MAKALAH PERS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Media memiliki
peranan penting sebagai katalisator dalam masyarakat (Lasswell, 1934), bahkan
teoretisi Marxis melihatmedia massa sebagai piranti yang sangat kuat (a
powerfull tool). Namun seiring dengan semakin beragamnya media dan semakin
berkembangnya masyarakat, kebenaran teori-teori tersebut menjadi diragukan.
Pers No. 40
Tahun 1999 dan UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 kemudian ditetapkan untuk
menjamin kebebasan dan independensi media massa. Media massa yang terjamin
kebebasan dan independensinya pada gilirannya menguntungkan semuanya, baik
negara maupun masyarakat. Walaupun seringkali dianggap merugikan kepentingan-kepentingan
politik tertentu.
Media massa
dipandang punya kedudukan strategis dalam masyarakat. Secara konseptual,
keberadaan media massa dan masyarakat perlu dilihat secara bertimbal balik.
Untuk itu ada 2 pandangan yaitu apakah media massa membentuk (moulder) atau
mempengaruhi masyarakat, ataukah sebaliknya sebagai cermin (mirror) atau
dipengaruhi oleh realitas masyarakat.
Berdasarkan
uraian diataslah penulis menyusun karya tulis ini agar pembaca lebih memahami
arti dan peranan pers itu.
1.2.Rumusan
Masalah
1.
Apa Saja teori-teori tentang Pers?
2.
Apakah peran dan fungsi pers itu ?
3.
Bagaimana perkembangan Pers sebelum kemerdekaan sampai sekarang ?
1.3.Tujuan
Penulisan
Penulis membuat
karya ilmiah ini dengan tujuan untuk :
1.
Memberi tahukan kepada pembaca mengenai teori pers dan memaparkan fungsi serta
peranan pers dari masa sebelum kemerdekaan hingga sekarang ini.
2.
Dapat mengajak pembaca untuk lebih memahami pers itu sendiri dan mampu menilai
bagaimana perananan pers dari kemerdekaan hingga sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Teori PERS
Pers
adalah lembaga sosial dan wadah untuk menjalankan fungsi komunikasi massa. Pers
setiap negara berbeda-berbeda, ada yang yang menjadi alat negara utuk mencapai
tujuan negara, ada juga yang menjadi alat kontrol negara. Semua itu tergantung
dari sistem politik yang dianut negara tersebut. Secara umum ada 4 teori pers
yang dianut oleh negara-negara di dunia. Empat teori pers itu adalah
otoritarian, libertarian, tanggung jawab sosial, dan komunis/soviet Russian.
Masing-masing teori punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
1. Otoritarian
Teori pers otoritarian lahir bersamaan dengan
ditemukannya mesin cetak modern di abad 16-17. Otoritarian banyak dipakai oleh
negara-negara barat kala itu, seperti Inggris, Perancis, dan negara eropa barat
lainnya. Dalam sistem otoritarian, Media massa/pers bukan sebagai alat control
pemerintah tetapi sebagai instrumen pendukung untuk mencapai tujuan-tujuan
negara. Oleh karena itu, pers dalam otoritarian harus mendukung setiap
kebijakan negara, bukannya menghasut masyarakat untuk melakukan pemberontakan.
Teori ini tanpa disadari banyak digunakan oleh negara-negara maju sekarang ini
seperti Portugal, Cina, Spanyol dan banyak negara di asia dan amerika selatan.
Berarti untuk bisa sejajar dengan negara-negara maju, sistem otoritarian cocok
untuk digunakan.
Plato yang merupakan salah satu dari pelopor
teori otoritarian beranggapan bahwa negara akan maju apabila dipimpin dan
dipegang oleh orang-orang bijak, seperti hakim. Karena apabila menggunakan
sistem demokrasi atau musyawarah maka perpecahan itu rentan terjadi, sehingga
tujuan-tujuan negara itu susah dicapai karena sulitnya menyatukan suara itu
sendiri. Jadi, harus ada orang yang bijak yang dijadikan pemimpin dalam membuat
keputusan untuk kepentingan bersama sehingga tujuan negara tercapai.
Kita selalu didoktrin bahwa teori pers
otoritarian ini adalah pengekangan terhadap kebebasan pers. Tetapi, Pada
dasarnya dalam teori pers otoritarian ini pers bukan dikekang tetapi diawasi,
dan bentuk pengawasannya itu dilakukan oleh masyarakat, yang diwakili oleh
lembaga yaitu pemerintah. Jadi, kita sebagai masyarakat tidak perlu takut
mengenai pers yang akan bertindak sebebas-bebasnya dalam membuat pemberitaan
dan berlaku kapitalis, karena kalau mereka melanggar norma-norma di masyarakat
maka sudah ada hukum dan aturan yang jelas yang mengawasinya. Dan kemungkinan
terjadi chaos dimasyarakat itu kecil, karena penerapan hukum
dinegara yang menganut sistem otoritarian ini sangat dijunjung tinggi. Sehingga
Keamanan dan kedaulatan negara akan terjamin.
Kita selalu dihasut oleh negara Adidaya
seperti Amerika Serikat bahwa pers yang bebas membuktikan negara itu maju.
Tetapi pada kenyataannya, banyak masalah-masalah dan rahasia negara yang
terbongkar keluar negeri karena persnya yang terlalu bebas. Sebagai contoh,
ketika Amerika Serikat perang dengan Vietnam banyak rahasia-rahasia negara yang
tersebar keluar, sehingga Amerika kalah waktu itu dalam perang Vietnam. Itu
hanya salah satu contoh dari buruknya pers yang terlalu bebas.
Mungkin saat ini banyak negara di dunia
menganut sistem libertarian. Tetapi dalam prakteknya mereka lebih cenderung
memakai sistem otoritarian. Kenapa? Karena mereka tahu kalau sistem libertarian
ini sulit diterapkan di sebuah negara apabila negara itu ingin menjadi negara
maju. Karena setiap kebijakan negara yang baru dirumuskan saja sudah diprotes
oleh pers yang mengaku mewakili masyarakat, karena menurut mereka itu tidak
sesuai dengan kehendak rakyat. Seolah-olah pers lebih ahli dalam membuat
kebijakan negara. Makanya tidak dapat dipungkiri lagi sistem otoritarian ini
merupakan salah satu sistem yang layak diterapkan apabila negara tersebut ingin
menjadi negara yang maju.
2. Liberartarian
Filsafat teori pers libertarian menganggap
bahwa manusia mahluk rasional dan bisa menentukan nasibnya sendiri. Sehingga
apabila manusia itu dikekang dengan aturan-aturan dan hukum yang ketat, maka
manusia tidak akan bisa menjadi manusia maju.
Teori libertarian hadir karena melihat teori
otoritarian sudah tidak cocok lagi digunakan dan banyaknya negara yang hancur
akibat menganut sistem otoritarian, terutama pada akhir abad XIX. Dalam sistem
otoritarian, negara terlalu mengekang pers dan masyarakatnya. Sehingga muncul
gejolak-gejolak pemberontakan dari masyarakat untuk bebas dan tidak terikat
lagi dengan aturan-aturan yang ketat yang malah menyengsarakan mereka. Karena
dalam sistem otoritarian ini, masyarakat dijadikan alat untuk melenggangkan
kekuasaan yang sudah ada.
Dalam otoritarian, hak untuk memiliki media
massa dikeluarkan atas izin pemerintah melalui yang namanya hak “paten”. Hak
paten ini bisa didapatkan apabila kita memiliki kedekatan dengan penguasa atau
pemerintah. Hal ini malah akan menimbulkan yang namanya KKN (korupsi, kolusi
dan nepotisme) karena hanya kerabat dan anggota keluarga dari penguasa atau
pemerintahlah yang bisa memiliki media massa. Ini pernah terjadi di Indonesia
ketika zaman orde baru, dimana media massa banyak dimiliki oleh kerabat dan
anggota keluarga Soeharto/cendana. Seperti TPI yang dulu dimiliki oleh Siti Hardijanti Rukmana, anak pertama Soeharto.
Sedangkan, dalam libertarian semua orang
berhak mendirikan media massa asalkan mereka memiliki modal. Sehingga praktek
KKN sulit dilakukan. Dan orang yang memiliki kemampuan mencari untung yang
kuatlah yang akan bertahan. Proses persaingan yang kuat dan bersih inilah yang
akan membuat negara menjadi maju. Karena semua orang berusaha untuk menjadi
terbaik dalam setiap usahanya.
Salah satu yang sangat dijunjung tinggi dalam
pers libertarian adalah HAM, terutama mengenai kebebasan berpendapat.
Masyarakat bebas mengungkapkan pendapatnya terutama untuk kemajuan negara.
Karena yang mengetahui masalah sebenarnya di masyarakat adalah masyarkat itu
sendiri, bukan pemerintah. Karena pemerintah selama ini tidak pernah melihat
permasalahan yang sebenarnya di masyarakat. Pemerintah hanya bisa melihat
permasalahan di masyarakat itu dari luarnya saja, dan asik dengan kemewahan
yang mereka dapatkan. Sedangkan masyarakat terus menderita dengan sistem,
aturan dan hukum yang mengekang mereka.
Hal yang terpenting dalam sistem libertarian
adalah kebebasan berpendapat. Ini berkaitan dengan hak memperoleh pendidikan
yang layak untuk masyarakat. Karena dalam sistem otoritarian, selama ini
masyarakat lebih banyak dibodohi oleh pemerintahnya. Sehingga mereka tidak bisa
mengungkapkan pendapatnya dan selalu kalah dalam berargumen dengan pemerintah.
Terbukti dari peran masyarakat yang minim bahkan tidak ada dalam setiap membuat
kebijakan-kebijakan negara. Kenapa Amerika Serikat bisa sukses menjadi negara
adidaya dengan demokrasi dan sistem libertariannya? Karena mereka menyediakan
pendidikan yang layak dan baik kepada masyarakatnya. Sehingga masyarakatnya
bisa turut dalam memberikan kontribusi yang nyata dalam membuat
kebijakan-kebijakan yang pro terhadap masyarakat.
Pendidikan yang dimaksud disini, tidak hanya
berupa pendidikan di sekolah saja. Tetapi pendidikan dalam arti yang luas.
Seperti informasi yang bisa didapatkan dimana saja tanpa perlu melewati sistem
penyensoran. Contohnya buku dan film. Lewat buku dan film, masyarakat bisa
memperoleh ilmu yang baik dan bermanfaat. Dan demokrasi akan berjalan baik
apabila masyarakatnya dilengkapi pula oleh kemampuan demokrasi yang baik pula.
Dan kemampuan demokrasi yang baik itu bisa didapatkan lewat pendidikan
yang baik.
3. Tanggung
Jawab Sosial
Pada dasarnya Tanggung jawab sosial hampir
mirip dengan libertarian, dimana filsafat dasar yang dianutnya adalah manusia
adalah mahluk rasional dan memiliki akal. Jadi setiap orang berhak menentukan
nasibnya sendiri dan memiliki kebebasan dalam berpendapat. Tetapi, kebebasan
seperti apa? Apakah kebebasan untuk bisa mencela orang lain? Kebebasan membuka
rahasia negara kepada negara lain? Kebebasan berekspresi hingga merugikan orang
lain? Disinilah teori pers tanggung jawab sosial hadir untuk melengkapi
kekurangan yang ada dalam teori libertarian.
Dalam teori tanggung jawab sosial pers tetap
mempunyai kebebasan dalam membuat berita dan informasi kepada masyarakat. dan
juga pers/media massa boleh dimiliki oleh siapapun tanpa harus memperoleh izin
berupa hak “paten” dari pemerintah. Tetapi kebebasan pers itu tetap harus
memperhatikan norma-norma yang berlaku di masyarakat. jangan sampai pers malah
membuat negara menjadi chaos dengan pemberitaannya yang bisa
menghasut kelompok-kelompok masyarakat. Pers harus mempunyai rem sendiri untuk
mengontrol dirinya sendiri dari dalam. Rem itu berupa kode etik jurnalistik.
Kode etik jurnalistik merupakan aturan-aturan yang menjadi batasan-batasan pers
dalam membuat berita. Sehingga pers bisa bertanggung jawab kepada masyarakat
dalam setiap pemberitaan yang mereka buat. Pers tidak hanya membuat informasi
yang menghibur dan mementingkan kepentingan ekonominya saja, tetapi pers/media
massa juga harus bisa mencerdaskan bangsa dengan pemberitaan yang “baik”
Dalam teori libertarian, masyarakat tidak bisa
memprotes apabila ada pemberitaan atau program acara yang merugikan masyarakat.
karena dalam libertarian pers/media massa dilindungi oleh tameng yang bernama
“kebebasan berekspresi”. Tetapi, dalam teori tanggung jawab sosial masyarakat
mempunyai hak untuk memprotes bahkan menghukum pers/media massa yang merugikan
masyarakat. sebagai contoh di Indonesia seperti sekarang ini. Masyarakat bisa
memprotes atau menghukum media massa yang membuat pemberitaan atau acara yang
tidak baik. Protes itu bisa dilakukan secara langsung dengan melayangkan surat
protes kepada media massa yang bersangkutan, atau dengan melapor kepada lembaga
yang bersangkutan seperti dewan pers dan KPI. Jadi, peran media, negara, dan
masyarakat saling berkesinambungan untuk kemajuan negara. Dalam hal ini teori
tanggung jawab sosial sudah beda satu tingkat diatas libertarian, karena
medianya tidak hanya memberikan hiburan dan informasi saja tapi juga turut
mencerdaskan masyarakat. seperti tulisan sebelumnya mengenai libertarian,
Demokrasi akan berjalan baik apabila masyarakatnya dilengkapi pula oleh
kemampuan demokrasi yang baik pula.
Teori tanggung jawab sosial berasumsi bahwa
media massa khususnya tv terestrial dan radio merupakan frekuensi milik public.
Jadi, apabila media massa dijadikan kendaraan politik suatu partai atau orang
maka sudah melanggar aturan dan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Seperti
di Indonesia yang sudah mempunyai undang-undang penyiarannya mengenai frekuensi
public. Jadi, tanggung jawab sosial menjadi fondasi utama dalam membentuk
negara demokrasi yang baik.
4. Soviet
komunis
Teori pers soviet komunis hampir sama dengan
otoritarian dimana pers dijadikan alat untuk mencapai tujuan negara. Dalam
membuat kebijakan negara ini, soviet komunis tidak menggunakan sistem
musyawarah karena hanya akan memperlambat proses mencapai keputusan. Proses
pembuatan keputusan cukup hanya dilakukan oleh pemerintah saja, karena
pemerintah merupakan perwakilan rakyat. Dalam soviet komunis, rakyat merupakan
kekuasaan tertinggi. Rakyat ini diwakilkan oleh sebuah organisasi yang disebut
dengan partai. Partai ini yang nantinya akan memimpin sebuah negara,
dimana negara itu merupakan wadah sementara untuk mencapai komunisme, yaitu
masyarakat tanpa kelas tanpa negara.
Teori pers komunis merupakan pers yang bebas
dari kapitalis. Mereka bebas memberitakan informasi apa saja selama tidak
merugikan masyarakat yang dalam hal ini mengancam keamanan negara. Karena pada
dasarnya pers itu memang harus independen. Independen disini artinya memihak
kepada rakyat, bukan kepada pemilik. Perlu diingat lagi bahwa rakyat merupakan
kekuasaan tertinggi di negara yang menganut sistem komunis.
Dalam soviet komunis ini kesejahteran rakyat
sangat diperhatikan, khususnya kaum proletar. Mereka sangat membenci
kapitalisme dan imperialisme. Karena kapitalisme dan imperialism yang merupakan
hasil dari sistem libertarian hanya bisa membuat rakyat sengsara. Mereka hanya
mementingkan kaum pemilik modal saja. Oleh karena itu soviet hadir agar
memperjuangkan nasib rakyat terutama kaum proletar agar bisa sejahtera, dan
tujuan akhir mereka adalah masyarakat tanpa kelas. Karena apabila masyarakat
sudah dikelas-kelaskan akan menimbulkan kecemburuan sosial dan chaosdimasyarakat.
Dan ini akan menimbulkan perang yang tiada akhir. Jadi, apabila negara ingin
aman dan rakyat sejahtera maka soviet komunis ini cocok untuk diterapkan,
khususnya di negara-negara berkembang.
Jadi, kesimpulan dari empat teori pers ini
adalah, teori pers mana yang cocok diterapkan di Indonesia? menurut saya, teori
tanggung jawab sosial sangat cocok diterapkan di Indonesia. kenapa? Karena kita
sudah mempunyai fondasi yang kuat dalam menerapkan teori ini seperti UUD yang
mengatur mengenai kebebasan berpendapat, UU pers dan penyiaran hingga lembaga
negara seperti dewan pers dan KPI.
Selain itu tanggung jawab sosial cocok
diterapkan di Indonesia karena masyarakat Indonesia yang heterogen, terdiri
dari berbagai macam suku, ras, agama, dan golongan. Sehingga peluang terjadinya
perpecahan di masyarakat sangat besar. Tanggung jawab sosial hadir untuk
menengahi semua perbedaan yang ada di masyarakat itu. sehingga demokrasi yang
dipakai Indonesia ini bisa berjalan baik. Dan semua aspirasi masyarakat dari
berbagai macam lapisan bisa tersalurkan lewat pers tanggung jawab sosial.
Karena pers dalam tanggung jawab sosial selain sebagai alat control negara juga
sebagai medium aspirasi dari rakyat kepada pemerintah maupun sebaliknya sebagai
alat penyampai kebijakan dari pemerintah kepada rakyat.
Tapi melihat realita pers di Indonesia saat
ini, sistem pers apakah yang dipakai Indonesia saat ini? Jawabannya mungkin
lebih tepat menggunakan sistem atau teori pers kuasa dan modal (diluar empat
teori pers dunia). Dimana ada kuasa dan
modal, pers bisa digunakan semaunya oleh si pemilik kuasa dan modal itu. Negara
dan rakyat tidak bisa mengganggu gugat atas kepemilikan si empunya pers itu.
ya, itulah pers Indonesia sekarang.
2.2.Peran dan
Fungsi PERS
Fungsi dan
peranan pers Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers,
fungi pers ialah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol
sosial. Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan
peranan sebagai berikut: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahuimenegakkkan
nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak
asasi manusia, serta menghormati kebhinekaanmengembangkan pendapat umum
berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benarmelakukan pengawasan,
kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan
umummemperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Berdasarkan
fungsi dan peranan pers yang demikian, lembaga pers sering disebut sebagai
pilar keempat demokrasi ( the fourth estate) setelah lembaga legislatif,
eksekutif, dan yudikatif , serta pembentuk opini publik yang paling potensial
dan efektif. Fungsi peranan pers itu baru dapat dijalankan secra optimal
apabila terdapat jaminan kebebasan pers dari pemerintah. Menurut tokoh pers,
jakob oetama, kebebasan pers menjadi syarat mutlak agar pers secara optimal
dapat melakukan pernannya. Sulit dibayangkan bagaiman peranan pers tersebut
dapat dijalankan apabila tidak ada jaminan terhadap kebebasan pers. Pemerintah
orde baru di Indonesia sebagai rezim pemerintahn yang sangat membatasi
kebebasan pers . ha l ini terlihat, dengan keluarnya Peraturna Menteri
Penerangan No. 1 tahun 1984 tentang Surat Izn Usaha penerbitan Pers (SIUPP),
yang dalam praktiknya ternyata menjadi senjata ampuh untuk mengontrol isi
redaksional pers dan pembredelan.
2.3.Perkembangan
Media/Pers dari Sebelum Kemerdekaan Sampai Sekarang
1.
Masa Penjajahan Belanda
Pada tahun 1615
atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619 menjadi Gubernur
Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles”, yang ditulis dengan tangan.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa “surat kabar” pertama di Indonesia
ialah suatu penerbitan pemerintah VOC. Pada Maret 1688, tiba mesin cetak
pertama di Indonesia dari negeri Belanda. Atas intruksi pemerintah, diterbitkan
surat kabar tercetak pertama dan dalam nomor perkenalannya dimuat
ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda dengan Sultan Makassar. Setelah
surat kabar pertama kemudian terbitlah surat kabar yang diusahakan oleh pemilik
percetakan-percetakan di beberapa tempat di Jawa. Surat kabar tersebut lebih
berbentuk koran iklan.
Tujuan pendirian pers masa itu :
·
Untuk
menegakkan penjajahan
·
Menentang
pergerakan rakyat
·
Melancarkan
perdagangan
2.
Masa Pendudukan Jepang
Pada masa ini,
surat kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri
dipaksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan
rencana-rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa yang
mereka namakan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, di
zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar dan
karangan-karangan yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata.
3.
Awal Kemerdekaan (1942-1945)
Pers di awal
kemerdekaan dimulai pada saat jaman jepang. Dengan munculnya ide bahwa beberapa
surat kabar sunda bersatu untuk menerbitkan surat kabar baru Tjahaja (Otista),
beberapa surat kabar di Sumatera dimatikan dan dibuat di Padang Nippo (melayu),
dan Sumatera Shimbun (Jepang-Kanji). Dalam kegiatan penting mengenai kenegaraan
dan kebangsaan Indonesia, sejak persiapan sampai pencetusan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, sejumlah wartawan pejuang dan pejuang wartawan turut aktif
terlibat di dalamnya. Di samping Soekarno, dan Hatta, tercatat antara lain
Sukardjo Wirjopranoto, Iwa Kusumasumantri, Ki Hajar Dewantara, Otto Iskandar
Dinata, G.S.S Ratulangi, Adam Malik, BM Diah, Sjuti Melik, Sutan Sjahrir, dan
lain-lain.
Penyebarluasan
tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan oleh
wartawan-wartawan Indonesia di Domei, di bawah pimpinan Adam Malik. Berkat
usaha wartawan-wartawan di Domei serta penyiar-penyiar di radio, maka praktisi
pada bulan September 19945 seluruh wilayah Indonesia dan dunia luar dapat
mengetahui tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
RRI (Radio
Republik Indonesia) terbentuk pada tanggal 11 September 1945 atas prakasa
Maladi. Dalam usahanya itu Maladi mendapat bantuan dari rekan-rekan wartawan
lainnya, seperti Jusuf Ronodipuro, Alamsjah, Kadarusman, dan Surjodipuro. Pada
saat berdirinya, RRI langsung memiliki delapan cabang pertamanya, yaitu di
Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Surakarta, dan Surabaya.
4.
Setelah Indonesia Merdeka (1945-1959)
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan RI
Pada masa ini,
pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pers Indonesia menjadi salah satu
alat perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia sekaligus penggerak
pembangunan bangsa. Beberapa hari setelah teks proklamasi dibacakan Bung Karno,
terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat,
termasuk pers. Hal yang diperebutkan terutama adalah peralatan percetakan.
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, di Sumatera dan sekitarnya, usaha
penyebarluasan berita dilakukan mula-mula berupa pamflet-pamflet, stensilan,
sampai akhirnya dicetak, dan disebar ke daerah-daerah yang terpencil. Di
Sulawesi dan sekitarnya, kalangan pers selalu mendapat tekanan-tekanan, seperti
yang dialami Manai Sophiaan yang mendirikan surat kabar Soeara Indonesia di
Ujung Pandang.
Pada bulan
September-Desember 1945, kondisi pers RI semakin kuat, yang ditandai oleh mulai
beredarnya koranSoeara Merdeka(Bandung),Berita Indonesia (Jakarta), Merdeka,
Independent, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia,da nThe Voice of Free
Indonesia.
Kalangan pers
membutuhkan wadah guna mempersatukan pendapat dan aspirasi mereka. Hal tersebut
terwujud pada tanggal 8-9 Februari 1946, dengan terbentuknya Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) di Solo atau Surakarta.
Setelah Agresi Militer
Setelah agresi
militer Belanda 1 pada tanggal 21 Juli 1947, keadaan pers republik bertambah
berat dan sulit. Kegiatan penerbitan dan penyiaran waktu itu mengalami
pengekangan dan penekanan yang berat, karena pihak penguasa Belanda bisa secara
tiba-tiba langsung menyerbu ke kantor redaksi atau percetakan surat kabat yang
bersangkutan, sekaligus menangkap pemimpin redaksi maupun wartawan surat kabar
tersebut.
Keadaan
Republik Indonesia bertambah suram lagi sewaktu pada tanggal 19 Desember 1948
karena pada masa ini jumlah wartawan sedikit, umumnya para wartawan tersebut
ditangkap dan dipenjarakan sebagai tahanan politik. Para wartawan yang berhasil
lolos ada yang keluar kota dan ada juga yang ikut bergerilya bersama TNI di
pedalaman dan di desa-desa terpencil. Meski begitu, mereka tetap mengusahakan
penerbitan berupa stensilan.
5.
Tahun 1950± 1960-an
Masa ini
merupakan masa pemerintahan parlementer atau masa demokrasi liberal. Pada masa
demokrasi liberal, banyak didirikan partai politik dalam rangka memperkuat
sistem pemerintah parlementer. Pers, pada masa itu merupakan alat propaganda
dari Par-Pol. Beberapa partai politik memiliki media/koran sebagai corong
partainya. Pada masa itu, pers dikenal sebagai pers partisipan.
6.
Tahun 1970 -an
Orde baru mulai
berkuasa pada awal tahun 1970-an. Pada masa itu, pers mengalami depolitisasi
dan komersialisasi pers. Pada tahun 1973, Pemerintah Orde Baru mengeluarkan
peraturan yang memaksa penggabungan partai-partai politik menjadi tiga partai,
yaitu Golkar, PDI, danPP P. Peraturan tersebut menghentikan hubungan
partai-partai politik dan organisasi massa terhadap pers sehingga pers tidak
lagi mendapat dana dari partai politik.
7.
Tahun 1980 -an
Pada tahun
1980-an banyak Media Massa Cetak yang menyesuaikan kebijakannya pada sistem
politik yang berlaku (Hermawan Sulistyo, dalam Maswadi Rauf 1993). Surat kabar
bukan hanya dipahami sebagai saluran kegiatan politik, namun juga sebagai saluran
kegiatan ekonomi, budaya, sosial, dan sebagainya. Ukuran ekonomi tampak dari
penerbitan pers yang melihat hal ini sebagai lapangan bisnis.
Pada tahun
1982, Departemen Penerangan mengeluarkan Peraturan Menteri Penerangan No. 1
Tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Dengan adanya
SIUPP, sebuah penerbitan pers yang izin penerbitannya dicabut oleh Departemen
Penerangan akan langsung ditutup oleh pemerintah. Oleh karena itu, pers sangat
mudah ditutup dan dibekukan kegiatannya. Pers yang mengkritik pembangunan
dianggap sebagai pers yang berani melawan pemerintah. Pers seperti ini dapat
ditutup dengan cara dicabut SIUPP-nya.
Maksudnya, pada
tahun 1990-an sebelum gerakan reformasi dan jatuhnya Soeharto, pers di
Indonesia mulai menentang pemerinah dengan memuat artikel- artikel yang kritis
terhadap tokoh dan kebijakan Orde Baru. Pada tahun 1994, ada tiga majalah
mingguan yang ditutup, yaitu Tempo,DeT IK, dan Editor.
8.
Masa Reformasi (1998/1999) ± sekarang
Tumbuhnya pers
pada masa reformasi merupakan hal yang menguntungkan bagi masyarakat. Kehadiran
pers saat ini dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi
celah antara penguasa dan rakyat. Dalam kerangka ini, pers telah memainkan
peran sentral dengan memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperluaskan
untuk penentuan sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publik dalam rangka
mencapai konsensus bersama atau mengontrol kekuasaan penyelenggara negara.
Peran inilah
yang selama ini telah dimainkan dengan baik oleh pers Indonesia. Setidaknya,
antusias responden terhadap peran pers dalam mendorong pembentukan opini publik
yang berkaitan dengan persoalan-persoalan bangsa selama ini mencerminkan
keberhasilan tersebut.
Pada masa
reformasi, pers Indonesia menikmati kebebasan pers. Pada masa ini terbentuk UU
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Era reformasi ditandai dengan terbukanya
keran kebebasan informasi. Di dunia pers, kebebasan itu ditunjukkan dengan
dipermudahnya pengurusan SIUPP. Sebelum tahun 1998, proses untuk memperoleh
SIUPP melibatkan 16 tahap, tetapi dengan instalasi Kabinet BJ.
Habibie proses tersebut melibatkan 3 tahap
saja. Berdasarkan perkembangan pers tersebut, dapat diketahui bahwa pers di
Indonesia senantiasa berkembang dan berubah sejalan dengan tuntutan
perkembangan zaman.
Pers di
Indonesia telah mengalami beberapa perubahan identitas. Adapun perubahan-
perubahan tersebut adalah :
·
Tahun 1945-an,
pers di Indonesia dimulai sebagai pers perjuangan.
·
Tahun 1950-an
dan tahun 1960-an menjadi pers partisan yang mempunyai tujuan
·
sama dengan
partai-partai politik yang mendanainya.
·
Tahun 1970-an
dan tahun 1980-an menjadi periode pers komersial, dengan
·
pencarian dana
masyarakat serta jumlah pembaca yang tinggi.
·
Awal tahun
1990-an, pers memulai proses repolitisasi.
·
Awal reformasi
1999, lahir pers bebas di bawah kebijakan pemerintahan BJ.
·
Habibie, yang
kemudian diteruskan pemerintahan Abdurrahman Wahid dan
·
Megawati
Soekarnoputri, hingga sekarang ini.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Pers memiliki
peranan yang sangat penting untuk bangsa ini mulai dari zaman kemerdekaan
hingga saat ini, itu disebabkan karena antara pemerintah dan warga negara
memerlukan komunikasi dan media yang dapat menghubungkan keduanya. Apalagi saat
ini perkembangan pers di Indonesia sudah maju dengan pesat. Dengan adanya
berita melalui koran, tabloid, majalah, radio, televisi, dan internet,
masyarakat dapat dengan cepat mengetahui suatu kebijakan pemerintah. Penyajian
berita atau kejadian melalui pers dapat diketahui masyarakat dengan cepat,
akurat, dan efektif.
Tanpa adanya
pers bisa-bisa kita akan menjadi bangsa yang terbelakang karena media sangatlah
dibutuhkan. Dapat disimpulkan bahwa fungsi & peranan pers di Indonesia
antara lain:
1.
media untuk menyatakan pendapat dan gagasan-gagasannya.
2.
media perantara bagi pemerintah dan masyarakat.
3.
penyampai informasi kepada masyarakat luas.
4.
penyaluran opini publik.
3.2.Saran
Setelah
mengetahui arti dan peranan pers di Indonesia, penulis mengharapkan bahwa
hendaknya kita sebagai bangsa Indonesia meyakini bahwa keberadaan pers sangat
dibutuhkan dalam memperoleh suatu informasi, akan tetapi kita juga harus lebih
pandai dalam memilah informasi yang disampaikan oleh media.
DAFTAR PUSTAKA
http://ayuocit.blogspot.com/2013/10/makalah-pers.html
http://mudazine.com/7uliansyah/empat-teori-pers-dunia-dan-aplikasinya-di-indonesia/
0 Response to "MAKALAH PERS "
Posting Komentar