Makalah Voyeurisme
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sesuatu yang tidak biasa terjadi
seringkali dikatakan sebagai kelainan. Demikian juga dalam hal seksual.
Adakalanya terjadi deviasi seksual pada sebagian orang. Deviasi seksual
merupakan ganguan arah dan tujuan seksual. Arah dan tujuan, dalam hal ini bukan
lagi merupakan pasangan seks yang lain (dalam hal hubungan heteroseksual yang
dianggap normal). Cara utama untuk mendapatkan kepuasan seksual ialah dengan
objek lain atau dengan cara lain yang dianggap keluar dari batas normal.
Umumnya deviasi seksual ini dikategorikan sebagai parafilia. Parafilia
merupakan gangguan perilaku psikoseksual, yang menyimpang dari norma-norma
dalam hubungan seksual yang secara sosial tidak dapat diterima. Penderita
senantiasa menggunakan fantasinya untuk mencapai kepuasan seksual. Fantasi ini
cenderung berulang mendadak dan terjadi dengan sendirinya. Penyebab utama
biasanya berhubungan dengan faktor psikologis. Sedangkan gangguan fungsi karena
kelainan atau gangguan organik pada alat kelamin, tidak dimasukkan dalam
parafilia. Istilah voyeurism, dari kata Prancis berarti melihat, mengacu pada
keinginan untuk memandang tindakan dan ketelanjangan hubungan seks. Voyeurisme
ialah keadaan seseorang yang harus mengamati tindakan sexual atau ketelanjangan
(orang lain) untuk memperoleh rangsangan dan pemuasan seksual. Voyeurisme
adalah preokupasi rekuren dengan khayalan dan tindakan yang berupa mengamati
orang lain yang telanjang atau sedang berdandan atau melakukan aktivitas
seksual. Gangguan ini juga dikenal sebagai skopofilia. Masturbasi sampai
orgasme biasanya terjadi selama atau setelah peristiwa. Voyeurisme ini
merupakan kegiatan mengintip yang menggairahkan dan bukan merupakan aktivitas
seksual dengan orang yang dilihat.
Menurut
penelitian yang dilakukanl embaga kesehatan Jerman, Bremen Health awal Juli 2006 lalu, di negara Jerman,
Swiss, Austriadan Perancis sebanyak 43 %
dari pelaku Voyeurisme melakukan pengintipan dari ruang kos atau
apartemen.Sementara 17 % melakukan dari jendela hotel, 24 % melakukannya ke
rumah tetangga, sedangkan 66 % mengintip siapa saja yang penting wanita, baik
dikenal maupun pacar sendiri,sedang ganti baju, mandi, sedang bersetubuh,
ataupun sedang mengganti pembalut. Arti dari hasil tersebut adalah komposisi
ruang memang bisa berganti, namun bagi yang terbiasa melakukan kegiatan
mengintip, setiap kesempatan kelihatannya akan dimanfaatkan untuk
mengekspresikan perbuatan itu. Meski perbuatannya itu tergolong dalam kategori
kelainan seksual. Masih menurut hasil penelitian Bremen Health, para pecandu
mengintip ini jutru paling besar berpendidikan setingkat SMU, Diploma, S1,
dengan status lajang dan banyak melakukan hal ini dikeramaian. Adapun obyek bagian tubuh wanita yang menjadi sasaran
adalah bagian dada wajah dan leher. Sementara bagi mereka yang berpendidikan S1
atau Pascasarjana, kegiatan mengintip ini dilakukan dengan cara yang lebih
modern. Artinya mereka menggunakan binocular untuk menyalurkan hobinya
tersebut. Asalkan kepuasannya tersalurkan dan tingkat keamanannya terjamin.
Pelaku voyeurisme ternyata tidak sekadar keranjingan mengintip, sebab sebagian
pelaku mengaku bahwa perbuatan mengintip akan disertai dengan masturbasi.
Sejumlah pelaku secaras engaja ada yang berhasil merekam hasil intipan mereka
yang tentunya akan dapat diintip (kaliini ditonton) berkali-kali. Yang perlu
dikhawatirkan adalah pelaku voyeurisme yang menyebar-nyebarkan gambar kepublik.
Bisa jadi video atau gambar foto yang diambil para pelaku voyeurisme menjadi
kasus besar yang memalukan korban pengintipan. Apapun alasannya voyeurisme
tetap membahayakan kita
1.2
Masalah
Adapun masalah yang akan diangkat dalam makalah ini:
1. Apa
yang di maksud dengan Voyeurisme?
2.
Menjelaskan tentang diagnosis Voyeurisme!
3.
Menyebutkan penyebab dari Voyeurisme!
4.
Bagaimana cara penanggulangan Voyeurisme?
5.
Bagaimna cara pencegahan Voyeurisme?
1.3
Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan
untuk mengetahui tentang pengertian Voyeurisme, diagnosis Voyeurisme, penyebab
Voyeurisme, cara penanggulangan Voyeurisme, dan cara pencegahan Voyeurisme.
1.4
Manfaat
Diharapkan dari pembuatan makalah ini dapat dijadikan
sebagai sumber bacaan dan literature bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Voyeurisme
Voyeurisme berasal dari bahasa Perancis Voyeur yang berarti
"melihat/mengintip". Arti
sebenarnya dari voyeurisme adalah tindakan untuk mendapatkan rangsangan
maupun kepuasan seks, dengan terlebih dulu melihat orang lain telajang bahkan
melepaskan pakaian. Namun anehnya, orang yang menderita voyeurisme baru merasa
puas, jika orang yang diintip itu tidak tahu jika dirinya dilihat.
Voyeurisme adalah sebuah kelainan jiwa, di dunia kedokteran
dikenal sebagai istilah skopofilia. Ciri utama voyeurisme adalah adanya
dorongan yang tidak terkendali untuk secara diam-diam mengintip atau melihat
seseorang yang berlainan jenis atau sejenis tergantung orientasi seksual
berbeda yang sedang telanjang, menanggalkan pakaian atau melakukan kegiatan
seksual. Dari ini, penderita biasanya memperoleh kepuasan seksual.
Voyeurisme sejati tidak akan terangsang jika melihat
seseorang yang tidak berpakaian di hadapannya. Mereka hanya terangsang dengan
melakukan pengintipan. Dengan mengintip mereka mampu mempertahankan keunggulan
seksual tanpa perlu mengalami risiko kegagalan atau penolakan dari pasangan
yang nyata.
2.2 Diagnosis Voyeurisme
Menurut American Psychiatric Association dalam Diagnostic
and Statistical Mannual of Mental Disorder fourth edition (DSM-IV), kriteria
diagnosa untuk voyeurisme ialah seperti berikut :
1.
Seseorang dengan kebiasaan melihat orang yang sedang telanjang, menanggalkan
pakaian, atau orang lain yang sedang melakukan aktivitas seksual, yang
dilakukan untuk membangkitkan hasrat seksual, dilakukan berulang kali, dan terus
menerus dalam kurun waktu minimal 6 bulan.
2.
Pelaku voyeurisme mengalami penderitaan dan frustasi berat sehingga mengganggu
hubungan sosial, pekerjaan, dan aktivitas hariannya yang lain disebabkan oleh
fantasi seksual dan kegiatan pengintipannya.
Menurut
PPDGJ-III, pedoman diagnostic pada voyeurisme adalah;
1.
Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk melihat orang yang sedang
berhubungan seksual atau berprilaku intim seperti sedang menanggalkan pakaian.
2. Hal
ini biasanya menjurus kepada rangsangan seksual dan masturbasi, yang dilakukan
tanpa orang yang diintip menyadarinya.
2.3 Penyebab Voyeurisme
1.
Rasa ingin tahu yang sangat mendominasi dirinya tentang aktivitas seksual.
2.
Penyebab voyeurisme mencakup faktor psikososial. Menurut teori psikoanalitik
klasik dikatakan bahwa pasien penyimpangan seksual (voyeurism) dikarenakan
kegagalan dalam menyelesaikan proses perkembangan normal menuju penyesuaian
heteroseksual.
3.
Ketidak-adekuatan relasi dengan lawan jenis dan rasa ingin tahu yang sangat
mendominasi dirinya tentang aktivitas seksual.
4.
Pernah mengalami trauma psikologis dari perlakuan jenis kelamin lain yang
menambah kadar rasa kurang percaya diri.
5. Adanya informasi dari
berbagai media yang menyumbang pada kebebasan pornografi
6. Adanya rauma pada usia
anak.
7. Ketidaksengajaan melihat
orang sedang telanjang, sedang melepas pakaian, atau orang yang sedang
melakukan hubungan seksual.
2.4
Cara Penanggulangan Voyeurisme
Penanganan yang lebih manusiawi adalah dengan terapi
kognitif dan tingkah laku untuk memberikan kesadaran pada penderita agar
menghilangkan kebiasaannya. Tetapi dari data yang tercatat, rata-rata penurunan
frekuensi dan intensitas perilaku hanya 50% dan memerlukan waktu yang relatif
lama. Penggunaan obat-obatan atau zat-zat kimia organik juga dapat dilakukan
untuk mengurangi perilaku penyimpangan seksual. Zat yang digunakan biasanya
adalah Depo-Provera, Androcur atau Triptorelin. Dengan terapi obat ini,
ketidakstabilan hormon penderita dimanipulasi sedemikian rupa sehingga dorongan
seksual yang dimilikinya menurun. Namun, meski sudah diberikan obat-obatan,
secara psikologis harus tetap dilakukan perbaikan sebab obat-obatan itu hanya
mempengaruhi aspek fisologis. Sedangkan aspek psikologisnya yang dianggap
sebagai penyebab utama perlu ditangani secara psikologis pula.
Terapi
Penyimpangan seksual tidak hanya bersangkutan dengan
pemuasan dorongan seksual saja tetapi seringkali merupakan mekanisme pertahanan
diri terhadap perasaan-perasaan tidak senang. Ketakutan-kecemasan, dan depresi.
Oleh karena itu usaha penyembuhannya di samping menggunakan pendekatan klinis,
juga menggunakan metode multidisipliner. Terapi dapat berupa psikoterapi,
terapi perilaku, kognitif, sosioterapi, terapi hormonal dan farmakoterapi.
· Psikoterapi
Psikoterapi berorientasi tilikan adalah pendekatan yang
paling sering digunakan untuk mengobati parafilia. Pasien memiliki kesempatan
untuk mengerti dinamikanya sendiri dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan perkembangan
parafilia. Secara khusus, mereka menjadi menyadari peristiwa sehari-hari yang
menyebabkan mereka bertindak atas impulsnya. Psikoterapi juga memungkinkan
pasien meraih kembali harga dirinya dan memperbaiki kemampuan interpersonal dan
menemukan metoda yang dapat diterima untuk mendapatkan kepuasan seksual.
·
Cognitive-Behavioral Therapy (CBT)
Pada terapi ini seorang voyeur harus belajar untuk
mengendalikan impuls (dorongan) untuk melihat aktivitas seksual orang lain dan
memahami cara mendapatkan kepuasan seksual yang sebenarnya. Pasien diberi
keberanian dalam mengutarakan masalah yang terdapat pada perilaku mereka serta
berusaha mengubah pola piker yang salah. Terapi ini juga menggabungkan teknik
yang mencegah terjadinya relaps yaitu dengan membantu pasien untuk mengontrol
perilaku yang tidak diinginkan dengan cara menghindari situasi yang mungkin
membangkitkan keinginannya tersebut. Keberhasilan terapi ini belum jelas.
·
Farmakoterapi
Farmakoterapi biasanya diberikan
pada voyeurisme yang sulit terkendali dengan psikoterapi maupun Behavioral
terapi. Farmakoterapi bertujuan untuk menurunkan dorongan yang kuat (kompulsif)
yang dihubungkan dengan parafilia.
Beberapa golongan obat yang dapat
membantu penyembuhan antara lain:
Anti depresan.
Preparat hormonal- GnRH (gonadotropin-releasing hormones).
Anti-androgen, Cyproteron Asetat (CPA) dan
Medroxyprogesteron Asetat (MPA).
·
Sosioterapi
Pendekatan kepada penderita
hendaknya dengan penuh pengertian, tidak dengan menghakimi atau mempersalahkan.
Selain itu, bisa dicoba untuk menyelami perasaan, karena acapkali gangguan
tersebut terbentuk dari keinginan dan pengalaman masa lalu.
2.5
Cara Pencegahan Voyeurisme
Banyak ahli berpendapat bahwa dengan
adanya pedoman mengenai perilaku yang menurut budaya setempat dapat diterima
akan mencegah berkembangnya perilaku parafilia termasuk voyeurisme. Dalam
banyak hal voyeurisme dapat ditemukan secara tidak sengaja dengan cara pemuasan
seksual lainnya, tetapi tidak ada yang bisa memprediksi bagaimana hubungan
antara hal tersebut terjadi.
Masyarakat dapat meminimalisir
insiden voyeurisme dengan cara antara lain menutup tirai, menutup jendela
rapat-rapat, dan melakukan aktivitas seksual di tempat tertutup dan sebaiknya
tanpa cahaya lampu bagi yang tinggal di kawasan padat penduduk misalnya rumah
susun, asrama, dan sebagainya.
Selain itu diperlukan suatu
undang-undang atau peraturan yang dapat menindak tegas setiap bentuk perilaku
menyimpang seksual termasuk voyeurisme, yang dapat menyeret pelakunya ke meja
hukum sehingga ada rasa takut untuk mengulangi perbuatannya, karena selama ini
voyeurisme dianggap bukan sebagai tindakan kriminal karena sifatnya yang tidak
menyakiti korbannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Voyeurisme adalah tindakan untuk mendapatkan rangsangan maupun
kepuasan seks, dengan terlebih dulu melihat orang lain telajang bahkan
melepaskan pakaian. Namun, orang yang menderita Voyeurisme baru merasa puas,
jika orang yang diintip itu tidak tahu jika dirinya dilihat. Kerena dengan mengintip mereka mampu
mempertahankan keunggulan seksual tanpa perlu mengalami risiko kegagalan atau
penolakan dari pasangan yang nyata.
2. Pada dasarnya voyeurisme
merugikan kedua belah pihak yaitu pelakunya sendiri dan korban tentunya.
Voyeurisme sulit untuk dihentikan bila tidak ada motivasi dan kesadaran dari
pelakunya, diperlukan suatu aturan hukum yang dapat menindak tegas pelakunya.
3.2 Saran
Saran yang dapat kami ajukan yaitu sebaiknya
jika ingin mandi dan mengganti pakaian usahakan menutup tirai atau menutup
jendela rapat-rapat. Bagi yang ingin melakukan hubungan seksual sebaiknya
melakukan aktivitas seksual di tempat tertutup dan sebaiknya tanpa cahaya lampu
bagi yang tinggal di kawasan padat penduduk misalnya rumah susun, asrama, dan
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2189851-voyeurisme-suka-mengintip/#ixzz1qIxtiDf9
http://tabloidgugat.wordpress.com/2006/07/27/penyimpangan-seks-bernama-voyeurisme/
http://psiabnormal.blogspot.com/2010/08/gangguan-seksualitas-bagian-3.html
http://awhik.blogspot.com/2009/12/voyeurisme.html
0 Response to "Makalah Voyeurisme"
Posting Komentar