Makalah Tentang Sholat Wajib
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sudah kita
ketahui Bersama bahwa Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia
terhadap tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapatkan ketenangan dan
kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat nanti. Bentuk dan jenis Ibadah sangat
bermacam-macam, seperti Shalat, puasa, naik haji, membaca Al Qur’an, jihad dan
lainnya.
Shalat
merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah baligh
berakal, dan harus dikerjakan bagi seorang mukmin dalam keadaan bagaimanapun.
Shalat
merupkan rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima
sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa yang
mendirikan shalat, maka dia telah mendirikan agama, dan barang siapa yang
meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan agama (Islam)
Shalat yang
wajib harus didirikan dalam sehari semalam sebanyak lima kali, berjumlah
17 raka’at. Shalat tersebut wajib dilaksanakan oleh muslim baligh tanpa
terkecuali baik dalam keadaan sehat mapun sakit, dalam keadaan susah maupun
senang, lapang ataupun sempit.Selain shalat wajib yang lima ada juga shalat
sunat.
Untuk
membatasi masalah bahasan, maka penulis hanya membahas tentang shalat wajib
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa saja dalil-dalil yang mewajibkan
shalat?
2. Apa syarat-syarat shalat?
3. Apa rukun shalat?
4. Hal-hal apa saja yang membatalkan
shalat?
5. Apa saja sunnah dalam melakukan
shalat?
6. Bagaimana perbedaan laki-laki dan
perempuan dalam shalat?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui dalil-dalil yang
mewajibkan shalat.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat
shalat.
3. Untuk mengetahui rukun shalat.
4. Untuk mengetahui hal-hal yang
membatalkan shalat.
5. Untuk mengetahui sunnah dalam
melakukan shalat.
6. Untuk mengetahui perbedaan laki-laki
dan perempuan dalam shalat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Shalat
Secara etimologi shalat berarti do’a dan secara terminology
(istilah), para ahli Fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki.
Secara lahiriah Shalat berarti ‘Beberapa ucapan dan
perbuatan yang dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam, yang dengannya
kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentukan’(Sidi
Gazalba: 88).
Secara hakiki Shalat ialah ‘Berhadapan hati, jiwa dan raga
kepada Allah,secara yang mendatangkan rasa takut kepada-Nya atau mendhairkan
hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan
perbuatan’ (Hasbi Asy-syidiqi: 59)
Dalam pengertian lain Shalat ialah salah satu sarana
komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk ibadah yang didalamnya
merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang
diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan
rukun yang telah ditentukan syara’ (Imam Basyahri Assayuthi: 30).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
Shalat adalah Suatu ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang
diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang
telah ditentukan syara’ berupa penyerahan diri secara lahir batin kepada Allah
dalam rangkah ibadah dan memohon ridho-Nya.
Menurut A. Hasan (1991) Baqha (1984), Muhammad
bin Qasim As-Syafi’i (1982) dan Rasyid (1976) shalat menurut bahasa Arab
berarti berdo’a. ditambahakan oleh Ash-Shiddiqy (1983) bahwa
perkataan shalat dalam bahasa Arab berarti do’a memohon kebajikan dan pujian.
Sedangkan secara hakekat mengandung pengertian “berhadap (jiwa) kepada Allah
dan mendatangkan takut kepadanya, serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa
keagungan, kebesaran-Nya dan kesempurnaan kekuasaannya.
Solat yang berarti do’a terlihat dari firman Allah dalam
Surah At-Taubah ayat 103:
Artinya: “dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka”
Secara dimensi Fiqh shalat adalah beberapa ucapan atau
rangkaian ucapan dan perbuatan (gerakan) yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam yang dengannya kita beribadah kepada Allah, dan menurut
syarat-syarat yang telah di tentukan oleh Agama.
B. Dalil-dalil
yang Mewajibkan Shalat
Solat merupakan salah satu kewajiban yang menduduki kedua
setelah syahadat dalam rukun islam. Sehingga di dalam Al-Qur’an dan hadits
banyak sekali dijelaskan mengenai kewajiban untuk mengerjakan solat. Diantara
dalil Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai kewaiban salat adalah:
Firman
Allah dalam surah Al-Bayyinah ayat 5:
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian Itulah agama yang lurus.”
Firman-Nya
yang lain dalam surah An-Nisa ayat 103:
Artinya:“Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu),
ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.
Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman.”
Sedangkan
hadits-hadits yang menjelakan tentang kewajiban solat antara lain adalah:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: بُنِيَ اْلاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ:
شَهَادَةِ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَ
اِقَامِ الصَّلاَةِ، وَ اِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَ حَجّ اْلبَيْتِ وَ صَوْمِ
رَمَضَانَ. احمد و البخارى و مسلم، فى نيل الاوطار 1:333
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata : Rasulullah SAW
bersabda, “Islam itu terdiri atas lima rukun. Mengakui bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Allah, dan sesungguhnya Muhammat itu adalah utusan
Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, hajji ke Baitullah dan puasa
Ramadlan. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 333]
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: بَيْنَ الرَّجُلِ
وَ بَيْنَ اْلكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ. الجماعة الا البخارى و النسائى، فى نيل
الاوطار 1: 340
Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “(Yang
membedakan) antara seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan shalat”. [HR.
Jama’ah, kecuali Bukhari dan Nasai, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 340]
عَنْ بُرَيْدَةَ رض قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص
يَقُوْلُ: اَلْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَ بَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ. فَمَنْ
تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ. الخمسة، فى نيل الاوطار 1:
343
Dari Buraidah RA, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda, “Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa
meninggalkannya, maka sungguh ia telah kufur”. [HR. Khamsah, dalam Nailul
Authar juz 1, hal. 343]
عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ اَنَّ اَعْرَابِيًّا جَاءَ
اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص ثَائِرَ الرَّأْسِ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ،
اَخْبِرْنِى مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ ! قَالَ: الصَّلَوَاتُ
اْلخَمْسُ، اِلاَّ اَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا. قَالَ: اَخْبِرْنِى مَا فَرَضَ اللهُ
عَلَيَّ مِنَ الصّيَامِ ! قَالَ: شَهْرُ رَمَضَانَ اِلاَّ اَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا. قَالَ: اَخْبِرْنِى مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الزَّكَاةِ ! قَالَ: فَاَخْبَرَهُ رَسُوْلُ اللهِ ص بِشَرَائِعِ اْلاِسْلاَمِ
كُلّهَا. فَقَالَ: وَ الَّذِى اَكْرَمَكَ، لاَ
اَطَّوَّعُ شَيْئًا وَ لاَ اَنْقُصُ مِمَّا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ شَيْئًا. فَقَالَ
رَسُوْلُ اللهِ ص. اَفْلَحَ اِنْ صَدَقَ اَوْ دَخَلَ اْلجَنَّةَ اِنْ صَدَقَ. احمد
و البخارى و مسلم، فى نيل الاوطار 1: 335
Dari Thalhah bin ‘Ubaidillah, bahwa seorang Arab gunung
datang kepada Rasulullah SAW dalam keadaan rambutnya kusut, lalu ia bertanya,
“Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari
shalat ?”. Beliau bersabda, “Shalat-shalat yang lima, kecuali kamu mau
melakukan yang sunnah”. Ia bertanya, “Beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah
wajibkan kepadaku dari puasa ?”.
Beliau SAW bersabda, “Puasalah bulan Ramadlan, kecuali kamu
mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya lagi, “Beritahukanlah kepadaku, apa
yang Allah wajibkan kepadaku dari zakat ?’. Thalhah berkata : Lalu Rasulullah
SAW memberitahukan kepadanya tentang syariat-syariat Islam seluruhnya. Lalu
orang Arab gunung itu berkata, “Demi Allah yang telah memuliakan engkau, saya
tidak akan menambah sesuatu dan tidak akan mengurangi sedikitpun dari apa-apa
yang telah diwajibkan oleh Allah kepada saya”. Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Pasti
ia akan bahagia, jika benar. Atau pasti ia akan masuk surga jika benar
(ucapannya)”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal.
335]
عَنْ اَنَسِ بْنَ مَالِكٍ رض قَالَ: فُرِضَتْ عَلَى النَّبِيّ ص الصَّلَوَاتُ لَيْلَةَ اُسْرِيَ
بِهِ خَمْسِيْنَ، ثُمَّ نُقِصَتْ حَتَّى جُعِلَتْ خَمْسًا. ثُمَّ نُوْدِيَ: يَا
مُحَمَّدُ اِنَّهُ لاَ يُبَدَّلُ اْلقَوْلُ لَدَيَّ وَ اِنَّ لَكَ بِهذِهِ
اْلخَمْسِ خَمْسِيْنَ. احمد و النسائى و الترمذى و صححه، فى نيل الاوطار 1:
334
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Diwajibkan shalat itu
pada Nabi SAW pada malam Isra’, lima puluh kali. Kemudian dikurangi sehingga
menjadi lima kali, kemudian Nabi dipanggil, “Ya Muhammad, sesungguhnya tidak
diganti (diubah) ketetapan itu di sisi-Ku. Dan sesungguhnya lima kali itu sama
dengan lima puluh kali”. [HR. Ahmad, Nasai dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi
menshahihkannya, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 334]
عَنِ الشَّعْبِيّ اَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَدْ فُرِضَتِ
الصَّلاَةُ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ بِمَكَّةَ. فَلَمَّا قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ ص اْلمَدِيْنَةَ زَادَ مَعَ
كُلّ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ، اِلاَّ اْلمَغْرِبَ فَاِنَّها وِتْرُ النَّهَارِ
وَ صَلاَةُ اْلفَجْرِ لِطُوْلِ قِرَاءَتِهِمَا. قَالَ: وَ كَانَ اِذَا سَافَرَ
صَلَّى الصَّلاَةَ اْلاُوْلَى. احمد
Dari ‘Asy-Sya’bi bahwa ‘Aisyah RA pernah berkata : Sungguh
telah difardlukan shalat itu dua rekaat dua rekaat ketika di Makkah. Maka
tatkala Rasulullah SAW tiba di Madinah (Allah) menambah pada masing-masing dua
rekaat itu dengan dua rekaat (lagi), kecuali shalat Maghrib, karena
sesungguhnya shalat Maghrib itu witirnya siang, dan pada shalat Fajar (Shubuh),
karena panjangnya bacaannya”. Asy-Sya’bi berkata, “Dan adalah Rasulullah SAW
apabila bepergian (safar), beliau shalat sebagaimana pada awalnya (dua
rekaat)”. [HR. Ahmad 6 : 241
C. Syarat-Syarat
Shalat
Para
ulama membagi syarat shalat menjadi dua macam, pertamasyarat wajib, dan yang ke
dua syarat sah. Syarat wajib adalah sayarat yang menyebabkan
seseorang wajib melaksanakan shalat. Sedangkan syarat sah adalah syarat yang
menjadikan shalat seseorang diterima secara syara’ di samping adanya kriteria
lain seperti rukun.
Syarat wajib salat adalah sebagai berikut:
1.
Islam, shalat diwajibkan terhadap
orang muslim, baik laki-laki maupun perempuan, dan tidak diwajibkan bagi orang
kafir atau nin muslim. Orang kafir tidak dituntut untuk melaksanakan shalat,
namun mereka tetap menerima hukuman di akhirat. Walaupun demikian orang kafir
apabila masuk Islam tidak diwajibkan membayar shalat yang ditinggalkannya
selama kafir, demikian menurut kesepakatannya para ulama. Allah SWT
berfirman:Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu[609]: "Jika mereka
berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang
dosa-dosa mereka yang sudah lalu.(QS 8:38)
عن عمر و بن عا ص ا ن ا لنبي صلو ا لله عليه و سلم قا ل: ا لا
سلا م يجب ما قبله. رو ا ه احمد و ا لطبرا نى و ا لبيهقي
Dari
Amr bin Ash bahwa Nabi SAW bersabda: islam memutuskan apa yang sebelumnya
(sebelum masuk islam). HR Ahmad, Al-Thabrani dan Al-baihaqi).
2.
Baligh, anak-anak kecil tidak
dikenakan kewajiban shalat berdasarkan sabda Nabi SAW, yang artinya:
Dari
Ali r.a. bahwa Nabi SAW berkata: Diangkatkan pena ( tidak ditulis dosa) dalam
tiga perkara: Orang gila yang akalnya tidak berperan sampai ia sembuh, orang
tidur sampai ia bangun dan dari anak-anak sampai dia baligh. (HR Ahmad, Abu
Daud dan Al-Hakim).
3.
Berakal. Orang gila, orang kurang
akal (ma’tuh) dan sejenisnya seperti penyakit sawan (ayan) yang sedang
kambuh tidak diwajibkan shalat, karena akal merupakan prinsip
dalam menetapkan kewajiban (taklif), demikian menurut pendapat jumhur
ulama alasannya adalah hadits yang diterima dari Ali r.a. yang artinya: “dan
dari orang gila yang tidak berperan akalnya sampai dia sembuh”
Namun
demikian menurut Syafi’iyah disunatkan meng-qadha-nya apabila sudah
senbuh. Akan tetapi golongan Hanabilah berpendapat, bagi orang yang tertutup
akalnya karena sakit atau sawan (ayan) wajib mneg-qadha shalat. Hal ini
diqiyaskan kepada puasa, Karena puasa tidak gugur disebabkan penyakit tersebut.
4.
Suci dari hadats
5.
Suci seluruh anggota badan pakaian
dan tempat
6.
Menutup aurat
7.
Masuk waktu yang telah ditentukan
8.
Menghadap kiblat
9.
Mengetahui mana rukun wajib dan
sunah.
Adapun syarat sah sholat adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui masuk waktu. Shalat tidak
sah apabila seseorang yang melaksanakannya tidak mengetahui secara pasti atau
dengan persangkaan yang berat bahwa waktu telah masuk, sekalipun ternyata dia
shalat dalam waktunya. Demikian juga dengan orang yang ragu, shalatnya tidak
sah. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman”.(QS. An-Nisa:103).
2. Suci dari hadas kecil dan hadas
besar. Penyucian hadas kecil dengan wudu’ dan penyucian hadas besar dengan
mandi. Nabi Muhammad SAW bersabda, yang artinya:
“Dari Umar r.a. bahwa Nabi SAW
bersabda: Allah tidak menerima shalat seseorang yang tidak suci. (HR.
Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari).
“Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi
SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat seorang kamu apabila
berhadas hingga dia bersuci. (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Suci badan, pakaian dan tempat dari
na’jis hakiki. Untuk keabsahan shalat disyariatkan suci badan, pakaian dan
tempat dari na’is yang tidak dimaafkan, demikian menurut pendapat jumhur ulama
tetapi menurut pendapat yang masyhur dari golongan Malikiyah adalah sunnah
muakkad.
4. Menutup aurat. Seseorang yang shalat
disyaratkan menutup aurat, baik sendiri dalamkeadaan terang maupun sendiri
dalam gelap. Allah SWt berfirman: “pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) mesjid”(QS. 4:31).
5. Menghadap kiblat. Ulama sepakat
bahwa syarat sah shalat. Allah SWT berfirman:
“Dan dari mana saja kamu (keluar),
Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu
(sekalian) berada, Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya. (QS. 2:150)
Mengahadap kiblat dikecualikan bagi
orang yag melaksanakan sholat Al-khauf dan sholat
sunat diatas kendaraan bagi orang musafir dalam perjalanan. Golongan Malikiyah
mengaitkan dengan situasi aman dari musuh, binatang buas dan ada kesanggupan.
Oleh karena itu tudak wajib mengahadao kiblat apabila ketakutan atau tidak
sanggup (lemah) setiap orang sakit.
Ulama sepakat bagi orang yang
menyaksikan ka’bah wajib menghadap ke ka’bah sendir secara tepat. Akan tetapi
bagi orang yang tidak menyaksikannya, karena jauh di luar kota makkah, hanya
wajib menghadapakan muka kea arah ka’bah, demikian pendapat junhur ulama.
Sedangkan Imam Syafi’I Berendapat mesti menghadapkan muka ke ka’bah itu sendiri
sebagaimana halnya orang yang berada di kota mekah. Caranya mesti di
niatkan dalam hati bahwa menghadap itu tepat pada ka’bah.
6. Niat. Golongan hanafiyah dan
Hanabilah memandang niat sebagai syarat sah shalat, demikian juga pendapat yang
lebih kuat dari kalangan Malikiyah.
D. Cara
Mengerjakan Shalat
Menurut golongan Malikiyah cara-cara /rukun-rukun
mengerjakan sholat adalah sebagai berikut:
1. Niat
2. Takbirtul Ihram
3. Berdiri waktu takbiratul ihram
4. Membaca al-fatihah dalam shalat
berjama’ah dan salat sendirian
5. Berdiri waktu membaca al-fatihah
6. Ruku’
7. Bangkit dari ruku’
8. Sujud
9. Duduk antara dua sujud
10. Mengucapkan salam
11. Duduk di waktu mengucapkan salam
12. Tumaninah pada seluruh rukun
13. I’tidal sesudah ruku’ dan sujud.
E. Rukun
Shalat
1. Niat
2. Takbiratul ihram
3. Berdiri tegak, bagi yang kuasa
ketika shalat fardhu. Boleh duduk,atau berbareng bagi yang sedang sakit.
4. Membaca surat Al-Fatihah pada
tiap-tiap raka’at
5. Ruku’ dengan tumakninah
6. I’tidal dengan tumakninah
7. Sujud dua kali dengan tumakninah
8. Duduk antara dua sujud dengan
tumakninah
9. Duduk tasyahud akkhir dengan
tumakninah
10. Membaca tasyahud akhir
11. Membaca shalawat nabi pada tasyahud
akhir
12. Membaca salam yang pertama
13. Tertib; (Berurutan sesuai
rukun-rukunnya)
F. Hal-hal
yang Membatalkan Shalat
Shalat akan batal atau tidak sah apabila salah satu rukunnya
tidak dilaksanakan atau ditinggalkan dengan sengaja.
Adapun hal-hal yang dapat membatalkan shalat adalah sebagai
berikut :
1. Berhadats
2. Terkena Najis yang tidak dimaafkan
3. Berkata-kata dengan sengaja di;luar
bacaan shalat
4. Terbuka auratnya
5. Mengubah niat, missal ingin
memutuskan shalat (niat berhenti shalat)
6. Makan atau /minum.walau sedikit
7. Bergerak tiga kali berturut-turut,
diluar gerakan shalat
8. Membelakangi kiblat
9. Menambah rukun yang berupa
perbuatan, seperti menambah ruku’sujud atau lainnya dengan sengaja
10. Tertawa terbahak-bahak
11. Mendahului Imam dua rukun.
12. Murtad, keluar dari Islam.
G. Sunnah
dalam Melakukan Shalat
Waktu mengerjakan shalat ada ,dua sunah, yaitu sunah Ab’adh
dan sunah Hai’at.
1. Sunah Ab’adh
- Membaca tasyahud awal
- Membaca shalawat pada tasyahud awal
- Membaca shalawat atas keluarga Nabi SAW pada tasyahud akhir
- Membaca Qunut pada shalat Subuh dan shalat witir.
2. Sunah Hai’at
- Mengangkat keduabelah tangan ketika takbiratul ikhram,ketika akan ruku’ dan ketika berdiri dari ruku’.
- Meletakan telapak tangan yang kanan diatas pergelangan tangan kiri ketika sedekap,
- Membaca do’a Iftitah sehabis takbiratul ikhram.
- Membaca Ta’awwudz ketika hendak membaca fatihah,
- Membaca Amiin ketika sesudah membaca Fatihah,
- Membaca surat Al-Qor’an pada dua raka’t permulaan sehabis membaca Fatihah,
- Mengeraskan bacaan Fatihah dan surat pada raka’at pertama dan kedua, pada shalat magrib, isya’ dan subuh selain makmum.
- Membaca Takbir ketika gerakan naik turun,
- Membaca tasbih ketika ruku’ dan sujud.
- Membaca “sami’allaahu liman hamidah” ketika bangkit dari ruku’ dan membaca “Rabbanaa lakal Hamdu” ketika I’tidal,
- Meletakan kedua telapak tangan diatas paha ketika duduk tasyahud awal dan tasyahud akhir,dengan membentangkan yang kiri dan mengenggamkan yang kanan, kecuali jari telunjuk.
- Duduk Iftirasy dalam semua duduk shalat,
- Duduk Tawarruk pada duduk tasyahud akhir
- Membaca salam yang kedua.
- Memalingkan muka ke kanan dan ;kekiri ketika membaca salam pertama dan kedua
H.
Makruh Shalat
Orang
yang sedang shalat dimakruhkan :
1. Menaruh telapak tangan di dalam
lengan bajunya ketika Takbiratul ikhram, ruku’ dan sujud.
2. Menutup mulutnya rapat rapat.
3. Terbuka kepalanya,
4. Bertolak pinggang,
5. Memalingkan muka ke kiri dan ke
kanan.
6. Memejamkan mata,
7. Menengadah ke langit,
8. Menahan hadats
9. Berludah,
10. Mengerjakan shalat di atas kuburan,
11. Melakukan hal-hal yang mengurangi kekhusukan
shalat.
I.
Perbedaan Laki-laki Dan Perempuan
Dalam Shalat
Laki-Laki
|
Perempuan
|
||
1
2
3
4
5
|
Merenggangkan kedua siku tangannya
dari kedua lambungnya waktu ruku’ dan sujud.
Waktu ruku’ dan sujud mengangkat
perutnya dari pahanya.
Menyaringkan suaranya /bacaanya
dikeraskan di tempatr keras.
Bila member tahu sesuatu Membaca
Tasbih, yakni ‘Subhaanallah’
Auratnya barang antara Pusar dan
lutut.
|
1
2
3
4
5
|
Merapatkan satu anggota kepada
anggota lainnya.
Meletakan perutnya pada dua
tangan/ sikunya ketika sujud.
Merendahkan suaranya/
Bacaanya dihadapan laki-laki lain
yang bukan muhrimnya.
Bila memberitahu sesuatu dengan
bertepuk tangan,yakni Tangan kanan ditepukkan ke punggung telapak tangan
kiri.
Auiratnya seluruh anggouta tubuh
kecuali bagian muka dan kedua telapak tangan
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Shalat merupakan penyerahan diri secara talalitas untuk
menghadap Tuhan, dengan perkataan dan perbuatan menurut syarat dan rukun yang
telah ditentukan syarat. Shalat merupakan kewajiban bagi kaum muslimin yang
mukallaf tanpa kecuali.
Shalat Merupakan Syarat Menjadi Taqwa. Taqwa merupakan hal
yang penting dalam Islam karena dapat menentukan amal / tingkah laku manusia,
orang – orang yang betul – betul taqwa tidak mungkin melaksanakan perbuatan
keji dan munkar, dan sebaliknya. Salah satu persyaratan orang – orang yang
betul betul taqwa ialah diantaranya mendirikan shalat sebagimana firman Allah
SWT dalam surat Al Baqarah.
Shalat merupakan benteng kemaksiatan artinya bahwa shalat
dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Semakin baik mutu shalat seseorang
maka semakin efektiflah benteng kemampuan untuk memelihara dirinya dari
perbuatan makasiat.
Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar apabila
dilaksanakan dengan khusu tidak akan ditemukan mereka yang melakukan shalat
dengan khusu berbuat zina. Maksiat, merampok dan sebagainya. Merampok dan
sebagainya tetapi sebaliknya kalau ada yang melakukan shalat tetapi tetap
berbuat maksiat, tentu kekhusuan shalatnya perlu dipertanyakan. Hal ini
diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut: 45.
Shalat Mendidik Perbuatan Baik Dan Jujur Dengan mendirikan
shalat, maka banyak hal yang didapat, shalat akan mendidik perbuatan baik
apabila dilaksanakan dengan khusus.
Shalat Akan membangun etos kerja Sebagaimana keterangan –
keterangan di atas bahwa pada intinya shalat merupakan penentu apakah orang –
orang itu baik atau buruk, baik dalam perbuatan sehari – hari maupun ditempat
mereka bekerja
Apabila mendirikan shalat dengan khusu maka hal ini akan
mempengaruhi terhadap etos kerja mereka tidak akan melakukan korupsi atau tidak
jujur dalam melaksanakan tugas
DAFTAR PUSTAKA
Abidin,
S.A. Zainal, Kunci Ibadah, (Semarang: PT.Karya Toha Putra Semarang,
2001)
Hamid
,Abdul. Beni HMd Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia,
2009).
Al-Qor’an
dan terjemahannya
Asas
Agama Islam, Bulan Bintang, 1976
Bimbingan
Shalat lengkap,Mitra Umat,1998
Mimbar
Utama, Edisi September 2004
0 Response to "Makalah Tentang Sholat Wajib"
Posting Komentar