukan pada kelompok beresiko seperti wanita
terlahir kembar, ada genetik keluarga, wanita yang tidak menikah, wanita yang
tidak menyusui (red ngASI) anaknya dan pola diet dan gaya hidup yang tidak
sehat, wanita pengguna KB hormonal, wanita yang menstruasi pertama dibawah 12
tahun dan menopause diatas 55 tahun.
Skrining/penapisan
merupakan proses pendeteksian kasus/kondisi kesehatan pada populasi sehat pada
kelompok tertentu sesuai dengan jenis penyakit yang akan dideteksi dini dengan
upaya meningkatkan kesadaran pencegahan dan diagnosis dini bagi kelompok yang
termasuk resiko tinggi.
B. Rumusan Masalah
a. Apa Pengertian Skrining?
b. Bagaimana Prinsip
dalam Skrining?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui Pengertian
Skrining
b. Untuk mengetahui Prinsip
dalam Skrining
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Skrining
Skrining/penapisan
merupakan proses pendeteksian kasus/kondisi kesehatan pada populasi sehat pada
kelompok tertentu sesuai dengan jenis penyakit yang akan dideteksi dini dengan
upaya meningkatkan kesadaran pencegahan dan diagnosis dini bagi kelompok yang
termasuk resiko tinggi.
Menurut
Komisi Penyakit Kronis AS (1951) dalam kamus Epidemiologi (A Dictionary of
Epidemiology), skrining/penapisan didefinisikan sebagai "identifikasi
dugaan penyakit atau kecacatan yang belum dikenali dengan menerapkan pengujian,
pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat diterapkan dengan cepat. Tes
skrining/penapisan memilah/memisahkan orang-orang yang terlihat sehat untuk
dikelompokkan menjadi kelompok orang yang mungkin memiliki penyakit dan
kelompok orang yang mungkin sehat. Sebuah tes skrining/penapisan ini tidak
dimaksudkan untuk menjadi upaya diagnosa. Orang dengan temuan positif menurut
hasil skrining/penapisan atau suspek suatu kasus harus dirujuk ke dokter untuk
diagnosis dan menjalani pengobatan yang diperlukan.
menurut
Bonita et.al (2006), skrining/penapisan adalah proses menggunakan tes dalam
skala besar untuk mengidentifikasi adanya penyakit pada orang sehat. Tes
skrining/penapisan biasanya tidak menegakkan diagnosis, melainkan untuk
mengidentifikasi faktor resiko pada individu, sehingga bisa menentukan apakah
individu membutuhkan tindak lanjut dan pengobatan. Untuk yang terdeteksi
sebagai individu yang sehat pun, bukan berarti terbebas 100% dari suatu
penyakit karena tes skrining/penapisan dapat salah.
Menurut Webb
(2005), skrining/penapisan merupakan metode test sederhana yang digunakan
secara luas pada populasi sehat atau populasi yang tanpa gejala penyakit
(asimptomatik). Skrining/penapisan tidak dilakukan untuk mendiagnosa kehadiran
suatu penyakit, tetapi untuk memisahkan populasi subjek skrining/penapisan
menjadi dua kelompok yaitu orang-orang yang lebih beresiko menderita penyakit
tersebut dan orang-orang yang cenderung kurang beresiko terhadap penyakit
tertentu. Mereka yang mungkin memiliki penyakit (yaitu, mereka yang hasilnya
positif) dapat menjalani pemeriksaan diagnostik lebih lanjut dan melakukan
pengobatan jika diperlukan.
B. PRINSIP DALAM SKRINING (PENAPISAN)
Untuk
menghasilkan program skrining/penapisan yang bermanfaat bagi masyarakat luas,
harus ada kriteria tertentu dalam memilih penyakit apa yang akan
diskrining/penapisan. Berikut beberapa katrakteristik penyakit yang harus
dipertimbangkan dalam memutuskan kebijkan skrining/penapisan.
a) Jenis
penyakit harus termasuk jenis penyakit yang parah, yang relatif umum dan
dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat oleh masyarakat. Pada umumnya
memiliki prevalensi yang tinggi pada tahap pra-klinis. Hal ini berkaitan
dengan biaya relatif dari program skrining/penapisan dan dalam kaitannya dengan
jumlah kasus yang terdeteksi serta nilai prediksi positif. Pengeluaran yang
harus dikeluarkan untuk kegiatan skrining/penapisan harus selaras dengan
mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Namun kriteria ini menjadi tidak
berlaku pada kasus tertentu seperti keganasan/keparahan dari suatu penyakit.
Contohnya skrining/penapisan
Fenilketouria atau Phenylketouria (PKU) pada bayi baru lahir. Fenilketouria
adalah gangguan desakan autosomal genetik yang dikenali dengan kurangnya enzim
fenilalanin hidroksilase (PAH). Enzim ini sangat penting dalam mengubah asam
amino fenilalanina menjadi asam amino tirosina. Jika penderita mengkonsumsi
sumber protein yang mengandung asam amino ini, produk akhirnya akan
terakumulasi di otak, yang mengakibatkan retardasi mental. Meskipun hanya satu
dari 15.000 bayi yang terlahir dengan kondisi ini, karena faktor kemudahan,
murah dan akurat maka skrining/penapisan ini sangat bermanfaat untuk dilakukan
kepada setiap bayi yang baru lahir.
b) Skrining/penapisan
harus aman dan dapat diterima oleh masyarakat luas. Dalam proses
skrining/penapisan membutuhkan partisipasi dari masyarakat yang dinilai cocok
untuk menjalani pemeriksaan. Oleh karena itu skrining/penapisan harus aman dan
tidak mempengaruhi kesehatannya.
c) Skrining/penapisan
harus akurat dan reliable. Tingkat akurasi menggambarkan sejauh mana hasil tes
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dari kondisi kesehatan/penyakit yang
diukur. Sedangkan reliabilitas biasanya berhubungan salah satu dengan
standardisasi atau kalibrasi peralatan pengujian atau keterampilan dan keahlian
dari orang-orang menginterpretasikan hasil tes.
d) Harus
mengerti riwayat alamiah penyakit dengan baik dan percaya bahwa dengan
melakukan skrining/penapisan maka akan menghasilkan kondisi kesehatan yang jauh
lebih baik. Misalnya pada Kanker Prostat, secara biologis penderita kanker
tidak bisa dibedakan, namun kemungkinan banyak pria yang kanker bisa terdeteksi
oleh pemeriksaan ini (PSA Test). Meskipun demiikian, skrining/penapisan kanker
prostat juga berbahaya sehingga umumnya skrining/penapisan ini tidak
dianjurkan, meskipun dapat digunakan.
e) Skrining/penapisan
akan sangat bermanfaat jika dilakukan pada saat yang tepat. Periode antara
kemungkinan diagnosis awal dapat dilakukan dan periode kemunculan gejala merupakan
waktu yang sangat tepat (lead time). Namun jika penyakit berkembang dengan
cepat dari tahap pra-klinis ke tahap klinis maka intervensi awal kurang begitu
manfaat, dan akan jauh lebih sulit untuk mengobati penyakit tersebut.
f)
Kebijakan,
prosedur dan tingkatan uji harus ditentukan untuk menentukan siapa yang harus
dirujuk untuk pemeriksaan, diagnosis dan tindakan lebih lanjut.
Sistem pelayanan kesehatan dapat
mengatasi banyaknya diagnosis dan pengobatan tambahan karena menemukan penyakit
yang umum yang positif palsu. Sebelum memulai program skrining/penapisan sangat
penting untuk menilai infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung
pelaksanaannya. Fasilitas-fasilitas tersebut tentu dibutuhkan untuk proses
skrining/penapisan tapi, sama pentingnya juga untuk konfirmasi lanjutan
mengenai pengujian dan diagnosis, pengobatan dan tindak lanjut bagi yang
positif. Perkiraan (Nilai Prediktif) sangat dibutuhkan dalam sebagai
kemungkinan pengambilan skrining/penapisan, jumlah total yang hasilnya positif (termasuk
positif palsu), tersangka (berdasarkan prevalens penyakit dan sensitivitas
serta spesifisitas hasil pemeriksaan) dan kemungkinan dampak yang dihasilkan
berupa peningkatan permintaan pelayanan medis.
Skrining pada lansia yang umumnya ditujukan pada penyakit
Kardiovaskuler, keganasan, dan cerebrovascular accident (CVA) seperti yang akan
dijelaskan d bawah ini
1. Penyakit hipertensi
Dari
banyak penelitian epidemiologi didapatkan bahwa dengan meningkatnya umur dan
tekanan darah meninggi. Hipertensi menjadi masalah pada lanjut usia karena
sering ditemukan dan menjadi faktor utama strok, dan penyakit jantung koroner.
Lebih dari separuh kematian di atas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit
jantung dan serebrovaskuler.
Skrining
sangat bermanfaat, baik hipertensi sistole maupun diastole. Hal yang penting
dilakukan adalah pengukuran tekanan darah. Sebagai patokan, hipertensi pada
lansia dbedakan atas :
a) Hipertensi pada tekanan sistolik
sama sekali atau lebih besar dari 140 mmHg dan /atau tekanan diastolik samaatau
lebih besar dari 90 mmHg.
b) Hipertensi sistolik terisolasi :
tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah
dari 90 mmHg
Pengukuran
tekanan darah pada lansia sebaiknya dilakukan pada waktu berbaring,
duduk, dan berdiridengan selang beberapa waktu, yaitu untuk mengetahui
kemungkinan adanya hipertensi.
2. Penyakit Jantung
Pada orang yang lanjut usia, umumnya besar jantung akan
sedikit mengecil, yang paling banyak mengalami penurunan adalah rongga bilik
kiri, akibat semakin berkurangnya aktivitas. Yang juga mengalami penurunan
adalah besarnya sel-sel otot jantung hingga menyebabkan menurunya kekuatan otot
jantung.
Pada lanjut usia, tekanan darah akan naik secara bertahap.
Elasisitas jantung pada orang usia 70 tahn menurun sekitar 50% dibandingkan
orang usia 20 tahun. Oleh karena itu, tekanan darah pada wanita tua yang
mencapai 170/90 mmHg dan pada pria tua yang mencapai 160/100 mmHg masih
dianggap normal.
Selain pengkajiaan secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan
fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan kelainan
jantung antara lan pemeriksaan EKG, treadmil, dan foto toraks.
3. Penyakit Ginjal
Selain pengkajiaan secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan
fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan kelainan ginjal
adalah pemerksaan laboratorium tes fungsi ginjal dan foto IVP.
4. Diabetes Melitus (DM)
Selain pengkajiaan secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan
fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan diabetes antara
lain pemeriksaan reduksi urine, pemeriksaan gula darah, funduskopi.
5. Gangangguan Mental
Selain pengkajiaan secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan
fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan gangguan mental
antara lain pemeriksaan status mental dan tes fungsi kognitif. Biasanya telah
dapat dibedakan kelainan mental seperti depresi, delirium, atau demensia.
6. Keganasan
Skrining terhadap keganasan terutama ditujukan terhadap
penyakit kanker payudara. Da juga penyakit kanker serviks dengan cara pap
smear. Selanjutnya skrining juga dilakukan terhadap kanker kolon dan rektum.
7. Ketajaman Visus Mata
Hal ini dilakukan dengan tindakan sederhana, yaitu koreksi
dengan ukuran kacamata yang sesuai. Skrining dengan alat funduskopi dapat
mendeteksi glaukoma, degenerasi makula, dan retinopati diabetik. Adapun risiko
untuk degenerasi makula adalah adanya riwayat keluarga dan faktor merokok.
8. Skrining Pendengaran
Skrining ini dilakukan dengan tes bisik, yaitu dengan
membisikan 6 kata-kata dari jarak tertentu dengan pasien serta dilakukan
diri luar lapang pandang. Cara ini cukup sensitif dan menurut hasil penelitian
dikatakan mencapai 80% dari hasil pemeriksaan dengan alat audioskop.
Untuk
pengkajiaan secara konprehensif ditinjau dari sudut pandang medis dan
keperawatan dengan pengkajiaan sederhana yang mencangkup 10 poin seperti yang
dianjurkan oleh Lachs et al.
1. Melakukan tes baca koran sebagai
modifikasi tes snellen berturut-turut pada mata kiri dan kanan.
2. Melekukan tes bisik untuk menilai
kondisi pendengaran berturut-turut untuk telinga kiri dan kanan.
3. Tes fungsi ekstremitas atas dan
bawah antara lain dengan cara berjabat tangan serta meminta lansia untuk
bangkit dari duduknya dan berjalan.
4. Tes tentang fungsi ADL dan ADL
instrumen.
5. Mengecek ada tidaknya kontinensia
(ngompol atau buang air besar tidak terasa).
6. Mengecek status gizi melalui
pengukuran berat dan tinggi badan (IMT).
7. Mengecek dukungan sosial dengan
menanyakan ada tidaknya penanggung biaya bila lansia memerlukan pengobatan atau
keadaan darurat lainnya.
8. Mengecek kemungkinan depresi dengan
menanyakan apakah lansia sering merasa sedih, tertekan, was-was, dan khawatir.
9. Mengecek status kognitif dengan
meminta lansia menyebutkan nama tiga objek tertentu dan mengulanginya setelah 5
menit.
10. Mengecek
kondisi lingkungan di mana lansia berada dengan menanyakan ada tidaknya bahaya
yang dapat mengancam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Skrining/penapisan
didefinisikan sebagai "identifikasi dugaan penyakit atau kecacatan yang
belum dikenali dengan menerapkan pengujian, pemeriksaan atau prosedur lain yang
dapat diterapkan dengan cepat. Tes skrining/penapisan memilah/memisahkan
orang-orang yang terlihat sehat untuk dikelompokkan menjadi kelompok orang yang
mungkin memiliki penyakit dan kelompok orang yang mungkin sehat. Sebuah tes
skrining/penapisan ini tidak dimaksudkan untuk menjadi upaya diagnosa. Orang dengan
temuan positif menurut hasil skrining/penapisan atau suspek suatu kasus harus
dirujuk ke dokter untuk diagnosis dan menjalani pengobatan yang diperlukan.
Skrining pada lansia yang umumnya
ditujukan pada penyakit Kardiovaskuler, keganasan, dan cerebrovascular accident
(CVA) seperti : Penyakit hipertensi, Penyakit Jantung, Penyakit Ginjal,
Diabetes Melitus (DM), Gangguan mental, Keganasan, Ketajaman Visus Mata,
Skrining Pendengaran.
B. Saran
1. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca, terutama mahasiswa keperawatan.
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan
pembelajar bagi mahasiswa keperawatan khususnya dalam mata kuliah keperawatan
gerontologi
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan
Gerontik edisi 2. Jakarta: ECG
R. Boedhi-Damojo, H. Hadi Martono.
1999. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan usia lanjut).
Jakarta: FKUI
0 Response to "Makalah Skrining Kesehatan "
Posting Komentar