Makalah Budi Pekerti Tentang Sifat Terpuji Dan Tercela
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya manusia memiliki sifat yang berbeda-beda, ada
sifat terpuji dan ada pula sifat tercela. Sifat tersebut tergantung pada diri
sendiri dan keadaan lingkungan disekitarnya. Sifat terpuji yang dimiliki oleh
manusia adalah seperti sabar, teliti, hemat, ikhlas, pemaaf, pemurah dan
menepati janji. Sedangkan sifat tercela yang dimiliki oleh manusia adalah
seperti: takabur, ria, malas, dendam, dengki, kianat, kikir, buruk sangka, dan
serakah.
Dalam kehidupan sehari-hari kita harus bisa dan berusaha
untuk menerapkan sifat terpuji dan juga harus berusaha untuk menghindari sifat
tercela. Sifat tercela perlu diatasi dikarenakan ada beberapa faktor yang
mempengaruhinya. Salah satunya yaitu adanya masalah mengenai keadaan lingkungan
di sekitarnya.
1.2 Tujuan
Tujuan
dari penulisan karya tulis ini diantaranya yaitu :
1.
Mengetahui tentang sifat terpuji dan sifat tercela.
2.
Mengetahui berbagai macam sifat terpuji dan sifat tercela.
3.
Mengetahui cara berbuat sifat terpuji.
4.
Mengetahui cara menghindari sifat tercela.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka dapat
dibuat rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Masalah-masalah apa saja yang membuat terjadinya sifat terpuji dan sifat
tercela?
2. Apa
itu sifat terpuji dan sifat tercela.
3.
Cara berbuat sifat terpuji.
4.
Cara menghindari sifat tercela.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sifat-sifat Terpuji
- Sifat-sifat Terpuji Bagi Diri Sendiri
1. Sabar
Sabar berarti tabah, tahan menghadapi cobaan. Orang sabar
tahan menerima hal-hal yang tidak disenangi atau yang tidak mengenakkan dengan
ridha dan menyerahkan diri kepada Allah.
Sabar merupakan salah satu akhlak terpuji. Sabar juga
merupakan salah satu kunci untuk meraih kebahagiaan dan ketenangan hidup.
Manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia ini tidak luput dari ujian dan
cobaan. Ketika mengalami ujian dan cobaan kita harus menghadapinya dengan
sabar. Sifat sabar bagaikan cahaya yang terang-benderang dalam suasana yang
gelap gulita. Rasulullah menjelaskan bahwa sabar adalah cahaya yang
gilang-gemilang.
Sebagai seorang muslim wajib bersabar terhadap ujian dan
cobaan yang menimpa, sebab apapun yang diberikan oleh Allah pasti ada
hikmahnya, dan hendaknya manusia dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari
kejadian yang dialami.
1) Macam-macam Sifar Sabar
Kesabaran manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
sangat berhubungan dengan tiga hal, yaitu :
a.
Sabar dalam berbuat, artinya sabar menghadapi rintangan dan kesulitan. Sabar
disini mengandung pengertian tekun, gigih, dan bekerja keras.
b.
Sabar dalam menderita, artinya sabar menerima musibah atau cobaan. Jika ditimpa
musibah janganlah mengeluh, tetapi terimalah dengan penuh kesabaran.
c.
Sabar menahan amarah, yaitu bersikap sabar jika dihadapkan kepada situasi yang
dapat menimbulkan kemarahan. Persoalan yang dihadapi dengan marah tidak akan
terselesaikan. Sabar menahan marah perlu dipupuk dan dilatih. Allah sayang
kepada orang sabar menahan amarahnya.
Orang yang sabar lebih dapat merasakan ketenangan, keluasan
berfikir, dan kedalaman menganalisa masalah. Selain dari ketenangan, orang yang
sabar akan memperoleh banyak teman dan mudah melakukan pendekatan kepada orang
lain, sekalipun mereka membencinya.
2) Langkah-langkah Menanamkan
Kesabaran
a.
Kegagalan seseorang diterima dengan lapang dada dan tidak dimarahi. Hendaklah
kita ikut merasakan kegagalan yang dialami oleh orang lain.
b.
Seseorang ditenangkan hatinya dengan diajak untuk mengambil hikmah dari
kegagalan atau musibah yang dialaminya. Jadi kegagalan itu bukanlah negatif
tapi ada hikmah dan nilai positifnya, tergantung pada kesabaran orang dalam
menghadapi kegagalan tersebut.
3) Petunjuk Al-Qur’an dan
Hadits tentang Sabar
Sabar juga dijelaskan di dalam sebuah hadis Rasulullah SAW,
yang artinya :
“Barangsiapa
yang berlatih kesabaran, maka Allah akan menyebarkannya. Dan tidak ada seorang
yang mendapat karunia (pemberian) Allah yang lebih baik atau lebih luas dari
sabar” (HR. Bukhari).
2. Teliti
Akibat kurang teliti orang bisa menyesal terhadap apa yang
telah dikerjakannya. Terkadang akibat dari kurang teliti tersebut seseorang
dapat membawa celaka pada dirinya. Oleh sebab itu Islam mengajarkan kepada
umatnya untuk selalu bersikap teliti. Terliti artinya cermat atau
seksama.
Manusia selalu diperintahkan Allah untuk selalu bersikap
teliti dalam segala hal. Termasuk dalam menerima informasi, laporan, pengaduan,
apalagi isu dari seseorang yang seharusnya diteliti terlebih dahulu apakah
benar atau salah.
3. Hemat
Hemat artinya berhati-hati dalam menggunakan sesuatu. Hemat
lawannya boros. Hemat adalah salah satu sifat terpuji.
Islam mengajarkan hidup dalam kesederhanaan dan mencela
hidup dalam berlebih-lebihan. Kita disuruh berhemat agar menjadi kaya. Sabda
Rasulullah SAW, yang artinya :
“Barangsiapa
berlaku hemat, pasti Allah menjadikan dia kaya, dan barangsiapa berlaku boros,
maka Allah menjadikannya miskin” (HR. Al Bazar).
Memelihara harta antara lain adalah dengan cara berhemat.
Berhemat bisa dilakukan oleh siapa saja, asalkan mau melaksanakannya.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa Allah sangat
menyukai orang yang hidup sederhana. Sebaliknya Allah tidak menyukai
orang-orang yang hidup berfoya-foya.
4. Ikhlas
Ikhlas artinya tulus hati atau hati yang bersih. Adapun yang
dimaksud ikhlas dalam uraian ini adalah mengerjakan ibadah semata-mata hanya
mengharapkan ridha Allah.
Perbuatan ikhlas adalah perbuatan yang timbul karena
keinginan sendiri, bukan karena petintah atau paksaan orang lain. Suatu
pekerjaan akan terasa ringan jika dikerjakan dengan ikhlas. Sabda Rasulullah
SAW, yang artinya :
“Sesungguhnya
(nilai) perbuatan itu tergantung kepada niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap
orang (ganjaran atau pahala) menurut apa yang diniatkan. Barangsiapa hijrahnya
karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, dan
barang siapa hijrahnya untuk (mencari keuntungan) dunia yang akan diperoleh
atau karena wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya sampai kepada
tujuannya (niatnya itu)”. (HR. Bukhari).
Allah menyuruh kita beramal dengan ikhlas agar amal yang
kita kerjakan bermanfaat, baik ketika berada di dunia, maupun di akhirat kelak.
Bila beramal dengan tidak ikhlas, seperti beramal karena riya, maka amal
tersebut akan sia-sia saja.
- Sifat-sifat Terpuji Terhadap Orang Lain
1. Pemaaf
Dalam Islam dianjurkan memberi maaf kepada teman atau orang
lain, bukan meminta maaf kepada teman atau orang lain, jadi pemberi maaf
adalah sifat yang sangat terpuji dalam pergaulan kita.
Saling memaafkan karena berbuat keliru atau salah tidak
terbatas waktunya. Meminta maaf atas suatu kesalahan sebaiknya dilakukan
secepatnya sesudah terjadinya kekeliruan atau kesalahan, baik yang disengaja
ataupun tidak. Hal ini diharapkan untuk menciptakan kerukunan hidup bersahabat
ataupun bertetangga, dan ketentraman bermasyarakat.
Petunjuk
Al-Qur’an tentang Pemaaf
Allah
berfirman dalam surat al-A’raf ayat 199 yang artinya :
“Jadilah
engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah
dari pada orang-orang yang bodoh”
Selanjutnya
dalam surat an-Nur ayat 22 Allah berfirman yang artinya :
“Dan
janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu
bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya),
orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan
hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa
Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
2. Pemurah
Pemurah artinya suka memberi atau suka membantu. Orang yang
pemurah adalah orang suka memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang
lain. Bantuan atau pertolongan itu dapat berupa harta benda, tenaga, ataupun
pikiran. Sifat pemurah seseorang tampak terlihat dalam sikapnya sehari-hari. Ia
tidak segan-segan memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan, baik
diminta ataupun tidak.
Agama Islam mengajarkan agar setiap umatnya memiliki sifat
pemurah. Harta yang dimiliki seseorang itu adalah titipan Allah. Harta tersebut
harus dipelihara dan dipergunakan sesuai dengan ketentuan Allah. Orang boleh
saja membelanjakan hartanya menurut keinginannya, tetapi harus diingat bahwa
sebagian harta tersebut adalah hak fakir miskin yang harus dikeluarkan.
Orang yang memiliki sifat pemurah tidak ragu-ragu untuk
membantu orang lain. Menolong seseorang bukan dengan harta saja, tetapi juga
bisa dengan tenaga dan pikiran. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat
262-263, yang artinya :
“Orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa
yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak
menyakiti (perasan si penerima), mereka memperoleh pahala disisi Tuhan mereka,
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang
diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha
Kaya lagi Maha Penyantun”.
3. Menepati Janji
Janji adalah utang yang harus dibayar jika seseorang
berjanji, maka ia wajib menepati janji tersebut. Secara garis besar janji itu
ada dua macam :
a.
Janji manusia kepada Allah, yaitu berupa kesaksian akan adanya Allah Yang Maha
Esa yang diberikan saat ditiupkan roh ke dalam jasadnya, ketika manusia masih
berada dalam kandungan ibunya. Di dalam surat al-A’raf ayat 172 disebutkan :
“Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
“Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami). Kami
menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
b.
Janji antara sesama manusia
Janji ini dapat dilakukan secara lisan, misalnya janji
seorang siswa kepada temannya bahwa ia akan datang ke rumah temannya pada pukul
5 sore untuk belajar bersama. Sedangkan janji dalam bentuk tertulis, misalnya
ketika diterima jadi guru, ia berjanji akan bekerja dengan baik, dan bersedia
diberhentikan jika tidak bekerja dengan baik.
Semua janji yang dilakukan, baik lisan maupun tulisan, wajib
dipatuhi dan ditunaikan sebagaimana mestinya. Firman Allah dalam surat al-Isra’
ayat 34 :
“Dan
penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertaggungjawabannya”.
Ingkar janji merupakan perbuatan dosa, karena perbuatan
tersebut melanggar larangan Allah. Ingkar janji juga merupakan salah satu dari
tanda-tanda orang munafik sebagaimana dijelaskan dalam sebuah Hadis Nabi SAW
yang artinya :
“Tanda-tanda
orang munafik itu ada tiga, yaitu jika berkata ia dusta, jika berjanji ia
mungkir, jika dipercayai ia berkhianat”. (HR. Bukhari Muslim).
2.2 Sifat-sifat Tercela
A. Sifat-sifat Tercela Bagi Diri Sendiri
1. Ujub dan Takabur
Ujub artinya membanggakan diri. Orang yang memiliki sifat
ujub senantiasa membanggakan segala kehidupan yang ia miliki. Ia lupa bahwa
manusia diciptakan Allah dengan segala kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang
dimiliki manusia itu adalah karunia Allah yang harus disyukuri, bukan untuk
dibangga-banggakan. Jika seseorang terlalu membangga-banggakan segala
kelebihan yang ada pada dirinya, maka ia akan mudah terjerumus ke dalam sifat
takabur.
Takabur berarti sombong, yaitu salah satu sifat manusia yang
tidak baik. Takabur adalah sikap tinggi hati, merendahkan orang lain,
menganggap dirinya lebih berharga dan mulia daripada orang lain. Seorang yang
bersifat takabur biasanya ia bersikap diskriminatif dan merendahkan orang-orang
yang tidak sederajat dengan dirinya.
Sifat dan sikap takabur dapat mengakibatkan permusuhan dan
kebencian antara seseorang dengan orang lain. Akibatnya, hubungan menjadi
tegang dan retak yang akhirnya dapat menjadi permusuhan dan perpecahan dalam
pergaulan kita. Karena itu, sangat tepat sekali agama Islam melarang manusia
bersikap takabur.
Seseorang menjadi takabur boleh jadi disebabkan hal-hal
sebagai berikut :
a.
Merasa dirinya pandai atau lebih pandai dari temannya.
b.
Merasa kaya, atau lebih kaya dari temannya.
c.
Merasa berkuasa, atau lebih kuasa dari temannya.
d.
Merasa tampan atau cantik, atau merasa lebih tampan dan lebih cantik dari
temannya.
e.
Merasa berketurunan raja atau bangsawan.
f.
Merasa kuat, atau lebih kuat dari temannya.
g.
Merasa status sosial ekonominya tinggi, atau lebih tinggi dari orang lain.
h.
Merasa anak emas dari guru, atau seslalu diagungkan di sekolah dan di
lingkungan lainnya.
i.
Merasa lebih pintar, atau yang paling pintar di sekolah dan di lingkungan
masyarakat.
Sifat takabur sangat mendatangkan bahaya bagi kita karena
banyak orang yang menjadi dendam dan marah karena sikap yang meremehkan orang
lain dalam pergaulan, justru itu seorang muslim tidak boleh takabur. Sebab
takabur adalah perbuatan yang dibenci dan dikutuk oleh Allah.
Orang yang bersifat takabur biasanya selalu membeda-bedakan
orang lain dalam pergaulan. Ia tidak suka bersikap ramah keapda orang
yang derajatnya dianggap lebih rendah daripada dirinya. Sifat semacam ini
menimbulkan rasa tidak senang orang lain kepada dirinya bahkan rasa permusuhan.
Untuk menghilangkan sifat yang tertanam dalam jiwa, kita
harus lebih banyak memahami dan menghayati ajaran-ajaran agama dan lebih
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sifat takabur tersebut dijelaskan Firman Allah dalam surat
Lukman ayat 18 :
“Janganlah
kamu memalingkan mukamu dari manusia karena kesombongan; dan janganlah berjalan
di muka bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
sombong dan membanggakan diri”.
2. Riya dan Sum’ah
Riya adalah sifat suka menampilkan diri dalam beramal agar
amal tersebut dilihat orang dengan maksud ingin mendapatkan simpati atau
pujian.
Sementara sum’ah adalah sifat suka menceritakan amal
perbuatan agar didengar orang dengan maksud untuk mendapat simpati atau pujian.
Jadi riya sum’ah merupakan sifat tercela.
Riya dan sum’ah adakalanya timbul karena ingin mendapat
pujian. Adakalanya riya dan sum’ah timbul karena khawatir akan mendapat celaan
dari orang lain. Di dalam sebuah hadis Nabi SAW menjelaskan bahwa riya dan
sum’ah tersebut dibenci oleh Allah. Nabi SAW bersabda, yang artinya :
“Barang
siapa yang berbuat baik karena ingin didengar oleh orang lain (sum’ah), maka
Allah akan memperdengarkan kejelekannya pada orang lain. Dan barangsiapa yang
berbuat baik karena ingin dilihat oleh orang lain (riya), maka Allah akan
memperlihatkan kejelekannya pada orang lain” (HR. Bukhari)
Orang yang suka riya dan sum’ah termasuk orang-orang munafik
dan juga tergolong orang-orang yang mendustakan agama.
Kerugian bagi orang-orang yang bersifat riya dan
sum’ah, yaitu :
a.
Allah tidak menerima sedikitpun amal ibadah mereka, walaupun mereka bersusah
payah mengeluarkan tenaga, harta, dan meluangkan waktu.
b.
Kita akan menerima azab sebagai balasannya.
3. Malas
Malas artinya tidak mau bekerja. Penyebab orang malas tidak
mau bekerja karena :
a.
Membutuhkan waktu dan tenaga.
b.
Menghadapi kesulitan tantangan.
Orang yang malas tidak mau dan tidak berani menghadapi
tantangan atau kesulitan. Ia menghendaki apa yang diinginkan cepat terwujud
tanpa susah bekerja.
Malas adalah sifat tercela yang harus dihindari apalagi jika
kita ingin maju atau dan berhasil dalam belajar atau usaha. Jika ingin meraih
kebaikan di dunia dan di akhirat hendaklah rajin beribadah kepada Allah dan
mengharap ridha-Nya. Oleh sebab itu untuk meraih hidup senang perlu ketekunan,
bahkan pengorbanan.
Orang yang malas adalah orang yang tidak mensyukuri nikmat
Allah berupa waktu. Kerugian bagi orang-orang yang mempunyai sifat malas, yaitu
:
a.
Di dunia merugi, karena tidak dapat meraih apa yang diinginkan dan akan
terasing dalam pergaulan orang banyak.
b. Di
akhirat juga akan merugi karena tidak memiliki amal ibadah yang menjadi bakal
hidup bahagia di akhirat.
Rasulullah
SAW bersabda, yang artinya :
“Manusia
yang paling berat mendapat siksa pada hari kiamat adalah mereka yang menganggur
dan berpangku tangan”.
B. Sifat-sifat Tercela Terhadap
Orang Lain
1. Marah dan Dendam
Marah adalah salah satu bentuk keinginan untuk menyakiti
harga diri orang lain karena orang itu dianggap menyerang kehormatan dirinya
atau merugikan kepentingan dirinya. Marah adalah dorongan nafsu untuk melampiaskan
balas dendam kepada orang lain. Marah dapat muncul dalam bentuk ringan dan
berat. Bentuk ringan berupa caci maki, mengomeli dan menggerutu. Bentuk
beratnya dapat berupa memukul, melukai, bahkan membunuh.
Orang yang ingin mengikuti dorongan marah berarti lemah
dalam mengendalikan nafsu negatifnya. Orang yang marah sering kehilangan
pikiran yang sehat, sehingga tidak dapat memecahkan masalah dengan benar,
bahkan menimbulkan masalah baru.
Sifat pemarah lebih banyak menimbulkan permusuhan dan
kebencian pada orang yang dimarahi terhadap diri orang yang memarahi. Karena
itu, Islam menekankan untuk menjauhi sifat marah dan menggantinya dengan sifat
pemaaf.
Untuk mencegah kemarahan, Islam memberikan beberapa macam
terapi, berupa :
a.
Wudhu’ atau mandi.
b.
Mengucapkan a’udzubillah.
c.
Diam.
d.
Duduk dan tiduran begitu marahnya reda.
Penggunaan terapi marah semacam ini tergantung pada keadaan.
Bila marahnya sangat, terapinya dengan mandi dan berwudhu’. Bila marahnya
ringan, terapinya dengan membaca a’udzubillah. Bila marahnya lebih ringan
terapinya dengan diam. Bila marah telah sedikit reda, hendaklah
tiduran/berbaring atau duduk.
2. Dengki atau Hasad
Sifat dengki dan hasad merupakan sifat yang harus dijauhi.
Sabda Rasulullah SAW :
“Jagalah
dirimu dari sifat hasad (dengki), karena hasad itu dapat memakan (menghabiskan)
kebaikan seperti halnya api memakan kayu bakar.” (HR. Bukhari).
Hasad (dengki) merupakan salah satu sifat manusia yang jelek
yaitu sifat manusia yang tidak senang melihat orang lain mendapat
nikmat/kebahagiaan, bahkan menginginkan nikmat/kebahagiaan itu hilang dari
orang tersebut. Orang yang hasad tidak segan berbuat khianat kepada temannya
sendiri, bahkan ia sampai hati membuat perangkap agar orang lain terjerumus dalam
malapetaka. Karena bahaya hasad begitu besar, maka Nabi Muhammad SAW mengatakan
bahwa “orang yang berhati hasad dapat menghilangkan segala amal kebaikannya.”
Orang yang bersifat hasad akan mudah bermusuhan dengan orang
lain, karena ia gampang memperlihatkan rasa tidak senang kepada orang-orang
yang menerima nikmat. Orang yang hasad dapat menimbulkan ketidak tentraman di
tengah-tengah masyarakat, karena usahanya mencelakakan orang lain yang mendapat
nikmat. Orang yang hasad juga menjadi sasaran kebencian orang lain dan dijauhi
dalam pergaulan sehari-hari, sebab orang lain takut akibat buruk dari sifat
hasadnya itu.
Untuk mengatasi sifat hasad, kita harus mengetahui dan
selalu sadar bahwa segala kebaikan dan nikmat yang diberikan oleh Allah kepada
manusia merupakan ujian dan cobaan kepada kita. Setiap nikmat yang diterima
harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Oleh sebab itu, bila orang
mendapatkan nikmat dan tidak dapat berbuat baik, maka berarti hal itu
hanya menambah dosa pada dirinya. Jadi, kalau seseorang belum menerima nikmat
dari Allah, itu bukan berarti bahwa dia merupakan orang yang dibenci
Allah.
3. Khianat
Khianat merupakan salah satu tanda-tanda orang munafik,
sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW :
“Tanda-tanda
orang munafik itu ada tiga: apabila berkata ia dusta; apabila berjanji, ia
ingkar; apabila dipercaya, ia khianat.” (HR. Muslim)
Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa khianat adalah
perbuatan yang melanggar janji yang telah diikrarkan atau melanggar kesetiaan
kepada seseorang. Melanggar janji kejahatan, contohnya berjanji akan mencuri
kemudian dilanggar tidak jadi mencuri, ini bukan khianat. Khianat juga dapat
dikatakan berbuat bertentangan dengan kejujuran.
Perbuatan khianat sangat merugikan diri sendiri dan orang lain
yang berhubungan dengan dirinya. Pengkhianatan dapat menimbulkan malapetaka
bagi diri sendiri maupun orang lain.
4. Kikir atau Bakhil
Sifat kikir atau bakhil merupakan sifat yang dibenci oleh
Allah. Allah berfirman dalam QS. Ali Imran (3) ayat 180 :
“Sekali-kali
janganlah orang-orang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari
karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Akan tetapi,
sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu
akan dikalungkan kelak di lehernya pada hari kiamat…
Kikir atau bakhil adalah sifat enggan untuk mendermakan atau
membelanjakan harta yang dikurniakan Allah kepada kita, yang seharusnya atau
sepatutnya kita dermakan kepada orang yang berhak menerimanya. Yang dimaksud
dengan “sepatutnya” adalah memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Manusia yang
bersifat kikir atau bakhil sangat membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Dalam
suatu do’a Rasulullah SAW, menyebutkan : “Takutlah kamu sekalian akan kikir,
karena sesungguhnya, kekirinan itu telah membinasakan orang-orang yang sebelum
kamu mereka terdorong untuk menumpahkan darah dan menghalalkan apa-apa yang
telah diharamkan.” (HR. Muslim).
Ada
dua penyebab seseorang menjadi bakhil, yaitu :
a.
Sangat mencintai kehidupan dunia sehingga melupakan kehidupan akhirat yang
lebih kekal dan abadi.
b.
Sangat mencintai harta kekayaannya sehingga menjadikannya sebagai ukuran
kemuliaan, kurang hartanya menjadikania bersedih dan susah dalam hidupnya.
Orang yang memiliki sifat bakhil menandakan bahwa dalam jiwa
dalam jiwa bersemayam penyakit bakhil. Agar kita terhindar dari penyakit bakhil
maka hendaklah dilakukan hal sebagai berikut :
a.
Selalu mengingat Allah kapan dan dimana saja kita berada.
b.
Ingat akan tanggung jawab di akhirat, bahwa di akhirat akan ditanya kemana
harta digunakan, kemana umur dimanfaatkan, kemana ilmu diamalkan, kemana waktu
dipergunakan.
c.
Harus disadari bahwa harta itu tidak kekal, pada suatu waktu bila kita tidak
mau berpisah, maka dia memisahkan kita.
d.
Harus disadar bahwa kita mati tidak membawa harta, kita dikuburkan harta
tinggal sama orang lain, yang kita bawa ke akhirat adalah amal shaleh dan
pahala dan harta yang kita berikan dijalan Allah.
5. Buruk Sangka
Buruk angka merupakan sifat yang harus dijauhi. Allah
berfirman dalam QS. Al-Hujarat (49) ayat 12 :
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari buruk sangka;
sesungguhnya sebagian dari buruk sangka itu adalah dosa; dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain; dan janganlah sebagian kamu menggunjing
sebagian yang lain”
Secara sederhana dapat dipahami bahwa yang dimaksud buruk
sangka adalah sifat kita yang menyangka orang lain berniat atau berbuat tidak
baik keapda diri kita sendiri. Buruk sangka terhadap orang lain merupakan salah
satu gangguan mental yang harus diobati, sesegera mungkin kalau tidak, ia akan
menimbulkan permusuhan dan perkelahian sesama teman atau dengan orang lain.
Ahli psikologi mengatakan; bahwa orang-orang yang dihinggapi
penyakit buruk sangka selalu curiga terhadap tingkah laku orang lain kepadanya.
Orang yang mempunyai penyakit curiga disebabkan oleh kesalahan dirinya sendiri,
misalnya orang yang sering berbohong akan beranggapan orang lain pun berbohong
kepadanya.
Buruk sangka adalah penyakit jiwa yang segera diobati dengan
jalan selalu melakukan sifat terpuji, dan menghilangkan rasa kecurigaan yang
berlebihan kepada siapapun dalam pergaulan.
Buruk sangka mengakibatkan ketegangan berhubungan antara
kita dengan orang lain. Ketegangan yang terjadi terus menerus akan
mengakibatkan permusuhan. Permusuhan yang semakin besar dapat menimbulkan
kekacauan. Karena buruk sangka mengakibatkan kerugian dan malapetaka dalam
kehidupan. Allah melarang orang-orang beriman berburuk sangka kepada sesama
mukmin.
Agar kita tidak memiliki sifat buruk sangka, maka dalam
menghadapi kesalahan orang lain, hendaknya tidak menuduh orang atau teman
secara berlebihan.
6. Serakah
Serakah adalah perbuatan yang tercela dalam ajaran Islam,
sebagaimana Allah berfirman dalam QS. At-Taubah (9) ayat 34 :
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya kebanyakan dari pendeta-pendeta dan
paderi-paderi itu memakan harta manusia dengan cara bathil; dan mereka
menghalangi manusia dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukan kepada mereka akan
‘adzab yang pedih.
Serakah adalah hasrat mengumpulkan harta secara
berlebih-lebihan tanpa menghiraukan cara yang haram dan akibat yang
merugikan orang lain.
Pada ayat di atas dijelaskan bahwa kebanyakan para pendeta
dan paderi sangat serakah dalam memiliki harta kekayaan sehingga mereka berani
menghalalkan dan mengharamkan sesuatu atas nama agama guna mendapatkan
kekayaan.
Manusia mempunyai naluri untuk cinta pada harta yang banyak.
Naluri seperti ini digambarkan oleh Rasulullah dalam sabdanya :
“Seandainya
anak Adam (manusia) telah memiliki ternak (harta) yang memenuhi dua lembah,
niscaya ia masih mencari untuk yang ketiganya; dan tiada sesuatu pun yang dapat
memenuhi perut anak Adam, kecuali tanah; Allah mengampuni orang yang bertaubat
kepada-Nya.
Rasulullah menggambarkan bahwa seseorang itu tidak akan
pernah puas dengan rizki yang diterimanya dari Allah.
Orang yang serakah tidak segan-segan berbuat curang dan
ingkar janji demi kepentingan pribadi. Sifat serakah selalu menimbulkan hasrat
mengurangi hak orang lain dan membuat seseorang tega hati merampas hak orang
lain. Perbuatannya semacam ini menimbulkan permusuhan dan ketidaktentraman di
tengah masyarakat. Masyarakat yang dipenuhi oleh warganya yang bersifat serakah
akan terasa ada sifat bermusuhan, saling menjegal, dan saling menghancurkan.
Masyarakat semacam ini sudah tentu tidak dapat memperoleh ketentraman dan rasa
persaudaraan secara jujur dan ikhlas. Yang tumbuh pada mereka adalah sikap
saling menghancurkan, membinasakan, dan persaingan tidak sehat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering sekali menemui kedua
sifat ini yaitu sifat terpuji dan sifat tercela. Sifat terpuji adalah sifat
yang baik dan patut untuk kita tiru dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan sifat tercela adalah sifat yang tidak baik dan
sifat yang harus dihindari. Penyebab kedua sifat ini adalah karena faktor
lingkungan disekitarnya.
3.2 Saran
Sebaiknya kita harus menerapkan sifat terpuji dalam
kehidupan kita dan menjauhi sifat tercela, karena sifat tercela dapat merugikan
diri sendiri. Allah SWT sangat menyayangi orang yang memiliki sifat terpuji dan
Allah SWT juga membenci orang yang memiliki sifat tercela. Sesungguhnya Nabi
Muhammad memiliki sifat terpuji yang baik dan tidak pernah memiliki sifat
tercela.
DAFTAR PUSTAKA
Mukhtar,
Armen. 2007. Budi Pekerti. Padang: Dinas Pendidikan Kota Padang.
Muthohar,
Aries. 2006. Tata Krama. Surabaya: Balai Pustaka.
0 Response to "Makalah Budi Pekerti Tentang Sifat Terpuji Dan Tercela"
Posting Komentar