MAKALAH HIDROSEFALUS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidrosefalus
adalah suatu penyakit dengan ciri-ciri pembesaran pada sefal atau kepala yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal (CSS) dengan atau karena
tekanan intrakranial yang meningkat sehingga terjadi pelebaran ruang tempat
mengalirnya cairan serebrospinal (CSS) (Ngastiah). Bila masalah ini tidak
segera ditanggulangi dapat mengakibatkan kematian dan dapat menurunkan angka
kelahiran di suatu wilayah atau negara tertentu sehingga pertumbuhan populasi
di suatu daerah menjadi kecil. Menurut penelitian WHO untuk wilayah ASEAN
jumlah penderita Hidrosefalus di beberapa negara adalah sebagai berikut, di
Singapura pada anak 0-9 th : 0,5%, Malaysia: anak 5-12 th 15%, India: anak 2-4
th 4%, di Indonesia berdasarkan penelitian dari Fakultas Ilmu Kedokteran
Universitas Indonesia terdapat 3%. Berdasarkan pencatatan dan pelaporan yang
diperoleh dari catatan register dari ruangan perawatan IKA 1 RSPAD Gatot
Soebroto dari bulan oktober-desember tahun 2007 jumlah anak yang menderita
dengan gangguan serebral berjumlah 159 anak dan yang mengalami Hidrosefalus
berjumlah 69 anak dengan persentase 43,39%.
B. Rumusan Masalah
- Apa dari pengertian hidrosefalus?
- Bagaimana etiologi dari hidrosefalus?
- Bagaiman Patofisiologi dan Patogenesis Hidrosefalus?
- Apa saja Klasifikasi Hidrosefalus?
- Bagaimana Tanda dan Gejala Hidrosefalus?
- Bagaimana Diagnosis Hidrosefalus?
- Bagaimana Terapi Hidrosefalus?
- Bagaimana Prognosis Hidrosefalus?
C. Tujuan Penulisan
- Tujuan Umum
Makalah ini diharapkan dapat memberikan tambahan
ilmu pengetahuan sehingga mahasiswa mampu melaksanakan Asuhan Pada Neonatus
Bayi dengan kasus Hidrosefalus
- Tujuan Khusus
- Mahasiswa mampu mengumpulkan data subjektif pada pasien dengan kasus Hidrosefalus pada Bayi
- Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data objektif pada pasien dengan kasus Hidrosefalus pada Bayi
- Mahasiswa mampu melakukan analisis berdasarkan data subjektif dan objektif pada kasus Hidrosefalus pada Bayi
- Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan pada kasus Hidrosefalus pada Bayi
- Mahasiswa mampu melaksanakan pendokumentasian pada kasus Hidrosefalus pada Bayi
D. Manfaat
Penulisan
- Bagi Penulis
Menambah ilmu pengetahuan, dan pemahaman terkait
kasus Hidrosefalus sehingga bisa meningkatkan kualitas Asuhan yang akan
diberikan.
- Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai bahan pertimbangan dalam mengevaluasi
proses akademik yang berlangsung serta pengembangan pengetahuan dan pendidikan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah penimbunan
cairan serebrospinal yang berlebihan di dalam otak. Hidrosepalus adalah
kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal
dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat
pelebaran ventrikel. Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara
produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat
sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan
tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura
dan ubun-ubun (Muslihatun, Wati Nur, 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita.
Fitramaya: Yogyakarta).
B. Etiologi Hidrosefalus
Hidrosefalus terjadi bila
terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat pembentukan
CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat
penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS di atasnya. Tempat yang sering
tersumbat ialah foramen Monroi, foramen Luscha dan Magendie, sisterna magna dan
sisterna basalis. Secara teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan
kecepatan absorbsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrosepalus
(Ngastiah, Perawatan Anak Sakit. EGC).
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi adalah kelainan
bawaan (kongenital), infeksi, neoplasma, dan perdarahan:
a. Kelainan Bawaan
- Stenosis Aqueduktus Sylvii
Merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak
(60-90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali atau
abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosepalus terlihat
sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
- Spina Bifida dan Kranium Bifida
Hidrosepalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan
sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula
oblongata dan serebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum
sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
- Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia kongenital foramen Luscha dan Magendie yang
menyebabkan hidrosepalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama
ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang
besar di daerah fosa posterior.
- Kista Arachnoid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma
sekunder suatu hematoma.
- Anomali Pembuluh Darah
b. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul
perlekatan meningens sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan subarakhnoid.
Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS
terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di aqueduktus sylvii atau
sistem basalis. Hidrosepalus banyak terjadi pada klien pascameningitis.
Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah
sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat pelebaran jaringan piameter
dan arakhnoid sekitar sistem basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa
tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar
kismatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta lokasinya
lebih tersebar.
c. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pengobatannya dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor
tidak diangkat (tidak mungkin operasi), maka dapat dilakukan tindakan paliatif
dengan mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak,
penyumbatan ventrikel IV atau aqueduktus sylvii bagian akhir biasanya paling
banyak disebabkan oleh glikoma yang berasal dari serebellum, sedangkan
penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu kranio
faringioma.
d. Perdarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa
perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi
akibat dari darah itu sendiri (Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika:
Jakarta).
C. Patofisiologi dan
Patogenesis Hidrosefalus
Cairan
serebrospinal dibuat di dalam otak dan biasanya beredar ke seluruh bagian otak,
selaput otak serta kanalis spinalis, kemudian diserap ke dalam sistem peredaran
darah. Jika terjadi gangguan pada peredaran maupun penyerapan cairan serebrospinal,
atau jika cairan yang dibentuk terlalu banyak, maka volume cairan di dalam otak
menjadi lebih tinggi dari normal. Penimbunan cairan menyebabkan penekanan pada
otak sehingga memaksa otak untuk mendorong tulang tengkorak atau merusak
jaringan otak.
CSS yang dibentuk
dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran
darah melalui kapiler dalam piameter dan arakhnoid yang meliputi seluruh susuna
saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni
sistem internal dan sistem eksternal.
Pada orang dewasa
normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml,
neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam
ventrikel 500-1500 ml. Aliran CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis
melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang
sempit Aquaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luscha dan
Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna
basalis menyebabkan gangguan kecepatan reabsorbsi CSS oleh sistem kapiler.
Hidrosepalus secara
teoritis tejadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu produksi likuor yang
berlebihan, peningkatan resistensi aliran likuor, serta peningkatan tekanan
sinus venosa. Konsekuensi tiga mekanisme tersebut, adalah peningkatan tekanan
intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi.
Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda
tiap saat selama perkembangan hidrosepalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat
dari beberapa hal, yakni kompresi sistem serebrovaskuler, redistribusi dari
likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler, perubahan mekanis dari otak,
serta pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor
yang berlebiha disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor
merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosepalus. Peningkatan resistensi yang
disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional
dalam upaya mempertahankan reabsorbsi yang seimbang. Peningkatan tekanan sinus
vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal
sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan
tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran
likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari
hipertensi vana ini tergantung dari komplians tengkorak (Muslihatun, Wati Nur,
2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Fitramaya: Yogyakarta).
D. Klasifikasi
Hidrosepalus
Terdapat dua klasifikasi
hidrosepalus, yang pertama berdasarkan sumbatannya dan yang kedua berdasarkan
perolehannya.
1. Berdasarkan
Sumbatannya
a.
Hidrosepalus Obstruktif
Tekanan CSS yang
meningkat disebabkan adanya obstruksi pada salah satu tempat pembentukan CSS,
antara lain pada pleksus koroidalis dan keluarnya ventrikel IV melalui foramen
luschka dan magendie.
b.
Hidrosepalus Komunikan
Adanya peningkatan
tekanan intrakranial tanpa disertai adanya penyumbatan pada salah satu tempat
pembentukan CSS.
2. Berdasarkan
Perolehannya
a. Hidrosepalus Kongenital
Hidrosepalus sudah
diderita sejak lahir (sejak dalam kandungan). Ini berarti pada saat lahir, otak
terbentuk kecil atau pertumbuhan otak terganggu akibat terdesak oleh banyaknya
cairan dalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial.
b. Hidrosepalus Didapat
Pada hidrosepalus jenis ini, terjadi pertumbuhan otak yang sudah
sempurna dan kemudian terjadi gangguan oleh karena adanya tekanan intrakranial
yang tinggi.
E. Tanda dan Gejala Hidrosefalus
- Tengkorak kepala mengalami pembesaran
- Muntah dan nyeri kepala
- Kepala terlihat lebih besar dari tubuh
- Ubun-ubun besar melebar dan tidak menutup pada waktunya, teraba tegang dan menonjol
- Dahi lebar, kulit kepal tipis, tegang dan mengkilat
- Pelebaran vena kulit kepala
- Saluran tengkorak belum menutup dan teraba lebar
- Terdapat cracked pot sign bunyi seperti pot kembang retak saat dilakukan perkusi kepala
- Adanya sunset sign dimana sklera berada di atas iris sehingga iris seakan-akan menyerupai matahari terbenam
- Pergerakan bola mata tidak teratur
- Kerusakan saraf yang dapat memberikan gejala kelainan neurologis berupa:
a. Gangguan Kesadaran
b. Kejang
c. Terkadang terjadi gangguan pusat vital (Nanny Lia Dewi, Vivian. 2010. Asuhan
Neonatus Bayi dan Anak Balita. Salemba Medika: Jakarta).
F. Diagnosis Hidrosefalus
Diagnosis hidrosepalus pada bayi dibuat berdasarkan ukuran lingkar kepala yang
melebihi satu atau lebih garis pada bagan pengukuran dalm periode 2-4 minggu,
dikaitkan dengan tanda-tanda neurologik yang ada dan progresif. Meski demikian,
pemeriksaan diagnostik lainnya diperlukan untuk menentukan lokasi tempat obstruksi
CSS. Pengukuran rutin lingkar kepala bayi setiap hari dilakukan pada bayi
dengan meningokel dan infeksi intrakranial. Pada saat mengevaluasi bayi
prematur, bagan pencatatan lingkar kepala yang diadaptasi secara khusus dibuat
untuk membedakan pertumbuhan kepala abnormal dari pertumbuhan kepala yang
normal dan cepat.
Alat diagnostik primer untuk mendeteksi hidrosepalus adalah CT dan MRI. Sedasi
diperlukan karena anak harus benar-benar diam untuk menghasilkan foto yang
akurat. Evaluasi diagnostik pada anak-anak yang mengalami gejala hidrosepalus
setelah masa bayi sama dengan yang dilakukan pada pasien-pasien dengan dugaan
tunir intrakranial. Pada neonatus, ekoensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan
yang berguna untuk membandingkan rasio ventrikel lateralis dengan korteks
serebri (L. Wong, Donna. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, Ed. 6,
Vol.2. EGC).
G. Terapi Hidrosefalus
Pada dasarnya ada
tiga prinsip dalam pengobatan hidrosepalus, yaitu mengurangi produksi CSS,
mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi, serta
pengeluaran likuor (CSS) ke dalam organ ekstrakranial.
Penanganan
hidrosepalus juga dapat dibagi menjadi tiga, yaitu penanganan alternatif
(selain shunting), serta operasi pemasangan ‘pintas’ (shunting).
Penanganan sementara ditempuh melalui pemberian terapi konservatif
medikamentosa. Pemberian terapi ini ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosepalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau
upaya meningkatkan reabsorbsinya.
Penanganan alternatif (selain shunting),
misalnya pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi
radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu
malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III
adalah dengan teknik bedah endoskopik.
Operasi pemasangan ‘pintas’ (shunting), bertujuan membuat saluran baru antara
aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang
terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase
dari ventrikel, namun kadang pada hidrosepalus komunikans ada yang di drain ke
rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode
pasca operasi, yaitu pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan
pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada
shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan
bahkan kematian.
H. Prognosis
Anak dengan hidrosefalus meningkat
resikonya untuk berbagai ketidakmampuan perkembangan. Rata-rata quosien
intelegensi berkurang dibandingkan dengan populasi umum, terutama untuk
kemampuan tugas sebagai kebalikan dari kemampuan verbal. Kebanyakan anak
menderita kelainan dalam fungsi memori (Nelson. 2012. Ilmu Kesehatan Anak.
Vol. 3. EGC).
Hidrosepalus yang tidak
diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta kecerdasan.
Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena penyakitnya
sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia.
Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan
mencapai kecerdasan yang normal.
Pada kelompok
yang dioperasi, angka kematian 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai
fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan (Muslihatun,
Wati Nur, 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Fitramaya:
Yogyakarta).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hidrosefalus merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara
produksi dan absorbsi dari CSS. Hidrosefalus dapat diklasifikasikan berdasarkan
anatomi/tempat obstruksi CSS, etiologinya, dan usia penderitanya. Diagnosa
hidrosefalus selain berdasarkan gejala klinis juga diperlukan pemeriksaan
khusus. Penentuan terapi hidrosefalus berdasarkan ada tidaknya fasilitas.
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan serebrospinal dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga
terdapat pelebaran ventrikel.
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu:
- Mengurangi produksi CSS
- Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
- Pengeluaran likuor (CSS) ke dalam organ ekstrakranial
B. Saran
Bagi petugas kesehatan khususnya bidan diharapkan dapat melakukan
penatalaksanaan dan asuhan yang adekuat dan hati-hati untuk mencegah terjadinya
infeksi sehingga dapat menurunkan angka kematian pada bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Nanny Lia Dewi, Vivian.
2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Salemba Medika: Jakarta
Nelson. 2012. Ilmu
Kesehatan Anak. Vol. 3. EGC
Ngastiah, Perawatan
Anak Sakit. EGC
L. Wong, Donna. 2009. Buku
Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, Ed. 6, Vol.2. EGC
Muslihatun, Wati Nur,
2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Fitramaya: Yogyakarta
Muttaqin, Arif. 2011. Buku
Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba
Medika: Jakarta
0 Response to "MAKALAH HIDROSEFALUS"
Posting Komentar