Makalah Administrasi Pembangunan
BAB I
PENDAHULUAN
Administrasi pembangunan berkembang karena
adanya kebutuhan di negara-negara yang sedang membangun untuk mengembangkan
lembagalembaga dan pranata-pranata sosial, politik dan ekonominya, agar
pembangunan dapat berhasil. Oleh karena itu, pada dasarnya administrasi
pembangunan adalah bidang studi yang mempelajari sistem administrasi negara
di negara yang sedang membangun serta upaya untuk meningkatkan kemampuannya.
Dari sudut praktik, administrasi pembangunan merangkum dua kegiatan
besar dalam satu pengertian, yakni administrasi dan pembangunan.
Dalam telaahan administrasi pembangunan
dibedakan adanya dua pengertian, yaitu administrasi bagi pembangunan dan
pembangunan administrasi. Administrasi bagi pembangunan, dalam konteks ini
digunakan pendekatan manajemen. Maka dapat dikatakan bahwa masalah administrasi
bagi pembangunan adalah masalah manajemen pembangunan. Sedangkan untuk
menerangkan pembangunan administrasi akan digunakan pendekatan organisasi.
Untuk analisis manajemen pembangunan dikenal beberapa fungsi yang cukup nyata (distinct),
yakni: perencanaan, pengerahan (mobilisasi) sumber daya, pengarahan (menggerakkan)
partisispasi langsung oleh pemerintah, koordinasi, pemantauan dan evaluasi, dan
pengawasan. Pendekatan terhadap fungsi-fungsi tersebut dilengkapi dengan peran
informasi yang amat penting sebagai instrumen atau perangkat bagi manajemen.
Heady (1995) menunjukkan ada lima ciri
administrasi yang indikasinya ditemukan secara umum di bayak negara berkembang.
Pertama, pola dasar (basic pattern) administrasi publik bersifat
jiplakan (imitative) daripada asli (indigenous). Kedua, birokrasi
dinegara berkembang kekurangan (deficient) sumber daya manusia terampil
yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pembangunan. Ketiga, birokrasi lebih
berorientasi pada hal-hal lain daripada mengarah pada yang benar-benar
menghasilkan (production directed). Keempat, ada kesenjangan yang lebar
apa yang dinyatakan atau yang hendak ditampilkan dengan kenyataan (discrepancy
between form and reality). Kelima, birokrasi di negara berkembang acap
kali bersifat otonom, artinya lepas dari proses politik dan pengawasan masyarakat.
Analisis Heady ini dapat ditambahkan dua
karakteristik lagi hasil dari pengamatan Wallis (1989). Pertama, di banyak
negara berkembang birokrasi sangat lamban dan makin bertambah birokratik.
Kedua, unsur-unsur nonbirokratik sangat berpengaruh terhadap birokrasi.
Misalnya hubungan keluarga, hubungan-hubungan primordial lain seperti suku dan
agama, dan keterkaitan politik (political connections) mempengaruhi
birokrasi. Keadaan-keadaan seperti inilah yang mendorong pentingnya
pembangunan atau pembaharuan administrasi.
Dalam kerangka pembaharuan administrasi sebagai
lanjutan dari pembangunan administrasi, yang pertama perlu menjadi perhatian
adalah perubahan sikap birokrasi yang cukup mendasar sifatnya. Didalamnya
terkandung berbagai unsur. Pertama, birokrasi harus dapat membangun partisipasi
rakyat. Kedua, birokrasi hendaknya tidak cenderung berorientasi kepada yang
kuat, tetapi harus lebih kepada yang lemah dan kurang berdaya.
Ketiga, peran birokrasi harus bergeser dari
mengendalikan menjadi mengarahkan, dan dari memberi menjadi memberdayakan.
Keempat, mengembangkan keterbukaan dan kebertanggungjawaban. Pembaharuan
memerlukan semangat yang tidak mudah patah. Semangat dan tekad diperlukan untuk
mengatasi inersia birokrasi dan tantangan yang datang dari kalangan mereka yang
akan dirugikan karena perubahan. Oleh karena itu, pembaharuan harus dilakukan
secara sistematis dan terarah, didukung oleh political will yang kuat,
konsisten, dan konsekuen. Tidak selalu harus segera menghasilkan perubahan
besar, tetapi dapat secara bertahap, namun konsisten.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Administrasi dan Pembangunan
Administrasi negara adalah species dari genus
administrasi, dan administrasi itu sendiri berada dalam keluarga kegiatan
kerjasama antar manusia. Waldo (1992) menyatakan yang membedakan administrasi
dengan kegiatan kerjasama antar manusia lainnya adalah derajat rasionalitasnya
yang tinggi. Derajat rasionalitas yang tinggi ini ditunjukkan oleh tujuan yang
ingin dicapai serta cara untuk mencapainya.
Pengertian pembangunan dapat ditinjau dari
berbagai segi. Kata pembangunan secara sederhana sering diartikan sebagai
proses perubahan ke arah keadaan yang lebih baik. Seperti dikatakan oleh Seers
(1969) disini ada pertimbangan nilai (value judgement). Atau menurut
Riggs (1966) ada orientasi nilai yang menguntungkan (favourable value
orientation).
Pembangunan sering dikaitkan dengan modernisasi
dan industrialisasi. Seperti dikatakan Goulet (1977), ketiga-tiganya menyangkut
proses perubahan. Pembangunan adalah salah satu bentuk perubahan sosial,
modernisasi adalah suatu bentuk khusus (special case) dari pembangunan,
dan industrialisasi adalah salah satu segi (a single facet) dari
pembangunan. Dari pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa pembangunan lebih
luas sifatnya daripada modernisasi, dan modernisasi lebih luas daripada
industrialisasi.
B.
Perbedaan Administrasi Negara dan Administarsi Pembangunan
Administriasi pembangunan mempuynyai hubungan
erat sekali dengan administrasi negara. Malahan adminitrasi pembangunan dapat
diartikans ebagai adminstrasi negara untuk mendukung usaha-usaha pembangunan.
Walau demikian ada beberapa karakteristik yang dapat mebedakan keduanya, yaitu
menurut Bintoro Tjokroamidjojo dalam buku yang berjudul ‘pengantar adminitrasi
pembangunan :
1. Administrasi
negara lebih banyak terkait dengan lingkungan masyarakat negara-negara maju
sedangkan administrasi pembangunan memberikan perhatian terhadap masyarakat
yang berbeda-beda terutama bagi masyarakat yang baru berkembang.
2. Dalam IAN
terdapat kelompok yang cenderung berpendapat berbeda IAN dalam proses perumusan
kebijakan tetapi peranan itu masih kurang ditekankan. Bahkan cenderung bersifat
netral terhadap tujuan pembangunan masyarakat. Sedangkan Administrasi
pembangunan berperan aktif terhadap tujuan pembangunan baik dalam perumusan
maupun dalam pelaksanaan bahkan ikut mempengaruhi tujuan pembangunan.
3. Administarsi
negara lebih menekankan pada pelaksanaan yang tertib dan efisien pada unit-unit
kegiatan pemerintah saat ini, beroroentasi masa kini. Sedangkan administrasi
pembangunan berorientasi pada usaha-usaha yang mendorong perubahan kearah
keadaan yang dianggap lebih baik di masa depan.
4. Administasi
negara lebih menekankan tugas-tugas umum atau rutin dalam rangka pelayanan
masyarakat dan tertip pemerintahan lebih bersifat sebagai balancing agen
sedangkan administrasi pembangunan berorientasi pada pelaksanaan tugas-tugas
dari pemerintahan seperti perumusan kebijakan dan pelaksanaannya lebih bersifat
sebagai developmet agen.
5. Administrasi
negara lebih melihat kepada kerapian aparatur administrasi itu sendiri
sedangkan administarsi pembangunan mengaitkan diri dengan substansi perumusan
kebijakan dan pelaksanaan tujuan pembangunan diberbagai bidang.
6. Dalam administarsi
negara seakan-akan ada kesan menempatkan administrator dalam aparatur
pemerintahan sekadar sebagai pelaksanaan, sedangkan dalam administarsi
pembangunan administarsi dalam aparatur pemerintahan juga bisa sebagai
penggerak perubahan.
7. Administarsi
negara lebih berpendekatan legalitis sedangkan administrasi pembangunan
berpendapat lingkungan berorientasi pada kegiatan yang bersifat pemecahan
masalah.
C.
Pengerahan Sumber Daya dalam Pembangunan
Dengan perencanaan yang telah tersusun, langkah
berikutnya dalam manajemen pembangunan adalah memobolisasi sumber daya yang
diperlukan. Sumber daya pembangunan tersebut pada pokoknya berupa (modal),
sumber daya manusia, teknologi, dan organisasi atau kelembangaan. Oleh karena
itu, kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan dalam rangka pengerahan sumber daya
pembangunan adalah memobilisasi dana pembangunan, menyiapkan sumber daya
manusia, memanfaatkan teknologi, serta memperkuat aspek kelembangaan.
Partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk
menjamin berhasilnya pembangunan. Studi empiris banyak menunjukkan kegagalan
pembangunan, atau pembangunan tidak mencapai sasaran, karena kurangnya
partisipasi rakyat. Bahkan banyak menunjukkan rakyat menentang upaya
pembangunan. Keadaan itu dapat terjadi karena beberapa sebab, antara lain :
1. Pembangunan
hanya menguntungkan segolongan kecil dan tidak menguntungkan rakyat banyak,
bahkan pada sisi ekstrim dirasakan merugikan.
2. Pembangunan
meskipun dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat banyak, tetapi rakyat kurang
memahai maksud itu,
3. Pembangunan
dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat, dan rakyat memahaminya, tapi cara
pelaksanannnya tidak sesuai dengan pemahaman itu.
4. Pembangunan
dipahami akan menguntungkan rakyat, tetapi sejak semula rakyat tidak
diikutsertakan.
Oleh
karena itu, menjadi tugas manajemen pembangunan untuk menjamin bahwa
pembangunan berada pada keadaan sebagai berikut : 1) harus menguntungkan
rakyat, 2) dipahami maksudnya oleh rakyat, 3) mengikutsertakan rakyat dalam pelaksanaannya,
serta 4) dilaksanakan sesuai dengan maksudnya, jujur, terbuka dan dapat
dipertanggung-jawabkan.
D. Meningkatkan Kualitas
Manusia dalam Birokrasi Pembangunan
Kiranya tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa
Pemerintah, khususnya sistem administrasinya, pada akhirnya merupakan salah
satu faktor penentu yang utama yang akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan
pembangunan kualitas manusia. Para kritikus birokrasi pada umumnya masih
sepakat bahwa peranan birokrasi dalam pembangunan nasional tidak mungkin dapat
digantikan sepenuhnya oleh lembaga swasta (Mathur, 1986:9). Namun, di banyak
negara berkembang, termasuk Indonesia, sistem administrasi pembangunan
menghadapi banayak hambatan yang amat mempengaruhi kemampuan sistem tersebut
buat melaksanakan pembangunan kualitas manusia secara baik dan dengan amat
memperhatikan martabat manusia.
Secara garis besar hambatan-hambatan pada
birokrasi pembangunan dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni: hamba-tan proses
dan hambatan orientasi (Saxena, 1986:49). Hambatan proses mencakup baik aspek
struktur dan prosedur. Hingga kini struktur organisasi modern tetap dipandang
sebagai model birokrasi yang tepat buat melaksanakan pembangunan. Oleh para
ahli sering kekurang berhasilan yang terjadi di banyak negeri dihubungkan
dengan bentuk birokrasi ini. Tetapi, yang menyebabkan model tersebut kurang
berhasil bukanlah bentuknya itu tetapi adalah karena adanya nilai-nilai dan
struktur organisasi yang tradisional yang menyebabkan tumbuhnya distorsi bentuk
organisasi modern menjadi sistem yang patrimonial. Pada sistem ini
prinsip-prinsip nepotisme dan partikularistik berlaku. Kalau pada sistem
ekonomi kita mengenal adanya dualisme antara ekonomi tradisional-agraris dan
ekonomi modern-industrial, maka dalam sistem adminis-trasi kita dikenal adanya
dualisme antara sistem adminis-trasi tradisional yang menekankan ritualisme
administratif yang tidak efisien dan sistem administrasi modern yang menekankan
rasionalisme administratif yang efisien (Riggs, 1957:59).
Dualisme administratif ini yang menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan budaya pelayan publik dalam birokrasi kita merupakan
salah satu sebab kekurang-mampuan administrasi pembangunan Indonesia.
Birokratisasi dan sentralisasi yang kuat dalam pengelolaan pembangunan telah menimbulkan
struktur birokrasi yang amat hirarkis dan legalistis, sehingga prosedur lebih
bertujuan untuk memenuhi tuntutan struktur daripada manfaat. Fleksibilitas dan
arus komunikasi yang lancar yang amat diperlukan dalam penyelenggaraan program
pembangunan memnjadi terhambat, dan dalam birokrasi pembangunan yang luar biasa
besarnya di Indonesia, prosedur menjadi amat kaku dan lamban. Yang lebih parah
adalah prosedur yang mencekik ini ditumpangi lagi oleh kepentingan pribadi dan
dijadikan komoditi yang diperdagangkan untuk keuntungan pribadi mau pun
kelompok.
Peranan birokrasi pemerintah yang kuat dan
dominan da-lam pengelolaan program pembangunan selama 25 tahun ini telah
menimbulkan mental penguasa yang amat kuat di kala-ngan pejabat birokrasi dan
ini menjadi penghambat yang cukup besar dalam upaya penciptakan aparatur
pemerintahan yang terbuka dan mampu menggalang partisipasi masyarakat dalam
pembangunan. Dalam birokrasi seperti itu prestasi seorang pejabat bawahan akan
diukur dari kemampuannya mencapai target-target yang telah ditentukan dan oleh
"kepuasan" atasan terhadap prestasi bawahan tadi. Karena itu sifat
yang paling menonjol adalah semangat untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan
serta kurang mementingkan perubahan dan kemajuan yang identik dengan
pembangunan. Dengan kata lain, tumbuhlah dengan subur etos kerja status quo
yang mendorong para pejabat untuk lebih mempertahankan keharmonisan dalam
segala hal.
Perubahan-perubahan pada birokrasi pemerintah
itu sen-diri sebenarnya tidak akan terjadi terlepas dari kondisi lingkungannya.
Karena itu dalam pelaksanaan pembangunan kualitas manusia ini diperlukan suatu
persyaratan mutlak yakni kemungkinan setiap anggota masyarakat untuk
berpartisipasi dalam upaya untuk meningkatkan kapasitasnya (Bryant dan White,
Ibid; dan Korten dan Klaus, Ibid). Partisipasi masyarakat ini akan memungkinkan
mereka untuk membantu menentukan masalah-masalah yang akan dipecahkan dalam
pembangunan. Partisipasi ini juga akan memungkinkan masuknya informasi yang
lebih banyak dari lapangan yang berguna bagi penentuan strategi pembangunan
yang lebih tepat. Dukungan masyarakat yang lebih besar dalam pelaksanaan
program pembangunan pun akan dapat digerakkan dengan parptisipasi. Disamping
itu partisipasi masyarakat dalam pengawasan akan memungkinkan pengawasan yang
lebih effektif.
Dalam melaksanakan tugas-tugas pembangunan
sebagai upaya peningkatan kapasitas, sifat-sifat birokrasi peme-rintah yang
stabil-mekanistis tidak mungkin dihilangkan secara keseluruhan. Sifat tersebut
hanya dapat dikurangi dan diganti dengan organisasi yang lebih bersifat
organis-adaptif (Saxena, Ibid; dan Bennis, 1969), yaitu organisasi yang selalu
tumbuh dan menyesuaikan diri dengan tujuan yang hendak dicapai dan dengan
dinamika lingkungannya, yang lebih terbuka terhadap gagasan peningkatan
kapasitas, serta yang mampu melaksanakannya. Struktur birokrasi yang
organis-adaptif ini mempunyai pola hubungan yang lebih longgar dan terbuka
terhadap pengaruh positif dari luar. Partisipasi dalam perumusan tujuan menjadi
lebih lebar sehingga terbuka kesempatan yang luas untuk keterlibatan dari bawah
(bottom-up) mau pun dari atas (top-down).
Selain struktur organisasi yang
organis-adaptif, dalam pengembangan partisipasi ini perlu diadakan distribusi
kekuasaan dan sumberdaya. Dengan kata lain, suatu peringkat desentralisasi yang
memadai adalah prasyarat lain yang diperlukan buat pelaksanaan pembangunan
kualitas manusia agarberhasil. Dalam hal ini ada perbedaan yang jelas antara
pem-bangunan dan nation-building. Dalam nation-building memang diperlukan
sentralisasi kekuasaan. Bagi Indonesia, tahap ini sudah dapat kita lewati
dengan berhasil. Dalam tahap pem-bangunan untuk meningkatkan kualitas manusia
dan kualitas masyarakat, sentralisasi yang berlebih-lebihan ini harus segera
ditinggalkan untuk diganti dengan desentralisasi, yakni pemberian kewenangan
yang lebih besar kepada daerah dan masyarakat untuk merencanakan, melaksanakan,
dan menga-wasi pembangunan.
Untuk melaksanakan pembangunan seperti ini
diperlukan desentralisasi sebanyak mungkin urusan kepada daerah. Hanya daerah
yang tahu secara lebih baik aspirasi daerah serta dapat menilai apa sumberdaya
alam dan sumberdaya manusia yang mereka miliki serta untuk apa kekayaan
tersebut akan digunakan. Karena itu hambatan paling besar dalam pelaksa-naan
kebijaksanaan semacam itu adalah sentralisasi yang amat besar dalam sistem
administrasi kita.
Hambatan yang ketiga adalah karena kelemahan
yang ter-kandung dalam sistem politik kita yang kurang mampu mengem-bangkan
pengawasan oleh DPR dan DPRD. Salah satu sebab utama kekurang berhasilan
pembangunan di negara sosialis dan Dunia Ketiga menurut kajian yang diadakan
oleh Institute of Devel-opment Studies, Universitas Sussex, adalah karena
lemahnya sistem pengawasan demokratis di negara-negara ini. Sampai saat ini DPR
dan DPRD, dengan berbagai cara, masih diperla-kukan sebagai kepanjangan dari
lembaga eksekutif. Karena itu tidak ada kekuatan politik yang berarti yang
mengontrol lem-baga eksekutif. Dominasi birokrasi dalam kehidupan politik,
karena amat sukar membedakan antara birokrasi dengan Golkar sebagai kekuatan
politik yang sedang berkuasa, telah memper-buruk keadaan ini dan telah amat
melemahkan efektivitas pe-ngawasan terhadap lembaga eksekutif.
E. Upaya Meningkatkan
Kualitas Manusia Organisasi dalam Pembangunan
Kemampuan administrasi pemerintah untuk
melaksanakan pembangunan martabat manusia tidak mungkin dapat ditingkat-kan
tanpa peningkatan kualitas manusia dalam birokrasi pem-bangunan itu sendiri.
Kualitas yang diperlukan oleh petugas birokrasi pembangunan itu antara lain
mencakup ketaatan pada prinsip-prinsip moral dan agama yang tinggi, rasa
kesetiaka-wanan sosial dalam hubungan sebagai pejabat dan masyarakat, rasionalitas
sebagai pejabat yang merupakan individu organi-sasi dan institusi yang lebih
mementingkan tujuan organisasi daripada tujuan individu serta tingkat
kemandirian yang juga tinggi. Karena itu perlu didukung upaya yang sedang
dirintis oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara untuk me-ningkatkan
kualitas aparat dalam birokrasi seperti yang dilontarkan beberapa waktu yang
lalu pada Seminar Nasional Pembangunan Kualitas Manusia dalam Era Tinggal
Landas di Universitas Widya Mataram, Yogyakarta (Kusumaatmadja, 1990).
Ada beberapa pilihan upaya yang dapat ditempuh
oleh para perumus kebijaksanaan kita, khususnya dalam bidang pem-bangunan
administrasi. Semua upaya ini dilandasi oleh suatu asumsi bahwa dalam
pelaksanaan pembangunan kualitas manusia ini organisasi modern adalah
satu-satunya wadah implementasi yang tersedia sampai saat ini. Dalam upaya
untuk menghasilkan organisasi yang memiliki effisiensi dan otonomi yang
diperlukan buat melaksanakan pembangunan untuk meningkatkan martabat manusia,
disadari bahwa hirarhi yang terlalu panjang dan compartmentalized akana
menghasilkan ke-kakuan dan subordinasi yang berlebihan. Karena itu inti dari
upaya untuk meningkatkan kualitas manusia dalam birokrasi pembangunan meliputi
upaya meningkatkan produktivitas mereka melalui sistem insentif, baik finansial
dan non-finansial, yang lebih baik, serta merubah tata nilai serta lingkungan
birokrasi melalui:
1. Pelatihan
Tehnis dan Moral
Pembangunan kualitas manusia dan kualitas
masyarakat amat memerlukan desentralisasi kewenangan kepada daerah dan kepada
masyarakat. Hanya daerah yang tahu dengan lebih baik potensi yang dimilikinya
serta bagaimana menggunakan potensi tersebut untuk mencapai tujuan yang mereka
inginkan. Hamba-tan-hambatan antar kantor dan dinas di pusat dan di daerah
perlu dikurangi dengan mengadakan reintegrasi tugas-tugas oleh berbagai kantor
tadi. Pembicaraan mengenai reintegrasi ini sudah pernah dilontarkan oleh
Menteri Rudini beberapa waktu yang lalu sehubungan dengan pengaturan kembali
tugas Kkantor-kantor perwakilan Departemen di daerah atau oleh Menteri Sarwono
sehubungan dengan perampingan birokrasi.
2. Desentralisasi
dan Reintegrasi
Pembangunan kualitas manusia dan kualitas
masyarakat amat memerlukan desentralisasi kewenangan kepada daerah dan kepada
masyarakat. Hanya daerah yang tahu dengan lebih baik potensi yang dimilikinya
serta bagaimana menggunakan potensi tersebut untuk mencapai tujuan yang mereka
inginkan. Hamba-tan-hambatan antar kantor dan dinas di pusat dan di daerah
perlu dikurangi dengan mengadakan reintegrasi tugas-tugas oleh berbagai kantor
tadi. Pembicaraan mengenai reintegrasi ini sudah pernah dilontarkan oleh
Menteri Rudini beberapa waktu yang lalu sehubungan dengan pengaturan kembali
tugas Kkantor-kantor perwakilan Departemen di daerah atau oleh Menteri Sarwono
sehubungan dengan perampingan birokrasi.
3. Demokratisasi
Studi-studi yang diadakan oleh para sarjana
adminis-trasi semakin menunjukkan bahwa kinerja sistem administrasi yang kurang
memuaskan di negara selalu lebih menonjol di negara yang tidak demokratis.
Dengan kata lain, tanpa pe-ngawasan politik yang effektif birokrasi pembangunan
cende-rung untuk kurang berprestasi. Karena itu, sejalan dengan u-paya
reformasi administrasi, harus diadakan transformasi politik untuk menciptakan
pengawasan demokratis yang efektif terhadap birokrasi. Transformasi ini harus
lebih luas dari transformasi yang kita kenal selama ini yang bertujuan untuk
memperbaiki accountability dan partisipasi. Yang diperlukan adalah pemberian keleluasaan
kepada masyarakat untuk mengem-bangkan basis-basi organisasi sosial yang bebas
dalam suatu masyarakat sipil (civil society).
F. Aspek-Aspek yang
Mempengaruhi Administrasi Pembangunan
Ada berbagai aspek yang saling mempengaruhi
dalam Administrasi Pembangunan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Aspek Politik
Pendekatan administrsi pembangunan terkait
erat, saling berhubungan dan saling mempengaruhi keadaan dan proses
perkembangan politik, ekonomi, sosial dan lain-lain. Hubungan itu dapat saling
bertentangan, hubungan yang netral ataupun hubungan yang saling mendukung.
Berbagai aspek politik yang mempunyai pengaruh timbal balik dengan administrasi
pembangunan adalah sebagai berikut:
Filsafat hidup bangsa atau filsafat politik
kemasyarakatan dari suatu negara tertentu. Hal ini juga berhubungan dengan
interdepensi antara sistem politik yang dianut dengan administrasi pembangunan.
Komitmen dari pada elite kekuasaan juga disebut dalam konteks lain sebagai
elite pemerintahan terhadap proses pembangunan, dan kesediaannya menerima
pendekatan yang sungguh-sungguh terhadap usaha yang saling berkait antara
berbagai segi kehidupan masyarakat. Masalah yang berhubungan dengan kestabilan
pollitik. Dengan adanya kestabilan politik diharapkan proses pembangunan dapat
berjalan lebih baik Perkembangan bidang politik ke arah pemberian iklim politik
yang lebih menunjang usaha pembangunan Hubungan antara proses politik dan
proses administarasi serta antara kaum politik dengan birokrasi Aspek hubungan
politik luar negeri atau bahkan perkembangan politik di luar negeri yang sering
merupakan aspek politik yang penting pengaruhnya terhadap administrasi
pembangunan. Ideologi politik sangat perlu karena sebagai dasar berpijak
pembentukan suatu negara, untuk pembentukan suatu kesatuan politik bangsa
tersebut dan usaha menuju pembinaan bangsa.
2. Aspek Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu bagian
dari proses perkembangan sosial, politik, psikologi, kebudayaan, administrasi
dan ekonomi yang disebut pembangunan atau modernisasi. Negara-negara yang baru
berkembang pada umumnya memberikan prioritas yang tinggi terhadap pembangunan
ekonomi. Hal ini disebabkan karena perbedaan yang menyolok dalam tingkat
pertumbuhan antar negara adalah bidang ekonomi materiil. Demikian pula
kebutuhan-kebutuhan yang mendesak daripada negara-negara tersebut adalah
meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Keadaan ekonomi yang meningkat, diharapkan
akan memberikan keesmpatan yang lebih baik untuk mencapai tujuan-tujuan
pembangunan di bidang lain.
3. Aspek
Sosial-Budaya
Berbagai aspek sosial budaya perlu mendapatkan
perhatian dalam administrasi pembangunan. Seperti juga aspek kehidupan yang
lain, proses pembangunan terjadi karena saling menunjangnya pembinaan berbagai
aspek dalam kehidupan masyarakat atau bangsa. Bahkan proses pembangunan yang
sebenarnya haruslah merupakan perubahan sosial-budaya. Pembangunan supaya
menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju sendiri tergantung kepada manusia
dan struktur sosialnya. Jadi bukan hanya yang dikonsespsikan sebagai usaha
pemerintah belaka. Pembangunan tergantung dari suatu proses emansipasi diri.
Dan bahwa partisipasi kreatif dalam proses pembangunan menjadi mungkin karena
proses pendewasaan.
4. Aspek
Institusionil
Aspek institusionil berkaitan erat dengan
aspek-aspek yang diuraikan di atas. Karena pembinaan dan pengembangan aspek
institusionil yang perlu diperhatikan dalam administrasi pembangunan meliputi
pembinaan institusi politik, institusi ekonomi, institusi sosial, pendidikan dan
lain-lain. Proses pembaharuan dan pembangunan juga merupakan suatu proses
pembinaan institusi di dalam masyarakat yang baru dan bahkan mungkin
penghapusan institusi masyarakat yang lama. Pengembangan institusi merupakan
bagian dari proses pengembangan sosial yang lebih luas. Proses itu bukan saja
akan terbina atau terhapusnya suatu institusi, tetapi jika sering terjadi
perubahan dari pada unsur institusi misalnya saja di bidang institusi keluarga
besar menjadi keluarga inti. Ekonomi uang sebagai suatu institusi juga
bertambah meluas, sehingga ekonomi serba dua menjadi masa lampau.
G. Pengawasan
1. Pengertian
Pengawasan
Pengawasan bisa didefinisikan sebagai suatu
usaha sistematis oleh manajemen bisnis untuk membandingkan kinerja standar, rencana,
atau tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk menentukan apakah
kinerja sejalan dengan standar tersebut dan untuk mengambil tindakan
penyembuhan yang diperlukan untuk melihat bahwa sumber daya manusia digunakan
dengan seefektif dan seefisien mungkin didalam mencapai tujuan.
George R. Tery (2006:395) mengartikan
pengawasan sebagai mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya
mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tidankan-tindakan
korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
2. Tipe-Tipe
Pengawasan
Donnelly, et al. (dalam Zuhad, 1996:302)
mengelompokkan pengawasan menjadi 3 Tipe pengawasan yaitu :
a. Pengawasan
Pendahuluan (preliminary control).
Pengawasan yang terjadi sebelum kerja
dilakukan. Pengawasan Pendahuluan menghilangkan penyimpangan penting pada kerja
yang diinginkan yang dihasilkan sebelum penyimpangan tersebut terjadi.
Pengawasan Pendahuluan mencakup semua upaya manajerial guna memperbesar
kemungkinan bahwa hasil-hasil aktual akan berdekatan hasilnya dibandingkan
dengan hasil-hasil yang direncanakan. Memusatkan perhatian pada masalah
mencegah timbulnya deviasi-deviasi pada kualitas serta kuantitas sumber-sumber
daya yang digunakan pada organisasi-organisasi. Sumber-sumber daya ini harus
memenuhi syarat-syarat pekerjaan yang ditetapkan oleh struktur organisasi yang
bersangkutan.
b. Pengawasan
pada saat kerja berlangsung (cocurrent control)
Pengawasan yang terjadi ketika pekerjaan
dilaksanakan. Memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa
sasaran-sasaran telah dicapai. Concurrent control terutama terdiri dari
tindakan-tindakan para supervisor yang mengarahkan pekerjaan para bawahan
mereka. Direction berhubungan dengan tindakan-tindakan para manajer sewaktu
mereka berupaya untuk :
·
Mengajarkan para bawahan mereka bagaimana cara penerapan metode¬-metode serta
prosedur-prsedur yang tepat.
·
Mengawasi pekerjaan mereka agar pekerjaan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
c.
Pengawasan
Feed Back (feed back control)
Pengawasan Feed Back yaitu mengukur hasil suatu
kegiatan yang telah dilaksakan, guna mengukur penyimpangan yang mungkin terjadi
atau tidak sesuai dengan standar. Pengawasan yang dipusatkan pada kinerja
organisasional dimasa lalu. Tindakan korektif ditujukan ke arah proses
pembelian sumber daya atau operasi-operasi aktual. Sifat kas dari metode-metode
pengawasan feed back (umpan balik) adalah bahwa dipusatkan perhatian pada
hasil-hasil historikal, sebagai landasan untuk mengoreksi tindakan-tindakan
masa mendatang. Adapun sejumlah metode pengawasan feed back yang banyak
dilakukan oleh dunia bisnis yaitu:
·
Analysis Laporan Keuangan (Financial Statement Analysis)
·
Analisis Biaya Standar (Standard Cost Analysis)
·
Pengawasan Kualitas (Quality Control
·
Evaluasi Hasil Pekerjaan Pekerja (Employee Performance Evaluation)
3. Tahap-Tahap
Proses Pengawasan
Tahap Proses Pengawasan :
a. Tahap
Penetapan Standar
Tujuannya adalah sebagai sasaran, kuota, dan
target pelaksanaan kegiatan yang digunakan sebagai patokan dalam pengambilan
keputusan. Bentuk standar yang umum yaitu :
·
Standar phisik
·
Standar moneter
·
Standar waktu
·
Tahap Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
b. Digunakan
sebagai dasar atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan secara tepat.
c. Tahap
Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan Beberapa proses yang berulang-ulang dan
kontinue, yang berupa atas, pengamatan, laporan, metode, pengujian, dan sampel.
d. Tahap
Pembandingan Pelaksanaan dengan Standar dan Analisa Penyimpangan Digunakan
untuk mengetahui penyebab terjadinya penyimpangan dan menganalisanya mengapa
bisa terjadi demikian, juga digunakan sebagai alat pengambilan keputusan bagai
manajer.
e. Tahap
Pengambilan Tindakan Koreksi Bila diketahui dalam pelaksanaannya terjadi
penyimpangan, dimana perlu ada perbaikan dalam pelaksanaan.
4. Pentingnya
Pengawasan
Suatu prganisasi akan berjalan terus dan
semakin komplek dari waktu ke waktu, banyaknya orang yang berbuat kesalahan dan
guna mengevaluasi atas hasil kegiatan yang telah dilakukan, inilah yang membuat
fungsi pengawasan semakin penting dalam setiap organisasi. Tanpa adanya
pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan,
baik bagi organisasinya itu sendiri maupun bagi para pekerjanya.
BAB III
KESIMPULAN
Administrasi negara adalah species dari genus
administrasi, dan administrasi itu sendiri berada dalam keluarga kegiatan
kerjasama antar manusia. Waldo (1992) menyatakan yang membedakan administrasi
dengan kegiatan kerjasama antar manusia lainnya adalah derajat rasionalitasnya
yang tinggi. Derajat rasionalitas yang tinggi ini ditunjukkan oleh tujuan yang
ingin dicapai serta cara untuk mencapainya.
Pengertian pembangunan dapat ditinjau dari
berbagai segi. Kata pembangunan secara sederhana sering diartikan sebagai
proses perubahan ke arah keadaan yang lebih baik. Seperti dikatakan oleh Seers
(1969) disini ada pertimbangan nilai (value judgement).
Administriasi pembangunan mempuynyai hubungan
erat sekali dengan administrasi negara. Malahan adminitrasi pembangunan dapat
diartikans ebagai adminstrasi negara untuk mendukung usaha-usaha pembangunan.
Walau demikian ada beberapa karakteristik yang dapat membedakan keduanya.
Pengawasan bisa didefinisikan sebagai suatu
usaha sistematis oleh manajemen bisnis untuk membandingkan kinerja standar,
rencana, atau tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk menentukan
apakah kinerja sejalan dengan standar tersebut dan untuk mengambil tindakan
penyembuhan yang diperlukan untuk melihat bahwa sumber daya manusia digunakan
dengan seefektif dan seefisien mungkin didalam mencapai tujuan.
DAFTAR PUTAKA
Abdullah,
Syukur, Birokrasi dan Pembangunan Nasional: Studi tentang Peranan
Birokrasi Lokal dalam Implementasi Program-program Pembangunan di
Sulawesi Selatan. Disertasi Universitas Hasanuddin, 1985.
Bennis,
Warren G., "Changing Organizations," dalam W.G. Bennis, K.D.
Benne dan R. Chin, Eds., The Planning of Change. New York, Holt, Rinehart and
Winston, 1969.
Brett,
E.A., "Adjustment and the State:The Problem of Administrative Reform,"
IDS Bulletin, 1988, IV:4.
Buchanan,
J. "Foreword" in Tullock, G., The Politics of Bureaucracy, New York,
University Press of America, 1987.
Effendi,
S., Debirokratisasi dan Deregulasi: Meningkatkan Kemampuan Administrasi Untuk
Melaksanakan Pembangunan. Makalah pada Seminar DAAD-UGM, Yogyakarta, 19
Desember 1987.
0 Response to "Makalah Administrasi Pembangunan "
Posting Komentar