Makalah Epidemologi Keperawatan Bedah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epidemiologi berasal dari bahasa
yunani yaitu Epi yang berarti pada, Demos yangberarti penduduk, dan Logos yang
berarti ilmu. Jadi epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari hal – hal yang
berkaitan dengan masyarakat.
Pada era dewasa ini telah terjadi pergeseran
pengertian epidemiologi, yang dulunya lebih menekankan ke arah penyakit menular
ke arah – arah masalah kesehatan dengan ruang lingkup yang sangat luas. Keadaan
ini terjadi karena transisi pola penyakit yang terjadi pada masyarakat,
pergeseran pola hidup, peningkatan sosial, ekonomi masyarakat dan semakin
luasnya jangkauan masyarakat. Mula-mula epidemiologi hanya mempelajari penyakit
yang dapat menimbulkan wabah melalui temuan-temuan tentang jenis penyakit wabah,
cara penularan dan penyebab serta bagaimana penanggulangan penyakit wabah
tersebut. Kemudian tahap berikutnya berkembang lagi menyangkut penyakit yang
infeksi non-wabah. Berlanjut lagi dengan mempelajari penyakit non infeksi
seperti jantung, karsinoma, hipertensi, dll. Perkembangan selanjutnya mulai
meluas ke hal-hal yang bukan penyakit seperti fertilitas, menopouse,
kecelakkaan, kenakalan remaja, penyalahgunaan obat-obat terlarang, merokok,
hingga masalah kesehatan yang sangat luas ditemukan di masyarakat. Diantaranya
masalah keluarga berencana, masalah kesehatan lingkungan, pengadaan tenaga
kesehatan, pengadaan sarana kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, subjek
dan objek epidemiologi berkaitan dengan masalah kesehatan secara keseluruhan.
Perkembangan epidemiologi sedemikian
pesatnya merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan yang harus lebih cermat
dalam mengambil tindakan-tindakan yang tidak melenceng dari jangkauan tersebut.
Adapun yang menjadi pemicu perkembangan pesat tersebut adalah perkembangan
pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih yang menuntut peningkatan
kebutuhan masyarakat utamanya dalam bidang kesehatan sehingga kehidupan
masyarakat yang semakin kompleks. Selain itu, metode epidemiologi yang
digunakan untuk penyakit menular dapat juga digunakan untuk penyakit
non-infeksi. Apalagi dengan munculnya berbagai macam fenomena kesehatan seperti
penyakit baru dan lama (prevalensi) mendorong penelitian juga semakin
meningakat.
Pergeseran ini pula yang menyebabkan
pergeseran pengertian/definisi dalam epidemiologi, yang tadinya hanya
menekankan pada penyakit-penyakit menular, yang meliputi pencegahan,
pemberantasan penyakit menular ke arah mempelajari masalah-masalah kesehatan
yang terjadi pada masyarakat atau sekelompok manusia yang menyangkut frekuensi,
distribusi masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Epidemiologi lebih jauh mengalami
perkembangan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menunjuk
dalam Healthy People (Alan Dever, 1984), secara umum dijelaskan bahwa
untuk memperbaiki kesehatan penduduk, hal itu harus disusun kembali dalam
prioritas perawatan kesehatan dengan penekananlebih besar pada pencegahan
penyakit dan promosi kesehatan. Epidemiologi mulai berkembang dari pengamatan
atas pengaruh lingkungan terhadap penyakit. Hippocrates 400 tahun sebelum
masehi menganjurkan untuk mempertimbangkan arah angin, musim, jenis tanah dan
penyakit. Epidemiologi merupakan metode pengumpulan dan analisis fakta untuk
mengembangkan dan menguji kerangka piker dan dapat menjelaskan terjadinya
fenomena kesehatan. Setiap aktivitas epidemiologi merupakan penerapan metode
untuk mengumpulkan dan menganalisis data sehingga dapat disajikan suatu
informasi yang memperkaya ilmu pengetahuan mengenai fenomena kesehatan tertentu
dan untuk pengambilan keputusan atau kebijakan dalam pelayanan kesehatan.
Sebagai
suatu disiplin ilmu, epidemiologi dapat dianggap sebagai ilmu dasar menyangkut
mekanisme terjadinya penyakit dan fenomena kesehatan pada umumnya. Disamping
itu, epidemiologi dapat jga dianggap sebagai ilmu terapan, yang memadukan
ilmu-ilmu biomedik, biostatistika, dan bioteknohlogi untuk memecahkan
persoalan-persoalan kesehatan, khususnya mencegah penyakit, disabilitas dan
kematian. Dalam lingkungan rumah sakit, ilmu epidemiologi dapat menjembatani
kenginan klinis untuk menerapkan ilmu biomedik dan bioteknohlogi dalam
pengambilan keputusan klinik dan kenginan masyarakat untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang efektif, efisien , dan terjangkau pada saat dibutuhkan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Epidemologi
dan Keperawatan Bedah ?
1.2.2 Penyakit apa saja yang termasuk
keperawatan bedah ?
1.2.3 Jelaskan Epidemologi penyakit yang
termasuk keperawatan bedah ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Dapat menjelaskan pengertian Epidemologi
dan Keperawatan bedah.
1.3.2 Dapat menyebutkan penyakit
keperawatan bedah.
1.3.3 Dapat menjelaskan Epidemologi
penyakit yang termasuk keperawatan bedah.
1.4 Manfaat
1.4.1 Pembaca dan mahasiswa dapat
mengetahui tentang pengertian Epidemologi dan keperawatan bedah.
1.4.2 Pembaca dan mahasiswa dapat
menyebutkan penyakit keperawatan bedah mulai dari penyebab sampai dengan cara
penanganannya.
1.4.3 Pembaca dan mahasiswa dapat
mengetahui tentang perkembangan penyakit keperawatan bedah pada tingkat nasional
maupun internasional
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian / Definisi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
penyebaran penyakit serta determinan-determinan yang mempengaruhi penyakit
tersebut.
Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini
berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja
tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari
penyakit-penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan
sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia didalam konteks
lingkungannya. Mencakup juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian
determinan-determinan penyakit tersebut.
Batasan Epidemiologi sekurang-kurangnya mencakup 3
elemen :
2.1.1 Mencakup Semua Penyakit
Epidemiologi mempelajari semua
penyakit, baik penyakit infeksi maupun non infeksi, seperti kanker, penyakit kekurangan
gizi, kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja, sakit jiwa dan
sebagainya.
2.1.2 Populasi
Apabila kedokteran klinik
berorientasi pada gambaran-gambaran penyakit-penyakit individu-individu, maka
epidemiologi ini memusatkan perhatiannya pada distribusi penyakit pada populasi
(masyarakat) atau kelompok.
2.1.3 Pendekatan Ekologi
Frekuensi dan distribusi penyakit
dikaji dari latar belakang pada keseluruhan lingkungan manusia baik lingkungan
fisik, biologis maupun sosial. Hal inilah yang dimaksud pendekatan ekologis.
Keperawatan medical bedah adalah :
Pelayanan profesional yang didasarkan Ilmu dan teknik Keperawatan Medikal Bedah
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yg komprehensif ditujukan pada
orang dewasa dgn atau yg cenderung mengalami gangguan fisiologi dgn atau tanpa
gangguan struktur akibat trauma.
Keperawatan medical bedah merupakan
bagian dari keperawatan, dimana keperawatan itu sendiri adalah : Bentuk
pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan,
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprihensif ditujukan pada
individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh
proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan
dengan alasan : kelemahan fisik, mental, masalah psikososial, keterbatasan
pengetahuan, dan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara
mandiri akibat gangguan patofisiologis, (CHS,1992).
2.2 Salah satu
Jenis – jenis Penyakit Bedah
Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)
Radang usus buntu yang dalam bahasa
medisnya disebut Appendicitis, merupakan keadaan kedaruratan yang harus
cepat ditangani. Usus buntu, sesuai dengan namanya bahwa ini merupakan
benar-benar saluran usus yang ujungnya buntu. Usus ini besarnya kira-kira
sejari kelingking, terhubung pada usus besar yang letaknya berada di perut
bagian kanan bawah.
Usus buntu dalam bahasa latin
disebut sebagai Appendix vermiformis, Organ ini ditemukan pada manusia,
mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Pada awalnya Organ ini dianggap
sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi, tetapi saat ini diketahui
bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan
dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi
kelenjar limfoid.
Seperti organ-organ tubuh yang lain,
appendiks atau usus buntu ini dapat mengalami kerusakan ataupun ganguan
serangan penyakit. Hal ini yang sering kali kita kenal dengan nama Penyakit
Radang Usus Buntu (Appendicitis).
Penyebab Penyakit Radang Usus
Buntu (Appendicitis)
Penyakit
radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun faktor
pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat diketahui
secara pasti. Di antaranya
faktor penyumbatan (obstruksi) pada lapisan saluran (lumen) appendiks oleh
timbunan tinja/feces yang keras (fekalit), hyperplasia (pembesaran) jaringan
limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan
striktur.
Diantara beberapa faktor diatas,
maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyabab adalah
faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid.
Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk
berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin
sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering
kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.
Makan
cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali tak
tercerna dalam tinja dan menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda asin,
Begitu pula terjadinya pengerasan tinja/feces (konstipasi) dalam waktu lama
sangat mungkin ada bagiannya yang terselip masuk kesaluran appendiks yang pada
akhirnya menjadi media kuman/bakteri bersarang dan berkembang biak sebagai
infeksi yang menimbulkan peradangan usus buntu tersebut.
Seseorang yang mengalami penyakit
cacing (cacingan), apabila cacing yang beternak didalam usus besar lalu
tersasar memasuki usus buntu maka dapat menimbulkan penyakit radang usus buntu.
Gambaran Penyakit Radang Usus
Buntu (Appendicitis)
Peradangan
atau pembengkakaan yang terjadi pada usus buntu menyebabkan aliran cairan limfe
dan darah tidak sempurna pada usus buntu (appendiks) akibat adanya tekanan,
akhirnya usus buntu mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena
sudah tak mendapatkan makanan lagi.
Pembusukan usus
buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera ditangani maka
akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut yang
berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi
dinding rongga perut (Peritonitis).
Tanda dan Gejala Penyakit Radang
Usus Buntu
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya;
· Penyakit Radang Usus Buntu akut
(mendadak).
Pada
kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, mual-muntah, nyeri
perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun
tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat
meriang, atau mual-muntah saja.
· Penyakit Radang Usus Buntu kronik.
Pada stadium ini gejala yang timbul
sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah
sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai
dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke
perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu
nyeri pd titik (Mc
Burney) (istilah kesehatannya).
Penyebaran
rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri
terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter,
nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada
gangguan berkemih. Bila
posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk
dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin
tidak spesifik begitu.
Pemeriksaan diagnosa Penyakit
Radang Usus Buntu
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit
radang usus buntu (Appendicitis) oleh Pasiennya. Diantaranya adalah pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology ;
· Pemeriksaan fisik.
Pada appendicitis akut, dengan
pengamatan akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana
dinding perut tampak mengencang (distensi). Pada perabaan (palpasi) didaerah
perut kanan bawah, seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan
dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari
diagnosis apendisitis akut.
Dengan tindakan tungkai kanan dan
paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut
semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur
(rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi
adanya radang usus buntu.
· Pemeriksaan Laboratorium.
Pada pemeriksaan laboratorium darah,
yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga
sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
· Pemeriksaan radiologi.
Foto polos perut dapat
memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam
menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam
penegakkan diagnosis apendisitis (71 – 97 %), terutama untuk wanita hamil dan
anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT
scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks.
Penanganan dan Perawatan Penyakit
Radang Usus Buntu
Bila diagnosis sudah pasti, maka
penatalaksanaan standar untuk penyakit radang usus buntu (appendicitis) adalah
operasi. Pada kondisi dini apabila sudah dapat langsung terdiagnosa kemungkinan
pemberian obat antibiotika dapat saja dilakukan, namun demikian tingkat
kekambuhannya mencapai 35%.
Pembedahan dapat dilakukan secara
terbuka atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan, harus
diberikan antibiotika selama 7 – 10 hari. Selanjutnya adalah perawatan luka
operasi yang harus terhindar dari kemungkinan infeksi sekunder dari alat yang
terkontaminasi dll.
2.3 Data
Epidemologi tentang Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)
Data epidemiologi apendisitis jarang
terjadi pada balita, insidennya hanya 1%. Apendisitis mengalami peningkatan
pada masa pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan
penderita apendisitis mengalami penurunan menjelang dewasa (Pieter, 2005).
Insiden 12 apendisitis
sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada
masa remaja ratio laki-laki : perempuan menjadi 3:2 dan pada usia diatas 25
tahun ratio ini menjadi 1:1(Telford, Condon, 1996).
Insiden apendisitis pada laki –laki tertinggi pada umur
10 –14 tahun (27.6% per 10.000 penduduk), sementara pada wanita insiden
tertinggi pada umur 15 –19 tahun (20,5% per 10.000 penduduk) (Bernard &
David, 2005; douglas & david, 2005).
Appendicitis menyerang 7-9% dari
keseluruhan populasi di Amerika Serikat dan paling sering ditemukan pada umur
10-19 tahun walaupun secara jelas dapat juga terlihat baik pada pasien yang
lebih muda maupun yang lebih tua. Insiden appendicitis di Amerika Serikat
sekitar 1,1 kasus setiap 1000 orang per tahun.Terdapat faktor predisposisi dari
keluarga. Insiden dari appendicitis adalah lebih rendah pada negara dengan
budaya konsumsi makanan tinggi serat. Serat makanan dianggap mengurangi
kekentalan feses, mengurangi bowel transit time dan mengurangi pembentukan
fekalit, yang dapat menyebabkan obstruksi lumenapendiks.
Insiden apendisitis akut di Negara
maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang (Pieter,2005). Kejadian ini
mungkin disebabkan akibat perubahan pola makan di Negara berkembang yang banyak
mengkonsumsi makanan berserat.
Di Amerika Serikat populasinya 11
kasus per 10.000 populasi tiap tahun, dimana terjadi penurunan jumlah kasus
dari 100 kasus menjadi 52 kasus tiap 100.000 penduduk dari tahun
1975-1991(Jaffe dan Berger, 2005).
Di Indonesia insidens apendisitis
akut jarang dilaporkan.Insidens apendisitis akut pada pria berjumlah 242 sedangkan pada wanita jumlahnya 218 dari keseluruhan 460 kasus (Ruchiyat dkk,1999).
Tahun 2008, insiden apendisitis
mengalami peningkatan. Hal ini diakibatkan karena peningkatan konsumsi junk food
dari pada makanan berserat.
Apendisitis kronik insidennya hanya 1- 5 %. Di RSPAD Gatot Soebroto pada tahun
2009, menurut hasil patologi anatomi, tercatat dari 108 penderita pendisitis
hanya 13 orang saja yang menderita apendisitis kronik.
Berdasarkan data yang didapatkan
menurut DEPKES RI, jumlah pasien yang menderita penyakit apendiksitis di
Indonesia berjumlah sekitar 27% dari jumlah penduduk di Indonesia, di
Kalimantan Timur bcrjumlah sekitar 26% dari jumlah penduduk di Kalimantan
Timur, sedangkan dari data yang ada pada rekam medik RS Islam Samarinda untuk
bulan Januari sampai Juni 2009, tercatat penderita yang dirawat dengan
apendiksitis sebanyak 153 orang dengan rincian 57 pasien wanita dan 104 pasien
pria. Hal ini membuktikan tingginya angka kesakitan dengan kasus apendiksitis.
Sebagian besar kasus apendiksitis di rumah sakit Islam Samarinda diatasi dengan
pembedahan. Hasil survey pada tahun 2008 Angka kejadian appendiksitis di
sebagian besar wilayah indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia,
jumlah pasien yang menderita penyakit apendiksitis berjumlah sekitar 7% dari
jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, apendisitis akut merupakan salah
satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi
kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendiksitis di Indonesia menempati urutan
tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya (Depkes 2008). Jawa Tengah
tahun 2009, jumlah kasus appendiksitis dilaporkan sebanyak 5.980 dan 177
diantaranya menyababkan kematian. Jumlah penderita appendiksitis tertinggi ada
di Kota Semarang, yakni 970 orang. Hal ini mungkin terkait dengan diet serat
yang kurang pada masyarakat modern (Dinkes Jateng, 2009).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Radang usus buntu yang dalam bahasa
medisnya disebut Appendicitis, merupakan keadaan kedaruratan yang harus
cepat ditangani. Usus buntu, sesuai dengan namanya bahwa ini merupakan
benar-benar saluran usus yang ujungnya buntu. Usus ini besarnya kira-kira
sejari kelingking, terhubung pada usus besar yang letaknya berada di perut
bagian kanan bawah.
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit
radang usus buntu (Appendicitis) oleh Pasiennya. Diantaranya adalah pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology ;
Bila diagnosis sudah pasti, maka
penatalaksanaan standar untuk penyakit radang usus buntu (appendicitis) adalah
operasi. Pada kondisi dini apabila sudah dapat langsung terdiagnosa kemungkinan
pemberian obat antibiotika dapat saja dilakukan, namun demikian tingkat
kekambuhannya mencapai 35%.
Pembedahan dapat dilakukan secara
terbuka atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan, harus
diberikan antibiotika selama 7 – 10 hari. Selanjutnya adalah perawatan luka
operasi yang harus terhindar dari kemungkinan infeksi sekunder dari alat yang
terkontaminasi dll.
Insiden apendisitis pada laki –laki tertinggi pada umur
10 –14 tahun (27.6% per 10.000 penduduk), sementara pada wanita insiden
tertinggi pada umur 15 –19 tahun (20,5% per 10.000 penduduk) (Bernard &
David, 2005; douglas & david, 2005).
Di Indonesia insidens apendisitis
akut jarang dilaporkan.Insidens apendisitis akut pada pria berjumlah 242 sedangkan pada wanita jumlahnya 218 dari keseluruhan 460 kasus (Ruchiyat dkk,1999).
3.2 Saran
Penulis mengharapkan perlu adanya peningkatan lintas
sektoral dan peran serta pihak surveilans Epidemologi khususnya di wilayah
kendari .
DAFTAR PUSTAKA
Soekidjo
Notoatmodjo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip Dasar), Cetakan
Kedua, Rineka Cipta, Jakarta.
http://www.scribd.com/doc/84414132/Epidemiologi-apendisitis
http://ingo1.wordpress.com/2011/07/07/makalah-epidemiologi/
http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/11/28/penyakit-yang-mengancam-jiwa-penyakit-radang-usus-buntu-appendicitis/
0 Response to "Makalah Epidemologi Keperawatan Bedah"
Posting Komentar