MAKALAH ASUHAN KEPERAWTAN JIWA DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSOR HALUSINASI
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan
bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari
gangguan jiwa, akan tetapi merupakan perasaan sehat dan bahagia serta
mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya.
Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes,
2005)
Menurut Sekretaris Jendral
Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii Ahmad, kesehatan jiwa saat ini
telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara termasuk Indonesia.
Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak
terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak
semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai
perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut. ( Diktorat Bina
Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik Dapertemen Kesehatan, 2007)
Setiap saat dapat terjadi
450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, syaraf maupun
perilaku dan jumlahnya terus meningkat.
Pada study terbaru WHO di
14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus
gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama(Hardian,
2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada
dimasyarakat.
Dari 150 juta populasi
orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada
1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah
tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk
penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah
penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat,
diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami
gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).
Akibat semakin kompleksnya
persoalan hidup yang muncul di tengah masyarakat, menyebabkan jumlah
penderita gangguan jiwa di Riau tiap tahunnya terus bertambah. Selama tahun
2007 ini saja di Riau telah menerima sebanyak 8.870 pasien gangguan jiwa.
Berdasarkan dari hasil
anamnesa di Rumah Sakit Jiwa Tampan pada bulan november 2010 pada merpati 33
pasien halusinasi (75%) dari 44 pasien, ruangan nuri yang mana jumlah pasien
halusinasi sekitar 32 orang (71,11%) dari 45 pasien yang ada diruangan, di
mawar ada 9 pasien halusinasi (45%) dari 20 pasien, di hangtuah ada 2 pasien
halusinasi (28,57%) dari 7 pasien, di melati ada 22 pasien halusinasi (64,70%)
dari 34 pasien.
Berdasarkan hal diatas,
kami kelompok tertarik untuk mencari serta membahas halusinasi dalam seminar
kelompok yang sebagai salah satu syarat tugas untuk menyelesaikan praktek
klinik di RSJ Tampan Pekanbaru.
- Tujuan.
- Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran
nyata tentang asuhan keperawatn jiwa pada klien dengan perubahan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran di ruang Nuri RSJ Tampan Pekanbaru.
- Tujuan khusus
a.
Melakukan pengkajian pada klien dengan perubahan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran
b.
Membuat diagnosa keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori : halusinasi
c.
Melakukan intervensi keperawatan kepada klien perubahan persepsi sensori:halusinasi
pendengaran
d.
Melakukan tiundakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran
e.
Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran
f.
Pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan perubahan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran
g.
Dapat membandingkan kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis
dapatkan.\
- Ruang Lingkup Masaalah
Penulisan makalah ini hanya membahas tentang halusinasi
dengar pada Tn. F diruangan Merpati RSJ Tampan.
- Metode Pengambilan Data
Dalam penyusunan makalah
ini, kelompok menggunakan metode deskriptif, dimana kelompok hanya memaparkan
data yang sesungguhnya pada kasus. Untuk menggali data, teknik yang digunakan
berbagai macam di antaranya adalah :
- Wawancara : penulis mengadakan wawancara pada klien di ruang nuri
- Observasi : kelompok melakukan pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung pada prilaku klien
- Studi kepustakaan, kelompok mengambil sumber-sumber buku dan jurnal internet tentang halusinasi dengar
- Data sekunder : kelompok mengambil data dari status klien, catatan keperawatan untuk dianalisa sebagai data yang medukung masalah klien.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
- Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Perubahan persepsi sensori
: halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan persepsi sensori seperti merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, perabaan, atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada. Selain itu, perubahan persepsi sensori : halusinasi bisa
juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran, dan
pikiran yang sering terjadi adanya rangsangan dari luar meliputi semua sistem
penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, atau pengecapan). (Cook dan
Fontaine, 1987).
Halusinasi pendengaran
adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara
berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi
tersebut (keliat, 2006).
Halusinasi pendengaran
adalah mendengar suara manusia, hewan, mesin, barang, kejadian alamiah dan
musik dalam keaadan sadar tanpa adanya rangsangan apapun (maramis, 2005).
Halusinasi pendengaran
adalah persepsi sensorik yang keliru melibatkan panca indra pendengaran
(isaac,2002).
2. Etiologi
Menurut stuart ( 2007)
faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
- faktor predisposisi
1)
biologis
abnormalitas perkambangan
syaraf berhubungan dengan respon neorologis yang maladaftif baru mulai
dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian sebagai berikut:
a)penelitian pencitraan
otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan
skizofren
b) beberapa
zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang berlebihan
c)pembesaran ventrikel dan
penurunan massa kortikal menunjukan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia.
2)
Psikologis
Keluarga, pengasuh dan
lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien.
Salah satu sikap atau keaadan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3)
sosial budaya
kondisi ini mempengaruhi
gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, perang, kerusuhan,
bencana alam dan kehidupan yang terisolasi.
- faktor presipitasi
secara fisik klien dengan
gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan,
tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian induvidu terhadap stressor dan maslah koping dapat mengindikasi
kemungkinan kekambuhan (keliat,2006).
Faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1)
biologis
gangguan dalam komunikasi
dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnomalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak akibat ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2)
Stres lingkungan
Ambang toleransi terhadap
stres yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan prilaku.
3)
sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi
respon individu dalam menanggapi stressor.
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang
ditimbulkan pada individu yang mengalami halusinasi dengar:
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara.
c. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata.
e. Tidak dapat mremusatkan konsentrasi / perhatian.
f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga dan bermusuhan.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Ketakutan.
k. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.
l. Menyalahkan diri sendiri / orang lain.
m. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian.
n. Muka merah kadang pucat.
o. Ekspresi wajah tegang
p. Tekanan sdarah meningkat.
q. Nadi cepat.
r. Banyak keringat.
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara.
c. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata.
e. Tidak dapat mremusatkan konsentrasi / perhatian.
f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga dan bermusuhan.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Ketakutan.
k. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.
l. Menyalahkan diri sendiri / orang lain.
m. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian.
n. Muka merah kadang pucat.
o. Ekspresi wajah tegang
p. Tekanan sdarah meningkat.
q. Nadi cepat.
r. Banyak keringat.
4. Jenis halusinasi
Menurut Stuart (2007)
halusinasi terdiri dari dua jenis:
a. pendengaran
mendengar suara atau
kebisingan, paling sering mendengar suara orang. Suara berbentuk kebisingan
yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan
sampai ada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi.
Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh
untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. penglihatan
stimulus visual dalam
bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit
atau kompleks. Bayangan biasa yang menyenangkan atau menakut ksn seperti
melihat monster.
- penghidu
membaui bau-bauan tertentu
seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenang kan.
Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang , atau dimensia.
- Pengecapan
Merasa mengecap rasa
seperti rasa darah, urin atau feses.
- perabaan
mengalami nyeri atau
ketidak nyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tesentrum listrik yang datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.
- Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh
seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan
urine.
- Kinistetik
Merasakan pergerakan
sementara berdiri tanpa bergerak.
5. Tahapan halusinasi
a. fase I :
klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenang kan untuk
meredakan ansietas. Disini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri.
b. fase II :
pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengendalikan jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom
akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernafasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. fase III :
klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Disni klien sukar berhubungan orang lain, berkeringat,
tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi
yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. fase IV :
pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi.
Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
6. Rentang respon
Halusinasi merupakan salah
satu respon maladatif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
a. Pikiran logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan
koheren.
b. Persepsi
akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului
oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di
dalam maupun diluar dirinya.
c. Emosi
konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar di
sertai banyak banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
d. Perilaku
sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang belaku.
e.
Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan
antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f.
Proses pikir kadang tergantung (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi implus
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area
tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
g. Emosi
berlebihan atau kurang : yaitu menisfatasi perasaan atau afek keluar berlebihan
atau kurang.
h. Perilaku
atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sesial atau
berbudaya umum yang berlaku.
i.
Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya
umum yang berlaku.
j.
Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
k. Isolasi
sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
Berdasarkan rentang diatas
diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika
klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran,
penglihatan,penghidu,pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulul panca indra walaupun sebenarnya
stimulas itu tidak ada.
7. pohon masalah
B.Asuhan Keperawatan
1. faktor predisposisi
a) faktor perkembangan telambat
1. Usia bayi
tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minuman dan rasa aman
2. Usia
balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
3. Usia
sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
b) faktor komunikasi dalam
keluarga
1. Komunikasi
peran ganda
2. Tidak ada
komunikasi
3. Tidak ada
kehangatan
4. Komunikasi
dengan emosi berlebihan
5. Komunikasi
tertutup
6. Orang tua
yang membandingkan anak-anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua.
c) Faktor sosialisasi
budaya
Isolasi sosial pada yang
usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
a.
Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus
asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah,
idintitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping
deskruptif.
b. Faktor biologis
Adanya kegiatan terhadap
fisik, berupa: atropi otak, pembesaran Vertikel, perubahan besar dan bentuk sel
bentuk sel korteks dan limbik.
c.
Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa
genetik schizofrenia di turunkan melalui kromosom tertentu. Namun demikian
kromosom yang berada yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizoprenia adalah kromosom
nomor enam, dan kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 5, dan 22. anak kembar
identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizyote peluangnya sebesar 15%,
seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15%
mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka
perluangnya menjadi 35% .
2. Faktor Presipitasi
a) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan, system
syaraf pusat,kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan.
b) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang
memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup dalam
melaksanakan pola aktifitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang
lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja ( kurang tampil
dalam berkerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat tranportasi dan
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
c) Sikap
Merasa tidak mampu( harga
diri rendah), putus asa ( tidak percaya diri), merasa gagal ( kehilangan
motovasi menggunakan keterampilan diri ), kehilangan kendali diri (
demonstrasi), merasa punya kekuatan berkelebihan,, merasa malang ( tidak mampu
memenuhi kebutuhan spiritual ), bertindak tidak seperti orang lain dari segi
usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, prilaku asertif,
prilaku kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan
gejala
3. Perilaku
Respon perilaku klien
terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah,
bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak dapat membedakan yang nyata
dengan yang tidak nyata. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya, meliputi:
a.
Isi halusinasi
Ini dapat ditanyakan ,
suara apa yang didengar, apa saja yang dikatakan suara itu, jika
halusinasi auditorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika
halusinasi visual, bau apa yang tercium, jika halusinasi penghidu, rasa apa
yang dikecap jika halusinasi pengecap, dan apa yang diraskan dipermukaan tubuh
jika halusinasii perabaan
b.
Waktu dan frekuensi
Ini dapat ditanyakan
kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu,
sebulan pengalaman halusinasi itu muncul.
c.
Pencetus halusinasi
Perawat perlu
mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu
perawat perlu juga bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya
halusinasi untuk memvalidasikan pernyataan klien.
d.
Respon klien
Untuk menentukan sejauh
mana halusinasi telah mempengaruhi klien, bisa dikaji dengan apa yang dilakukan
klien saat mengalami halusinasi.
4.
Mekanisme Koping
a.
regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari
b.
proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain
c.
menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
5. Masalah Keperawatan
a.
Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
b.
Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
c.
isolasi sosial: menarik diri
d.
Gangguan konsep diri: HDR
e.
Intoleransi aktivitas
f.
Defisit perawatan diri
6. Diagnosa Keperawatan
a.
perubahan persepsi sensori: halusinasi
b.
Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
c.
isolasi sosial: menarik diri
d.
Gangguan konsep diri: HDR
e.
Defisit perawatan diri
7. Intervensi Keperawatan
Diagnosa: perubahan persepsi sensori halusinasi: pendengaran
Tujuan umum:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 minggu perubahan persepsi sensori: halusinasi teratasi.
Tujuan khusus:
1.
Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan komunikasi
teraupetik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non
verabal. Perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap dan nama panggilan
yang disenangi klien, buat kontrak dengan jelas tujukan sikap jujur dengan
menepati janji setiap kali interaksi.
2.
Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
3.
Observasi tingkah laku klien dan halusinasinya (halusinasi pendengaran).
4.
Diskuaikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadinya halusinasi.
5.
Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut.
6.
Diskusikan tentang dampak yang akan dialami bila klien menikmati
halusinasinya.
7.
Identifikas dengan klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi.
Intervensi
:
- klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi
a.
Diskusikan cara yang digunakan klien
1. klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi
halusinasinya
2. klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
zzzzzhalusinasinya.
b. Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan
dilatih untuk aaaaaaaaamencobanya
2. klien mengikuti terapi aktivitas kelompok
a. Beri
kesempatan klien untuk memilih cara mengontrol halusinasi
b. Pantau
pelaksanaan cara yang dipilih jika berhasil beri pujian
c.
Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok
d. Buat kontrak yang jelas untuk pertamuan( waktu, tempat, dan topik).
3. Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda gejala,
prosos terjadinya zzzzzzahalusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi
a.
Diskusikan dengan keluarga
b. Diskusikan
klien tentang manfaat dan erugian jika tidak minum obat , nama, warna, dosis,
cara, efek, terapi dan efek samping pengobatan
4. klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar
a. Pantau klien saat minum obat.
5. klien dapat menyebutkan akibat berhenti minum obat
tanpa konsultasi dengan dokter
a. Beri
pujian jika klien menggunakan obat dengan benar
b. Diskusikan
akibat berhenti minum obot tanpa konsultasi
c. Anjurkan klien untuk konsultasi dengan dokter jika ingin berhenti minum
obat.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 25 November 2010 dengan nama klien Tn. F berusia 34 tahun. Klien masuk pada
tanggal 08 November 2010 No. RM 00.9.32 di ruang Merpati. Klien dibawa kerumah
sakit dengan alasan pasien sudah menunjukan gejala gangguan jiwa selama
lebih kurang 15 tahun. Pasien suka mengamuk, marah-marah dengan orang tua,
bicara-bicara sendiri, Pasien pernah dirawat lima kali di RSJ Kalimantan, Putus
Obat lebih kurang 10 bulan.
Pasien tidak pernah
mengalami trauma aniaya fisik, aniaya seksual, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan kriminal. Anggota keluaga tidak ada yang mengalami gangguan jiwa,
hubungan dengan keluaga baik, terdapat riwayat marah-marah dengan orang tua.
Pasien pernah putus obat lebih kurang 10 bulan. Pasien pernah mengalami
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan bagi pasien bahwa pasien pernah
gagal pacaran selama dua kali.
Hasil pemeriksaan TD:
130/100 mmHg, N: 105 x/menit, S: 36,8 o C, P: 26x/menit, pasien mengatakan
fisiknya lemah dan kaku pada tangan dan alat gerak.
Pasien sadar akan keadaan
diri pribadinya, bagian tubuh yang ia sukai adalah tahi lalat dihidung karena
pasien menilai manis dipandang wanita, paha dan kakinya. Status pasien sebagai
kepala keluarga dirumah, pasien mampu memenuhi nafkah sebagai laki-laki. Tugas
pasien dalam keluarga mencari nafkah, bekerja membuat layang-layang, menarik
barang dan gerobak.
Orang yang berarti bagi
pasien adalah orang tuanya peran serta dalam kegiatan kelompok adalah gotong
royong. Pasien mengatakan tidak mau bergaul karena orang lain
tidak mau berteman dan mendekatinya.
Pasien yakin kepada Allah
SWT, pasien melaksanakan apa yang diperintahkan dalam agama islam. Pasien
selama dirawat selalu melakukan shalat, tanpa diperintahkan pasien bisa
melaksanakannya.
Pasien tidak rapi, baju
hanya tukar pakai dengan teman-temannya,pasien bau, baju kotor dan penuh
keringat, penampilan kurang bersih, pasien kurang bersih keadaan kulitnya. Saat
pengkajian, pasien tidak bisa diajak bicara,ada kontak mata, pasien berbicara
agak lambat, kata-kata beraturan dan ada feedback dalam komunikasi atau
berbicara. Aktivitas motorik pasien saat dilakukan pengkajian pasien lesu dan
tampak gelisah.
Pasien tampak putus asa
dengan pengalaman yang dialaminya, pasien pernah gagal pacaran, pasien mengatakan
ingin kawin. Afek pada pasien datar. Pasien selama berinteraksi dengan perawat,
tampak timbul curiga, kontak mata positif, pasien tampak merasa curiga dengan
perawat. Persepsi yang terjadi dengan pasien ialah pasien dengan halusinasi
dengar, pasien mengatakan kadang mendengar suara mantan pacarnya mengajak
pasien datang menghampiri pacarnya. Waktunya malam hari ketika mata hamper
ngantuk dan pada pagi hari, situasinya ketika pasien tidak lagi ada teman
disebelahnya atau ketika lagi sendiri, Pasien mengatakan senang mendengar
suara-suara itu.
Pasien selalu mengatakan
ada fikiran mau pulang dan memikirkan kegagalan cintanya. Pasien sering
mengulang kata-kata dalam berkomunikasi. Pasien kelihatan bingung ketika diajak
berbicara, pasien saat pengkajian sering mengalihkan pembicaraan. Pasien tidak
mampu berkonsentrasi penuh karena factor lingkungan. Pasien mampu melakukan
penilaian atau mengambil keputusan dengan bantuan orang lain.
Pasien mampu memenuhi
kebutuhan makanan, keamanan, pakaian, dan tempat tinggal. Pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan, transportasi, dan uang. Pasien mampu
memenuhi kebutuhan perawatan diri, perawat hanya memberikan cara perawatan diri
yang benar, pasien makan bersama dengan pasien lainnya.
Pasien puas dengan pola
makannya. Pasien tidak merasa segar setekah tidur, pasien ada kebiasaan tidur
siang selama 1,5 jam.pasien tidur malam jam 21.30 dan bangun jam 06.00. Pasien
sulit untuk tidur karena keterbatasan bed, pasien yang lain rebut dan
mondar-mandir, dan kebisingan suara dalam ruang rawatan.
Pasien tidak mampu
mengantisipasi kebutuhan sendiri. Pasien tidak mampu membuat keputusan atas
keinginan sendiri. Pasien mampu mengatur penggunaan obat. Pasien mampu
melakukan pemeriksaan kesehatan. Sistem pendukung adalah keluarga,
terapis, teman sejawat, dan kelompok social.
Klien sangat menikmati
saat bekerja. Pasien sering mau diajak berbicara tentang keadaannya dan
berbicara denga teman-temannya. Kadang-kadang pasien hanyut denga halusinasinya
dan berjalan mondar-mandir.
Diagnosa Medis
Skizofrenia. Terapi medic yaitu Haloperidol 5 mg 3x0,5, Triheksyprenidil 2 mg
3x1.
B. Data Fokus
Tn.F (34 tahun) dirawat di
Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru di ruangan Merpati dengan diagnose
Skizofrenia. Pasien mengatakan ingin kawin dan ada suara orang yang
mengatakan. Pasien suka berbicara sendiri, pasien bicara agak lambat, pasien
tampak gelisah, pasien kelihatan bingung ketika diajak berbicara. Pasien
mengatakan kadang mendengar suara mantan pacarnya mengajak pasien datang
menghampiri pacarnya. Waktunya malam hari ketika mata hamp ir ngantuk dan
pada pagi hari, situasinya ketika pasien tidak lagi ada teman disebelahnya atau
ketika lagi sendiri, Pasien mengatakan senang mendengar suara-suara itu.
Pasien mengeluh karena
sudah menunjukkan gejala gangguan jiwa lebih kurang 15 tahun,pasien mengatakan
suka mengamuk, pasien mengatakan marah-marah dengan orang tua. Pasien
mengatakan pernah putus obat lebih kurang 10 bulan. Pasien tampak tidak tenang
atau gelisah, pasien tampak berjalan-jalan, pasien tampak putus asa.
Pasien mengatakan tidak
mau bergaul karena orang lain tidak mau berteman dan mendekatinya,pasien tampak
gelisah, pasien berbicara agak lambat, pasien tampak timbul wajah curiga saat
bertemu dengan perawat.
Pasien mengatakan mandi
tidak pakai sabun, pasien tidak rapi, baju hanya tukar pakai dengan temannya,
pasien bau, baju kotor dan keringat, pasien kurang bersih keadaan kulitnya.
DS:
1. Pasien
mengatakan ingin kawin dan ada suara wanita yang memanggil namanya
2. Pasien
mengatakan kadang mendengar suara mantan pacarnya mengajak pasien datang
menghampiri pacarnya. Waktunya malam hari ketika mata hamper ngantuk dan pada
pagi hari, situasinya ketika pasien tidak lagi ada teman disebelahnya atau
ketika lagi sendiri, Pasien mengatakan senang mendengar suara-suara itu.
DO:
1. Pasien suka berbicara sendiri
2. Pasien gelisah
3. Pasien kelihatan bingung ketika diajak
berbicara
4. Pasien gelisah
|
Gangguan persepsi
sensori: halusinasi pendengaran
|
Faktor risiko
DS:
1. pasien mengeluh karena
sudah menunjukkan gejala gangguan jiwa lebih kurang 15 tahun
2. Pasien mengatakan suka mengamuk
3. Pasien
mengatakan marah-marah dengan orang tua.
DO:
1. Pasien gelisah
2. Pasien berjalan-jalan
3. Pasien putus asa
|
Risiko Perilaku Kekerasan
|
|
DS:
1. Pasien mengatakan
tidak maubergaul, karena orang lain aatidak
mau bergaul dan mendekatinya.
DO:
1. Pasien berbicara agak lambat
2. Pasien
timbul wajah curiga saat bertemu dengan perawat.
|
Isolasi sosial : menarik
diri
|
|
DS:
1. Pasien mengatakan mandi tidak
pakai sabun
DO:
1. Pasien tidak rapi
2. Baju hanya tukar
pakai dengan temannya
3. Pasien bau, bajukotor dan keringat
4. Pasien kurang bersih
keadaan kulitnya
|
Defisit Perawatan Diri
|
C. Pohon
Masalah
D. Diagnosa
Prioritas Menurut Nanda
1.
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
2. Risiko
Perilaku Kekerasan
3.
Defisit
perawatan diri
4.
Isolasi sosial : menarik diri
E. Implementasi dan
Evaluasi
Implementasi Dilakukan Pada Tanggal 29 November 2010s/d 6
Desember 2010. Pada tanggal 29 November 2010 jam 10:15 WIB telah dilakukkan SP
1 halusinasi: pendengaran : membina hubungan saling percaya dengan pasien,
mengucapkan salam dan berjabat tangan dengan pasien, membantu pasien mengenal
halusinsinya, menjelaskan cara-cara mengontrol halusiasi, mengajarkan pasien SP
1 halusinasi (megontrol halusinasi dengan cara menghardik) dengan hasil SP 1
tercapai sebagian. Dan dilanjutkan pada shift sore pada tanggal 29 November
2010 pada jam 15:00 WIB meliputi : mengucapkan salam kepada klien, menjelaskan
cara–cara megontrol halusinasi dengan cara menghardik dengan hasil SP tercapai.
Pada tanggal 30 November
2010 kembali melakukan SP 2 halusinasi pedengaran pada jam 10:15 WIB
dengan SP 2 belum tercapai. Pada tanggal 01 Desember 2010 pukul 10:00 WIB
kembali dilakukan SP 2 dengan hasil SP 2 halusinasi pendengaran tercapai yakni
pasien mampu melatih megedalikan halusinasi dengan cara mengontrol halusinasi
dengan cara bercakap – cakap dengan teman dekat. Jadi SP 1 dan 2 teratasi dengan dua kali interaksi dengan klien.
Pada tanggal 02 Desember
2010 pukul 09:20 WIB telah dilakukan SP 3 halusinasi pendengaran dengan hasil
SP 3 tercapai sebagian yakni klien kadang-kadang bicara tidak sesuai dengan apa
yang ditanyakan. Pada tanggal 03 Desember 2010 kembali dilakukan SP 3
halusinasi pendengaran pada pukul 09:20 WIB dengan SP 3 tercapai yakni klien
mampu melakukan aktivitas sesuai dengan jadwal harian yang disepakati, klien
mampu mengulangi SP 1 dan 2 halusinasi yang telah diajarkkan. Jadi pelaksanaan
SP 3 tercapai dengan dua kali interaksi dengan pasien. Pada tanggal 04 Desember
2010 telah dilakukan SP 4 halusinasi pendengaran pada pukul 10:00 WIB dengan
hasil SP 4 belum tercapai yakni pasien belum mampu menggunakan obat secara
teratur. Pada tanggal 06 Desember kembali dilakukan SP 4 obat dengan hasil SP 4
belum tercapai dan dibuat perencanaan hari selanjutnya dengan ulangi SP 4. Pada
tanggal 07 Desember dilakukan SP 4 dengan hasil pasien mengatakan minum obat
sudah teratur tetapi pasien mengatakan masih mendengar suara wanita yang
mengajaknya berbicara pada jam 23.00. Pada tanggal 08 Desember dilakukan SP 4
dengan hasil tercapai yaitu pasien mengatakan minum obat sudah teratur dan
pasien mengatakan suara wanita yang mengajaknya berbicara tidak terdengar lagi,
pasien mengatakan mampu mengontrol dengan mengajak pasien lain bercakap-cakap
dan minum obat secara teratur.
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah kelompok melakukan
tindakan keperawatan terhadap klien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi di Ruang MPKP Merpati RSJ Tampan Pekanbaru mulai dari tanggal 29
November sampai dengan 10 Desember 2010 kelompok
menemukan kesenjangan-senjangan antara konsep teoritis dengan studi dilapangan
yang dilakukan oleh kelompok maka dari itu kelompok akan membahas kesenjangan
tersebut. Adapun kesenjangan-senjangan tersebut adalah sebagai berikut:
A. Pengkajian
Pada pengkajian
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan format pengkajian keperawatan
jiwa yang telah di tetapkan. Data yang dikumpulkan dengan wawancara langsung
dengan klien, dari data catatan keperawatan dan medis ditemukan kesenjangan
antara data-data teorits dengan apa yang didapat dengan kasus dilapangan.
Pengumpulan data yang dilakukan hanya melalui wawancara dengan klien, obsevasi
dan dari pendokumentasian keperawatan diruangan, sedangkan data dari keluarga
tidak didapatkan hal tersebut dikarenakan selama proses pengkajian keluarga
klien belum ada menjenguk klien.
Menurut data teoritis
secara umum dari faktor predisposisi diterangkan bahwa halusinasi dapat terjadi
dari berbagai faktor berupa faktor pisikologis, biologis, dan faktor genetik.
Dari hasil observasi dan
wawacara yang dilakukan kelompok terhadap klien tidak ditemukan adanya faktor
genetik yang dapat mempengaruhi halusinasi karena anggota keluarga klien tidak
ada mengalami skizofrenia.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan
teoritis dengan diagnosa yang muncul ditinjauan kasus terdapat perbadaan dan
kesenjangan. Adapun masing-masing diagnosa yang muncul sebagai berikut:
1.
Diagnosa teoritis
a.
Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
b.
Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
c.
Isolasi sosial: menarik diri
d.
Gangguan konsep diri: HDR
e.
Defisit perawatan diri
2.
Diagnosa tinjauan kasus
a.
Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
b.
Defisit perawatan diri
Dalam tinjauan kasus
terdapat 2 diagnosa yang tidak muncul pada diagnosa teoritis. Hal ini
disebabkan pada tinjauan kasus ditemukan dari hasil observasi yakni klien tidak
mengalami isolasi sosial dan HDR.
C. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang
dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan yang ditetapkan dari dua
diagnosa yang diangkat hanya dilaksanakan satu diagnosa keperawatan. Adapun
diagnosa yang kelompok laksanakan adalah gangguan persepsi sensori ; halusinasi
pendengaran yang perencanaan tindakannya dilaksanakan mulai dari tanggal 29
november 2010 s/d 06 Desember 2010 dapat dilaksanakan dengan baik oleh
kelompok, dan klien saat diajarkan dihadapan perawat pada waktu interaksi.
Adapun tindakan keperawatan yang dilaksanakan melalui SP dengan SP I
dilaksanakan selama 2 kali interaksi, SP II dilaksanakan selama 2 kali
interaksi, SP III dilaksanakan selama 2 kali interaksi, SP IV dilaksanakan
selama 1 kali interaksi dengan SP IV belum tercapai. Dalam pelaksanaannya klien
masih membutuhkan bimbingan dari perawat. Semua tindakan keperawatan dengan
diagnosa gangguan persepsi sensori : halusinasi yang dilakukan oleh
kelompok melalui strategi pelaksanaan dapat dilaksanakan. Hal ini didukung
karena sudah terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.
D. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dari
awal hingga akhir kegiatan yang setiap kali berinterksi menggunakan analisis
SOAP (Subjektif, Objaktif, Assesment, Planing).
Evaluasi dilakukan pada
tanggal 29 November 2010 dengan hasil SP 1 tercapai sebagian. Tanggal 29
November 2010 dengan hasil SP 1 tercapai. Tanggal 30 November 2010 dengan hasil
SP 2 belum tercapai. Tanggal 01 Desember 2010 dengan hasil SP 2 tercapai.
Tanggal 02 Desember 2010 SP 3 belum tercapai. Tanggal 04 Desember 2010 SP 3
tercapai sebagian. Tanggal 04 Desember 2010 SP 3 tercapai. Tanggal 05 Desember
SP 4 belum tercapai. Tanggal 06 Desember 2010 SP 4 tercapai sebagian. Tanggal
07 Desember 2010 SP 4 tercapai. Tanggal 08 Desember 2010 SP 1 sampai SP 4 di
evaluasi dengan hasil tercapai.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses keperawatan
merupakan metode ilmiah dalam menjalankan proses keperawatan dan menyelesaikan
masalah secara sistematis yang digunakan oleh perawat dan peserta didik
keperawatan. Penerapan keperawatan dapat meningkatkan otonomi, percaya diri,
cara berfikir yang logis, ilmiah, sistematis dan memperlihatkan tanggung jawab
dan tanggung gugat serta pengembangan diri perawat. Disamping itu klien dapat
melaksanakan mutu pelayanan keperawatan yang baik khusus nya pada klien
halusinasi, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut:
a.
Pengkajian yang dilaksanakan tidak banyak berbeda dengan pengkajian teoritis
maupun penulis tidak mendapat kesulitan dalam pengkajian klien.
b.
Dalam usaha mengatasi masalah yang dihadapi klien penulis menyusun tindakan
keperawatan sesuai dengan teoritis begitu juga dengan SP.
c.
Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan dan dapat
dilaksanakan walaupun belum optimal.
d.
Pada tahap evaluasi terhadap tindakan keperawatan masalah yang dihadapi klien
tidak teratasi semua sesuai dengan masalah klien. Yang sudah teratasi yaitu
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran. Yang belum teratasi yaitu
Defisit perawatan diri karena keterbatasan waktu kelompok untuk melakukan SP.
B. Saran
1.
Mahasiswa
Hendaknya mahasiswa/i dapat melakukan askep sesuai dengan tahapan-tahapan dari
protap dengan baik dan benar yang diperoleh selama masa pendidikan baik di
akademik maupun dilapangan praktek.
2. Pendidikan
Sebagai bahan
referensi untuk menunjang diinstitusi pendidikan.
3. Ruang rawat
inap
Dapat meningkatkan peralatan dan pelayanan serta pemberian askep yang dapat
meningkatkan proses penyembuhan klien.
DAFTAR
PUSTAKA
Direktorat Bina pelayanan
keperawatan dan pelayanan medik departemen kesehatan, 2007 di kutip dari
http://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-penglihatan-trisnawati.html
diambil tanggal 04 november 2010
Hawari,2001
dikutif dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi
diambil tanggal 04 november 2010
Isaacs,2002
dikutip dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi
diambil tanggal 04 november 2010
Keliat,2006
dikutip dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi di
ambil tanggal 04 november 2010
Keliat, budi
anna.(2006) proses keperawatan kesehatan jiwa.jakarta:penerbit buku kedokteran
EGC
Maramis, 2005
dikutip dari http://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-penglihatan-trisnawati.html
diambil tanggal 04 november 2010
Menkes,2005
dikutip dari
http://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-penglihatan-trisnawati.html
diambil tanggal 04 november 2010
Diktat Panduan
Pengkajian Keperawatan dan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Praktek
Keperawatan Jiwa Mahasiswa Program D III di RSJ Tampan Propinsi Riau.
Marlyyn E.
Doengos Rencana Asuhan Keperawatan psikiatri editor bahasa indonesia, Monica
ester. Jakarta: EGC 2006
0 Response to "MAKALAH ASUHAN KEPERAWTAN JIWA DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSOR HALUSINASI "
Posting Komentar