Makalah Hemostasis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam keadaan normal darah senantiasa
berada di dalam pembuluh darah dan berbentuk cair. Keadaan ini dapat diperoleh
bila terdapat keseimbangan antara aktivitas koagulasi
dengan aktivitas fibrinolisis
pada sistem hemostasis yang
melibatkan endotel pembuluh darah, trombosit, protein pembekuan, protein antikoagulan dan enzim fibrinolisis. Terjadinya efek pada salah satu atau beberapa
komponen ini akan menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan hemostasis dan
menimbulkan komplikasi perdarahan atau trombosis.
Pembuluh darah yang normal dilapisi
oleh sel endotel. Dalam keadaan yang utuh sel endotel bersifat antikoagulan
dengan menghasilkan inhibitor trombosit (nitrogen oksida, prostasiklin,
ADPase), inhibitor bekuan darah/lisis (heparan, tissue plasminogen activator,
urokinase plasminogen aktivator, trombomodulin, inhibitor jalur faktor
jaringan). Sel endotel ini dapat terkelupas oleh berbagai rangsangan seperti
asidosis, hipoksia, endotoksin, oksidan, sitokin dan shear stress. Endotel
pembuluh darah yang tidak utuh akan menyebabkan vasokonstriksi lokal,
menghasilkan faktor koagulasi (tromboplastin, faktor von Willebrand, aktivator
dan inhibitor protein C, inhibitor aktivator plasminogen tipe 1), terbukanya
jaringan ikat subendotel (serat kolagen, serat elastin dan membran basalis)
yang menyebabkan aktivasidan adhesi trombosit serta mengaktifkan faktor XI dan
XII.
Trombosit dalam proses hemostasis
berperan sebagai penambal kebocoran dalam sistem sirkulasi dengan membentuk sumbat
trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan. Agar dapat membentuk suatu
sumbat trombosit maka trombosit harus mengalami beberapa tahap reaksi yaitu
aktivasi trombosit, adhesi trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan,
aggregasi trombosit dan reaksi degranulasi. Trombosit akan teraktivasi jika
terpapar dengan berbagai protein prokoagulan yang dihasilkan oleh sel endotel
yang rusak. Adhesi trombosit pada jaringan ikat subendotel terjadi melalui
interaksi antara reseptor glikoprotein membran trombosit dengan protein
subendotel terutama faktor von Willebrand sedangkan aggregasi trombosit terjadi
melalui interaksi antar reseptor trombosit dengan fibrinogen sebagai mediator.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas,
maka kami sebagai penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan yakni sebagai
berikut :
1.2.1 Apa
pengertian dari Hemostasis?
1.2.2 Bagaimana
proses Hemostasis ?
1.2.3 Faktor-faktor
terjadinya pembekuan darah ?
1.2.4 Bagaimana
mekanisme Hemostasis.?
1.2.5 Bagaimana
cara pemeriksaan Hemostasis.
1.3 Tujuan
Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan
dalam penyusunan makalah ini yaitu :
1.3.1 Untuk
dapat mengetahui pengertian dari Hemostasis
1.3.2 Untuk
dapat menjelaskan bagaimana proses Hemostasis.
1.3.3 Dapat
mengetahui factor-faktor terjadinyapembekuan darah.
1.3.4 Untuk
dapat mengetahui Mekanisme Hemostasis.
1.3.5 Untuk
dapat mengetahui bagaimana cara pemeriksaan Hemostasis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Hemostasis atau haemostasis berasal dari bahasa Yunani: aimóstasis (αιμόστασις), yang terdiri dari dua kata yaitu aíma
(αίμα) yang berarti “darah" dan stásis
(στάσις) yang berarti "stagnasi".
Hemostasis adalah mekanisme
menghentikan dan mencegah perdarahan. Bilamana terdapat luka pada pembuluh
darah, segara akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah
ke pembuluh darah yang terluka berkurang. untuk Kemudian trombosit akan
berkumpul dan melekat pada bagian pembuluh darah yang terluka untuk membentuk
sumbat trombosit. Faktor pembekuan darah yang diaktifkan akan membentuk
benang-benang fibrin yang akan membuat sumbat trombosit menjadi non permeabel
sehingga perdarahan dapat dihentikan.
Jadi dalam proses hemosatasis terjadi
3 reaksi yaitu reaksi vascular berupa vasokontriksi pembuluh darah, reaksi
selular yaitu pembentukan sumbat trombosit, dan reaksi biokimiawi yaitu
pembentukan fibrin. Faktor-faktor yang memegang peranan dalam proses hemostasis
adalah pembuluh darah, trombosit, dan faktor pembekuan darah. Selain itu faktor
lain yang juga mempengaruhi hemostasis adalah faktor ekstravascular, yaitu
jaringan ikat disekitar pembuluh darah dan keadaan otot.Pedarahan mungkin
diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah, trombosit, ataupun sistem pembekuan
darah. Bila gejala perdarahan merupakan kalainan bawaan, hampir selalu
penyebabnya adalah salah satu dari ketiga faktor tersebut diatas kecuali
penyakit Von Willebrand. Sedangkan pada kelainan perdarahan yang didapat,
penyebabnya mungkin bersifat multipel. Oleh karena itu pemeriksaan penyaring
hemostasis harus meliputi pemeriksaan vasculer, treombosit, dan
koagulasi.Biasanya pemeriksaan hemostasis dilakukan sebelum operasi. Beberapa
klinisi membutuhkan pemerikasaan hemostasis untuk semua penderita pra operasi, tetapi ada juga membatasi hanya pada penderita
dengan gangguan hemostasis. Yang paling penting adalah anamnesis riwayat
perdarahan. Walaupun hasil pemeriksaan penyaring normal, pemeriksaan hemostasis
yang lengkap perlu dikerjakan jika ada riwayat perdarahan.
2.2 Proses
Hemostasis
Proses hemostasis terjadi melalui tiga proses yaitu :
2.2.1 Fase vascular
Karena akibat dari adanya trauma pada pembuluh darah maka
respon yang pertama kali adalah respon dari vaskuler/kapiler yaitu terjadinya
kontraksi dari kapiler disertai dengan extra-vasasi dari pembuluh darah, akibat
dari extra vasasi ini akan memberikan tekanan pada kapiler tersebut (adanya
timbunan darah disekitar kapiler).
2.2.2 Fase Platelet/trombosit
Pada saat terjadinya pengecilan lumen kapiler
(vasokontriksi) dan extra vasasi ada darah yang melalui permukaan asar
(jaringan kolagen) dengan akibatnya trombosit. Akibat dari bertemunya trombosit
dengan permukaan kasar maka trombosit tersebut akan mengalami adhesi serta
agregasi.Setelah terjadinya adhesi maka dengan pengaruh ATP akan terjadilah
agregasi yaitu saling melekat dan desintegrasi sehingga terbentuklah suatu
massa yang melekat.
Peristiwa trombosit yang mulai pecah/lepas- lepas
hingga menjadi suatu massa yang melekat disebut Viscous metamorphosis. Akibat
dari terjadinya semua proses ini maka terjadilah gumpalan plug (sumbatan) baru
kemudian terjadi fase yang ketiga.
2.2.3 Fase
koagulasi
Fase ini terdiri dari
tiga tahapan yaitu :
a. Pembentukan prothrombinase/prothrombin activator
b. Perubahan prothrombine menjadi trombone
c. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin
a. Pembentukan prothrombinase/prothrombin activator
b. Perubahan prothrombine menjadi trombone
c. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin
Ada kontak dan adanya cairan jaringan yang masuk,
cairan jaringan ini mengandung thromboplastin proses pembekuan darah terjadi
karena adanya factor intrinsic dan factor ekstrinsik. Factor intrinsic baru
terjadi bila ada kontak aktivasi. Apabila kontak aktivasi tidak ada, kebanyakan
factor intrinsic berada dalam keadaan tidak aktiv (cascade theory dari clotting
factor.waktu pembuluh darah terputus.
Jaringan thromboplastin adalah factor yang berasal
dari jaringan.
Factor ekstrinsik reaksinya adalah berjalan dengan cepat (10 – 11 detik), sedngkan factor intrinsic berjalan selama 8 menit Pada.
Factor ekstrinsik reaksinya adalah berjalan dengan cepat (10 – 11 detik), sedngkan factor intrinsic berjalan selama 8 menit Pada.
2.3 Faktor-Faktor Pembekuan Darah
2.3.1 Faktor
I = fibrinogen
2.3.2 Faktor II = Prhotrombine
2.3.3 Faktor III = Fakotr jaringan
2.3.4 Faktor IV = Ion kalsium
2.3.5 Faktor V = Proaccelerine
2.3.6 Faktor VI = Accelerine
2.3.7 Faktor VIII = A.H.G (Anti Haemphilly Globulin)
2.3.8 Faktor IX = Christmas factor
2.3.9 Faktor X = Stuart factor
2.3.10 Faktor XI = Plasma thromboplastin antecedent
2.3.11 Faktor XII = Hagemen factor
2.3.12 Faktor XIII = Fibrine stabilizing factor (fibrinase)
2.3.2 Faktor II = Prhotrombine
2.3.3 Faktor III = Fakotr jaringan
2.3.4 Faktor IV = Ion kalsium
2.3.5 Faktor V = Proaccelerine
2.3.6 Faktor VI = Accelerine
2.3.7 Faktor VIII = A.H.G (Anti Haemphilly Globulin)
2.3.8 Faktor IX = Christmas factor
2.3.9 Faktor X = Stuart factor
2.3.10 Faktor XI = Plasma thromboplastin antecedent
2.3.11 Faktor XII = Hagemen factor
2.3.12 Faktor XIII = Fibrine stabilizing factor (fibrinase)
2.4 Mekanisme
Hemostasis
2.4.1 Primer
Mekanisme vasokonstriksi pembuluh darah pada luka yang
kecil.
Mekanisme yang melibatkan
faktor-faktor koagulasi dalam plasma dan trombosit dengan tujuan akhir
pembentukan jala-jala fibrin, terjadi pada luka yang besar.
2.4.3 Tersier
Mekanisme
kontrol yang menjaga agar hemostasis tidak berlebihan melaku sistem
fibrinolitik.
2.5 Hemostasis
(Hemofilia)
Hemofilia merupakan salah
satu gangguan dari hemostasis.Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang
terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang
berarti cinta atu kasih sayang.Jadi dapat diartikan bahwa hemofilia merupakan
penyakit yang diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut
dilahirkan.
Adapun pengertian lain dari
hemofilia adalah penyakit kelainan perdarahan yang disebabkan adanya kekurangan
faktor pembekuan darah atau trombosit (penyakit gangguan pembekuan darah). Hal
ini disebabkan karena darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan
sendirinya secar normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita
hemofilia tidak secepat atau sebanyak orang yang normal. Penderita hemofilia
akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya.
Penderita hemofilia ini
kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit : seperti luka memar
jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika
si penderita telah melakukan aktifitas yang berat sepertai pembengkakkan pada
persendian ; seperti lutut, pergelanagn tangan atau siku tangan. Hemofilia bisa
membahayakan jiwa jika terjadi perdarahan di organ vital seperti perdarahan
pada otak.
Hemofilia lebih sering
dijumpai pada anak-anak. Bila pria penderita hemofilia bertahan hidup dan
bertahan sampai perkawinan, maka dia akan menurunkan anak- anak wanita yang
normal pembawa ( carier ). Dan ank wanita keturunannya ini akan menurunkan
kepada sebagian anak laki – lakinya, sehingga anak laki – lakinya ada yang
menderita hemofilia.
2.5.1 Jenis – Jenis Hemofilia
a. Hemofilia A
Hemofilia A dikenal juga dengan nama :
· Hemofilia Klasik ; karena jenis hemofilia ini
adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah ( FAH = Factor
Anti Hemophilia )
· Hemofilia FVIII : yaitu penyakit hemofilia
yang terjadi karena kekurangan faktor 8 (FVIII) protein pada darah yag
menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
b.
Hemofilia B
Hemofilia B terjadi karena penderita tidak
mempunyai faktor KPT ( Komponen Plasma Tromboplastin ). Hemofilia B juga
dikenal dengan nama :
· Faktor 9 ( FIX ) protein pada darah yang
menyebabkan masalah pada proses pembekuan Christmas Desease ; ditemukan pertama
kali pada seorang yang bernama Steven Christmas yang berasal dari Kanada.
Penyakit hemofilia yang dideritanya diwariskan dari ibunya yaitu Ratu Victoria.
· Hemophilia kekurangan faktor IX ; merupakan
penyakit hemofilia yang terjadi karena kekurangan darah.
2.6 Tingkatan
Hemofilia
Pada dasarnya
penyakit hemofilia mempunyai tinkatan yang berbeda – beda.
Hemofilia A dan B dapat digolongkan dalam 3
tingkatan yaitu :
Klasifikasi
|
Kadar Faktor VIII dan Faktor IX di Dalam Darah
|
Berat
|
Kurang dari 1 % dari jumlah normalnya
|
Sedang
|
1 % - 5 % dari jumlah normalnya
|
Ringan
|
5 % - 30 % dari jumlah normalnya
|
Berikut adalah
penjabaran mengenai pembagian tingkatan dalam hemofilia A dan Hemofilia B :
2.6.1 Hemofilia Parah / Berat
Penderita hemofilia pada tinkatan
ini hanya memiliki faktor VIII dan faktor IX kurang dari 1 % dari jumlah normal
di dalam darahnya. Dalam artian bahwa penderita hemofilia pada tingkatan ini
akan megalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang – kadang
perdarahan terjadi begitu saja tanpa ada sebab yang jelas.
2.6.2 Hemofilia Sedang
Seseorang yang menderita hemofilia
tingkat sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibanding hemofilia tingkat
berat. Perdarahan kadang terjadi akibat dari aktivitas tubuh yang terlalu
berat, seperti olah raga yang berlebihan.
2.6.3 Hemofilia Ringan
Penderita hemofilia tingkat ringan
ini lebih jarang sekali mengalami perdarahan dibandingkan dengan hemofilia
tingkat berat dan hemofilia tingkat sednag. Yang menderita hemofilia tingkat
ringan mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti
operasi, cabut gigi, atau mengalami luka yang serius. Jika wanita mengalami
hemofilia tingkat ringan kemungkinan akan mengalami perdarahan lebih pada saat
wanita tersebut mengalami menstruasi.
Pada hemofilia berat, perdarahan
dapat terjadi spontan tanpa trauma. Sedangkan yang sedang, biasanya perdarahan
didahului trauma ringan. Hemofilia ringan umumnya tanpa gejala atau dapat
terjadi perdarahan akibat trauma berat.
2.7 Pemeriksaan Hemostasis
Pemeriksaan faal hemosatasis adalah
suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui faal hemostatis serta
kelainan yang terjadi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari riwayat
perdarahan abnormal, mencari kelainan yang mengganggu faal hemostatis, riwayat
pemakaian obat, riwayat perdarahan dalam keluarga. Pemeriksaan faal hemostatis
sangat penting dalam mendiagnosis diatesis hemoragik. Pemeriksaan ini terdiri
atas:
2.7.1 Tes penyaring meliputi :
a. Percobaan Pembendungan
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan dinding kapiler
darah dengan cara mengenakan pembendungan pada vena, sehingga tekanan darah di
dalam kapiler meningkat. Dinding kapiler yang kurang kuat akan menyebabkan
darah keluar dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak
titik-titik merah kecil pada permukaan kulit, titk itu disebut dengan petekia.
Untuk melakukan percobaan ini mula-mula dilakukan
pembendungan pada lengan atas dengan memasang tensimeter pada pertengahan
antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan itu dipertahankan selama
10 menit. Jika percobaan ini dilakukan sebagai lanjutan masa perdarahan, cukup
dipertahankan selama 5 menit. Setelah waktunya tercapai bendungan
dilepaskan dan ditunggu sampai tanda-tanda stasis darah lenyap. Kemudian
diperiksa adanya petekia di kulit lengan bawah bagian voler, pada daerah garis
tengah 5 cm kira-kira 4 cm dari lipat siku.
Pada orang normal tidak atau tidak sama sekali didapatkan
petekia. Hasil positif bila terdapat lebih dari 10 petekia. Seandainya di
daerah tersebut tidak ada petekia tetapi jauh di distal ada, hasil percobaan
ini positif juga.
Jika pada waktu dilakukan pemeriksaan masa perdarahan
sudah terjadi petekie, berarti percobaan pembendungan sudah positif hasilnya
dan tidak perlu dilakukan sendiri. Pada penderita yang telah terjadi purpura
secara spontan, percobaan ini juga tidak perlu dilakukan.
Walaupun percobaan pembendungan ini dimaksudkan unntuk
mmengukur ketahanan kapiler, hasil tes ini ikut dipengaruhi juga oleh jumlah
dan fungsi trombosit. Trombositopenia sendiri dapat menyebabkan percobaan ini
barhasil positif.
b. Masa Perdarahan
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan
vascular dan trombosit untuk menghentikan perdarahan.Prinsip pemeriksaan ini
adalah menentukan lamanya perdarahan pada luka yang mengenai kapiler.
Terdapat 2 macam cara yaitu :cara Ivy dan Duke.
Pada cara
Ivy, mula-mula dipasang tensimeter dengan tekanan 40 mmHg pada lengan atas.
Setalah dilakukan tindakan antisepsis dengan kapas alkohol, kulit lengan bawah
bagian voler diregangkan lalu dilakukan tusukan denagn lancet sedalam 3mm.
Stopwatch dijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik darah dihisap dengan
kertas saring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilai
normal berkisar antara 1-6 menit.
Pada cara duke, mula-mula dilakukan tindakan antisepsis
pada anak daun telinga. Dengan lancet, dilakukan tususkan pada tepi anak daun
telinga. Stopwatch dijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik, darah dapat
dihisap dengan kertas saring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch
dihentikan. Nilai normal berkiasar antara 1-3 menit. Cara Duke sebaiknya
dipakai untuk bayi dan anak kecil dimana sukar atau tidak mungkin dilakukan
pembendungan.
Pemeriksaan masa perdarahan merupakan suatu tes yang
kurang memuaskan karena tidak dapat dilakukan standarisasi tusukan baik
mengenai dalamnya, panjangnya, lokalisasinya maupun arahnya sehingga korelasi
antara hasil tes ini dan keadaan klinik tidak begitu baik. Perbedaan suhu kulit
juga dapat mempengaruhi hasil tes ini.
Pada pemeriksaan ini
tusukan harus cukup dalam, sehingga salah satu bercak darah pada kertas saring
mempunyai diameter 5 mm atau lebih. Masa perdarahan yang kurang dari 1 menit
juga disebabkan tusukan yang kurang dalam. Dalam hal seperti ini, percobaan
dianggap batal dan perlu diulang.
Hasil pemeriksaan menurut cara Ivy lebih dapat dipercaya
daripada cara Duke, karena pada cara Duke tidak dilakukan pembendungan sehingga
mekanisme hemostatis kurang dapat dinilai. Apabila pada cara Ivy perdarahan
berlangsung lebih dari 10 menit dan hal ini diduga karena tertusuknya vena,
perlu dilakukan pemeriksaan ulang pada lengan yang lain. Kalau hasilnya tetap
lebih dari 10 menit, hal ini membuktikan adanya suatu kelainan dalam mekanisme
hemostatis. Tindakan selanjutnya adalah mencari letak kelainan hemostatis
dengan mengerjakan pemeriksaan-pemeriksaan lain.
c.
Hitung Trombosit
Hitung trombosit dapat dilakukan dengan cara langsung dan
tak langsung. Cara langsung dapat dilakukan dengan cara manual, semi otomatik,
dan otomatik.Pada cara manual, mula-mula darah diencerkan dengan larutan
pengencer lalu diidikan ke dalam kamar hitung dan jumlah trombosit dihitung
dibawah mikroskop. Untuk larutan pengencer yang dipakai larutan Rees Ecker atau
larutan amonium oksalat 1%. Cara manula mempunyai ketelitian dan ketepatan yang
kurang baik, karena trombosit kecil sekali sehingga sukar dibedakan dari
kotoran kecil. Lagi pula trombosit mudah pecah dan cenderung saling melekat
membentuk gumpalan serta mudah melekat pada permukaan asing. Oleh karena itu
alat-alat yang dipakai harus betul-betul bersih dan larutan pengencer harus
disaring terlebih dahulu. Sebagai bahan pemeriksaan d ipakai darah dengan
anticoagulant sodium ethylendiamine tetraacetate yang masih dalam batas
waktu yang diijinkan artinya tidak lebih dari 3 jam setelah pengambilan darah.
Pada cara semi otomatik dan otomatik dipakai alat electronic particle
counter sehingga ketelitiannya lebih baik daripada cara manual. Akan tetapi
cara ini masih mempunyai kelemahan, karena trombosit yang besar (giant
trombocyte) atau beberapa trombosit yang menggumpal tidak ikut terhitung,
sehingga jumlah trombosit yang dihitung menjadi lebih rendah.
Pada cara tak langsung, jumlah trombosit pada sediaan hapus dibandingkan jumlah
trombosit dengan jumlah eritrosit kemudian jumlah mutlaknya dapat
diperhitungkan dari jumlah mutlak eritrosit.
Karena sukarnya dihitung, penilaian semi kuantitatif tentang jumlah trombosit
dalam sediaan hapus darah sangat besar artinya sebagai pemeriksaan penyaringan.
Pada sediaan hapus darah tepi, selain dapat dilakukan penilaian semi
kuantitatif, juga dapat diperiksa morfologi trombosit serta kelainan hematologi
lain. Bila sediaan hapus dibuat langsung dari darah tanpa antikoagulan, maka
trombosit cenderung membentuk gumpalan. Jika berarti membentuk gumpalan berarti
tedapat gangguan fungsi trombosit.
Dalam
keadaan normal jumlah trombosit sangat dipengaruhi oleh cara menghitungnya dan
berkisar antar 150.000 – 400.000 per µl darah.
Pada umumnya, jika morfologi dan fungsi trombosit normal,
perdarahan tidak terjadi jika jumlah lebih dari 100.00/µl. Jika fungsi
trombosit normal, pasien dengan jumlah trombosit diatas 50.000/µl tidak
mengalami perdarahan kecualai terjadi trauma atau operasi. Jumlah trombosit
kurang dari 50.000/µl digolongkan trombositopenia berat dan perdarahan spontan
akan terjadi jika jumlah trombosit kurang dari 20.000/µl.
d. Masa Protrombin Plasma (protrombin time PT)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah
melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII, X, V,
protrombin dan fibrinogen. Selain itu juga dapat dipakai untuk memantau efek
antikoagulan oral karena golongan obat tersebut menghambat pembentukan faktor
pembekuan protrombin, VII, IX, dan X.
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk
bekuan bila ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37ºC, ditambahkan reagens
tromboplastin jaringan dan ion kalsium.
Hasil pemeriksaan ini dipengaruhi oleh kepekaan
tromboplastin yangh dipakai oleh teknik pemeriksaan. Karena itu pemeriksaan ini
harus dilakukan duplo dan disertai kontrol dengan plasma normal.
Nilai normal tergantung dari reagen, cara pemeriksaan dan
alat, dan alat yang digunakan. Sebaiknya tiap laboratorium mempunyai nilai
normal yang ditetapkan sendiri dan berlaku untuk laboratorium tersebut.
Jika hasil PT memanjang maka penyebabnya mungkin
kekurangan faktor-faktor pembekuan di jalur ekstrinsik dan bersama atau adnya
inhibitor. Untuk membedakan hal ini, pemeriksaan diulang sekali lagi
dengan menggunakan campuran plasma penderita dan plasma kiontrol dengan
perbandingan 1:1. Bila ada inhibitor, masa protombin plasma tetap memanjang.
Selain dilaporkan dalam detik, hasil PT juga dilaporkan
dalam rasio, aktivitas protombin dan indeks. Rasio yaitu perbandingan antara PT
penderita dengan PT kontrol. Aktivitas protombin dapat ditentukan dengan
menentukan dengan menggunakan kurva standart dan dinyatakan dalam %.Pemeriksaan
PT juga sering dipakai untuk memantau efek pemberian antikoagulan oral.
Pemberian kepekaan reagen tromboplastin yang dipakai dan perbedaan cara
pelaporan menimbulkan kesulitan bila pemantauan dikerjakan di laboratorium yang
berbeda-beda. Untuk mengatasi masalah tersebut ICTH (International Comittee on
Thrombosis and Haemostasis) dan ICSH (International Comitte for Standardization
in Haematology) menganjurkan agar tromboplastin jaringan yang akan digunakan
harus dikalibrasi terlebih dahulu terhadap tromboplastin rujukan untuk
mendapatkan ISI (International Sensitivity Index). Juga dianjurkan agar hasil
pemeriksaan PT dilaporkansecara seragam dengan menggunakan INR (International
Normalized Ratio), yaitu rasio yang dipangkatkan dengan ISI dari reagens
tromboplastin yang digunakan.
e.
Masa Tromboplastin Parsial
Teraktivasi (activated parsial thromboplastin time APTT)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah
melaui jalur intrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan XII,
prekalikrein, kininogen, XI, IX, VIII, X, V, protombin dan fibrinogen.
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk
bekuan bila ke dalam plasma ditambahkan reagens tromboplastin parsial dan
aktivator serta ion kalsium pada suhu 370C. reagen tromboplastin parsial adalah
fosfolipid sebagai pengganti platelet factor 3.
Nilai normal tergantung dari reagens, cara pemeriksaan
dan alat yang dipakai. Juga dianjurkan agar tiap laboratorium menentukan nilai
normalnya sendiri. Hasilnya memanjang bila terdapat kekurangan faktor pembekuan
dijalur intrinsik dan bersama atau bila terdapat inhibitor. Sama seperti PT,
untuk membedakan hal ini dilakukan pemeriksaan ulang terhadap campuran plasma
penderita dan plasma kontrol dengan perbandinagn 1:1. Bila hasilnya tetap
memanjang, berarti ada inhibitor. Pada hemofilia A maupun hemofilia B, APTT
akan memanjang, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat membedakan kedua kelainan
tersebut.
Pemeriksaan
ini juga dipakai untuk memnatau pemberian heparin. Dosis heparin diatur sampai
APTT mencapai 1,5-2,5 kali nilai kontrol.
f.
Masa Trombin (thrombin time TT)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji perubahan
fibrinogen menjadi fibrin. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya
terbentuk bekuan pada suhu 37°C bila ke dalam plasma
ditambahkan reagens thrombin.
Nilai normal tergantung dari kadar thrombin yang dipakai.
Hasil TT dipengaruhi oleh kadar dan fungsi fibrinogen serta ada tidaknya
inhibitor. Hasilnya memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg/dl atau
fungsi fibrinogen abnormal atau bila terdapat inhibitor thrombin seperti
heparin atau FDP (Fibrinogen degradation product).
Bila TT memanjang, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan
menggunakan campuran plasma penderita dan plasma control dengan perbandingan
1:1 untuk mengetahui adanya tidaknya inhibitor.Untuk membedakan apakah TT yang memanjang karena adanya
heparin, fibrinogen abnormal atau FDP, dilakukan pemeriksaan masa reptilase.
Reptilase berasal dari bisa ular Aneistrodon Rhodostoma. Apabila TT yang
memanjang disebabkan oleh heparin maka masa reptilase akan memberikan hasil
normal, sedangkan fibrinogen abnormal atau FDP akan menyebabkan masa reptilase
memanjang.
g.
Pemeriksaan Penyaring Untuk
Faktor XIII
Pemeriksaan ini dimasukkan dalam pemeriksaan penyaring,
karena baik PT, APTT, maupun TT tidak menguji factor XIII, sehingga
adanya defisiensi F XIII tidak dapat di deteksi dengan PT, APTT, maupun TT.
Pemeriksaan
ini digunakan untuk menilai kemampuan factor XIII dalam menstabilkan fibrin.
Prinsipnya F XIII mengubah fibrin soluble menjadi
fibrin stabil karena terbentuknya ikatan cross link. Bila tidak
ada F XIII, ikatan dalam molekul fibrin akan dihancurkan oleh urea 5M atau
monokhlorasetat 1%. Cara pemeriksaannya adalah dengan memasukkan bekuan fibrin
ke dalam larutan urea 5M atau asam monokhloroasetat 1%, kemudian setelah 24 jam
stabilitas bekuan dinilai. Bila factor XIII cukup, setelah 24 jam bekuan fibrin
tetap stabil dalam larutan urea 5M. jika terdapat defisiensi factor XIII bekuan
akan larut kembali dalam waktu 2-3 jam.
2.7.2 Tes khusus meliputi :
a. Tes faal
trombosit
b.
Tes Ristocetin
c.
Pengukuran faktor spesifik (faktor pembekuan)
d.
Pengukuran alpha-2 antiplasmin
2.8 Hal - hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan
Hemostasis
2.8.1 Antikoagulan
Untuk pemeriksaan koagulasi antikoagulan yang dipakai
adalah natrium sitrat 0,109 M dengan perbandingan 9 bagian darah dan 1 bagian
natrium sitrat.Untuk hitung trombosit antikoagulan yang dipakai adalah
Na2EDTA.Jika dipakai darah kapiler, maka tetes darah pertama harus dibuang.
2.8.2 Penampung
Untuk mencegah terjadinya aktivasi factor pembekuan,
dianjurkan memakai penampung dari plastic atau gelas yang telah dilapisi
silicon.
2.8.3 Semprit dan Jarum
Dianjurkan memakai semprit plastic dan jarum yang cukup
besar. Paling kecil nomor 20.
2.8.4 Cara pengambilan darah
Pada waktu pengambilan darah, harus dihindari masuknya
tromboplastin jaringan. Yang dianjurkan adalah pengambilan darah dengan memakai
2 semprit. Setelah darah dihisap dengan semprit pertama, tanpa mencabut jarum,
semprit pertama dilepas lalu pasang semprit kedua. Darah semprit pertama tidak
dipakai untuk pemeriksaan koagulasi, sebab dikhawatirkan sudah tercemar oleh
tromboplastin jaringan.
2.8.5 Kontrol
Setiap kali mengerjakan pemeriksaan koagulasi, sebaiknya
diperiksa juga satu kontrol normal dan satu kontrol abnormal. Selain tersedia
secara komersial, kontrol normal juga dapat dibuat sendiri dengan mencampurkan
plasma yang berasal dari 10 sampai 20 orang sehat, yang terdiri atas pria dan
wanita yang tidak memakai kontrasepsi hormonal. Plasma yang dipakai sebagai
kontrol tidak boleh ikterik, lipemik, maupun hemolisis.
2.8.6 Penyimpangan dan pegiriman bahan
Pemeriksaan koagulasi sebaiknya segara dikerjakan, karena
beberapa faktor pembekuan bersifat labil. Bila tidak dapat diselesaikan dalam
waktu 4 jam setelah pengambilan darah, plasma disimpan dalam tempat plastik
tertutup dan dalam keadaan beku. Untuk pemeriksaan APTT dan assay faktor
VIII atau IX, bahan yang dikirim adalah plasma citrat dalam tempat plastik
bertutup dan diberi pendingin, tetapi untuk PT dan agregasi trombosit jangan
diberi pendingin karena suhu dingin dapat mengaktifkan F VII tetapi menghambat
agregasi trombosit.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah di jelaskan di atas, maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa :
Hemostasis adalah mekanisme
menghentikan dan mencegah perdarahan. Bilamana terdapat luka pada pembuluh
darah, segara akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah
ke pembuluh darah yang terluka berkurang. untuk Kemudian trombosit akan
berkumpul dan melekat pada bagian pembuluh darah yang terluka untuk membentuk
sumbat trombosit
3.2 Saran
3.2.1 Penulis berharap agar Pembaca dapat mengerti
tentang Hemostasis mulai dari Definisi sampai dengan hala apa saja yang perlu
diperhatikan dalam Hemostasis.
3.2.2 Mahasiswa selaku calon perawat dapat lebih
mengenal tentang pembahasan ini, dan dapat mensosialisasikan kepada masyarakat
luas disekitarnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Guyton,
Arthur C., dan John E Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Jakarta: EGC.
Murray
Robert K., dkk. 2009. Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta: EGC.
Sadikin,
Mohamad. 2001. Biokimia Darah. Jakarta: Widya Medika.
Price,
Sylvia Anderson dan Lorraine M.Wilson. 2005. Patofisologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit Edisi6. Jakarta:EGC
www.google.com. Proses Pembekuan Darah. http://cimobi.blogspot.com/2009/11/proses-pembekuan-darah.html
http://wwwselapunya-syella.blogspot.com/2011/06/pembekuan-darah.html
0 Response to "Makalah Hemostasis"
Posting Komentar