MAKALAH KERAJAAN KEDIRI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kerajaan Kediri merupakan salah satu Kerajaan Hindu
yang terletak di tepi Sungai Brantas, Jawa Timur. Kerajaan yang berdiri pada
abad ke-12 ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno. Raja pertamanya
bernama Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabu yang menamakan dirinya sebagai
titisan Wisnu.
Sejarah
Berdirinya Kerajaan Kediri diawali dengan perintah Raja Airlangga yang membagi
kerajaan menjadi dua bagian, yakni Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri)
yang dibatasi dengan Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Tujuannya supaya tidak ada
pertikaian. Kerajaan Janggala atau Kahuripan terdiri atas Malang dan Delta
Sungai Brantas dengan pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, Ibu Kotanya
Kahuripan. Sedangkan Kerajaan Panjalu (Kediri) meliputi, Kediri, Madiun, dan
Ibu Kotanya Daha.
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :
·
Mengetahui tentang berdiri Kerajaan
Kediri
·
Mengetahui sumber sejarah Kerajaan
Kediri
·
Mengetahui aspek kehidupan Kerajaan
Kediri
·
Mengetahui Raja-raja yang memerintah
Kerajaan Kediri
·
Mengetahui perkembangan Kerajaan
Kediri
·
Mengetahui sumber sejarah Kerajaan
Kediri
·
Mengetahui penyebab runtuhnya
Kerajaan Kediri
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah berdirinya Kerajaan Kediri
Penemuan
Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan
Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak informasi
tentang kerajaan tersebut. Beberapa arca kuno peninggalan Kerajaan Kediri. Arca
yang ditemukan di desa Gayam, Kediri itu tergolong langka karena untuk pertama
kalinya ditemukan patung Dewa Syiwa Catur Muka atau bermuka empat.
Pada tahun 1041
atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua
bagian. Pembagian kerajaan tersebut
dilakukan oleh seorang Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu
Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal dengan Kahuripan menjadi Jenggala
(Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai
Brantas dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama
(1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M). Tujuan pembagian kerajaan menjadi dua
agar tidak terjadi pertikaian.
Kerajaan
Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan pelabuhannya
Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan, sedangkan Panjalu
kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan ibu kotanya
Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing kerajaan
saling merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah
peperangan.
Pada akhir November 1042, Airlangga
terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing
memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan
barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra
yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang
berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan. Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan
diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M) dalam prasasti
Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha.
Pada
awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada
perkembangan selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan dan
menguasai seluruh tahta Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah
kerajaan Kediri dimana bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan tersebut, selain
ditemukannya prasasti-prasasti juga melalui kitab-kitab sastra. Dan yang banyak
menjelaskan tentang kerajaan Kediri adalah hasil karya berupa kitab sastra.
Hasil karya sastra tersebut adalah kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu
Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan Kediri/Panjalu atas
Jenggala.
2.2
Perkembangan Kerajaan
Kediri
Dalam
perkembangannya Kerajaan Kediri yang beribukota Daha tumbuh menjadi besar,
sedangkan Kerajaan Jenggala semakin tenggelam. Diduga Kerajaan Jenggala
ditaklukkan oleh Kediri. Akan tetapi hilangnya jejak Jenggala mungkin juga
disebabkan oleh tidak adanya prasasti yang ditinggalkan atau belum ditemukannya
prasasti yang ditinggalkan Kerajaan Jenggala. Kejayaan Kerajaan Kediri sempat
jatuh ketika Raja Kertajaya (1185-1222) berselisih dengan golongan pendeta.
Keadaan ini dimanfaatkan oleh Akuwu Tumapel Tunggul Ametung.
Namun kemudian
kedudukannya direbut oleh Ken Arok. Diatas bekas Kerajaan Kediri inilah Ken
Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singasari, dan Kediri berada di bawah
kekuasaan Singasari. Ketika Singasari berada di bawah pemerintahan Kertanegara
(1268 1292), terjadilah pergolakan di dalam kerajaan. Jayakatwang, raja Kediri
yang selama ini tunduk kepada Singasari bergabung dengan Bupati Sumenep
(Madura) untuk menjatuhkan Kertanegara. Akhirnya pada tahun 1292 Jayakatwang
berhasil mengalahkan Kertanegara dan membangun kembali kejayaan Kerajaan
Kediri.
2.3
Aspek Kehidupan
Kerajaan Kediri
Adapun kehidupan politik, agama,
ekonomi, sosial dan budaya pada masa Kerajaan Kediri adalah sebagai berikut :
a. Kehidupan Politik
Raja pertama Kediri adalah
Samarawijaya. Selama menjadi Raja Kediri, Samarawijaya selalu berrselisih paham
dengan saudaranya, Mapanji Garasakan yag berkuasa di Jenggala. Keduanya merasa
berhak atas seluruh takhta Raja Airlangga (Kerajaan Medang Kamulan) yang
meliputi hampir seluruh wilayah Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah. Akhirnya
perselisihan tersebut menimbulkan perang saudara yang berlangsung hingga tahun
1052. Peperangan tersebut dimenangkan oleh Samarawijaya dan berhasil menaklukan
Jenggala.
Kerajaan Kediri mencapai puncak
kejayaannya pada masa pemerintahan Jayabaya. Saat itu wilayah kekuasaan Kediri
meliputi
seluruh bekas wilayah Kerajaan Medang Kamulan. Selama
menjadi Raja
Kediri, Jayabaya berhasil kembali menaklukan
Jenggala yanga sempat memberontak ingin memisahkan diri dari Kediri.
Keberhasilannya tersebut diberitakan dalam prasasti Hantang yang beraangka
tahun 1135.
Prasasti ini memuat tulisan yang berbunyi
Panjalu jayati yang artinya Panjalu menang. Prasasti tersebut dikeluarkan
sebagai piagam pengesahan anugerah dari Jayabaya untuk penduduk Desa Hantang
yang setia pada Kediri selam perang melawan Jenggala.
Sebagai kemenangan atas Jenggala,
nama Jayabaya diabadikan dalam kitab Bharatayuda. Kitab ini merupakn kitab yang
digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Bharatayuda memuat kisah perang
perbutan takhta Hastinapura antara keluarga Pandhawa daan Kurawa. Sejarah
pertikaian anatar Panjalu dan Jenggala mirip dengan kisah tersebut sehingga
kitab Bharatayuda dianggap sebagai legitimasi (klaim) Jayabaya untuk memperkuat
kekuasaannya atas seluruh wilayah bekas Kerajaan Medang Kamulan.
Selain itu, untuk menunjukkan
kebesaran dan kewibawaan sebagai Raja Kediri, Jayabaya menyatakan dirinya
sebagai keturunan Airlangga dan titisan Dewa Wisnu. Selanjutnya ia mengenakan
lencana narasinga sebagai lambang Kerajaan Kediri.
Pada masa pemerintahan Ketajaya
Kerajaan Kediri mulai mengalami kemunduran. Raja Kertajaya membuat kebijakan
yang tidak populer dengan mengurangi hak-hak brahmana. Kondisi ini menyebabkan banyak
brahmana yang mengungsi ke wilayah Tumapel yang dkuasai oleh Ken Arok. Melihat
kejadian ini Kertajaya memutuskan untuk menyerang Tumapel. Akan tetapi
pertempuran di Desa Ganter, pasukan Kediri mengalami kekalahan dan Kertajaya
terbunuh. Sejak saat itu Kerajaan Kediri berakhir dan kedudukannya digantikan
oleh Singasari.
b. Kehidupan Agama
Masyarakat Kediri memiliki kehidupan
agama yang sangat religius. Mereka menganut ajaran agama Hindu Syiwa. Hal ini
terlihat dari berbagai peninggalan arkeolog yang ditemukan di wilayah Kediri
yakni berupa arca-arca di candi Gurah dan Candi Tondowongso. Arca-arca tersebut
menunjukkan latar belakang agama Hindu Syiwa. Para penganut agama Hindu Syiwa
menyembah Dewa Syiwa, karena merekaa mempercayai bahwa Dewa Syiwa dapat
menjelma menjadi Syiwa Maha Dewa (Maheswara), Dewa Maha Guru, dan Makala. Salah
satu pemujaan yang dilakukan pendeta adalah dengan mengucapkan mantra yang
disebut Mantra Catur Dasa Syiwa atau empat belas wujud Syiwa.
c. Kehidupan Ekonomi
Perekonomian di Kediri bertumpu pada
sektor pertanian dan perdagangan. Sebagai kerajaan agraris, Kediri memiliki
lahan pertanian yang baik di sekitar Sungai Brantas. Pertanian menghasilkan
banyak beras dan menjadikannya komoditas utama perdagangan. Sektor perdagangan
Kediri dikembangkan melalui jalur pelayaran Sungai Brantas. Selain beras,
barang-barang yang diperdagangkan di Kediri antara lian emas, perak, kayu
cendana, rempah-rempah, dan pinang.
Pedagang Kediri memiliki peran
penting dalam perdagangan di wilyah Asia. Mereka memperkenalkan rempah-rempah
diperdagangan dunia. Mereka membawa rempah-rempah ke sejumlah Bandar di
Indonesia bagian barat, yaitu Sriwijay daan Ligor. Selanjutnya rempah-rempah
dibawa ke India, Teluk Persia, Luat Merah. Komoditas ini kemudian diangkut oleh
kapal-kapal Venesia menuju Eropa. Dengan demikian, melalui Kediri wilayah
Maluku mulai dikenal dalam lalu lintas perdagangan dunia.
d. Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa pemerintahan Raja
Jayabaya, struktur pemerintahan ‘
Kerajaan Kediri sudah teratur. Berdasarkan kedudukannya
dalam pemerintahan, masyarakat Kedri dibedakan menjadi tiga golongan sebagai
berikut :
1. Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu
masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta
kelompok pelayannya.
2. Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu
golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di
wilyah thani (daerah).
3. Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu
golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan
pemerintah secara resmi.
Kehidupan budaya Kerajaan Kediri terutama dalam bidang
sastra berkembang pesat. Pada masa pemerintahan Jayabaya kitab Bharatayuda
berhasil digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Selain itu Mpu Panuluh menulis
kitab Hariwangsa dan Gatotkacasrayaa. Selanjutnya pada masa pemerintahan
Kameswara muncul kitab Smaradhahana yang
ditulis oleh Mpu Dharmaja serta kirab Lubdaka dan Wertasancaya yang ditulis
oleh Mpu Tanakung. Pada masa pemerintahan Kertajaya terdapat Pujangga bernama
Mpu Monaguna yang menulis kitab Sumansantaka dan Mpu Triguna yang menulis kitab
Kresnayana.
2.4
Raja-Raja yang Pernah
Memerintah
Kerajaan Kediri yang termasyhur
pernah diperintah 8 raja dari awal berdirinya sampai masa keruntuhan kerajaan
ini. Dari kedelapan raja yang pernah memerintah kerajaan ini yang sanggup
membawa Kerajaan Kediri kepada masa keemasan adalah Prabu Jayabaya, yang sangat
terkenal hingga saat ini.
Adapun
8 raja Kediri tersebut urutannya sebagai berikut :
1. Sri Jayawarsa
Sejarah tentang raja Sri Jayawarsa
ini hanya dapat diketahui dari prasasti Sirah Keting (1104 M). Pada masa
pemerintahannya Jayawarsa memberikan hadiah kepada rakyat desa sebagai tanda
penghargaan, karena rakyat telah berjasa kepada raja. Dari prasasti itu
diketahui bahwa Raja Jayawarsa sangat besar perhatiannya terhadap masyarakat
dan berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
2. Sri Bameswara
Raja
Bameswara banyak meninggalkan prasasti seperti yang ditemukan di daerah Tulung
Agung dan Kertosono. Prasasti seperti yang ditemukan itu lebih banyak memuat
masalah-masalah keagamaan, sehingga sangat baik diketahui keadaan
pemerintahannya.
3. Prabu Jayabaya
Kerajaan Kediri mengalami masa
keemasan ketika diperintah oleh Prabu Jayabaya. Strategi kepemimpinan Prabu
Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang sangat mengagumkan. Kerajaan yang
beribu kota di Dahono Puro, bawah kaki Gunung Kelud, ini tanahnya amat
subur, sehingga segala macam tanaman tumbuh menghijau.
Hasil pertanian dan perkebunan
berlimpah ruah. Di tengah kota membelah aliran sungai Brantas. Airnya bening
dan banyak hidup aneka ragam ikan, sehingga makanan berprotein dan bergizi
selalu tercukupi.
Hasil bumi itu kemudian diangkut ke
kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan naik perahu menelusuri sungai. Roda
perekonomian berjalan lancar, sehingga Kerajaan Kediri benar-benar dapat
disebut sebagai negara yang “Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Karta
Raharja”.
Prabu Jayabaya memerintah antara
tahun 1130 sampai 1157 Masehi. Dukungan spiritual dan material dari Prabu
Jayabaya dalam hal hukum dan pemerintahan tidak tanggung-tanggung. Sikap
merakyat dan visinya yang jauh ke depan menjadikan Prabu Jayabaya layak
dikenang sepanjang masa.
Jika rakyat kecil hingga saat ini
ingat kepada beliau, hal itu menunjukkan bahwa pada masanya berkuasa tindakan
beliau yang selalu bijaksana dan adil terhadap rakyat.
4. Sri Sarwaswera
Sejarah tentang raja ini didasarkan
pada prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161). Sebagai raja
yang taat beragama dan berbudaya, Sri Sarwaswera memegang teguh prinsip
“tat wam asi”, yang berarti “dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk
adalah engkau”.
Menurut Prabu Sri Sarwaswera,
tujuan hidup manusia yang terakhir adalah moksa, yaitu pemanunggalan jiwatma
dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju arah kesatuan,
sehingga segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.
5. Sri Aryeswara
Berdasarkan prasasti Angin (1171),
Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1171. Nama gelar
abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara
Arijamuka.
Tidak diketahui dengan pasti kapan
Sri Aryeswara naik tahta. peninggalan sejarahnya berupa prasasti Angin, 23
Maret 1171. Lambang Kerajaan Kediri pada saat itu Ganesha. Tidak diketahui pula
kapan pemerintahannya berakhir. Raja Kediri selanjutnya berdasarkan prasasti
Jaring adalah Sri Gandra.
6. Sri Gandra
Masa pemerintahan Raja Sri Gandra
(1181 M) dapat diketahui dari prasasti Jaring, yaitu tentang penggunaan nama
hewan dalam kepangkatan seperti seperti nama gajah, kebo, dan tikus. Nama-nama
tersebut menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang dalam istana.
7. Sri Kameswara
Masa pemerintahan Raja Sri Gandra
dapat diketahui dari Prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradhana. Pada masa
pemerintahannya dari tahun 1182 sampai 1185 Masehi, seni sastra mengalami
perkembangan sangat pesat, diantaranya Empu Dharmaja mengarang kitab
Smaradhana. Bahkan pada masa pemerintahannya juga dikeal cerita-cerita panji
seperti cerita Panji Semirang.
8. Sri Kertajaya
Berdasarkan prasasti Galunggung
(1194), prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon
(1205), Nagarakretagama, dan Pararaton, pemerintahan Sri Kertajaya berlangsung
pada tahun 1190 hingga 1222 Masehi.
Raja Kertajaya juga dikenal dengan
sebutan “Dandang Gendis”. Selama masa pemerintahannya, kestabilan kerajaan
menurun. Hal ini disebabkan Kertajaya ingin mengurangi hak-hak kaum Brahmana.
Keadaan ini ditentang oleh kaum
Brahmana. Kedudukan kaum Brahmana di Kerajaan Kediri waktu itu semakin tidak
aman. Kaum Brahmana banyak yang lari dan minta bantuan ke Tumapel yang saat itu
diperintah oleh Ken Arok.
Mengetahui hal ini Raja Kertajaya
kemudian mempersiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel. Sementara itu Ken Arok
dengan dukungan kaum Brahmana melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua
pasukan itu bertemu di dekat Ganter (1222 M)
2.5
Runtuhnya Kerajaan
Kediri
Kertajaya
adalah raja terakhir kerajaan Kediri. Ia memakai lencana Garuda Mukha seperti
Ria Airlangga, sayangnya ia kurang bijaksana, sehingga tidak disukai oleh
rakyat terutama kaum Brahmana. Dalam masa pemerintahannya, terjadi pertentangan
antara dirinya dan para Brahmana hal inilah akhirnya menjadi penyebab
berakhirnya Kerajaan Kediri.
Pertentangan
itu disebabkan Kertajaya dianggap telah melanggar adat dan memaksa kaum
brahmana menyembahnya sebagai Dewa. Para Brahmana kemudian meminta perlindungan
pada Ken Arok di Singosari. Kebetulan Ken Arok juga berkeinginan memerdekakan Tumapel
(Singosari) yang dulunya merupakan bawahan Kediri. Tahun 1222 pecahlah
pertempuran antara prajurit Kertajaya dan pasukan Ken Arok di desa Ganter. Dalam peperangan ini, pasukan
Ken Arok berhasil menghancurkan prajurit Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah
masa Kerajaan Kediri, yang sejak saat itu menjadi bawahan Kerajaan Singosari.
Runtuhnya kerajan Panjalu-Kediri pada masa pemerintahan Kertajaya dikisahkan
dalam Kitab Pararaton dan Kitab Negarakertagama.
Setelah
Ken Arok mengangkat Kertajaya, Kediri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan
Kerajaan Singosari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai
Bupati Kediri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama
Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan oleh putranya , yaitu
Jayakatwang. Tahun 1292 Jayakatwang menjadi bupati geleng-geleng. Selama
menjadi bupati, Jayakatwang memberontak terhadap Singosari yang dipimpin oleh
Kertanegara, karena dendam di masa lalu dimana leluhurnya yaitu Kertajaya
dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang
membangun kembali Kerajaan Kediri, namun hanya bertahan satu tahun. Hal itu
terjadi karena adanya serangan gabungan yang dilancarkan oleh pasukan Mongol
dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.
BAB III
PENUTUPAN
3.1
Kesimpulan
Menurut
sumber yang kami peroleh tentang Kerajaan Kediri maka dapat kami ambil simpulan
bahwa Kerajaan Kediri merupakan
salah satu kerajaan Hindu yang terletak di tepi Sungai Brantas, Jawa Timur.
Kerajaan yang berdiri pada abad ke-12 ini merupakan bagian dari Kerajaan
Mataram Kuno. Raja pertamanya bernama Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabu yang
menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu.
Kertajaya
adalah raja terakhir kerajaan Kediri. Ia memakai lencana Garuda Mukha seperti
Ria Airlangga, sayangnya ia kurang bijaksana, sehingga tidak disukai oleh
rakyat terutama kaum Brahmana. Dalam masa pemerintahannya, terjadi pertentangan
antara dirinya dan para Brahmana hal inilah akhirnya menjadi penyebab
berakhirnya Kerajaan Kediri.
3.2
Saran
Dengan
adanya tugas Sejarah Indonesia membuat makalah mengenai Kerajaan
Hindu-Budha di Indonesia, maka kita
diharapkan lebih mengetahui tentang sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia
salah satunya Kerajaan Kediri.
DAFTAR
PUSTAKA
http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/05/sejarah-kerajaan-kediri.html
http://sule-epol.blogspot.co.id/2015/05/makalah-kerajaan-kediri-dan-singasari.html
http://juragansejarah.blogspot.co.id/2012/05/sejarah-kerajaan-kediri.html
http://www.sejarah-negara.com/2014/07/8-raja-yang-pernah-memerintah-kerajaan/
0 Response to "MAKALAH KERAJAAN KEDIRI"
Posting Komentar