Makalah Millennium Development Goals (MDGs)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
MDGs dideklarasikan pada bulan
september tahun 2000, disepakati oleh 189 negara dan ditandatangi oleh 147
kepala pemerintahan dan kepala negara dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat. Dalam
KTT tersebut seluruh perwakilan negara yang hadir sepakat untuk menurunkan
proporsi penduduk yang pendapatannya kurang dari US$ 1 per hari menjadi
setengahnya antara periode 1990-2015, menemukan solusi untuk: mengatasi
kelaparan, masalah gizi buruk dan penyakit, mempromosikan kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan, menjamin pendidikan dasar bagi setiap orang dan
mendukung prinsip-prinsip Agenda 21 mengenai pembangunan berkelanjutan serta
dukungan langsung dari negara-negara maju kepada negara-negara berkembang dalam
bentuk bantuan, perdagangan, pembebasan utang dan investasi.
Fokus utama dalam MDGs adalah
pembangunan manusia, dengan meletakkan dasar pada konsensus dan kemitraan
global untuk pembangunan. Diharapkan, negara-negara yang lebih kaya dapat
mendukung negara-negara miskin dan berkembang dalam melaksanakan tugas
pembangunan mereka.
Sekretariat dan beberapa
agen pembangunan PBB bersama perwakilan berbagai lembaga internasional seperti
IMF, Bank Dunia dan OECD serta ahli pembangunan internasional lainnya
menetapkan delapan tujuan pembangunan milenium dengan satu atau beberapa target
untuk setiap tujuan (seluruhnya ada 18 target), serta 48 indikator untuk
memonitor dan mengukur kemajuan target-target dan tujuan-tujuan yang
ditetapkan, antara periode 1990 – 2015.
Dengan menetapkan
berbagai target serta indikator, diharapkan setiap negara yang berkomitmen
untuk mencapai MDGs dapat lebih mudah memberikan gambaran pencapaian
pembangunan manusia di negaranya. Meskipun merupakan kesepakatan global, MDGs
tetap diarahkan untuk mengakomodasi nilai-nilai lokal sesuai dengan
karakteristik masing-masing negara, agar setiap negara lebih mudah melaksanakan
usaha-usaha pembangunan dalam mencapai MDGs.
Untuk beberapa tujuan,
diantaranya kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan perlindungan terhadap
lingkungan, Indonesia bersama negara-negara lainnya, menetapkan target-target
yang ambisius namun sangat mungkin untuk dicapai. Kebanyakan dari target
tersebut mesti dicapai pada 2015. Oleh karena itu, tahun 2008 menjadi penting,
karena tahun ini adalah pertengahan dari target 2015. Melihat pencapaian sampai
saat ini, Indonesia sepatutnya berbangga hati.
Kita telah secara nyata
mengurangi kemiskinan, dan hampir semua anak laki-laki dan perempuan dapat
masuk ke sekolah dasar. Tetapi masih menuntut kerja keras dalam bidang yang
lain. Tingginya angka kematian ibu melahirkan dan belum cukup usaha kita untuk
melindungi lingkungan merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan secara
sungguh-sungguh. Walaupun kita sudah mencapai banyak kemajuan, tetapi masih
diperlukan kerja keras untuk mencapai semua sasaran MDGs.
B. Rumusan Masalah
- Apakah yang dimaksud dengan Millenium Development Goals (MDGs)?
- Bagaimana sejarah Millenium Development Goals (MDGs)?
- Apakah tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs)?
- Bagaimana perkembangan Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia?
- Mengetahui Tekad Indonesia dalam Mencapai MDGs?
C. Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui apa itu Millenium Development Goals (MDGs)
- Untuk mengetahui sejarah Millenium Development Goals (MDGs)
- Untuk mengetahui tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs)
- Untuk mengetahui perkembangan Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia
- Untuk mengetahui tekad Indonesia dalam mencapai MDGs
BAB II
PEMBAHASAN
A. Millenium Development
Goals (MDGs)
Millennium Development Goals atau
disingkat dalam bahasa Inggris MDGs) adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan
kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk
dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan
pembangunan masyarakat pada 2015. Target ini merupakan tantangan utama dalam
pembangunan di seluruh dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium, dan
diadopsi oleh 189 negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan
kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York
ada bulan September 2000 tersebut.
B. Sejarah Millenium Development Goals (MDGs)
Pada Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bulan September 2000, sebanyak
189 negara anggota PBB yang sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan
sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium (Millenium Declaration).
Deklarasi itu berdasarkan
pendekatan yang inklusif, dan berpijak pada perhatian bagi pemenuhan hak-hak
dasar manusia (basic human need). Dalam konteks inilah negara-negara anggota
PBB kemudian mengadopsi Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium
Development Goals (MDG). Setiap
tujuan (goal) memiliki satu atau beberapa target. Target yang tercakup dalam
MDG sangat beragam, mulai dari mengurangi kemiskinan dan kelaparan, menuntaskan
tingkat pendidikan dasar, mempromosikan kesamaan gender, mengurangi kematian
anak dan ibu, mengatasi HIV/AIDS dan berbagai penyakit lainnya, serta
memastikan kelestarian lingkungan hidup dan membentuk kemitraan dalam
pelaksanaan pembangunan. Bab selanjutnya akan membahas setiap tujuan itu secara
terinci.
Beberapa hal penting yang perlu
mendapat perhatian berkaitan dengan MDG adalah sebagai berikut: Pertama, MDG
bukan tujuan PBB, sekalipun PBB merupakan lembaga yang aktif terlibat dalam
promosi global untuk merealisasikannya. MDG adalah tujuan dan tanggung jawab
dari semua negara yang berpartisipasi dalam KTT Milenium, baik pada rakyatnya
maupun secara bersama antar pemerintahan. Kedua, tujuh dari delapan tujuan
telah dikuantitatifkan sebagai target dengan waktu pencapaian yang jelas,
hingga memungkinkan pengukuran dan pelaporan kemajuan secara obyektif dengan
indikator yang sebagian besar secara internasional dapat diperbandingkan. Ketiga,
tujuan-tujuan dalam MDG saling terkait satu dengan yang lain.
C. Tujuan Millenium Development Goals (MDGs)
- Memberantas kemiskinan dan kelaparan
- Mencapai pendidikan dasar yang universal
- Mempromosikan persamaan gender dan pemberdayaan perempuan
- Mengurangi jumlah kematian anak
- Meningkatkan kesehatan ibu
- Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit
- Menjamin kelestarian lingkungan
- Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
D. Perkembangan Millenium Development Goals (MDGs)
di Indonesia
- Memberantas kemiskinan dan kelaparan
Target 1: Menurunkan proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan
menjadi setengahnya antara 1990-2015
Menggunakan garis kemiskinan
nasional, angka kemiskinan Indonesia pada 1990 adalah 15,1%. Dasar penghitungan
berubah pada 1996, sehingga sebenarnya data setelah itu tidak bisa begitu saja
dibandingkan dengan data-data dari tahun-tahun sebelumnya. Seandainya kita
menggunakan dasar penghitungan saat ini, angka pada 1990 akan sedikit lebih
tinggi dari 15,1%.
Namun, karena belum ada
perhitungan ulang, laporan ini menggunakan angka 15,1%. Pada 2006, terjadi
peningkatan kemiskinan yang kemudian sedikit menurun pada 2007 menjadi 16,6%.
Mencermati berbagai kecenderungan akhir-akhir ini, seharusnya masih mungkin
untuk mengurangi kemiskinan menjadi 7,5% pada 2015. Sementara, menggunakan
garis kemiskinan 1 dollar per hari, situasi sepenuhnya berbeda. Berbasiskan
ukuran tersebut, Indonesia telah mencapai target karena berhasil mengurangi
tingkat kemiskinan dari 21% (1990) menjadi7,5% pada 2006.
Dua indikator lain
memberikan informasi pelengkap. Indikator yang lebih rumit adalah ”rasio
kesenjangan kemiskinan (poverty gap ratio)” yang mengukur perbedaan antara
penghasilan rata-rata penduduk miskin dengan garis kemiskinan. Pada 1990
rasio-nya adalah 2,7% dan 2,9% pada 2007, menunjukkan bahwa situasi penduduk
miskin belum banyak mengalami perubahan. Indikator yang lebih sederhana adalah
indicator penyebaran penghasilan: total jumlah konsumsi penduduk termiskin
secara nasional adalah 20%. Ini pun belum banyak berubah. Antara tahun 1990 dan
2006, angkanya berada pada sekitar 9%.
Untuk
mengetahuinya, BPS melakukan survei sosial ekonomi nasional (Susenas) terhadap
sampel rumah tangga. Pada 2007, sekitar 37,2 juta penduduk Indonesia berada di
bawah garis kemiskinan. Namun itu merupakan jumlah nasional. Situasinya
berbedabeda, dari satu daerah ke daerah lain. Hidup di perkotaan, misalnya,
umumnya membutuhkan biaya yang lebih tinggi dibandingkan di perdesaan.
Pada 2007, angka
kemiskinan nasional adalah 16,6%, atau terdapat sekitar 37,2 juta penduduk
miskin. Berdasarkan angka tersebut, artinya pencapaian MDGs kita tidak
mengalami kemajuan berarti. Untuk kemiskinan, target yang dipatok adalah 7,5%
berdasarkan separuh angka kemiskinan tahun 1990 yang berjumlah 15,1%.
Sebenarnya, kondisi saat ini bahkan lebih parah.
Target 2: Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi
setengahnya antara tahun 1990 dan 2015
Indikator pertama adalah prevalensi anak usia di bawah lima tahun
(balita) dengan berat badan kurang. Angka saat ini adalah 28% dan nampaknya
akan meningkat. Dengan angka ini, jelas kita tidak (akan) mencapai target.
Indikator kedua adalah proporsi penduduk yang mengkonsumsi kebutuhan minimum
per-harinya. Dengan menggunakan perhitungan FAO, tampaknya Indonesia masih
berada di jalur yang benar untuk mencapai target MDGs ini.
Tindak Lanjut
Pencapaian tujuan MDG yang
pertama tahun 2015 hanya akan dapat dilakukan dengan keikutsertaan dan
kerjasama seluruh pemangku kepentingan di setiap kabupaten dan kota. Masyarakat
miskin di Indonesia memerkukan akses yang lebih baik untuk mendapatkan makanan,
air bersih, pelayanan kesehatan dasar dan pendidikan. Masyarakat miskin juga
membutuhkan jalan dan infrastruktur lain untuk mendukung aktivitas ekonomi, dan
membuka akses pasar untuk menjual produksi mereka. Tingkat pendapatan
masyarakat miskin di Indonesia akan meningkat dengan peningkatan kesempatan
kerja dan pengembangan usaha. Perubahan mendasar perlu dilakukan pada tingkat
pembuatan kebijakan. Kebijakan yang pro-kemiskinan harus mulai dikembangkan.
Dalam era desentralisasi, tanggungjawab pembuatan kebijakan dan penganggaran
dibuat di tingkat lokal oleh pemerintahan daerah. Masyarakat sipil dan kalangan
swasta, media dan akademisi dapat pula membantu pemerintah dengan menyampaikan
kebutuhan kaum miskin melalui advokasi dan keterlibatan langsung dengan pembuat
kebijakan.
Keluarga dan kelompok
masyarakat di seluruh Indonesia juga harus diberdayakan untuk lebih berperan
aktif dalam menentukan dan meraih yang mereka perlukan. Pembangunan
berkelanjutan harus dimulai dari akar rumput, dan kemudian bergerak ke tingkat
yang lebih tinggi. Untuk membantu kaum miskin agar lebih sejahtera, mereka harus
diberi sumber daya yang cukup untuk membantu mereka tumbuh dan menjadi
sejahtera.
- Mencapai pendidikan dasar yang universal
Target 3: Memastikan bahwa pada 2015 semua anak di manapun, laki-laki
maupun perempuan, akan bisa menyelesaikan pendidikan dasar secara penuh
Terdapat dua indikator
yang relevan. Pertama, untuk tingkat partisipasi di sekolah dasar, Indonesia
telah mencapai angka 94,7%. Berdasarkan kondisi ini, kita dapat mencapai target
100% pada 2015. Indikator kedua berkaitan dengan kelulusan, yaitu proporsi anak
yang memulai kelas 1 dan berhasil mencapai kelas 5 sekolah dasar. Untuk
Indonesia, proporsi tahun 2004/2005 adalah 82%. Namun, sekolah dasar berjenjang
hingga kelas enam. Karena itu, untuk Indonesia lebih pas melihat pencapaian
hingga kelas enam. Jumlahnya adalah 77% dengan kecenderungan terus meningkat.
Artinya, kita bisa mencapai target yang ditetapkan. Data kelulusan yang
digunakan dalam laporan ini berasal dari Departemen Pendidikan Nasional
berdasarkan data pendaftaran sekolah. Berbeda dengan Susenas (2004), yang
menghitung angka yang jauh lebih besar, yaitu Indikator ketiga untuk tujuan ini
adalah angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun. Dalam hal ini, nampaknya
kita cukup berhasil dengan pencapaian 99,4%. Meskipun demikian, kualitas melek
huruf yang sesungguhnya mungkin tidak setinggi itu karena tes baca tulis yang
diterapkan oleh Susenas terbilang sederhana.
- Mempromosikan persamaan gender dan pemberdayaan perempuan
Indonesia telah mencapai banyak
kemajuan dalam mengatasi persoalan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan.
Program Wajib belajar 9 tahun telah membawa dampak positif dalam pengurangan
kesenjagan dalam dunia pendidikan. Rasio antara partisipasi murid laki-laki dan
perempuan, baik partisipasi bersih amupun kotor, sudah hampir mencapai 100% di
seluruh tingkat pendidikan. Akan tetapi, keberhasilan ini masi perlu
ditingkatkan, terutama untuk kelompok usia yang lebih tua. Masih terdapat cukup
banyak kesenjangan dan anggapan yang salah dalam konteks peranan dan gender di
masyarakat. Persepsi yang salah ini hampir terjadi di semua aspek kehidupan,
mulai dari pekerjaan (kesempatan dan kesetaraan imbalan) hingga keterwakilan di
bidang politik.
Proporsi perempuan dalam pekerjaan non-pertanian relative stagnan,
begitu pula debngan keterwakilan perempuan di parlemen, yang masing-masing
masih berkisar pada 33% dan 11%.
Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan
lanjutan, lebih baik pada 2005, dan di semua jenjang pendidikan paling lambat
tahun 2015
Yang menjadi indikator utama adalah rasio anak perempuan terhadap
anak laki-laki di pendidikan dasar, lanjutan dan tinggi. Disini Indonesia
tampaknya sudah mencapai target, dengan rasio 99,4% di sekolah dasar, 99,9% di
sekolah lanjutan pertama, 100,0% di sekolah lanjutan atas, dan 102,5% di
pendidikan tinggi. Indikator kedua adalah rasio melek huruf perempuan terhadap
laki-laki untuk usia 15-24 tahun. Disini pun, tampaknya kita telah mencapai
target dengan rasio 99,9%. Indikator ketiga adalah sumbangan perempuan dalam
kerja berupah di sektor non-pertanian. Disini kita masih jauh dari kesetaraan.
Nilainya saat ini hanya 33%. Indikator keempat adalah proporsi perempuan di
dalam parlemen, dimana proporsinya saat ini hanya 11,3%.
Dalam banyak hal, perempuan di Indonesia telah mencapai kemajuan
pesat, meskipun, masih cukup jauh dari pencapaian kesetaraan gender. Data
tujuan ketiga MDGs menunjukkan hal tersebut dengan cukup jelas. Tujuan ini
memiliki tiga target. Pertama, menyangkut pendidikan. Untuk hal ini, nampaknya
kita cukup berhasil. Namun, terkait target kedua dan ketiga, yaitu lapangan
pekerjaan dan keterwakilan dalam parlemen, kesempatan yang dimiliki perempuan
Indonesia masih kurang.
Tindak Lanjut
Pemerintah Indonesia saat ini tengah melakuan banyak strategi
untuk mendukung pencapaian tujaun ketiga MDGs. Selain program gender di bidang
pendidikan, upaya juga dilakukan untuk meningkatkan kesempatan bagi perempuan
untuk bekerja di sektor non-pertanian dan kesetaraan imbalan. Aspek pemberdayaan
perempuan merupakan langkah penting untuk mencapai tujuan ketiga MDGs, termasuk
juga peningkatan keterwakilan perempuan dalam aspek politik.
Mekipun Pasal 27 UUD 45 menjamin kesetaraan hak bagi seluruh
penduduk Indonesia – laki-laki maupun perempuan, cukup banyak ditemukan
praktek-praktek yang justru mendiskriminiskian dan memicu terjadinya
kesenjangan, terutama di tingkat daerah. Hal ini mencakup implementasi
peraturan daerah yang mengandung unsur dualisme yang tidak sesuai dengan UUD
45. Seluruh pemangku kepentingan di Indonesia, termasuk Pemerintah, masyarakat
sipil, sektor swasta, akademisi dan media dapat berperan dalam mencegah dampak
negatif dari praktek semacam ini, dengan cara berpedoman secara teguh terhadap
hak konstitusional setiap warga negara.
- Mengurangi jumlah kematian anak
Di Indonesia, dari setiap 1.000 kelahiran, 40 diantaranya akan
mennggal sebelum mereka berusia 5 tahun. Statistik ini dikenal dengan Angka
kematian Balita (AKB). AKB Indonesia saat ini adalah yang tertinggi diantara
Negara ASEAN lain. Meskipuns demikian, Indonesia sebenarnya telah mencapai
tujuan keempat MDG. Hal yang menjadi pekerjaan kita sekarang adalah memastikan
bahwa anak-anak Indonesia mendapatkan hak konstitusional mereka. UU no 23
tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap anak memiliki hak untuk
memperoleh pelayanan kesehatan dan keamanan sosial menurut kebutuhan fisik,
psikis dan sosial mereka.
Sepertiga kematian bayi di Indonesia terjadi pada bulan pertama
setelah kelahiran, 80% diantaranya terjadi pada minggu pertama. Penyebab utama
kematian adalah infeksi pernafasan akut, komplikasi kelahiran dan diare. Selain
penyebab utama, beberapa penyakit menular seperti infeksi radang selaput otak
(meningitis), typhus dan encephalitis juga cukup sering menjadi penyebab
kematian bayi.
Target 5: Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya antara
1990 dan 2015
Karena itu, indikator utama tujuan ini adalah angka kematian anak
di bawah lima tahun (balita). Target MDGs adalah untuk mengurangi dua pertiga
angka tahun 1990. Saat itu, jumlahnya 97 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Target saat ini adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Dengan demikian,
Indonesia cukup berhasil. Indikator kedua adalah proporsi anak usia satu tahun
yang mendapat imunisasi campak. Angka ini telah meningkat,menjadi 71,6% untuk
bayi dan 82,2% untuk anak dibawah 23 bulan pada 2006, namun perlu lebih
ditingkatkan lagi.
Bayi adalah anak berusia di bawah satu tahun. Ketika melihat pada
angka kematian anak, kita biasanya merujuk pada anak di bawah usia lima tahun
(balita). Ini merupakan pembedaan yang bermanfaat, seperti yang bisa dilihat
pada Gambar 4.1. Gambar tersebut menunjukkan proporsi anak yang meninggal, baik
ketika masih bayi ataupun sebelum mencapai usia lima tahun. Jelas bahwa kita
mencapai kemajuan karena proporsi balita yang meninggal kurang dari separuh
angka tahun 1990. Pada 2005, angkanya sekitar 40 per 1.000 kelahiran hidup.
MDGs menargetkan pengurangan angka tahun 1990 menjadi duapertiganya. Artinya,
kita harus menurunkannya dari 97 kematian menjadi 32.
Tindak Lanjut
Program Nasional Anak Indonesia menjadikan issu kematian bayi dan
balita sebagai salah satu bagian terpenting. Program tersebut merupakan bagian
dari Visi Anak Indonesia 2015, sebuah gerakan yang melibatkan seluruh komponen
masyarakat, dari mulai pemerintah, sektor swasta hingga akademisi dan
masyarakat sipil. Bersama-sama, kelompok ini berusaha meningkatkan kualitas
kesehatan dan kesejaheraan Bayi dan Balita. Selain mempromosikan hidup sehat
untuk anak dan peningkatan akses dan kualitas terhadap pelayanan kesehatan yang
komprehensif, bagian dari Target keempat MDG adalah untuk meningkatkan proporsi
kelahiran yang dibantu tenaga terlatih, sehingga diharapkan terjadi perubahan
perilaku di masyarakat untuk lebih aktif mencari pelayanan kesehatan, terutama
untuk anak dan balita.
- Meningkatkan kesehatan ibu
Resiko kematian ibu karena propses melahirkan di Indonesia adalah
1 kematian dalam setiap 65 kelahiran. Setiap tahun diperkirakan terjadi 20.000
kematian ibu karena komplikasi sewaktu melahirkan dan selama kehamilan. Tingkat
Kematian Ibu dihitung berdasarkan jumlah kematian setiap 100.000 kelahiran.
Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah haemorrhage, eclampsia yang
menyebabkan tekanan darah tinggi sewaktu kehamilan, komplikasi karena aborsi,
infeksi dan komplikasi sewaktu melahirkan. Meskipun Indonesia belum memiliki
sistem pendataan yang baik untuk mendapatkan infromasi mengenai AKI, para ahli
memperkirakan bahwa AKI pada tahun 1992 di Indonesia adalah 425 Lebih dari satu
dekade kemudian, angkanya berubah menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup.
Berdasarkan laju ini, diperlukan usaha yang jauh lebih besar untuk mecapai
Target MDG ke 5. Selain itu, perhatian khusus harus diberikan kepada daerah
miskin, terutama di bagian timur Indonesia, dimana banyak daerah masih memiliki
tingkat kematian ibu tertinggi di Indonesia, dan juga karena daerah tersebut
memiliki infrastruktur yang sangat terbatas.
Target 6: Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara
1990 dan 2015.
Data tersedia yang terdekat dengan tahun 1990 berasal dari tahun
1995. Berdasarkan data-data tersebut, target yang harus dicapai adalah 110.
Melihat kecenderungan saat ini, Indonesia tidak akan mencapai target. Indikator
kedua yaitu proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih,
saat ini menunjukkan angka 72,4%.
Setiap tahun sekitar 18.000 perempuan di Indonesia meninggal
akibat komplikasi dalam persalinan. Melahirkan seyogyanya menjadi peristiwa
bahagia tetapi seringkali berubah menjadi tragedi. Sebenarnya, hampir semua
kematian tersebut dapat dicegah. Karena itu tujuan kelima MDGs difokuskan pada
kesehatan ibu, untuk mengurangi “kematian ibu”. Meski semua sepakat bahwa angka
kematian ibu terlalu tinggi, seringkali muncul keraguan tentang angka yang
tepat.
Tindak Lanjut
Yang sangat diperlukan oleh Ibu adalah peningkatan akses terhadap
pelayana kesehatan berualitas untuk ibu dan anak, terutama selama dan segera
setelah kelahiran. Selain peningkatan pelayanan kesehatan, perlu juga diadakan
perubahan perilaku masyarakat yang paling rentan terhadap kematian ibu. Hal ini
termasuk peningkatan pengetahuan keluarga mengenai status kesehatan dan
nurtisi, serta pemberitahuan mengenai jangkauan dan macam pelayanan yang dapat
mereka pergunakan. Pemerintah juga perlu untuk meningkatkan sistem pemantauan
untuk mencapai tujuan MDG ke 5. Peningkatan sistem pendataan terutama aspek
manajemen dan aliran informasi terutama data dasar infrastruktur kesehatan,
serta koordinasi antara instansi terkait dengan masyarakat donor juga perlu
ditingkatkan untuk untuk menghindari overlap dan kegiatan yang tidak tepat
sasaran, sehingga peningkatan kesehatan ibu dapat dicapai secara lebih efektif
dan efisien.
- Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain
Tujuan keenam dalam MDGs menangani berbagai penyakit menular
paling berbahaya. Pada urutan teratas adalah Human Immunodeficiency Virus
(HIV), yaitu virus penyebab Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) –
terutama karena penyakit ini dapat membawa dampak yang menghancurkan, bukan
hanya terhadap kesehatan masyarakat namun juga terhadap negara secara
keseluruhan. Indonesia beruntung bahwa HIV belum mencapai kondisi seperti yang
terjadi di Afrika dan beberapa negara Asia Tenggara. Jumlah penduduk Indonesia
yang hidup dengan virus HIV diperkirakan antara 172.000 dan 219.000, sebagian
besar adalah laki-laki. Jumlah itu merupakan 0,1% dari jumlah penduduk. Menurut
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPA), sejak 1987 sampai Maret 2007,
tercatat 8.988 kasus AIDS – 1.994 di antaranya telah meninggal.
Target 7: Menghentikan dan mulai membalikkan tren penyebaran HIV dan aIDS
pada 2015
Prevalensi saat ini adalah 0,1% di tingkat nasional namun pada
saat ini tidak ada indikasi bahwa kita telah menghentikan laju penyebaran HIV
dan AIDS. Meskipun demikian, kita semestinya bisa melakukannya. Hampir semua
data yang ada berikut ini, terkait dengan kelompok-kelompok berisiko tinggi.
Prevalensi HIV– Para pengguna napza jarum suntik 2003: Jawa Barat, 43%. PSK
perempuan 2003: Jakarta, 6%; Tanah Papua 17%. PSK laki-laki 2004: Jakarta, 4%.
Narapidana 2003: Jakarta, 20%. Tes – Melakukan tes selama 12 bulan terakhir dan
mengetahui hasilnya, 2004-2005: PSK perempuan, 15%; pelanggan pekerja seks, 3%;
pengguna napza jarum suntik 18%; laki-laki yang berhubungan seks dengan
lakilaki, 15%. Pengetahuan– Proporsi kelompok yang tahu bagaimana mencegah
infeksi dan menolak kesalahpengertian utama 2004: PSK, 24%; pelanggan pekerja
seks, 24%; laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, 43%; pengguna
napza jarum suntik,7%.
Target MDGs untuk HIV dan AIDS adalah menghentikan laju penyebaran
serta membalikkan kecenderungannya pada 2015. Saat ini, kita belum dapat
mengatakan telah melakukan dua hal tersebut karena di hampir semua daerah di
Indonesia keadaannya tidak terkendalikan. Kita bisa saja mencapai target ini,
namun untuk itu diperlukan satu upaya besar-besaran dan terkoordinasi dengan
baik di tingkat nasional. Masalah utama kita saat ini adalah rendahnya
kesadaran tentang isu-isu HIV dan AIDS serta terbatasnya layanan untuk
menjalankan tes dan pengobatan. Selain itu, kurangnya pengalaman kita untuk
menanganinya dan anggapan bahwa ini hanyalah masalah kelompok risiko tinggi
ataupun mereka yang sudah tertular. Stigma yang masih kuat menganggap bahwa HIV
hanya akan menular pada orang-orang tidak bermoral. Menjadi sebuah tantangan
untuk mengajak semua pihak merasakan ini sebagai masalah yang perlu dihadapi
bersama. Kondisi ini dapat terlihat secara jelas jika dibandingkan dengan
respon terhadap penyakitpenyakit lain seperti malaria dan Tuberculosis (TBC),
dimana lebih mudah melibatkan masyarakat karena tidak ada stigma dan
diskriminasi terhadap penyakitpenyakit tersebut.
Target 8: Menghentikan dan mulai membalikkan kecenderungan persebaran
malaria dan penyakit-penyakit utama lainnya pada 2015
Malaria – Tingkat kejadian hingga 18.6 juta kasus per tahun.
Jumlah ini mungkin sudah turun. Tuberkulosis (TBC) – Prevalensi: 262 per
100.000 atau setara dengan 582.000 kasus setiap tahunnya. Deteksi kasus: 68%.
Angka keberhasilan pengobatan DOTS: lebih dari 91%.
Tindak Lanjut
Upaya pemerintah untuk memerangi HIV/AIDS dilaksanakan oleh Komisi
Nasional Pemnanggulangan AIDS (KPA), sebuah badan nasional yang dibentuk untuk
mendukung pelaksanaan kampanye danpemberian informasi yang benar mengenai
HIV/AIDS, penyebarannya dan apa saja yang dapat dilakukan oleh setiap orang
untuk menghindari dan melindungi diri mereka dari tertular penyakit tersebut.
KPA juga membentuk masyarakat untuk mengerti bagaimana hidup bersama ODHA dan
untuk tetap hidup secara produktif. Upaya peningkatan pemantauan dan
peningkatan fasilitas kesehatan dan perawatan untuk ODHA juga perlu dilakukan.
Setiap warga negara dapat membantu menghentikan penyebaran HIV dengan
mengurangi resiko penularan dengan melakukan praktek seksual yang aman dan
menggunakan kondom secara teratur. Kampanye mengenai Roll Back Malaria dan DOTS
juga termasuk usaha yang secara periodik dilakukan untuk memerangi Malaria dan
TBC.
- Menjamin kelestarian lingkungan
Pembangunan di Indonesia telah banyak mengorbankan lingkungan
alam. Kita menebang pohon, merusak lahan, membanjiri sungai-sungai dan jalur
air serta atmosfer dengan lebih banyak polutan. Tujuan MDGs ketujuh adalah
untuk menghalangi kerusakan ini. Pertama, tujuan ini menelaah seberapa besar
wilayah kita yang tertutup oleh pohon. Ini penting bagi Indonesia karena kita
memiliki sejumlah hutan yang paling kaya dan paling beragam di dunia. Namun
tidak untuk jangka waktu yang terlalu lama lagi. Selama periode 1997 hingga
2000, kita kehilangan 3,5 juta hektar hutan per tahun25, atau seluas propinsi
Kalimantan Selatan.
Antara tahun 1985 dan 1997, laju deforestasi di Kalimantan,
Maluku, Papua, ulawesi dan Sumatra adalah 1.8 juta hektar per tahun. Ancaman
utama tehadap hutan hujan Indonesia adalah pembalakan liar di kawasan hutan
lindung. Di era desentralisasi dan otonomi daerah, lebih banyak hutan yang
dikeploitasi, pembalakan liar semakin menjadi-jadi dan batas kawasan lindung
sudah tidak diperdulikan lagi. Panyebab utamanya adalah lemahnya supresmasi
hukum dan kurangnya pengertian dan pengetahuan mengenai ptujuan pembangunan
jangka panjang dan perlindungna biosphere.
Kualitas air yang sampai ke masyarakat dan didistribusikan oleh
PDAM ternyata tidak memenuhi persyarat air minum aman yang dikeluarkan oleh
Departemen Kesehatan. Hal ini utamanya disebabkan oleh kualitas jaringan
disribusi dan perawatan yang kemudian menyebabkan terjadinya kontaminasi.
Berdasarkan data terahir yang tersedia, akses masyrakat secara
umum terhadap fasilitas sanitasi adalah 68%. Akan tetapi, tampaknya sanitasi
tidak menjadi prioritas utama pembangunan, baik di tingkat nasional, regional,
badan legislative maupun sektor swasta. Hal ini tampat dari relatif kecilnya
anggaran yang disediakan untuk sanitasi.
Target 9: Memadukan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program
negaraserta mengakhiri kerusakan sumberdaya alam
Indikator pertama adalah proporsi lahan berupa tutupan hutan.
Berdasar citra satelit, jumlahnya sekitar 49,9%, atau bahkan mungkin sudah
lebih rendah dari angka tersebut. Namun citra Landsat merupakan citra satelit
dengan resolusi rendah dan mungkin tidak terlalu sesuai untuk melacak
perubahan. Indikator lain adalah rasio kawasan lindung untuk mempertahankan keragaman
hayati. Pada 2006 rasio tersebut adalah 29,5% meskipun sebagian dari jumlah
tersebut telah dirambah.
Sejauh ini, angka terkini tentang emisi karbon dioksida per kapita
adalah 1,34 sedangkan konsumsi bahanbahan perusak lapisan ozon masih pada
tingkat 6.544 metrik-ton. Proporsi rumah tangga yang menggunakan bahan bakar
padat pada 2004 adalah 47,5%.
Target 10: Menurunkan separuh proporsi penduduk yang tidak memiliki akses
yang berkelanjutan terhadap air minum yang aman dan sanitasi dasar pada 2015
Pada tahun 2006, 52,1% penduduk memiliki akses terhadap air minum
yang aman dan kita hampir berhasil untuk mencapai target 67%. Untuk sanitasi
kita nampaknya telah melampaui target 65%, karena telah mencapai cakupan
sebesar 69.3%, meskipun banyak dari pencapaian ini berkualitas rendah.
Target 11: Pada 2020 telah mencapai perbaikan signifikan dalam kehidupan
(setidaknya) 100 juta penghuni kawasan kumuh
Meskipun 84% rumah tangga telah memiliki hak penguasaan yang aman,
baik dengan memiliki ataupun menyewa, namun jumlah komunitas kumuh yang
memiliki akses terbatas pada layanan dan keamanan semakin meningkat.
Tindak Lanjut
Akses dan ketersediaan informasi mengenai sumberdaya alam dan
lingkungan merpakan aspek yang perlu ditingkatkan. Program yang seperti ini
dapat membantu memperkaya pengetahuan dan wawasan kelompok masyarakat yang
hidup di daerah perdesaan dan daerah terpencil mengenai pentingnya perlindungan
terhadap lingkungan. Hal ini juga perlu disandingkan dengan promosi mengenai
kesehatan dan kebersihan, sehingga masyarakat akan lebih mengerti petingnya air
bersih dan dapat berpartisipasi aktif menjaga dan merawat fasilitas air bersih
yang ada. Kampanye mengenai pentingnya sanitasi juga perlu dilakukan kepada
pemerintah, pembuat kebijakan, dan badan legislatif, termasuk juga kapada
masyarakat. Diperlukan investasi dan prioritisasi yang lebih besar untuk
meningkatkan akses terhadap air bersih dan pelayanan sanitasi untuk masyarakat
di seluruh Indonesia.
- Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan (develop a global partnership for development)
Tujuan MDGs terakhir ini, terkait dengan kerjasama internasional,
yaitu menelaah isu-isu seperti perdagangan, bantuan dan utang internasional.
Namun, dalam kenyataan, sebagian besar target dan indikator ditujukan untuk negara-negara
maju agar membantu negara-negara termiskin dalam mencapai tujuan-tujuan MDGs
lainnya.
- Tekad Indonesia dalam mencapai MDGs
Dengan menandatangani Deklarasi Milenium, Pemerintah Indonesia
berkomitmen untuk menempatkan MDG menjadi referensi penting dalam pelaksanaan
pembangunan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan menggunakan MDG sebagai
bahan acuan dalam pembangunan, mulai dari tahap perencanaan seperti yang
dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sampai
tahap implementasi. MDG bahkan telah menjadi dasar perumusan Strategi
Penanggulangan Kemiskinan di tingkat nasional dan daerah.
Menyadari bahwa sumber pendanaan dalam negeri yang ada masih belum
mencukupi untuk membiayai program-program pembangunan, pemerintah memandang
penting dukungan dunia internasional bagi pelaksanaan pembangunan di Indonesia.
Hal ini dipertegas dengan adanya pernyataan dalam laporan MDG Indonesia tahun
2005, bahwa bagi Indonesia, pelaksanaan tujuan ke-8 yaitu “membangun kemitraan
global untuk pembangunan” merupakan salah satu prasyarat dalam mencapai tujuan
ke-1 hingga ke-7. Kerjasama dan kerja keras berbagai pelaku pembangunan,
termasuk lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta serta komunitas
donor/lembaga internasional memegang peranan penting dalam mencapai MDG.
Laporan Perkembangan MDG Kantor statistik PBB mengeluarkan laporan
rutin kemajuan MDG dengan menggunakan indikator-indikator yang telah ditetapkan
dalam mencapai target–target pembangunan di negara-negara berkembang. UNDP (The
United Nations Development Programme) membantu negara-negara berkembang dalam
membuat laporan dan rencana MDG di tingkat negara. Monitoring di tingkat negara
ini merupakan elemen penting dalam menilai kemajuan MDG dan dapat membantu
negara-negara berkembang menggunakan sumber daya yang ada untuk dapat mencapai
target.
Pemerintah Indonesia sendiri mengeluarkan laporan MDG pertama kali
pada tahun 2004. Di bawah kepemimpinan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas), berbagai elemen pemerintah dibantu oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
dan kelompok kerja PBB untuk MDG menyusun laporan MDG dengan memanfaatkan
sumber data yang tersedia, diantaranya dari Survei Sosial-Ekonomi Nasional
(Susenas), Sensus Penduduk, data-data dari Departemen Kesehatan, Dinas Pendidikan
Nasional serta sumber-sumber data lainnya. Tim tersebut mengkaji kembali
sumber-sumber data yang ada yang dipergunakan sebagai indikator dalam mencapai
MDG. Dengan dibuatnya laporan perkembangan MDG ini diharapkan ada kesamaan
persepsi tentang posisi Indonesia berkaitan dengan sasaran MDG serta menetapkan
sasaran yang harus dicapai di masa yang akan datang. Laporan ini diperbaharui
setiap tahun, sejak tahun 2004.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa:
Pada Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bulan September 2000, sebanyak
189 negara anggota PBB yang sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan
sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium (Millenium Declaration).
Dalam konteks inilah negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi
Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDG).
- Memberantas kemiskinan dan kelaparan.
- Mencapai pendidikan dasar yang universal
- Mempromosikan persamaan gender dan pemberdayaan perempuan
- Mengurangi jumlah kematian anak
- Meningkatkan kesehatan ibu
- Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain
- Menjamin kelestarian lingkungan
- Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
B. Saran
Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini penulis merasa masih
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran dari
pembaca sangat diperlukan demi kesempurnaan makalah yang penulis susun ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dyah Ratih
Sulistyastuti. 2007. Pembangunan Pendidikan Dan MDGS Di Indonesia.Yogyakarta
Peter Stalker. 2007.
Kita Suarakan Millenium Development Goals (MDGs) Demi Pencapaiannya di
Indonesia. Jakarta; BAPPENAS dan UNDP
0 Response to "Makalah Millennium Development Goals (MDGs)"
Posting Komentar