Makalah Sepak Bola


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sepakbola adalah suatu permainan beregu yang dimainkan masing-masing regunya terdiri dari sebelas orang pemain termasuk seorang penjaga gawang. Sepakbola adalah permainan yang sangat populer, karena permainan sepakbola sering dilakukan oleh anak-anak, orang dewasa maupun orang tua.
Saat ini perkembangan permainan sepakbola sangat pesat sekali, hal ini ditandai dengan banyaknya sekolah-sekolah sepakbola (SSB) yang didirikan. Tujuan dari permainan sepakbola adalah masing-masing regu atau kesebelasan yaitu berusaha menguasai bola, memasukan bola ke dalam gawang lawan sebanyak mungkin, dan berusaha mematahkan serangan lawan untuk melindungi atau menjaga gawangnya agar tidak kemasukan bola. Permainan sepakbola merupakan permainan beregu yang memerlukan dasar kerjasama antar sesama anggota regu, sebagai salah satu ciri khas dari permainan sepakbola.
Untuk bisa bermainan sepakbola dengan baik dan benar para pemain menguasai teknik-teknik dasar sepakbola. Untuk bermain bola dengan baik pemain dibekali dengan teknik dasar yang baik, pemain yang memiliki teknik dasar yang baik pemain tersebut cenderung dapat bermain sepakbola dengan baik pula.
Teknik-teknik dasar dalam permainan sepakbola ada beberapa macam, seperti stop ball (menghentikan bola), shooting (menendang bola ke gawang), passing (mengumpan), heading (menyundul bola), dan dribbling (menggiring bola).
Disamping itu, kecepatan dalam dribbling (menggiring bola) sangat dibutuhkan untuk menunjang penguasaan teknik tersebut. Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berurut-urut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
B.     Rumusan Masalah
1.            Bagaimana cedera terjadi ?
2.            Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi cidera
3.            Bagaimana reakasi psikologis atlet yang mengalami cidera ?
4.            Bagaimana peran psikologi olahraga selama masa rehabilitasi ?
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Untuk Sekedar informasi
2.    Untuk Menambah Pengetahuan
3.    Untuk memenuhi tugas perkulihan


BAB II
PEMBAHASAN

A.        Sepak Bola Di Indonesia
Indonesia pada tahun 1938 (di masa penjajahan Belanda) sempat lolos dan ikut bertanding di Piala Dunia 1938. Waktu itu Tim Indonesia di bawah namaDutch East Indies (Hindia Belanda), peserta dari Asia yang pertama kali lolos ke Piala DuniaIndonesia tampil mewakili zona Asia di kualifikasi grup 12. Grup kualifikasi Asia untuk Piala Dunia 1938 hanya terdiri dari 2 negara, Indonesia (Hindia Belanda) dan Jepang karena saat itu dunia sepakbola Asia memang hampir tidak ada. Namun, Indonesia akhirnya lolos ke final Piala Dunia 1938 tanpa harus menyepak bola setelah Jepang mundur dari babak kualifikasi karena sedang berperang dengan Cina.
Pada tahun 1930-an, di Indonesia berdiri tiga organisasi sepakbola berdasarkan suku bangsa, yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang lalu berganti nama menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) di tahun 1936 milik bangsa BelandaHwa Nan Voetbal Bond (HNVB) punya bangsaTionghoa, dan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) milik orang IndonesiaNederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB)sebuah organisasi sepakbola orang-orang Belanda di Hindia Belanda menaruh hormat kepada Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) lantaran Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB) yang memakai bintang-bintang dari NIVB kalah dengan skor 2-1 lawan Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ)salah satu klub anggota PSSI dalam sebuah ajang kompetisi PSSI ke III pada 1933 di Surabaya.
NIVU yang semula memandang sebelah mata PSSI akhirnya mengajak bekerjasama. Kerjasama tersebut ditandai dengan penandatanganan Gentlemen’s Agreement pada 15 Januari 1937. Pascapersetujuan perjanjian ini, berarti secara de facto dan de jure Belanda mengakui PSSI. Perjanjian itu juga menegaskan bahwa PSSI dan NIVU menjadi pucuk organisasi sepakbola di Hindia Belanda. Salah satu butir di dalam perjanjian itu juga berisi soal tim untuk dikirim ke Piala Dunia, dimana dilakukan pertandingan antara tim bentukan NIVU melawan tim bentukan PSSI sebelum diberangkatkan ke Piala Dunia (semacam seleksi tim). Tapi NIVU melanggar perjanjian dan memberangkatkan tim bentukannya. NIVU melakukan hal tersebut karena tak mau kehilangan muka, sebab PSSI pada masa itu memiliki tim yang kuat. Dalam pertandingan internasional, PSSI membuktikannya. Pada 7 Agustus 1937 tim yang beranggotakan, di antaranya MaladiDjawad, Moestaram, Sardjan, berhasil menahan imbang 2-2 tim Nan Hwa dari Cina di Gelanggang Union, Semarang. Padahal Nan Hwa pernah menyikat kesebelasan Belanda dengan skor 4-0. Dari sini kedigdayaan tim PSSI mulai kesohor.
Atas tindakan sepihak dari NIVU ini, Soeratin, ketua PSSI yang juga aktivis gerakan nasionalisme Indonesia, sangat geram. Ia menolak memakai nama NIVU. Alasannnya, kalau NIVU diberikan hak, maka komposisi materi pemain akan dipenuhi orang-orang Belanda.
Tapi FIFA mengakui NIVU sebagai perwakilan dari Hindia Belanda. Akhirnya PSSI membatalkan secara sepihak perjanjian Gentlemen’s Agreement saat Kongres di Solo pada 1938. Maka sejarah mencatat mereka yang berangkat ke Piala Dunia Perancis 1938 mayoritas orang Belanda. Mereka yang terpilih untuk berlaga di Perancis, yaitu Bing Mo Heng (kiper), Herman Zommers, Franz Meeng, Isaac Pattiwael, Frans Pede Hukom, Hans Taihattu, Pan Hong Tjien, Jack Sammuels, Suwarte Soedermadji, Anwar Sutan, dan Achmad Nawir (kapten). Mereka diasuh oleh pelatih sekaligus ketua NIVUJohannes Mastenbroek. Mo Heng, Nawir, Soedarmadji adalah pemain-pemain pribumi yang berhasil memperkuat kesebelasan Hindia Belanda, tetapi bertanding di bawah bendera kerajaan Nederland.
B.         Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cidera Dalam Sepak Bola
Cedera olahraga adalah cedera pada sistem integument, otot dan rangka yang disebabkan oleh kegiatan olahraga.  Ada beberapa faktor yang menyebabkan cedera, antara lain kesalahan metode latihan, kelainan struktural, kelemahan otot dan penopang sendi (Bahr et al. 2003). Resiko terjadinya cedera dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor internal keahlian atlit sendiri (intrinsik) dan faktor ektrinsik.
Menurut Simunovic (2002), ada tiga tingkatan intensitas aktifitas fisik yang berhubungan dengan tingkat resiko cedera, sebagai berikut :
  1. Aktifitas fisik intensitas ringan/rendah (berjalan, latihan tanpa beban, & berenang)
  2. Aktifitas fisik intensitas sedang (permainan, latihan beban, & jogging)
  3. Aktifitas fisik intensitas berat/dilakukan secara terus-menerus (olahraga professional
C.        Ciri-Ciri Cidera Dalam Sepak Bola
Entunya kita semua senang berolahraga, terutama bermain sepakbola. Apa lagi melihat tim yang bermain sepakbola dengan cantik adalah sesuatu yang enak dinikmati.
Namun terkadang permainan indah dapat dirusak karena salah satu pemain cedera yang bisa membuat permainan tim berubah drastis. Sayangnya cukup banyak pemain yang dapat terkena cedera. Cedera apa saja yang paling sering dialami pesepakbola? berapa lama kah masa penyembuhannya?
1.            Hamstring
Sering kita lihat pada saat pemain berlari kencang tiba-tiba dia memegang bagian belakangnya sambil lari terpincang-pincang.
2.            ACL
Quote: Cedera yang paling jadi momok karena bisa mengakhiri karier seorang atlet. Fungsi utama ACL (Anterior cruciate ligament) adalah menyetop rotasi atau perputaran lutut dan kaki.
3.            Meniscus
Quote:Cedera yang lumayan parah. Meniscus adalah semacam tulang putih yang membantu menstabilkan lutut saat menekuk sehjingga tidak ada pergerakan ke arah samping.
4.            Muscle Strain
Quote:Muscle strain bukanlah cedera yang parah, tetapi bila tidak ditangani dengan baik, strain akan berlanjut terus menerus dan menjadi kronis.
5.            Pattela Tendonitis
Quote:Ini juga sering dikeluhkan pemain. Cedera ini sering terjadi setelah pemain berlatih atau beranding di lapangan yang keras. Salah memilih sepatu juga menyebabkan rasa sakit ini. Contoh: peakaian sepatu berpul enam di lapangan keras. Rasa sakit biasanya terasa di bagian bawah lutut. Cedera ini bisa pulih dalam 5-7 hari.
1.      Faktor fisik
Cedera olahraga adalah cedera pada sistem integumen, otot dan rangka yang disebabkan oleh kegiatan olahraga. Cedera olahraga disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kesalahan metode latihan, kelainan struktural maupun kelemahan fisiologis fungsi jaringan penyokong dan otot (Bahr et al. 2003)
-          Kesalahan Metode Latihan. Metode latihan yang salah merupakan penyebab paling sering cedera pada otot dan sendi. Beberapa hal yang sering terjadi adalah :
-          Tidak dilaksanakannya pemanasan dan pendinginan yang memadai sehingga latihan fisik yang terjadi secara fisiologis tidak dapat diadaptasi oleh tubuh.
-          Penggunakan intensitas, frekuensi, durasi dan jenis latihan yang tidak sesuai dengan keadaan fisik seseorang maupun kaidah kesehatan secara umum.
-          Prinsip latihan overload sering diterjemahkan sebagai latihan yang didasarkan   pada prinsip “no gain no pain” serta frekuensi latihan yang sangat tinggi. Hal ini tidak tepat mengingat rasa nyeri merupakan sinyal adanya cedera dalam tubuh baik berupa micro injurymaupun macro injury. Pada keadaan ini tubuh tidak memiliki waktu untuk memperbaiki jaringan yang rusak tersebut (Stevenson et al. 2000).
-          Kelainan Struktural. Kelainan struktural bisa meningkatkan kepekaan seseorang terhadap cedera olah raga karena pada keadaan ini terjadi tekanan yang tidak semestinya pada bagian tubuh tertentu.Sebagai contoh, jika panjang kedua tungkai tidak sama, maka pinggul dan lutut pada tungkai yang lebih panjang akan mendapatkan tekanan yang lebih besar. Faktor biomekanika yang menyebabkan cedera kaki, tungkai dan pinggul adalah pada saat pronasi (pemutaran kaki ke dalam setelah menyentuh tanah). Pronasi sampai derajat tertentu adalah normal dan mencegah cedera dengan cara membantu menyalurkan kekuatan menghentak ke seluruh kaki. Pronasi yang berlebihan bisa menyebabkan nyeri pada kaki, lutut dan tungkai. Pergelangan kaki sangat lentur sehingga ketika berjalan atau berlari, lengkung kaki menyentuh tanah dan kaki menjadi rata. Jika seseorang memiliki pergelangan kaki yang kaku, maka akan terjadi hal sebaliknya yaitu pronasi yang kurang. Kaki tampak memiliki lengkung yang sangat tinggi dan tidak dapat menahan goncangan dengan baik, sehingga meningkatkan resiko terjadinya retakan kecil dalam tulang kaki dan tungkai (fraktur karena tekanan) (Gleim et al. 1997).
-          Kelemahan Otot, Tendon & Ligamen. Jika mendapatkan tekanan yang lebih besar daripada kekuatan alaminya, maka otot,tendon dan ligamen akan mengalami robekan. Sendi lebih peka terhadap cedera jika otot dan ligamen yang menyokongnya lemah. Tulang yang rapuh karena osteoporosis mudah mengalami patah tulang (fraktur). Latihan penguatan bisa membantu mencegah terjadinya cedera. Satu- satunya cara untuk memperkuat otot adalah berlatih melawan tahanan, yang secara bertahap kekuatannya ditambah (Meeuwisse 1994).
2.      Faktor Psikis
Faktor psikologis ternyata berpengaruh terhadap tingkat cedera yang diderita oleh atlet, hal ini terbukti telah diteliti oleh Rotela dan teman-teman bahwa faktor kepribadian, level stress dan beberapa sikap tertentu adalah penyebab terjadinya cidera. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain adalah:
a.       Faktor kepribadian
Faktor kepribadian adalah faktor yang pertama yang berhubungan dengan cidera atlet. Para peneliti ingin memahami apakah konsep diri, pengaruh dari dalam maupun luar dan berpikir keras sangat berhubungan dengan cidera tersebut. Atlet yang mempunyai konsep diri yang rendah mudah terkenacidera dibandingkan dengan atlet yang  mempunyai konsep diri tinggi. Penelitian terbaru menunjukan bahwa faktor pesonaliti seperti optimisme, percaya diri, ketabahan dan kecemasan berperan dalam cidera atlet.
b.      Tingkat stress
Telah diidentifikasi bahwa tingkat stresberperan penting dalam cidera atlet. Penelitian telahmembuktikan hubungan antara tekanan hidup dan tingkat cidera. Pengukuran tingkat stres ini di fokuskan pada perubahan hidup,contohnya putus cinta, pindah ke kota baru, atau perubahan status ekonomi. Secara keseluruhan bukti-bukti menunjukan bahwa atlet dengan pengalaman tekanan hidup yang lebih tinggi lebih sering cidera dibandingkan atlet dengan tekanan hidup yang lebih rendah. Sebaiknya para instruktur profesional sebaiknya memahami perubahan ini, secara hati-hati memonitor dan memberikan pelatihan hidup secara psikologis. Penelitian juga telah mengidentifikasi stress muncul pada atlet ketika cidera dan ketika di rehabiitasi saat cidera. Contohnya kurangnya perhatian dan terisolasi. Teknik managemen pelatihan stress tidak hanya menolong atlet dan instrutur untuk lebih efektif secara penampilan tetapi juga mungkin menghindari resiko mereka terkena cidera dan sakit.
D.        Reakasi Psikologis Atlet Yang Mengalami Cidera
Cidera tidak dapat di pisahkan dari aktifitas fisik, meski pun memiliki peralatan yang lengkap, resiko cidera tidak dapat di pisahkan. Ahli psikologi dan pelatih atlet mengidentifikasi beberapa reaksi psikologis akibat cidera. Olahragawaan dan instruktur kebugaran harus mengamati beberapa respon/tangapan dari cidera tersebut yang antara lain:
1.            Tanggapan emosional
Reaksi pertama atlet yang mengalami cidera adalah perasaan  sedih. reaksi kesedihan yang ditandai dengan empat tahapan kesedihan:
a.    Penolaka
b.   Kemaraha
c.    Depresi
Atlit yang mengalami cidera menunjukan reaksi kesedihan dan reaksi emosional. akan tetapi terkadang tidak selalu mengikuti atau sesuai tahapan di atas. Berikut tiga reaksi secara umum atlit yang mengalami cidera:
a.       Pengolahan informasi relevan cidera
Atlet yang cidera fokus pada informasi yang terkait dengan cideranya, kesadaran tingkat cidera, bagaimana cidera itu terjadi dan konsekuesi negative atau ketidak nyamanan
b.      Pergolakan emosi dan perilaku reaktif: Atlet menyadari bahwa dia cidera, menjadi gelisah, bimbang, merasa emosional, terisolasi dan merasa shock, tidak percaya, menolak dan merasa kasihan/mengkasihani diri sendiri.
c.       Harapan positif dan penerimaan
Atlet yang dapat menerima keadaan cidera akan memiliki sikap yang baik dan optimis. Penerimaan atas kondisi cidera ini masing-masing atlet bervariasi, ada yang dalam sehari dan ada yang berminggu-minggu atau bahkan beberapa bulan.
2.            Tanggapan yang lain atau reaksi lain
Reaksi tambahan psikologis atlet yang mengalami cidera, antara lain:
a.    Kehilangan identitas.
Beberapa atlet yang tidak dapat berpartisipasi karena cidera kehilangan identitas pribadi. Artinya, bagian penting dari diri mereka hilang, dan mempengaruhi kosep diri.
b.   Ketakutan dan kecemasan
Ketika cidera, banyak atlet mengalami ketakutan dan kecemasan tingkat tinggi. Mereka kawatir apakah mereka akan pulih, apakah akan kembali cidera, apakah ada seseorang yang akan menggantikan mereka secara permanen dalam lineup club.
c.    Kurangnya kepercayaan diri Mengingat ketidakmampuan untuk berlatih dan bersaing, dan status memburuk fisik mereka, atlet kehilangan kepercayaan diri setelah cidera. Menurunnya kepercayaan dapat berakibat penurunan motivasi, penurunan penampilan, atau cidera bertambah jika atlet berlebihan (kurang kepercayaan).
d.   Penurunan penampilan.
Karena penurunan kepercayaan dan kehilangan waktu latihan, atlet mengalami penurunan penampilan. Banyak atlet mengalami penurunan penampilan setelah cidera dan berharap untuk kembali ke level penampilan seperti sebelum cidera.
3.            Psikologi atlet saat cedera
Tangapan orang (atlet) pada saat cidera menunjukan emosi negatif, namun mereka tidak kesulitan dalam menghadapinya. Berikut tanda emosional atlet pada saat cidera.
-          Perasaan marah dan kebingungan
-          Obsesi dengan pertanyaan tentang kapan bisa kembali bermain
-          Penolakan (misal, cidera adalah bukan masalah besar)
-          Ingin segera kembali dan megalami masa sebelum cidera
-          Mengeluh
-          Merasa bersalah membiarkan tim terpuruk
-          Menarik diri dari orang lain
-          Cepat berubah suasana hati
-          Seorang instruktur kebugaran dan pelatih yang megetahui gejala-gejala ini harus menyarankan untuk di diskusikan ke psikolog olahraga atau konselor. Dalam hal ini bila ada rekasi tidak normal akibat cidera sebaiknya di rujuk ke psikolog olahraga.
E.         Peran Psikologi Olahraga Dalam Cidera Dan Rehabilitasi
Psikologi memfasilitasi proses pemulihan cidera, lebih mengunakan pendekatan holistik untuk penyembuhkan baik pikiran maupun fisik. Memahami psikologi pemulihan cidera adalah sangat penting bagi semua yang terlibat dalam olahraga dan latihan.
1.      Pemulihan Psikologi
Peneliti melakukan wawancara, menilai sikap dan pandangan, stress dan control stress, dukungan sosial, positif self-talk (kata hati), imajinasi penyembuhan, penetapan tujuan dan keyakinan. Mereka menemukan bahwa atlet yang mempunyai positive self talk yang tinggi akan mengalami penyembuhan yang lebih cepat dibanding dengan atlet yang mempunyai self talk positive yang rendah. Selain itu faktor yang penting dalam proses rehabilitasi adalah emosi dan motivasi atlet selama masa rehabilitasi. Atlet yang mempunyai emosi yang baik dalam hal ini mematuhi peraturan medis selama proses penyembuhan akan dapat mempercepat proses penyembuhan, motivasi atlet selama proses rehabilitasi juga mempengaruhi keberhasilan pemulihan.
Pendekatan holistic adalah yang merupakan pendekatan yang sangat disarankan oleh ahli psikologi untuk pemulihan cidera atlet. Berikut langkah-langkah proses penyembuhan dan pemulihan secara psikologi.
a.       Tahap cidera
Membantu atlet menghadapi pergolakan emosi pada saat cidera.
b.      Tahap rehabilitasi dan pemulihan
Membantu atlet mempertahankan motivasi dan kepatuhan terhadap aturan rehabilitasi
c.       Tahap kembali ke aktifitas penuh
Kesembuhan penuh tidaklah lengkap sampai atlet kembali ke keadaan normal dalam olahraganya. Di awal cidera atau fase penyakit, yang harus dilakukan adalah fokus pada membantu menangani pergolakan emosi atlet yang cidera. Atlet mengalami kondisi stress karena tidak memahami cidera atau kondisi cidera, sehingga dokter perlu memberi penjelasan kaitannya dengan seberapa parah cideranya. Tahap rehabilitasi dan pemulihan, pada tahapan ini atlet yang mengalami cidera dibantu dalam mempertahankan motivasi, dan aturan rehabilitasi. Penetapan tujuan dan mempertahankan sikap positif, terutama pada saat cidera atau kemunduran fisik. Tahap terakhir adalah kembali pada aktifitas penuh meskipun secara fisik atlet sudah sembuh, kesembuhan belum lengkap sampai dia kembali kondisi normal dalam berolahraga. Selain itu ada beberapa hal penting yang harus dipahami, memfasilitasi proses rehabilitasi, membangun hubungan dengan atlet yang cidera, mendidik atlet tentang proses dan pemulihan cidera, mengajarkan ketrampilan psikologis, mempersiapkan atlet untuk mengatasi kemunduran, membina dukungan sosial, dan belajar atau mendorong atlet untuk belajar dari atlet lain yang cidera.
2.      Membangun hubungan dengan atlet cidera
Ketika atlet cidera, mereka sering mengalami ketidakpercayaan atas cedera tersebut, frustasi, kemarahan, kebingungan, dan kerentanan. Emosi tersebut dapat menyulitkan bagi penolong untuk menjalin hubungan dengan atlet yang mengalami cidera. Dengan berempati dapat membantu memahami bagaimana perasaan orang yang cidera. Membangun hubungan, jangan terlalu memberi harapan dengan pemulihan cepat. Sebaiknya, bersikap positif dan melakukan pendekatan tim untuk pemulihan. Jadi perlunya kebersamaan dalam proses penyembuhan, sehingga atlet lebih termotivasi dan mempunyai pikiran positif.
3.      Mendidik atlet yang cidera tentang proses dan pemulihan cidera.
Atlet yang cidera atau pertama kali cidera, biasanya belum paham tentang apa yang terjadi pada dirinya. Memberikan pemahaman secara praktis dapat membantu atlet memahami cidera, misalkan atlet gulat yang mengalami cidera patah tulang, seorang pelatih memberi penjelasan dengan sebuah tongkat yang di patahkan menyerupai apa yang terjadi pada atlet. Secara tidak langsung atlet memahami apa yang terjadi atau kondisi pada dirinya sendiri. Selain itu perlu dijelaskan pada atlet yang cidera waktu kesembuhannya, misalkan dalam waktu 3 bulan sembuh atau pulih, tidak boleh di katakan atau di jelaskan dalam 1 bulan sembuh atau pulih, karena hal ini dapat berdampak pada sikap atlet dan dapat menyebabkan kemunduran pemulihan.
4.      Mengajar ketrampilan psikologis tertentu
Ketrampilan psikologis sangat penting diajarkan kepada altlet yang cedera  untuk rehabilitasi kaitannya dengan penetapan tujuan, positif self-talk, imagery/visualisasi dan pelatihan relaksasi.
a.       Penetapan tujuan dapat sangat berguna untuk rehabilitasi atlet yang cidera. Penetapan tujuan dapat mengurangi waktu pemulihan atlet yang cidera. Penetapan tujuan ini kaitanya dengan kapan atlet akan kembali ke kompetisi, berapa kali perminggu untuk terapi, bentuk latihan dan lama latihan. Motivasi yang berlebih dapat menyebabkan cidera selama masa terapi, karena aktifitasnya tidak sesuai aturan atau melebihi kemampuan atlet.
b.      Self-talk atau kata hati membantu mengatasi kepercayaan diri yang turun selama cidera. Atlet harus belajar menghilangkan pikiran negatif mereka, dan mengantinya dengan yang realistis dan positif. Misalkan saya tidak akan pernah menjadi baik, kata tersebut diganti menjadi aku merasa kecewa hari ini, tapi aku masih dalam tahap rehabilitasi, aku hanya perlu bersabar dan aku akan kembali menjadi yang terbaik.
c.       Visualisasi berguna selama masa rehabilitasi. Pemain atau atlet yang cidera perlu mengimajinasikan diri mereka dalam kompetisi, atau kembali berkompetisi. Atau atlet yang cidera otot mengimajinasikan ototnya pulih dengan cepat. Hal ini dapat mempercepat proses rehabilitasi atlet tersebut. Jadi, mereka yang membantu dalam proses rehabilitasi cidera perlu mendorong atlet berimajinasi ketika mereka berpartisipasi dalam olahraga meraka.
d.      Pelatihan relaksasi dapat berguna untuk menghilangkan rasa sakit dan stress, yang biasanya menyertai pada saat cidera dan pemulihan cidera. Atlet juga dapat mengunakan teknik relaksasi untuk memudahkan tidur dan mengurangi ketegangan.
5.      Mengajarkan bagaimana mengatasi kemunduran performa
Rehabilitasi cidera bukan ilmu yang pasti. Setiap orang pulih pada tingkat yang berbeda, dan kemunduran adalah hal yang biasa. Jadi, orang atau atlet yang cidera perlu belajar mengatasi kemunduran. Memberikan informasi pada atlet selama tahapan rehabilitasi akan terjadi kemunduran, dan pada saat yang sama mendorong atlet untuk mempertahankan sikap positif. Kemunduran adalah normal dan tidak perlu panik, jadi tidak perlu berkecil hati. Dengan demikian sasaran rehabilitasi perlu untuk dievaluasi dan didefiniskan ulang secara berkala.
6.      Memupuk dukungan sosial
Dukungan sosial sangat penting untuk atlet yang mengalami cidera. Dukungan sosial ini misalkan dukungan emosional dari teman-teman dan orang-orang terkasih, dukungan informasi dari pelatih, dalam bentuk pernyataan seperti “anda berada di jalur yang benar”. Berikut petunjuk pemberian dukungan sosial:
a.       Dukungan sosial sebagai sumber daya yang memfasilitasi. Hal ini dapat mengurangi stres, meningkatkan mood, meningkatkan motivasi untuk rehabilitasi, dan meningkatkan kepatuhan pengobatan. Dengan demikian, upaya-upaya harus dilakukan untuk memberikan dukungan sosial kepada atlet yang cidera.
b.      Secara umum, atlet beralih ke pelatih dan medis untuk dukungan informasi dan keluarga serta teman untuk dukungan emosional.
c.       Jenis dukungan sosial yang dibutuhkan atlet bervariasi di setiap tahap rehabilitasi. Sebagai contoh di fase cidera, dukungan informasi sangat penting, sehingga atlet jelas dan memahami cidera yang dialami. Pada tahap pemulihan diperlukan pelatih yang dapat membantu memotivasi dan mematuhi rencana rehabilitasi.
d.      Meskipun umumnya membantu, dukungan sosial dapat memiliki efek negatif terhadap atlet yang cidera. Hal ini terjadi dimana penyedia dukungan tidak memiliki hubungan yang baik dengan atlet, tidak memiliki kredibiltas di mata atlet, atau dukungan keterpaksaan dari atlet lain. Atlet melihat dukungan sosial bermanfaat ketika jenis dukungan sesuai dengan kebutuhan mereka dan penyampaian informasi yang baik bagi mereka.
7.      Belajar dari atlet yang pernah cidera
Cara lain yang baik untuk membantu atlet yang cidera dalam mengatasi cidera adalah dengan memperhatikan atau mematuhi rekomendasi atlet yang pernah cidera. Berikut rekomendasi dari atlet SKI AS, untuk atlet yang cidera, pelatih, dan tim medis olahraga:
a.       Rekomendasi untuk atlet yang cidera
-          Mempelajari tubuhnya dan menyesuiakan diri
-          Terima dan secara positif menghadapi situasi
-          Fokus pada pelatihan yang berkualitas
-          Mendapatkan dan mengunakan sumber daya medis
-          Mengunakan sumber daya social
-          Menetapkan tujuan
-          Merasa yakin dengan pelatih dan tenaga medis
-          Melatih ketrampilan mental
-          Mengunakan imajinasi
-          Dan menjaga suasana yang kompetitif dan keterlibatan.
b.      Rekomendasi untuk pelatih
-          Pelatih memelihara kontak dan keterlibtan dengan atlet yang cidera
-          Menunjukan empati positif dan dukungan
-          Memahami variasi cidera individu dan emosi saat cidera
-          Motivasi dan mendorong secara optimal
-          Lingkungan yang berkualitas tinggi, pelatihan individual
-          Memiliki kesabaran dan harapan yang realistis
-          Jangan mengulangi menyingung cidera pada saat pelatihan
c.       Rekomendasi untuk medis olahraga
-          Mendidik dan menginformasikan atlet pada saat cidera dan rehabilitasi
-          Mengunakan motivasi sesuai dan secara optimal mendorong
-          Menunjukan empati dan dukungan
-          Memiliki kepribadian yang mendukung (menjadi hangat, terbuka, dan tidak terlalu percaya diri)
-          Memelihara interaksi yang baik dan menyesuaikan pelatihan
-          Menunjukan kemampuan dan kepercayaan diri
-          Mendorong kepercayaan diri atlet

BAB III
PENUTUP
A.        Kesimpulan
Faktor psikologi merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam performa atlet, selain faktor fisik, taktik dan teknik. Faktor mental atau psikologi juga sangat berkontribusi dalam mempengaruhi pencapaian prestasi atlet, tidak hanya itu faktor psikologi juga berpengaruh terhadap penyebab cederanya atlet maupun masa pemulihannya terhadap cedera tersebut. Sebagai orang yang berkecimpung dalam dunia olahraga diharapkan mengerti tentang aspek-aspek psikologi yang berpengaruh  dalam olahraga itu sendiri sehingga seorang pelatih dapat mengerti masalah-masalah yang dialami atlet, khususnya masalah psikis yang dialami atlet maupun penanganan terhadap atlet yang cedera. Dengan mengerti aspek- aspek tersebut pelatih diharapkan dapat memaksimalkan kemampuan yang ada dalam diri anak didiknya baik faktor fisik maupun mentalnya.
B.         Saran
Apabila ada penulisan atau pemahaman dalam penulisan makalah ini kami mohon maaf, dan untuk sumber tempat kami mengambil data, apa lupa atau kami rubah kata-kata atau artikel yang sebenarnya kami mohon maaf, dan untuk selanjutnya kami sangat berharap untuk ada mahasiswa yang akan memperbaiki kesalahan dari makalah ini, dan melanjutkannya dengan lebih sempurna. Terimakasih.


DAFTAR PUSTAKA
Hadianto Wibowo. (1995). Pencegahan dan Peñatalaksanaan Cedera Olahraga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
http://id.hicow.com/olahraga-psikologi/psikologi/olahraga-51150.html diakses tanggal 29 maret 2012
Leavitt, H.J. (1992) Psikologi manajemen, Jakarta: Erlangga
Satiadarma,M.P. (2000) Dasar-dasar psikologi olahraga.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Weinberg. R.S & Gould. D. (2007), Foundation of sport and exercise psychology. Champaign, IL: Human Kinetics.

http://linkshrink.net/79uu6Z

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Sepak Bola"

Posting Komentar