MAKALAH DAMPAK HOSPITALISASI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sakit bukan lagi kata yang jarang kita dengar. Setiap orang
mungkin pernah mengalami sakit dan bahkan mungkin pernah dirawat di rumah
sakit. Suasana saat berada di tempat perawatan seperti rumah sakit tentu
berbeda dengan suasana yang biasanya seseorang rasakan. Suasana dengan
dikelilingi orang-orang yang berbeda. Hal ini tentu akan sangat dirasakan
terutama bagi mereka yang baru pertama kalinya merasakan suasana perawatan
rumah sakit. Proses perawatan tersebut merupakan proses hospitalisasi.
Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi
sebab yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah perawatan
(Berton, 1958 dalam Stevens, 1992).
Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses
yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk
tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya
kembali ke rumah.
Hospitalisasi ini memiliki dampak terhadap psikis pada
pasien (anak) ataupun pada orang tua. Seperti pasien merasa keahilangan
privasi,otonomi, serta perubahan gaya hidupnya. Sedangkan pada orang tua,
sepertiadanya rasa bersalah dan frustasi karena tidak dapat menjaga kesehatan
anaknya.
Oleh karena itu, betapa pentingnya seorang perawat memahami
konsep hospitalisasi agar dampaknya pada anak/pasien dan orang tua/keluarga
dapat diminimalisir sehingga dapat dijadikan dasar dalam pemberian suatu
tindakan asuhan keperawatan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapat rumusan
masalah sebagai berikut:
a.
Menjelaskan pengertian hospitalisasi?
b.
Menjelaskan manfaat hospitalisasi?
c.
Menerangkan tentang factor-faktor penunjang hospitalisasi?
d.
Bagaimana cara mempersiapkan anak dalam mandapatkan pelayanan di rumah sakit?
e.
Bagaimana stressor dalam hospitalisasi?
f.
Bagaimana dampak hospitalisasi?
g.
Bagaiman cara mengatasi dampak hospitalisasi?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
a. Mengetahui apa itu hospitalisasi.
b. Mengetahui manfaat hospitalisasi
c. Mengetahui
faktor-faktor penunjang hospitalisasi.
d. Mengetahui bagaimana cara mempersiapkan
anak dalam mendapatkan pelayanan di rumah sakit.
e. Mengetahui stressor dalam hospitalisasi.
f. Mengetahui dampak dari
hospitalisasi.
g. Mengetahui cara mengatasi dampak
hospitalisasi
1.4.
Manfaat
Makalah ini hendaknya dapat
bermanfaat guna menambah pengetahuan mengenai konsep hospitalisasi sehingga
dapat hendaknya diaplikasikan dalam pemberian asuhan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan dirumah
sakit dan dapat menimbulkan trauma dan stress pada klien yang baru mengalami
rawat inap dirumah sakit. Hospitalisasi dapat diartikan juga sebagai suatu
keadaan yang memaksa seseorang harus menjalani rawat inap di rumah sakit untuk
menjalani pengobatan maupun terapi yang dikarenakan klien tersebut mengalami
sakit. Pengalaman hospitalisasi dapat mengganggu psikologi seseorang terlebih
bila seseorang tersebut tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya di
rumah sakit. Pengalaman hospitalisasi yang dialami klien selama rawat inap
tersebut tidak hanya mengganggu psikologi klien, tetapi juga akan sangat
berpengaruh pada psikososial klien dalam berinteraksi terutama pada pihak rumah
sakit termasuk pada perawat.
Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis
yang dapat menjadi sebab yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti
rumah perawatan (Berton, 1958 dalam Stevens, 1992).
Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses
yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk
tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya
kembali ke rumah.
Penelitian membuktikan bahwa hospitalisasi anak dapt menjadi
suatu pengalaman yang menimbulkan trauma, baik pada anak, maupun orang tua.
Sehingga menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada kerja sama
anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit (Halstroom dan
Elander, 1997, Brewis, E, 1995, dan Brennan, A, 1994). Oleh karena itu betapa
pentingnya perawat memahami konsep hospitalisasi dan dampaknya pada anak dan
orang tua sebagai dasar dalam pemberian asuhan keperawatan (Supartini, 2002).
Tingkah laku pasien yang dirawat di rumah sakit dapat
dikenal menurut Berton (1958 dalam Stevens, 1992) dari :
- Kelemahan untuk
berinisiatif.
- Kurang/ tak ada
perhatian tentang hari depan.
- Tak berminat
(ada daya tarik).
- Kurang perhatian
cara berpakaian dan segala sesuatu yang bersifat pandangan luas.
- Ketergantungan
dari orang-orang yang membantunya.
2.2.
Manfaat Hospitalisasi
Menurut Supartini (2004), cara memaksimalkan manfaat
hospitalisasi anak adalah sebagai berikut.
1. Membantu perkembangan orang
tua dan anak dengan cara memberi kesempatan orang tua mempelajari
tumbuh-kembang anak dan reaksi anak terhadap stressor yang dihadapi selama
dalam perawatan di rumah sakit.
2. Hospitalisasi dapat
dijadikan media untuk belajar orang tua.Untuk itu, pearawat dapat memberi
kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak, terapi yang
didapat, dan prosedur keperawatan yang dilakukan pada anak, tentunya sesuai dengan
kapasitas belajarnya.
3. Untuk meningkatkan
kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan memberi kesempatan pada anak
mengambil keputusan, tidak terlalu bergantung pada orang lain dan percaya diri.
Tentunya hal ini hanya dapat dilakukan oleh anak yang lebih besar, bukan bayi.
Berikan selalu penguatan yang positif dengan selalu memberikan pujian atas
kemampuan anak dan orang tua dan dorong terus untuk meningkatkannya.
4. Fasilitasi anak untuk
menjaga sosialisasinya dengan sesama pasien yang ada, teman sebaya atau teman
sekolah. Beri kesempatan padanya untuk saling kenal dan berbagi pengalamannya.
Demikian juga interaksi dengan petugas kesehatan dan sesama orang tua harus
difasilitasi oleh perawat karena selama di rumah sakit orang tua dan anak
mempunyai kelompok sosial yang baru.
2.3. Faktor-Faktor Penunjang
Hospitalisasi
Faktor-faktor yang menunjang hospitalisasi (Stevens, 1992) :
a. Kepribadian Manusia
Tidak setiap orang peka terhadap hospitalisasi. Kita melihat
ada sebagian orang yang sangat menderita dan sangat tergantung pada pada apa
yang diberikan lingkungannya. Namun ada juga yang menangani sendiri dan tidak
bisa menerima keadaan itu begitu saja. Semua tergantung dari segi kepribadian
manusia itu sendiri.
b. Kehilangan Kontak dengan Dunia Luar Rumah Perawatan
Pasien/ orang yang tinggal di rumah perawatan akan
kehilangan kontak yang sudah lama berjalan dengan terpaksa. Dia sudah tidak
berada lagi dalam lingkungan yang aman yang dijalaninya dalam sebagian besar
hidupnya.
Orang-orang yang sering berkomunikasi dengannya kini hanya
sekedar bertamu dalam suasana yang berbeda, hanya sebagian kecil keluarga dekat
yang menemaninya. Sebagian besar kontak-kontak dengan orang senasib yang
terbatas dalam ruang perawatan yang sama dan dengan orang-orang yang
membantunya. Dunia mereka boleh dikatakan terbatas pada lingkungan kecil.
Apalagi ia bergaul dengan orang-orang yang sebenarnya bukan pilihannya.
c. Sikap
Pemberi Pertolongan
Ada perbedaan tugas antara pasien dan yang memberi
pertolongan. Ini terlihat jelas dalam kegiatan mereka sehari-hari. Pasien
biasanya menunggu dan yang menolong yang menentukan apa yang dilakukan dan
kapan. Pasien menunggu apa yang terjadi dan perawat yang tahu. Pasien
tergantung pada yang menolong dan ia terpaksa mengikuti. Ia sering merasa tidak
berdaya sehingga merasa harga dirinya berkurang. Hal ini membuat dirinya lebih
merasa tergantung. Perawat melakukan pekerjaan yang rutin dan berkembang
sedikit saja, hal ini akan membuat mereka menanamkan jiwa hospitalisasi pada
pasien.
d. Suasana
Bagian Perawatan
Suasana bagian sebagian besar ditentukan oleh sikap
personel/ perawat, baik oleh hubungan antar sesama perawat, maupun oleh sikap
mereka terhadap pasien dan tamu-tamu mereka. Cara berpakaian orang-orang di
bagian juga sangat penting. Cara manuasia bergaul, dapat mempengaruhi sikap pasien.
Ketergantungan antara personal biasanya mudah dapat dipengaruhi. Pasien yang
dirawat inap mendapat kesan bahwa mereka bukan yang terpenting dalam perawatan
ini. Juga ternyata bahwa orang-orang yang hanya mendapatkan tugas melaksanakan
pekerjaan dan tanpa bisa memberi tanggapan atau saran maka pasien-pasien atau
tamu-tamu mereka akan diperlakukan sama seperti itu. Ini memperbesar
kemungkinan adanya hospitalisasi.
e. Obat-Obatan
Obat-obatan dapat memberi pengaruh besar pada sikap.
Beberapa obat-obatan dapat mengakibatkan adanya tanda-tanda yang sama seperti
hospitalisasi. Dengan sendirinya, kemungkinan hospitalisasi besar. Jika dipakai
obat-obatan yang dapat merangsang adanya sikap tadi.
2.4. Mempersiapkan Anak Untuk
Mendapatkan Pelayanan Di Rumah Sakit
Rumah sakit tempat dirawat mungkin merupakan tempat dan
suasana baru bagi anak. Oleh karena itu, persiapan sebelum dirawat itu sangat
penting. Persiapan anak sebelum dirawat di rumah sakit didasarkan pada asumsi
bahwa ketakutan akan sesuatu yang tidak diketahui akan menjadi ketakutan yang
(Supartini, 2004).
Menurut Supartini (2004), pada tahap sebelum masuk rumah
sakit dapat dilakukan :
1. Siapkan
ruang rawat sesuai dengan tahapan usia dan jenis penyakit dengan peralatan yang
diperlukan.
2. Apabila
anak harus dirawat secara berencana, 1-2 hari sebelum dirawat diorientsikan
dengan situasi rumah sakit dengan bentuk miniatur bangunan rumah sakit.
Sedangkan pada hari pertama dirawat, menurut Supartini
(2004), tindakan yang harius dilakuan adalah :
1. Kenalkan perawat dan
dokter yang akan merawatnya.
2. Orientasikan anak dan orang tua
pada ruangan rawat yang ada beserta fasilitas yang dapat digunakannya.
3. Kenalkan dengan pasien
anak lain yang akan menjadi teman sekamarnya.
4. Berikan identitas pada
anak. Misalnya pada papan nama anak.
5. Jelaskan aturan rumah
sakit yang berlaku da jadwal kegiatan yang harus diikuti.
6. Laksanakan pengkajian
riwayat keperawatan.
7. Lakukan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan lainya sesuai dengan yang diprogramkan.
2.5. Stressor Dalam Hospitalisasi
Saat dirawat
di rumah sakit atau tengah menjalani proses hospitalisasi, klien (dalam hal ini
adalah anak), tentu akan mengalami stress akibat dari segala macam bentuk
perubahan yang ia alami, seperti perubahan lingkungan, suasana, dan lain
sebagainya.
a.
Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Stressor dan
reaksi hospitalisasi sesuai dengan
tumbuh kembang pada anak (Novianto dkk,2009):
1)
Masa Bayi
(0-1 tahun)
Dampak perpisahan, usia anak > 6bulan terjadi stanger anxiety (cemas)
- Menangis keras
- Pergerakan tubuh yang banyak
- Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan
2)
Masa Todler (2-3 tahun)
Sumber utama adalah cemas akibat
perpisahan. Disini respon perilaku anak dengan tahapnya.
3)
Masa Prasekolah (3-6 tahun)
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai
hukuman, sehingga menimbulkanreaksi agresif.
- Menolak makan
- Sering
bertanya
- Menangis
perlahan
- Tidak
kooperatif terhadap petugas kesehatan
4) Masa
Sekolah (6-12 tahun)
Perawatan di rumah sakit memaksakan ;
- Meninggalkan
lingkungan yang dicintai
- Meninggalkan
keluarga
- Kehilangan
kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan
5) Masa
Remaja (12-18 tahun)
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok
sebayanya. Reaksi yang muncul:
- Menolak
perawatan / tindakan yang dilakukan
- Tidak
kooperatif dengan petugas
-
Bertanya-tanya
- Menarik diri
- Menolak
kehadiran orang lain
Pendekatan yang digunakan dalam hospitalisasi (Novianto
dkk, 2009) :
1. Pendekatan
Empirik
Dalam
menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang terlibat dalam
hospitalisasi, metode pendekatan empirik menggunakan strategi, yaitu ;
1)
Melalui dunia pendidikan yang
ditanamkan secara dini kepada peserta didik.
2) Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang
diharapkan kesadaran diri mereka sendiridan peka terhadap lingkungan sekitarnya.
2. Pendekatan Melalui Metode
Permainan
Metode
permainan merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkankonflik dalam
dirinya yang tidak disadari. Kegiatan yang dilakukan sesuai keinginansendiri
untuk memperoleh kesenangan.
b. Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi
Berikut beberapa reaksi orang tua saat anak mereka dirawat
di rumah sakit (Supartini,2004) :
1. Perasaan Cemas dan Takut
Perasaan cemas ini mungkin dapat
terjadi ketika orang tua melihat anaknya mendapat prosedur menyakitkan seperti
pengambilan darah, injeksi, dan prosedur invasiof lainnya. Hal ini mungkin saja
membuat orang tua merasa sedih atau bahkan menangis karena tidak tega melihat
anaknya. Oleh karea itu, pada kondisi ini perawat atau petugas kesehatan harus
lebih bijaksana bersikap pada anak dan orang tuanya.
Penelitian membuktikan bahwa rasa
cemas paling tinggi dirasakan orang tua saat menunggu nformasi tentang
diagnosis penyakit anaknya (Supartini, 2000), sedangkan rasa takut muncul pada
orang tua terutama akibat takut kehilangan anak pada kondisi sakit yang
terminal (Brewis, 1995). Hal lain yang mungkin menyebabkan rasa cemas adalah rasa
trauma terhadap lingkungan rumah sakit, ataupun rasa cemas karena pertama kali
membawa anaknya untuk dirawat di rumah sakit sehingga merasa asing dengan
lingkungan baru.
Perilaku yang sering ditunjukkan
orang tua berkaitan dengan adanya perasaan cemas dan takut ini adalah sering
bertanya atau bertanya tentang hal yang sama secara berulang pada orang yang
berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah (Supartini, 2001).
2. Perasaan
Sedih
Perasaan sedih sering muncul ketika anak pada saat anak
berada pada kondisi termal dan orang tua mengetahui bahwa anaknya hanya
memiliki sedikit kemungkinan untuk dapat sembuh. Bahkan ketika menghadapi
anaknya yang menjelang ajal, orang tua merasa sedih dan berduka. Namun di satu
sisi, orang tua harus berada di samping anaknya sembari memberikan bimbingan
spiritual pada anaknya. Pada kondisi ini, orang tua menunjukkan perilaku
isolasi atau tidak mau didekati orang lain, bahkan bisa tidak kooperatif
terhadap petugas kesehatan (Supartini, 2000).
3. Perasaan
Frustasi
Pada kondisi ini, orang tua merasa frustasi dan putus asa
ketika melihat anaknya yang telah dirawat cukup lama namun belum mengalami
perubahan kesehatan menjadi lebih baik. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan
psikologis dari pihak-pihak luar (seperti keluarga ataupun perawat atau petugas
kesehatan).
4. Perasaan
Bersalah
Perasaan bersalah muncul karena orang tua menganggap dirinya
telah gagal dalam memberikan perawatan kesehatan pada anaknya sehingga anaknya harus mengalami
suatu perubahan kesehatan yang harus ditangani oleh tenaga kesehatan di rumah
sakit.
Memberikan dukungan pada angota keluarga lain (Supartini,
2004) :
1. Berikan dukungan pada
keluarga untuk mau tinggal dengan anak di rumah sakit.
2. Apabila diperluakn,
fasilitasi keluarga untuk berkonsultasi pada psikolog atau ahli agama karena
sangat dimungkinkan keluarga mengalami masalah psikososial dan spiritual yang
memerluakn bantuan ahli.
3. Beri dukungan pada keluarga
untuk meneria kondisi anaknya dengan nilai-nilai yang diyakininya.
4. Fasilitasi untuk
menghadirkan saudara kandung anak apabila diperlukan keluarga dan berdampak
positif pada anak yang dirawat ataupun saudara kandungnya.
2.6. Dampak
Hospitalisasi
Perawatan anak di rumah sakit tidak
hanya menjadi masalah pada anak, tetapi juga pada orang tua. Brewis (1995 dalam Supartini, 2002) menemukan
rasa takut pada orang tua selama perawatan anak di rumah sakit terutama pada
kondisi sakit anak yang terminal karena takut akan kehilangan anak yang
dicintainya dan adanya perasaan berduka. Stessor lain yang sangat menyebabkan
orang tua stres adalah mendapatkan informasi buruk tentang diagnosis medik
anaknya, perawatan yang tidak direncanakan dan pengalaman perawatan di rumah
sakit sebelumnya yang dirasakan menimbulkan trauma (Supartini (2000) dalam
Supartini, 2002)
Menurut Asmadi (2008), hospitalisasi merupakan pengalaman
yang mengancam bagi setiap orang. Penyakit yang diderita akan menyebabkan
perubahan perilaku normal sehingga klien perlu menjalani perawatan
(hospitalisasi). Secara umum, menurut Asmadi (2008), hospitalisasi menimbulkan
dampak pada beberapa aspek, yaitu:
1. Privasi
Privasi dapat diartikan sebagai refleksi perasaan nyaman
pada diri seseorang dan bersifat pribadi. Bisa dikatakan, privasi adalah suatu
hal yang sifatnya pribadi. Sewaktu dirawat di rumah sakit, klien kehilangan
sebagai privasinya. Kondisi ini disebabkan oleh beberpa hal :
- Selama
dirawat di rumah sakit, klien berulang kali diperiksa oleh petugas kesehatan
(dalam hal ini perawat dan dokter). Bagian tubuh yang biasanya dijaga agar
tidak dilihat, tiba-tiba dilihat fdan disentuh oleh orang lain. Hal ini tentu
akan membuat klien merasa tidak nyaman.
- Klien
adalah orang yang berada dalam keadaan lemah dan bergantung pada orang lain.
Kondisi ini cendurung membuat klien
“pasrah” dan menerima apapun tindakan petugas kesehatan kepada dirinya
asal ia cepat sembuh. Menyikapi hal tersebut, perawat harus selalu
memperhatikan dan menjaga privasi klien ketika berinteraksi dengan mereka.
Beberapa hal yang dapat perawat lakukan guna menjaga privasi klien adalah
sebagai berikut.
a. Setiap
akan melakukan tindakan keperawatan, perawat harus selalu memberitahu dan
menjelaskan perihal tindakan tersebut kepada klien.
b. Memperhatikan
lingkungan sebelum melaksanakan tindakan keperawatan. Yakinkan bahwa lingkungan
tersebut menunjang privasi klien.
c. Menjaga
kerahasiaan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan klien. Sebagai contoh,
setelah memasang kateter, perawat tidak boleh menceritakan alat kelamin pasien
kepada orang lain, termasuk pada teman sejajwat.
d. Menunjukkan
sikap profesional selama berinteraksi dengan klien. Perawat tidak boleh
mengeluarkan kata-kata yang dapat membuat klien malu atau marah. Sikap tubuh
pun tidak boleh layaknya majikan kepada pembantu.
e. Libatkan
klien dalam aktivitas keperawatan sesuai dengan batas kemampuannya jika tidak
ada kontraindikasi.
2. Gaya Hidup
Klien yang dirawat di rumah sakit sering kali mengalami
perubahan pola gaya hzidup.
Hal ini disebabkan oleh perubahan kondisi antara rumah sakit dengan rumah ztempat tinggal klien, juga oleh
perubahan kondisi keehatan klien. Aktivitas hidup yang klien jalani sewaktu
sehat tentu berbeda dengan aktivitas yang dialaminya selama di rumah sakit.
Perubahan gaya hidup akibat hospitalisasi inilah yang harus menjadi perhatian
setiap perawat. Asuhan keperawatan yang diberikan harus diupayakan sedemikian
rupa agar dapat menghilangkan atau setidaknya meminimalkan perubahan yang
terjadi.
3. Otonomi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa individu yang
sakit da dirawat di rumah sakit berada dalam posisi ketergantungan. Artinya, ia
akan pasrah terhadap tindakan apapun yang dilakukan oleh petugas kesehatan demi
mencapai keadaan sehat. Ini meniunjukkan bahwa klien yang dirawat di rumah
sakit akan mengalami perubahan otonomi. Untuk mengatasi perubahan ini, perawat
harus selalu memberitahu klien sebelum melakukan intervensi apapun dan
melibatkan klien dalam intervensi, baik secara aktif maupun pasif.
4. Peran
Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang
diharapkan individu sesuai dengan status sosialnya Jika ia seorang perawat,
peran yang diharapkan adalah peran sebagi perawat bukan sebagai dokter.Selain
itu, peran yang dijalani seseorang adalah sesuai dengan status kesehatannya.
Peran yang dijalani sewaktu sehat tentu berbeda dengan peran yang dijalani saat
sakit.Tidak mengherankan jika klien yang dirawat di rumah sakit mengalami
perubahan peran. Perubahan yang terjadi tidak hanya pada diri pasien, tetapi
juga pada keluarga. Perubahan tersebut antara lain :
a. Perubahan
peran. Jika salah seorang anggota keluarga sakit, akan terjadi perubahan pera
dalam keluarga. Sebagai contoh, jiak ayah sakit maka peran jepala keluarga akan
digantikan oleh ibu. Tentunya perubahan peran ini mengharuskan dilaksanakannya
tugas tertentu sesuai dengan peran tersebut.
b. Masalah
keuangan. Keuangan keluarga akan terpengaruh oleh hospitalisasi. Keuangan yang
sedianya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga akhirnya digunakan
untukj keperluan klien yang dirawat. Akibatnya, keuangan ini sangat riskan,
terutama pada keluarga yang miskin. Dengan semakin mahalnya biaya kesehatan,
beban keuangan keluarga semakin bertambah.
c. Kesepian.
Suasana rumah akan berubah jika ada seorang anggota keluarga ytang dirawat.
Keseharian keluarga yang biasanya dihiasi kegembiraan, keceriaan, dan
senda-gurau anggotaanya tiba-iba diliputi oleh kesedihan. Suasana keluarga pun
menjadi sepi karena perhatian keluarga terpusat pada penanganan anggota keluarganya
yang sedang dirawat.
d. Perubahan
kebiasan sosial. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Karenanya,
keluarga pun mempunyai kebiasaan dalam lingkungan sosialnya. Sewaktu seha,
keluarga mampu berperan serta dalam kegiata sosial. Akan tetapi, saat salah
seorang anggota keluarga sakit, keterlibatan keluarga dalam aktivitas sosial di
masyarakatpun mengalami perubahan.
2.7.
Mengatasi Dampak Hospitalisasi
Menurut Supartini (2004, hal. 196),
cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak hospitalisasi adalah sebagai
berikut :
a.
Upaya meminimalkan stresor :
Upaya meminimalkan stresor dapat
dilakukan dengan cara mencegah atau mengurangi dampak perpisahan, mencegah
perasaan kehilangan kontrol dan mengurangi/ meminimalkan rasa takut terhadap
pelukaan tubuh dan rasa nyeri
b. Untuk mencegah/meminimalkan dampak perpisahan
dapat dilakukan dengan cara :
1) Melibatkan
keluarga berperan aktif dalam merawat pasien dengan cara membolehkan mereka
tinggal bersama pasien selama 24 jam (rooming in).
2) Jika
tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan keluarga untuk melihat
pasien setiap saat dengan maksud mempertahankan kontak antar mereka.
3) Modifikasi
ruangan perawatan dengan cara membuat situasi ruangan rawat perawatan seperti
di rumah dengan cara membuat dekorasi ruangan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Hospitalisasi adalah
suatu proses yang harus dilalui anak akibat adanya suatu alasan sehingga
mengharuskan anak untuk menjalani perawatan di rumah sakit.
2. Hospitalisasi dapat
dipengaruhi oleh kepribadian seseorang, pemberi pelayanan, suasana bagian
pelayanan, dan hilangnya kontak dengan dunia luar.
3. Bagi anak yang
menganggap bahwa dunia rumah sakit merupakan dunia baru baginya, orang tua
bersama tenaga kesehatan harus mempersiapkan anak sebelum mendapatkan pelayanan
kesehatan.
4. Saat dirawat
di rumah sakit atau tengah menjalani proses hospitalisasi, klien (dalam hal ini
adalah anak), tentu akan mengalami stress akibat dari segala macam bentuk
perubahan yang ia alami, seperti perubahan lingkungan, suasana, dan lain
sebagainya. Stressor dan reaksi hospitalisasi sesuai dengan tumbuh kembang pada anak.
5. Selain pada
diri anak/pasien (seperti perubahan gaya hidup, hilangnya privasi dan otonomi,
dan lain sebaginya), dampak dari hospitalisasi juga akan dirasakan oleh orang
tua, yaitu orang tua akan merasa stress, frustasi, serta merasa bersalah karena
ia tidak dapat memberikan pemenuhan kebutuhan kesehatan yang baik untuk
anaknya.Apalagi bila mendengan kabar buruk mengenai kondisi anak.
6. Manfaat dari
hospitalisasi ini dapat dimaksimalkan dengan cara memberikan kesempatan kepada
anak ataupun orang tua untuk mengetahui dan terlibat dalam proses perawatan
walaupun tidak terlibat secara menyeluruh.
3.2. Saran
Dampak dari hospitalisasi yang sering kita lihat saat ini
tentu dapat memacu tingkat stress pasien/anak ataupun keluarga/orang tua. Oleh
karena itu, konsep hospitalisasi yang benar seharusnya dapat ditekankan lagi
oleh tenaga kesehatan (perawat dan dokter) sehingga manfaat dari hospitalisasi
itu sendiri dapat dimaksimalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi.
(20). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Stevens,
P.J.M. dkk (1997). Ilmu Keperawatan.2(1).Jakarta;
EGC.
Supartini,
Y. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak.
Jakarta:EGC.
http://ners-novriadi.blogspot.com/2012/09/askep-pada-klien-hospitalisasi.html
http://henitaekaputri.blogspot.com/2012/11/hospitalisasi.html
0 Response to "MAKALAH DAMPAK HOSPITALISASI"
Posting Komentar