MAKALAH SUSAH MAKAN DAN MENELAN
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Seiring bertambahnya usia, fungsi
fisiologis dari tubuh akan mengalami
penurunan akibat proses degeneratif (penuaan). Lansia sebagai tahap akhir
siklus kehidupan merupakan suatu tahap pertumbuhan normal yang akan dialami
oleh setiap manusia yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang
tidak dapat dihindari. Batasan usia lanjut berdasarkan Undang-Undang No.13
tahun 1998 adalah 60 tahun ke atas. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut terbagi menjadi
beberapa golongan yaitu usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 –
59 tahun, usia lanjut (elderly) kelompok usia 60 – 70 tahun, usia lanjut
tua (old) kelompok usia antara 75
– 90 tahun, usia sangat tua (very old)
kelompok usia diatas 90 tahun).1
Gigi geligi memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan
seseorang. Selain untuk estetik dan komunikasi, gigi geligi juga berperan dalam
pemenuhan nutrisi seseorang dengan fungsi mastikasinya. Berbagai
laporan memperlihatkan bahwa kehilangan gigi pada lansia cukup
besar, seperti yang dilaporkan oleh WHO, prevalensi kehilangan gigi pada
populasi usia 65-75 tahun di negara Perancis 16,9%, Jerman 24,8%, dan 31% untuk
Amerika Serikat.2
Status kesehatan gigi dapat mempengaruhi
status nutrisi seseorang. Kehilangan banyak gigi akan mempengaruhi
kemampuan mastikasi yang diyakini
memiliki dampak negatif terhadap kesehatan umum dengan menyebabkan terjadinya
pembatasan diet tertentu dan asupan nutrient yang sangat dibutuhkan tubuh.
Kehilangan gigi telah dihubungkan dengan perubahan dalam pemilihan
makanan dan gangguan nutrisi pada manula.3
1.2
Rumusan masalah
1. Jelaskan
definisi lansia ?
2. Jelaskan
mengenai batasan lansia ?
3. Jelaskan
mengenai demografi lansia ?
4. Jelaskan
defenisi penuaan ?
5. Jelaskan
teori-teori penuaan?
6. Jelaskan
proses biologis penuaan?
7. Jelaskan
perubahan morfologis dan fisiologis lansia secara umum dan pada rongga mulut?
8. Jelaskan
kebutuhan mengenai kebutuhan nutrisi yang tepat pada lansia?
9. Jelaskan
upaya pelayanan kesehatan untuk lansia?
10. Jelaskan
prinsip dan pertimbangan perawatan pada lansia?
11. Jelaskan
mengenai peningnkatan kualitas hidup lansia?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Definisi
Usia lanjut
Pengertian lansia dibedakan atas dua
macam, yaitu lansia kronologis (kalender) dan lansia biologis. Lansia kronologis
mudah diketahui dan dihitung sedangkan lansia biologis berpatokan pada keadaan
jaringan tubuh. Individu yang berusia muda tetapi secara biologis dapat
tergolong lansia jika dilihat dari keadaan jaringan tubuhnya. Lanjut usia
merupakan proses alamiah dan berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomi,
fisiologis, dan biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi
keadaan fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan. Proses menua (aging) merupakan proses yang harus terjadi
secara umum pada seluruh spesies secara progresif seiring waktu yang
menghasilkan perubahan yang menyebabkan disfungsi organ dan menyebabkan
kegagalan suatu organ atau system tubuh tertentu.4
2.
Batasan
usia lanjut
Usia yang dijadikan patokan untuk usia
lanjut berbeda-beda, umumnya berkisar 60-65 tahu,. Bebebrapa pendapat para ahli
tentang usia adlah sebagai berikut:
a. Menurut organisasi
kesehatan dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu :
- Usia pertengahan (
middle age) usia 45-59 tahun
- Lanjut usia (elderly)
usia 60-74 tahun
- Lanjut usia tua (old)
usia 75-90 tahun
- Usia sangat tua ( very
old) usia > 90 tahun
b.
Menurut Hurlock yaitu :
- Eary old age (usia 60-70 tahun)
-
Advanced old age ( usia >70 tahun)
c.
Menurut burnsie yaitu :
-
Young old ( usia 60-69 tahun)
-
Middle age old ( usia 70-79 tahun)
-
Old-old ( usia 80-89 tahun)
-
Very old-old ( usia > 90 tahun)
d.
Menurut Bee yaitu :
-
Masa dewasa muda ( usia 18-25 tahun)
-
Masa dewasa awal ( usia 25-40 tahun?
-
Masa deawasa tengah ( usia 40-65 tahun)
-
Masa dewasa lanjut ( Usia 65-75 tahun)
-
Masa dewasa sangat lanjut ( Usia > 75 tahun
e.
Menurut Prof.koesmanto setyonegoro yaitu :
-Usia
dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun
-
Usia dewasa penuh ( Midlle years) atau maturitas usia 25-60/65 tahun
-
Lanjut usia ( geriactri age ) usia 65/70 tahun terbagi atas :
1. Young old ( usia 70-75 tahun)
2. Old ( usia 75-80 tahun )
3.
Very old ( usia > 80 tahun). 5
3.
Demografi lansia
Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita
suatu bangsa yang terlihat dari peningkatan taraf hidup dan Umur Harapan Hidup
(UHH)/Angka Harapan Hidup (AHH). Namun peningkatan UHH ini dapat mengakibatkan terjadinya
transisi epidemiologi dalam bidang kesehatan akibat meningkatnya jumlah angka
kesakitan karena penyakit degeneratif. Perubahan struktur demografi ini
diakibatkan oleh peningkatan populasi lansia dengan menurunnya angka kematian serta
penurunan jumlah kelahiran. Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan
kesejahteraan penduduk akan berpengaruh pada peningkatan UHH di Indonesia.
Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-2005 UHH
adalah 66,4 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74%),
angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan UHH menjadi
77,6 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%). Begitu
pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan UHH. Pada tahun 2000 UHH di Indonesia adalah 64,5
tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat
menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah
7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan persentase populasi
lansia adalah 7,58%).
Secara
global diprediksi populasi lansia terus mengalami peningkatan seperti tampak
pada gambar di bawah ini. Populasi lansia di Indonesia diprediksi meningkat
lebih tinggi daripada populasi lansia di wilayah Asia dan global setelah tahun
2050.
Bila dilihat dari
struktur kependudukannya, secara global berstruktur tua dari tahun 1950.
Sedangkan Asia dan Indonesia berstruktur tua dimulai dari tahun 1990 dan 2000.
Walaupun dikatakan berstruktur tua tetapi jumlah penduduk <15 tahun lebih
besar dari penduduk lansia (60+ tahun), tetapi pada tahun 2040 baik
global/dunia, Asia dan Indonesia diprediksikan jumlah penduduk lansia sudah
lebih besar dari jumlah penduduk <15 tahun.

Gambar
2.1
Persentase penduduk lansia di Dunia, Asia dan Indonesia tahun 1950-2050.
(Sumber : UN,
World Population Prospects, The 2010 Revision yang dikutip oleh Pusat Data
dan Informasi Kesehatan Republik Indonesia. Gambaran kesehatan lanjut usia di Indonesia.
Jakarta: Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan; 2013. hal. 6)
Situasi
Indonesia
Indonesia termasuk
negara berstruktur tua, hal ini dapat dilihat dari persentase penduduk lansia
tahun 2008, 2009 dan 2012 telah mencapai di atas 7% dari keseluruhan penduduk,
seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini. Struktur penduduk yang menua
tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pencapaian pembangunan
manusia secara global dan nasional. Keadaan ini berkaitan dengan adanya perbaikan
kualitas kesehatan dan kondisi sosial masyarakat yang meningkat. Dengan
demikian, peningkatan jumlah penduduk lanjut usia menjadi salah satu indikator
keberhasilan pembangunan sekaligus sebagai tantangan dalam pembangunan
Gambar
2.2
Persentase penduduk berdasarkan kelompok umur di Indonesia Tahun 2008, 2009,
dan 2012.
(Sumber :Susenas Tahun 2008, 2009 dan 2012, Badan
Pusat Statistik RI)
Bila dilihat lansia berdasarkan jenis
kelamin, penduduk lansia yang paling banyak adalah perempuan, seperti tampak
pada gambar di bawah ini. Hal ini menunjukkan bahwa umur harapan hidup yang
paling tinggi adalah perempuan.6
Gambar
2.2
Persentase penduduk lanjut usia menurut jenis kelamin.
(Sumber : Susenas Tahun 2012, Badan Pusat Statistik
RI)
4.
Defenisi
penuaan
Merupakan suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri
atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diterima.7
5.
Teori-teori
penuaan
a. Teori
biologis
1. Teori
jam genetic.
Menurut Hayflick (1965), menua sudah
terpogram secara genetic dalam spesies tertentu. Pada spesies tersebut terdiri
dari banyak sel, setiap sel mempunyai inti sel. Di dalam inti sel tersebut
terdapat semacam jam genetik yang berputar untuk melakukan mitosis dan
replikasi tertentu. Apabila jam genetic tersebut berhenti berputar maka akan
menyebabkan kematian pada sel tersebut.
2. Teori
interaksi seluler
Sel-sel dalam tubuh satu sama lain saling
berinteraksi dan saling mempengaruhi. Selama sel-sel masih berfungsi dalam
suatu harmoni maka tubuh akan baik-baik saja, sebaliknya jika tidak demikian,
maka akan terjadi kegagalan mekanisme timbale balik dimana lambat laun akan menyebabkan
sel-sel mengalami degenerasi (Berger, 1994).
3. Teori
mutagenesis somatik
Jika terjadi pembelahan sel (mitosis),
maka akan terjadi mutasi spontan yang terus menerus berlagsung dan akhirnya
mengarah pada kematian sel.
4. Teori
error katastrop
Menurut teori ini menua merupakan suatu
proses yang berlangsung dalam waktu yang cukup lama, dimana akan terjadi
kesalahan-kesalahan yang beruntun. Misalnya kesalahan dalam proses transkripsi
dan translasi yang menyebabkan terbentuknya enzim yang salah. Enzim yang salah
ini menyebabkan terganggunya proses metabolisme untuk menghasilkan protein
akibatnya terjadi perubahan pada protein tersebut. Protein ini berfungsi untuk
mengganti sel-sel yang rusak dan membentuk sel yang baru. Adanya perubahan pada
protein menyebabkan jumlah dan fungsi sel berkurang.
5. Teori
pemakaian dan keausan (wear and tear)
Teori biologis yang paling tua adalah
teori pemakaian dan keausan (tear dan
wear), dimana tahun demi tahun hal ini berlangsung dan lama-kelamaan
akan timbul deteriorasi.8
6. Teori
cross-linkage (rantai silang)
Pada teori ini kolagen merupakan unsure
penysusn tulang diantara susunan molecular, lama kelamaan akan meningkat
kekakuannya (tidak elastic). Hal ini disebabkan oleh karena sel-sel yang sudah
tua dan reaksi kimianya menyebabkan jaringan yang sangat kuat.
7. Teori
radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam
bebas. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi
oksigen bahan-bahan organic seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi.
8. Teori
immunologi
Menurut immunology sloe theory, system imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan
kerusakan organ tubuh.
9. Teori
stress-adaptasi
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel
yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stress menyebabkan sel-sel
tubuh lelah terpakai. 5,7
b. Teori
psikososial
1. Disengagement
theory.
Menyatakan bahwa individu masyarakat
mengalami disengagement dalam suatu mutual with drawl (menarik diri).
Memasuki usia tua individu mulai menarik diri dari masyarakat, sehingga
memungkinkan individu untuk menyimpan lebih banyak aktivitas-aktivitas yang berfokus
pada dirinya dalam memenuhi kestabilan pada stadium ini.
2. Teori
aktivitas
· Moral
dan kepuasan berkaitan dengan interaksi social dan keterlibatan sepenuhnya dari
lansia di masyarakat.
· Kehilangan
peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia.
3. Teori
kontinuitas
Pada teori ini ditekankan pentingnya
hubungan antara kepribadian dengan kesuksesan hidup lansia. Menurut teori ini,
ciri-ciri kepribadian dengan kesuksesan hidup lansia. Menurut teori ini,
ciri-ciri kepribadian individu berikut strategi kopingnya telah terbentuk lama
sebelum seseorang memasuki usia lanjut. Namun, gambaran kepribadian itu juga
bersifat dinamis dan berkembang secara kontinyu. Dengan menerapkan teori ini,
cara terbaik untuk meramal bagaimana seseorang dapat berhasil menyesuaikan diri
adalah dengan mengetahui bagaimana orang itu melakukan penyesuaian terhadap
perubahan-perubahan selama hidupnya.
4.
Teori subkultur
Pada
teori subkultur (Rose, 1962) dikatakan bahwa lansia sebagai kelompok yang
memiliki norma, harapan, rasa percaya, dan adat kebiasaan tersendiri, sehingga
dapat digolongkan selaku suatu subkultur. Akan tetapi, merek ini kurang
terintegrasi pada masyarakat luas dan lebih banyak berinteraksi antarsesama
mereka sendiri. Di kalangan lansia, status lebih ditekankan pada bagaimana
tingkat kesehatan dan kemampuan mobilitasnya, bukan pada hasil
pekerjaan/pendidikan/ekonomi yang pernah dicapainya. Kelompok-kelompok lansia
seperti ini bila terkoordinasi dengan baik dapat menyalurkan aspirasinya,
dimana secara teoritis oleh para pakar dikemukakan bahwa hubungan antar grup
dapat meningkatkan proses penyesuaian pada masa lansia.
5. Teori
stratifikasi usia
Teori
ini yang dikemukakan oleh Riley (1972) yang menerangkan adanya saling ketergantungan antara usia dengan struktur
social yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Orang-orang
tumbuh dewasa bersama masyarakat dalam bentuk kohor dalam artian sosial,
biologis, dan psikologis.
b. Kohor
bar uterus muncul dan masing-masing kohor memiliki pengalaman dan selera
tersendiri.
c. Suatu
masyarakat dapat dibagi ke dalam beberapa strata sesuai dengan lapisan usia dan
peran.
d. Masyarakat
sendiri senantiasa berubah, begitu pula individu dan perannya antara penuaan
individu dengan perubahan sosial.
6. Teori
penyesuaian individu dengan lingkungan
Teori ini dikemukakan oleh Lawton (1982).
Menurut teori ini, bahwa ada hubungan antara kompetensi individu dengan
lingkungannya. Kompetensi di sini berupa segenap proses yang merupakan cirri
fungsional individu, antara kekuatan ego, keterampilan motorik, kesehatan
biologis, kapasitas kogntif, dan fungsi sensorik. Adapun lingkungan yang
dimaksud mengenai potensinya untuk menimbulkan respons perilaku dari seseorang.
Tingkat kompetensi seseorang terdapat suatu tingkatan suasana/tekanan
lingkungan tertentu yang menguntungkan baginya. Orang yang berfungsi pada level
kompetensi yang rendah hanya mampu bertahan pada level tekanan lingkungan yang
rendah pula, dan sebaliknya. Suatu korelasi yang sering berlaku adalah semakin
terganggu (cacat) seseorang, maka tekanan lingkungan yang dirasakan akan
semakin besar.
7. Teori
interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa
lansia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang
dihargai masyarakat. Pokok-pokok teori
interaksi sosial adalah sebagai berikut :
·
Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial
yang berupaya mencapai tujuannya masing-masing
·
Dalam upaya tersebut terjadi interaksi
sosial yang memerlukan biaya dan waktu
·
Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai,
seorang actor harus mengeluarkan biaya
·
Aktor senantiasa berusaha mencari
keuntungan dan mencegah terjadinya kerugian.
·
Hanya interaksi yang ekonomis saja yang
dipertahankan olehnya.
8. Teori
perkembangan
Teori teori menekankan
pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh lansia pada saat muda hingga
dewasa. Erickson membagi kehidupan menjadi delapan fase:
1. Lansia
yang menerima apa adanya
2. Lansia
yang takut mati
3. Lansia
yang merasakan hidup penuh arti
4. Lansia
yang menyesali diri
5. Lansia
yang bertanggung jawab dengan merasakan kesetiaan
6. Lansia
yang kehidupannya berhasil
7. Lansia
yang merasa terlambat untuk memperbaiki diri
8. Lansia
yang perlu menemukan integritas diri melawan keputusasaan (ego integrity vs
despair). 5,7,8
6. Proses
biologis penuaan
Proses penuaan
yang ditandai dengan meningkatnya angka kematian usia khusus merupakan cirri
umu pada manusia, burung, reptile dan kebanyakan hewan tak bertulang belakang
(Comford, 1979 dan Vinch, 1990). Dengan angka kematian usia khusus dimaksudkan
untuk mengukur angka kematian pada selang usia tertentu dengan cirri atau karakteristik
serupa. Misalnya bayi, balita, dewasa muda, dewasa tua lansia dan jompo.
Terdapat
tiga pandangan mengenai asal muasal terjadinya proses penuaan yang diuraikan
sebagai berikut.
1. Menua
hanyalah sekadar harga yang harus dibayar oleh organism tingkat tinggi karena
fungsi tubuhnya yang kompleks. Jadi, tidak perlu dilihat proses penuaan secara
evolusi, namun ia hanyalah proses biologis dari pemakaian dan keausan.
2. Adaptasi
yangb bersifat evolusioner, bahwa penuaan merupakan suatu program terminasi
kehidupan yang dikontrol secara genetic sejak lahir hingga mati.
3. Sedangkan
teori non-adaptif yang mengatakan bahwa menua adalah proses evolusi sebagai
suatu konsekuensi tak langsung terhadap kekuatan yang membentuk riwayat
kehidupan.
Proses penuaan pada tingkat sel
Sebagaimana layaknya manusia yang bertumbuh semakin
lama semakin tua, pada dasarnya sel juga bertumbuh semakin lama semakin tua dan
pada akhirnya sel-sel itu mengalami kematian sel. Kematian tersebut bergantung
pada masing-masing jenis sel yang membentuk jaringan tubuh. Ciri-ciri sel yang
semakin menua adalah bentuk selnya mengecil, sintesis protein yang biasanya
berlangsung di dalam sel. Prosesnya semakin melambat, badan golgi kemudian
memecah, mitokondria mengalami fragmentasi, sehingga pada akhirnya sel yang
bersangkutan mati bahkan lambat laun menghilang akibat proses penyerapan dalam
jaringan tubuh. Dalam konteks jaringan, sel-sel parenkim menyusut,
ketidakteraturan juga tampak dalam jumlah maupun ukuran sel. Khususnya untuk
sel saraf/ganglion, terjadi pengurangan butir Nisl, penggumpalan kromotion,
penambahan pigmen lipofusin, vakoulisasi protoplasma, dan organel berkurang
seperti diuraikan diatas.
Jaringan ikat ekstraseluler semakin mengeras, yang
selanjutnya menghambat sirkulasi dan nutrisi jaringan. Secara mikroskopis,
electron dapat diamati adanya pengurangan kadar RNA yang berfungsi selaku pusat
dari metabolism sel. Usia masing-masing jenis sel tubuh berbeda-beda. Misalnya
sel mukosa saluran pencernaan berusia sangat pendek, yaitu hanya hingga 1,5
hari, sel eritrosit bisa mencapai 4 bulan, sementara ada sel yang berusia
sangat lama bahkan sel saraf (dalam kondisi eksperimen laboratorium) bisa
mencapai usia 100 tahun.
Untuk sel-sel imun dalam tubuh, dikatakan
semakin tua usia seseorang semakin banyak jumlahnya. Akan tetapi, fungsinya
semakin berkurang. Hal ini antara lain berakibat bahwa semakin tua seseorang
akan semakin mudah terserang penyakit infeksi disbanding mereka yang lebih
muda. Secara umum dapat dikatakan bahwa setelah melewati masa dewasa sel-sel
jaringan tubuh mulai menua.
Pada masa dewasa sel-sel mencapai
maturitas (kematangan). Sebagai contoh, sel saraf tidak bereproduksi lagi. Pada
masa ini bila seseorang mengalami cedera atau penyakit tertentu yang berakibat
pada kematian sel saraf itu, maka selnya sendiri tidak akan tergantikan lagi.
Fungsinya akan diambil-alih oleh sel-sel yang bersangkutan akan mengalami
proses penuaan yang lebih cepat lagi. Kemudian dengan berlanjutnya usia, organ
tubuh kehilangan sebagian kemampuannya untuk dapat berfungsi secara optimal.
Sehingga secara keseluruhan fungsi tubuh semakin berkurang saja.
Di lain pihak, sel-sel hati dan pancreas terus saja mengalami
reproduksi walaupun seseorang telah mencapai usia matur (hal ini jauh berbeda
dengan sel-sel otak dan saraf seperti disebutkan di atas). Dalam kaitan usia
biologis, terdapat para ahli yang mengemukakan teori lain, bahwa setiap orang
terlahir dengan jam genetic tertentu yang berfungsi memengaruhi panjang
pendeknya peluang usia seseorang. Teori ini mendasari pandangannya pada
kenyataan bahwa terdapat keluarga-keluarga tertentu yang memiliki pola usia
“panjang” dan sebaliknya
7. Perubahan
morfologis dan fisiologis lansia secara umum dan pada rongga mulut
·
Gingiva
Pada gingiva epitel
mukosa mulut akan bertambah tipis dan kurang berkeratin. Hal ini akan
mempengaruhi gambaran morfologi dari gingiva tersebut, gambaran klinis yang dapat dilihat adalah mukosa tampak licin
mengkilap (tidak ada stippling pada gingiva). Secara fisiologis,
gingival akan mudah terjadi pendarahan
bila terkena trauma (lebih parah jika terdapat kelainan sistemik) karena epitel tipis yang
menyebabkan kapiler-kapiler menjadi sangat sensitif terhadap stimulus
·
Ligamentum
periodontal
Komponen jaringan ikat pada ligament
periodontal juga mengalami perubahan akibat usia. Komponen serabut dan sel
menurun dan secara morfologis struktur ligamen periodontal menjadi lebih tidak
teratur. Secara fisiologis, lebar ligamentum periodontal berhubungan dengan
fungsi yang dibutuhkan oleh gigi. Semakin sedikit gigi yang masih ada akan
semakin besar proporsi beban oklusalnya. Hal ini akan mengakibatkan melebarnya
ligament periodontal dan meningkatnya mobilitas gigi.
·
Sementum
Pembentukan sementum, terutama
aseluler, terjadi terus-menerus sepanjang hidup dan secara morfologis akan
terlihat peningkatan ketebalan sejalan dengan usia terutama di daerah apikal
gigi.
·
Tulang
Alveolar
Tulang
alveolar menunjukkan perubahan sejalan dengan usia yang mencakup meningkatnya
jumlah lamella interstitial, menghasilkan septum interdential yang lebih padat,
dan menurunnya jumlah sel pada lapisan osteogenik dari fasia kribosa. Dengan
bertambahnya usia permukaan periodontal dari tulang alveolar menjadi tajam dan
serabut kolagen menunjukkan insersi yang kurang teratur ke dalam tulang.9
·
Email
Email
menjadi kering dan peningkatan jumlah flour jika pasta gigi fluoride, bilasan,
atau air minum yang digunakan. Selain itu, secara morfologis ketebalan enamel
berkurang akibat dari abrasi dan gesekan. Secara fisiologis, penipisan email
ini akan menyebabkan hipersementosis dentin.
·
Dentin
Pembentukan
dentin akan terjadi seumur hidup. Di dalam dentin, terdapat sel yang disebut
sebagai odontonlast like cell, sel-sel inilah terus-menerus berpoliferasi
menjadi dentin sekunder. Pertumbuhan dentin sekunder hanya menuju kesatu arah
yaitu ke rongga pulpa, oleh karena itu rongga pulpa lama kelamaan akan menjadi
sempit. Perubahan ini membuat gigi pada orang tua lebih rapuh, kurang
permeabel, dan berwarna lebih gelap.
·
Pulpa
Ruang
pulpa di mana pembuluh darah dan saraf gigi berada, juga mengalami perubahan
yang signifikan. Ruang dari ruang pulpa akan semakin mengecil karena
pembentukan dentin sekunder secara terus menerus. Pembuluh darah dan saraf
dalam pulpa menurun dengan hilangnya serabut saraf mielin dan keuntungan
sebesar distrofik kalsium.10
·
Sistem pengecapan
Biasanya
orang tua mengeluh tidak adanya rasa makanan. Keluhan ini dapat disebabkan
karena dengan bertambahnya usia mempengaruhi kepekaan rasa akibat berkurangnya
jumlah pengecap pada lidah, kehilangan unsur-unsur reseptor pengecap juga dapat
mengurangi fungsional yang dapat mempengaruhi turunnya sensasi rasa, perubahan
ini harus diingat orang tua mengenai berkurangnya kenikmatan pada saat makan.
Pengecap merupakan fungsi utama taste buds dalam rongga mulut, namun
indera pembau juga sangat berperan pada persepsi pengecap.
Selain itu, tekstur makanan seperti yang
dideteksi oleh indera pengecap taktil dari rongga mulut dan keberadaan elemen
dalam makanan seperti merica, yang merangsang ujung saraf nyeri, juga berperan
pada pengecap. Makna penting dari indera pengecap adalah bahwa fungsi pengecap
memungkinkan manusia memilih makanan sesuai dengan keinginannnya dan mungkin
juga sesuai dengan kebutuhan jaringan akan substansi nutrisi tertentu. Indera
pengecap kurang lebih terdiri dari 50 sel epitel yang termodifikasi, beberapa
di antaranya disebut sel sustentakular dan lainnya disebut sel pengecap.
Sel pengecap terus menerus digantikan
melalui pembelahan mitosis dari sel disekitarnya, sehingga beberapa di
antaranya adalah sel muda dan lainnya adalah sel matang yang terletak ke arah
bagian tengah indera dan akan segera terurai dan larut. Lidah mempunyai lapisan
mukosa yang menutupi bagian atas lidah, dan permukaannya tidak rata karena ada
tonjolan-tonjolan yang disebut dengan papilla, pada papilla ini
terdapat reseptor untuk membedakan rasa makanan. Apabila pada bagian lidah
tersebut tidak terdapat papilla lidah menjadi tidak sensitif terhadap
rasa. Sel reseptor pengecap adalah sel epitel termodifikasi dengan banyak
lipatan permukaan atau mikrovili, sedikit menonjol melalui poripori pengecap
untuk meningkatkan luas permukaan sel yang terpajan dalam mulut. Membran plasma
mikrovili mengandung reseptor yang berikatan secara selektif dengan molekul zat
kimia. Hanya zat kimia dalam larutan atau zat padat yang telah larut dalam air
liur yang dapat berikatan dengan sel reseptor.
Sensasi rasa pengecap timbul akibat
deteksi zat kimia oleh resepor khusus di ujung sel pengecap (taste buds) yang
terdapat di permukaan lidah dan palatum molle. Sel pengecap tetap
mengalami perubahan pada pertumbuhan, mati dan regenerasi. Proses ini
bergantung pada pengaruh saraf sensoris karena jika saraf tersebut dipotong
maka akan terjadi degenerasi pada pengecap. Pada proses menua terjadi penurunan
fungsi tubuh secara berangsur, misalnya bertambahnya usia yang pada umumnya
dapat mempengaruhi kepekaan terhadap rasa makanan karena dengan bertambahnya
usia mengurangi jumlah papilla dan penurunan fungsi transmisi taste
buds pada lidah sehingga mempengaruhi turunnya.11
8. Kebutuhan
nutrisi yang tepat pada lansia
Ada
beberapa golongan bahan makanan pengganti untuk lansia dan porsinya
Tabel
2.1 Bahan
pengganti sumber hidrat arang
Bahan makanan
|
Gram
|
Ukuran rumah tangga
|
Nasi
Nasi tim
Bubur beras
Nasi jagung
Kentang
Singkong
Talas
Ubi
Biskuit meja
Roti putih
Krekers
Maezena
Tepung bers
Tepung singkong
Tepung sagu
Tepung terigu
Tepung hunkwe
Mi kering
Mi basah
Makaroni
Bihun
|
100
20
400
100
200
100
200
150
50
80
50
40
50
40
40
50
40
50
100
50
50
|
¼ gelas
1 gelas
2 gelas
¼ gelas
2 buah sedang
1 potong sedang
1 buah besar
1 buah sedang
5 buah
4 iris
5 buah besar
8 sendok makan
8 sendik makan
8 sendok makan
7 sendok makan
10 sendok makan
8 sendok makan
1 gelas
1 gelas
½ gelas
½ gelas
|
Tabel
2.2 Bahan
makanan sumber protein hewani
Bahan makanan
|
Gram
|
Ukurn rumah tangga
|
Daging sapi
Daging ayam
Hati sapi
Didih sapi
Babat
Usus sapi
Telur ayam
Telur ayam ras
Telur bebek
Ikan segar
Ikan asin
Ikan teri
Udang basah
Keju
Bakso daging
|
50
25
50
50
50
60
75
60
60
60
25
25
50
30
100
|
1 potong sedang
1 potong sedang
1 potong sedang
2 potong sedang
2 potong sedang
3 bulatan
2 butir
1 butir besar
1 butir
1 potong sedang
1 potong sedang
3 sendok makan
¼ gelas
1 potong sedang
10 buah besar atau 20 buah kecil
|
Tabel
2.3 Bahan
makanan sumber protein nabati
Bahan makanan
|
Gram
|
Ukuran rumah tangga
|
Kacang hiaju
Kacang kedelai
Kacang merah
Kacang kupas
Kacang tolo
Keju
Kacang tanah
Oncom
Tahu
Tempe
|
25
25
25
20
25
20
100
50
50
50
|
2,5 sendok makan
2,5 sendok makan
2,5 sendok makan
2 sendok makan
2,5 sendok makan
2 sendok makan
100 buah besar
2 potong sedang
2 potong sedang
2 potong sedang
|
Tabel
2.4 Jenis
sayur-sayuran
Jenis sayuran kelompok A
|
Jenis sayuran kelompok B
|
||
Baligo
Daun bawang
Daun kacang panjang
Daun koro
Daun labu siam
Daun waluh
Daun lobak
Jamur segar
Oyong
|
Kangkung
Ketimun
Tomat
Kecipir
Kol
Kembang kol
Labu siam
Labu air
Lobak
Pepaya muda
|
Petsay
Rebung
Sawi
Selada
Seledri
Taoge
Tebu terubuk
Terungcabe hijau besar
|
Bayam
Bibit
Buncis
Daun melinjo
Daun pakis
Daun singkong
Katuk
Kucai
|
(Sumber : Maryam
RS, Ekasari MF, Rosidawati, Jubaedi A, Batubara I. Mengenal usia lanjut dan
perawatannya. Jakarta: Salemba Medika; 2012. hal. 134-6).
Keluaran
energy total ( energy expenditure)
terdiri dari 3 komponen yaitu basal
metabolic rate ( BMR), energi yang dibutuhkan untuk beraktifitas fisik dan
energi yang dibutuhkan untuk pengelolaan makanan agar dapat digunakan oleh
tubuh sebagai sumber energy. BMR adalah batas minimal energy untuk
mempertahankan hemoestatis yang sangat penting, seperti untuk kerja jantung,
hati, otak, ginjal, dan lainnya. Selain itu BMR yang merupakan komponen
terbesar dari energy expenditure ( sekitar 50-60%) maka kebutuhan energi dapat
diestimasikan berdasarkan BMR. Penurunan massa otot sebagai salah satu komponen
dari fat free mass (FFM) , menyebabkan penurunan BMR. Pada manula terjadi
kemunduran fungsi organ tubuh sehingga penggunaan energi untuk BMR lebih besar
dibandingkan pada usia muda. Sehingga energy yang digunakan untuk beraktifitas
fisik lebih rendah yang menyebabkan manula lebih cepat lelah.12
Recommended dietary allowances
(RDA)
Angka
kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan adalah banyaknya tiap-tiap zat gizi
esensial yang harus dipenuhi dari makanan sehari-hari untuk defisiensi zat
gizi. AKG dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, altifitas fisik,
dan keadaan fisiologis seperti hamil atau menyusui.
Recommended dietary allowances
(RDA) adalah istilah AKG yang biasa digunakan di Amerika. RDA berisi kebutuhan
rata-rata zat gizi per hari yang dianjurkan sehingga masyarakat dapat hidup
sehat sedangkan istilah AKG di kanada disebut dengan recommended nutrient
intake (RNI). Istilah AKG sendiri ditetapkan melalui kongres Widya Karya
Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG)
Rincian
Anjuran Kecukupan Zat Gizi bagi Lansia
1. Kebutuhan
energi akan mulai menurun pada usia 40-49 tahun sekitar 5%, dan pada usia 50-69
tahun menurun 10%, sehingga jumlah makanan yang dikonsumsi berkurang. Oleh
karena itu, sebaiknya lansia mengkonsumsi jenis karbohidrat kempleks 60-65%
karena banyak mengandung vitamin, mineral, dan berat
2. Sebaiknya
lansia mengkonsumsi lemak nabati daripada lemak hewani, untuk mencegah
penumpukan lemak tubuh
3. Tingkatkan
asupan makanan sumbert vitamin A, D, dan E untuk mencegah penyakit
degenerative, serta vitamin B12, asam folat, vitamin B1, dan vitamin
C untuk mencegah penyakit jantung
4. Tingkatkan
konsumsi makanan sumber besi (Fe), Zinc ( Zn), Selenium (Se), dan kalsium (Ca)
untuk mencegah anemia dan osteoporosis, serta meningkatkan daya tahan tubuh.
5. Tingkatkan
asupan zat gizi mikro : fosfor (P), Kalium (K), natrium (Na), dan magnesium (
Mg), untuk metabolism dalam tubuh
6. Perbanyak
minum air putih minimal 8 gelas per hari untuk melancarkan proses metabolism
tubuh, dan mengeluarkan sisa pembakaran energy dalam tubuh, serta tingkatkan
konsumsi serat agar buang air besar lancer, mencegah penyerapan kolosterol, dan
menghindaripenumpukan kolesterol total dalam tubuh.
Tabel
2.5 Angka
kecukupan gizi (akg) untuk lansia
Zat Gizi
|
Pria
(berat badan = 62 kg)
|
Wanita
(berat badan = 54 kg)
|
Energy
(kkal)
|
2050
|
1600
|
Protein
(g)
|
60
|
45
|
Vitamin
A (RE)
|
600
|
500
|
Vitamin
D (g)
|
15
|
15
|
Vitamin
E (mg)
|
15
|
15
|
Vitamin
K (mg)
|
65
|
55
|
Tiamin
(mg)
|
1,0
|
0,8
|
Riboflavin
(mg)
|
1,3
|
1,1
|
Niasin
(mg)
|
1,6
|
14
|
Vitamin
B12 (mg)
|
2,4
|
2,4
|
Asam
folat (g)
|
400
|
400
|
Piridoksin
(mg)
|
1,7
|
1,5
|
Vitamin
C (mg)
|
90
|
75
|
Kalsium
(mg)
|
800
|
800
|
Fosfor
(mg)
|
600
|
600
|
Besi
(mg)
|
13
|
12
|
Zinc
(mg)
|
13,4
|
9,8
|
Iodium
(mg)
|
150
|
150
|
Selenium
(mg)
|
30
|
30
|
9. Penyakit
rongga mulut yang terjadi pada lansia
Lansia rentan terhadap karies gigi dan penyakit
periodontal yang berperan sebagai penyebab utama hilangnya gigi geligi,
disebabkan karena kebersihan rongga mulut yang buruk. (Busro,1996)
A. Kelainan mukosa mulut
Makin meningkat umur seseorang makin meningkat insiden penyakit
sistemik. Menurut Lowental dkk (1983) insiden penyakit sistemik lansia umur
45-65 tahun adalah 61% dan diatas 65 tahun 78% dan keadaan ini menyebabkan
peningkatan kelainan mulut. Sebagai contoh pada penderita DM yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal, kandidiasis
mukosa mulut, xerostomia, jumlah karies gigi meningkat dan glossidinia.
B. Keluhan dalam mulut
sering ditemukan berupa sindroma mulut terbakar termasuk
glossodinia, gangguan pengecap dan xerostomia.
1. Sindroma mulut
terbakar
Pada penderita lansia sering mengeluh sakit dan rasa panas
terbakar dalam mulutnya mengenai lidah (glossodinia-glossopirosis)
kadang-kadang dapat mengenai mukosa mulut disebut sindroma mulut terbakar
(stomatodinia-stomatopirodis).
Glossodinia maupun stomastodinia dapat disertai perubahan atau
tidak ada perubahan pada permukaan jaringan yang terlibat, umumnya terdapat
pada wanita berumur 40-70 tahun. Glossodinia dengan perubahan pada lidah
biasanya karena iritasi gigi atau tambalan yang tajam, kalkulus dan gigi palsu.
Permukaan lidah merah kadang-kadang disertai ulkus atau erosi pada tepat yang
teriritasi. Pada beberapa kasus keadaan ini dapat disebabkan karena penyakit
sistemik seperti diabetes dan difisiensi nutrisi seperti defisiensi besi, asam
folat (Burket, 1971; Scully, 1995).
2. Gangguan rasa pengecap
Dapat disebabkan karena proses penuaan, manifestasi penyakit
sistemik dan reaksi terhadap pengobatan penyakit sistemik. Gangguan rasa
pengecap pada proses penuaan karena berkurangnya tunas pengecap. Cherie Long
(1986) menyatakan 80% tunas pengecap hilang rasa pada usia 80 tahun. Wanita
pasca menopause cenderung berkurang kemampuan merasakan manis dan asin.
(Ruslijanto, 1996) Gangguan rasa pengecap yang merupakan manifestasi penyakit
sistemik pada lansia disebabkan kandidiasis mulut dan difisiensi nutrisi
terutama defisiensi seng ( Seymour, 2006).
3.
Xerostomia
Xerostomia adalah keadaan yang berhubungan
dengan penurunan jumlah produksi saliva dan perubahan komposisi kimiawi
menyebabkan mulut kering. Hal ini mengakibatkan penurunan kualitas hidup
seseorang karena penurunan sensasi kecap dan kemampuan mengunyah. Lebih lanjut
terjadi perubahan pola makan, penurunan nafsu makankarena kehilangan sensasi
kecap. Penderita dengan xerostomia menghindari makanan yang berserat dan
lengket karena kemampuan untuk mengunyah atau menelan secara efektif menurun.
Xerostomia juga menyebabkan kemalasan berbicara karena terjadi pecah-pecah dan
fisur pada mukosa mulut dan halitosis. Hal ini menyebabkan diet rendah,
malnutrisi dan interaksi social yang menurun (MacEntee dkk.2003 ; cassolato,
2003)
Xerostomia sering digambarkan sebagai
keluhan pada lansia, walaupun dapat terjadi pada semua usia. Xerostomia pada
usia lanjut dapat disebabkan kareana proses penuaan, manifestasi penyakit
sistemik dan pengobatan penyakit sistemik. Lansia mempunyai resiko besar
terhadap kemungkinan terjadinya xerostomia karena banyak menggunakan obat.
4. Karies
Akar gigi
Insiden karies akar meningkat dikalangan
lansia. Pada penelitian Finnish 1987, 11% orang dewasa berusia 30-39 tahun
mempunyai karies akar. Persentase ini meningkat menjadi 19% pada kelompok usia
40-49 tahun, 28% pada kelompok 50-59 tahun dan menjadi 33% pada kelompok usia
60 tahun keatas (Sheiham, 1995).
Karies pada akar gigi terjadi akaibat
resesi gingival dimana pada keadaan ini akar gigi terbuka sehingga mudah
terpapar dengan factor-faktor penyebab terjadi karies. Pada lansia pemakai gigi
tiruan serta menderita mulut kering, karies akar gigi akan lebih meningkat.
C.
Penyakit periodontal
Penyakit periodontal adalah penyakit
pada jaringan pendukung gigi meliputi jaringan gingiva, tulang alveolar,
sementum, dan ligament periodontal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
prevalensi dan keparahan penyakit periodontal meningkat sejalan usia (Raharjo,
1996). Hilangnya dukungan tulang alveolar dan adanya peradangan jaringan
periodontal merupakan stimulus terjadinya modot, bergeser atau miringnya gigi
dan akan meningkatkan mobilitas gigi geligi, sehingga gigi mudah yang tanggal. 13
10. Manifestasi
penyakit sistemik dalam rongga mulut
A. HIV
·
Manifestasi
Oral
Manifestasi oral dari AIDS antara lain: (1) candidiasis oral yang persisten, (2) oral hairy leukoplakia, (3) herpes simpleks virus yang persisten, (4) reaktifasi virus herpes zoster, (5) ulkus aphthous dangkal.
1. Candidiasis Oral.
Candidiasis oral (thrush) adalah infeksi pada mulut dan atau kerongkongan yang disebabkan oleh jamur. Candidiasis oral kadang-kadang dapat terjadi tanpa gejala, gejala yang paling umum adalah rasa tidak enak dan terbakar pada mulut serta perubahan rasa. Candidiasis oral tergolong dalam mucocutaneous candidiasis. Mucocutaneous candidiasis pada infeksi HIV terdiri atas tiga bentuk antara lain: oropharyngeal, esophageal, dan vulvovaginal. Oropharyngeal candidiasis (OPC) adalah manifestasi yang pertama kali muncul dari infeksi HIV dan secara umum terdapat pada mayoritas penderita HIV yang tidak diobati. Pada beberapa bulan sampai tahun setelah terinfeksi virus HIV muncul infeksi oportunistik berupa orofaringeal candidiasis yang mungkin merupakan suatu tanda atau indikasi dari kehadiran/munculnya virus HIV, walaupun pada umumnya tidak berhubungan dengan keadaan umum pasien. OPC secara klinis adalah penting untuk mencurigai adanya infeksi virus HIV. OPC pada penderita AIDS tidak berespons dengan pengobatan atau dengan upaya peningkatan gizi (pemberian gizi yang adekuat) dan dapat menyebar ke esophagus.
Candidiasis persisten dengan eksudat berwarna putih yang sering disertai dengan eritematous pada mukosa. Candidiasis secara umum mudah dilihat pada palatum mole. Pada awalnya dapat pula terlihat lesi pada sepanjang perbatasan gingival. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan langsung dan akan ditemukan unsur-unsur pseudohypal yang merupakan karakteristik dari candida (Candida albicans). Pada keadaan yang berat dapat melibatkan esophagus sehingga menyebabkan disfagia atau odinofagia.
Gejala OPC terdiri atas rasa sakit membakar, sensasi rasa yang diubah, dan kesukaran untuk menelan cairan atau padat. Pada banyak pasien dapat asymptomatik. Kebanyakan orang dengan OPC akan menampilkan suatu pseudomembranous candidiasis (berupa plak berwarna putih pada mukosa buccal, gusi atau lidah) dan hanya sedikit orang yang menunjukkan atropik akut candidiasis (erythematous mukosa) atau hyperplastic kronis candidiasis (leukoplakia, cheilitis pada sudut mulut).
Manifestasi oral dari AIDS antara lain: (1) candidiasis oral yang persisten, (2) oral hairy leukoplakia, (3) herpes simpleks virus yang persisten, (4) reaktifasi virus herpes zoster, (5) ulkus aphthous dangkal.
1. Candidiasis Oral.
Candidiasis oral (thrush) adalah infeksi pada mulut dan atau kerongkongan yang disebabkan oleh jamur. Candidiasis oral kadang-kadang dapat terjadi tanpa gejala, gejala yang paling umum adalah rasa tidak enak dan terbakar pada mulut serta perubahan rasa. Candidiasis oral tergolong dalam mucocutaneous candidiasis. Mucocutaneous candidiasis pada infeksi HIV terdiri atas tiga bentuk antara lain: oropharyngeal, esophageal, dan vulvovaginal. Oropharyngeal candidiasis (OPC) adalah manifestasi yang pertama kali muncul dari infeksi HIV dan secara umum terdapat pada mayoritas penderita HIV yang tidak diobati. Pada beberapa bulan sampai tahun setelah terinfeksi virus HIV muncul infeksi oportunistik berupa orofaringeal candidiasis yang mungkin merupakan suatu tanda atau indikasi dari kehadiran/munculnya virus HIV, walaupun pada umumnya tidak berhubungan dengan keadaan umum pasien. OPC secara klinis adalah penting untuk mencurigai adanya infeksi virus HIV. OPC pada penderita AIDS tidak berespons dengan pengobatan atau dengan upaya peningkatan gizi (pemberian gizi yang adekuat) dan dapat menyebar ke esophagus.
Candidiasis persisten dengan eksudat berwarna putih yang sering disertai dengan eritematous pada mukosa. Candidiasis secara umum mudah dilihat pada palatum mole. Pada awalnya dapat pula terlihat lesi pada sepanjang perbatasan gingival. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan langsung dan akan ditemukan unsur-unsur pseudohypal yang merupakan karakteristik dari candida (Candida albicans). Pada keadaan yang berat dapat melibatkan esophagus sehingga menyebabkan disfagia atau odinofagia.
Gejala OPC terdiri atas rasa sakit membakar, sensasi rasa yang diubah, dan kesukaran untuk menelan cairan atau padat. Pada banyak pasien dapat asymptomatik. Kebanyakan orang dengan OPC akan menampilkan suatu pseudomembranous candidiasis (berupa plak berwarna putih pada mukosa buccal, gusi atau lidah) dan hanya sedikit orang yang menunjukkan atropik akut candidiasis (erythematous mukosa) atau hyperplastic kronis candidiasis (leukoplakia, cheilitis pada sudut mulut).
2. Oral Hairy
Leukoplakia.
Leukoplakia adalah suatu bercak berwarna putih pada lidah atau lapisan mulut (di dalam pipi, atap, atau dasar mulut). Leukoplakia mungkin disebabkan oleh iritasi berulang pada bagian dalam mulut. Merokok dan mengkomsumsi alkohol akan meningkatkan risiko leukoplakia.
Oral hairy leukoplakia adalah suatu bentuk leukoplakia yang hanya terdapat pada individu HIV positif atau AIDS. Pada oral hairy leukoplakia tampak sebagai lesi filamen-filamen berwarna putih yang biasanya terdapat sepanjang garis lateral lidah. Oral hairy leukoplakia biasanya berkaitan dengan infeksi Epstein-Barr Virus (EBV). Keadaan ini sangat wajar terjadi karena pada penderita HIV terjadi kemunduran sistem imun yang biasanya terjadi pada pasien dengan 200 – 500 CD4+ sell/mL. Sehingga pada penderita HIV dan AIDS sangat sensitif untuk memperoleh penyakit ini. Pada beberapa kasus, leukoplakia dapat berkembang menjadi kanker.
Keadaan ini mungkin menyerupai suatu candidiasis oral yang juga berhubungan dengan infeksi HIV dan AIDS. Hairy leukoplakia mungkin merupakan salah satu tanda pertama dari infeksi HIV.
Leukoplakia adalah suatu bercak berwarna putih pada lidah atau lapisan mulut (di dalam pipi, atap, atau dasar mulut). Leukoplakia mungkin disebabkan oleh iritasi berulang pada bagian dalam mulut. Merokok dan mengkomsumsi alkohol akan meningkatkan risiko leukoplakia.
Oral hairy leukoplakia adalah suatu bentuk leukoplakia yang hanya terdapat pada individu HIV positif atau AIDS. Pada oral hairy leukoplakia tampak sebagai lesi filamen-filamen berwarna putih yang biasanya terdapat sepanjang garis lateral lidah. Oral hairy leukoplakia biasanya berkaitan dengan infeksi Epstein-Barr Virus (EBV). Keadaan ini sangat wajar terjadi karena pada penderita HIV terjadi kemunduran sistem imun yang biasanya terjadi pada pasien dengan 200 – 500 CD4+ sell/mL. Sehingga pada penderita HIV dan AIDS sangat sensitif untuk memperoleh penyakit ini. Pada beberapa kasus, leukoplakia dapat berkembang menjadi kanker.
Keadaan ini mungkin menyerupai suatu candidiasis oral yang juga berhubungan dengan infeksi HIV dan AIDS. Hairy leukoplakia mungkin merupakan salah satu tanda pertama dari infeksi HIV.
3. Herpes Simpleks.
Lesi akibat virus herpes simpleks. Pada umumnya lesi tersebut terdapat pada mulut dan genitalia, tetapi dapat juga terdapat pada perianal dan periinguinal. Lesi herpetik tampak menyerupai garis bergerombol berupa vesikel dengan dasar yang eritematous. Dengan ditemukannya (herpes simpleks virus) HSV pada lesi mencerminkan buruknya sistem kekebalan pasien karena infeksi virus HIV.
Lesi akibat virus herpes simpleks. Pada umumnya lesi tersebut terdapat pada mulut dan genitalia, tetapi dapat juga terdapat pada perianal dan periinguinal. Lesi herpetik tampak menyerupai garis bergerombol berupa vesikel dengan dasar yang eritematous. Dengan ditemukannya (herpes simpleks virus) HSV pada lesi mencerminkan buruknya sistem kekebalan pasien karena infeksi virus HIV.
4. Herpes Zoster.
Reaktifasi kembali herpes zoster: Pada pengamatan terhadap pasien yang terinfeksi virus HIV, terdapat 10 – 20 % yang menderita ini. Penyakit ini biasanya terjadi oleh karena kemunduran sistem imun dan sering merupakan tanda klinik yang muncul pertama kali akibat keadaan defisiensi imun. Reaktifasi kembali herpes zoster yang merupakan kelanjutan dari infeksi varicella zoster virus (VZV) berupa lesi yang meluas pada beberapa dermatom.
5. Ulkus Aphtous.
Ulkus aphtous yang dangkal dan terasa sakit pada umumnya terdapat pada bagian posterior orofaring. Ini terjadi pada 10 – 20 % penderitan yang terinfeksi HIV. Etiologi dari ulkus ini belum diketahui, ulkus ini akan memberi keluhan sakit atau nyeri hebat dan dapat menyebabkan disfagia jika tidak ditangani.
Reaktifasi kembali herpes zoster: Pada pengamatan terhadap pasien yang terinfeksi virus HIV, terdapat 10 – 20 % yang menderita ini. Penyakit ini biasanya terjadi oleh karena kemunduran sistem imun dan sering merupakan tanda klinik yang muncul pertama kali akibat keadaan defisiensi imun. Reaktifasi kembali herpes zoster yang merupakan kelanjutan dari infeksi varicella zoster virus (VZV) berupa lesi yang meluas pada beberapa dermatom.
5. Ulkus Aphtous.
Ulkus aphtous yang dangkal dan terasa sakit pada umumnya terdapat pada bagian posterior orofaring. Ini terjadi pada 10 – 20 % penderitan yang terinfeksi HIV. Etiologi dari ulkus ini belum diketahui, ulkus ini akan memberi keluhan sakit atau nyeri hebat dan dapat menyebabkan disfagia jika tidak ditangani.
B. Diabetes Mellitus
Diabetes
Mellitus adalah penyakit gangguan metabolisme tubuh dimana hormon insulin tidak
bekerja sebagai mana mestinya. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh
kelenjar pankreas dan berfungsi untuk mengontrol kadar gula dalam darah dengan
mengubah karbohidrat,lemak dan protein menjadi energi. Diagnosis khas DM pada
umumnya adalah bahwa terdapat keluhan khas DM yaitu : Poli
uria
(banyak kencing), Polidipsia (banyak minum), Polifagia (banyak makan), dan
penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya, dan keluhan lainnya seperti :
kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria, pruritis vulva pada wanita.
Kedua tipe ini ditandai dengan hiperglikemi, hiperlipidemi, dan komplikasi
lainnya. Diabetes Mellitus mempunyai komplikasi yang utama, yaitu:
mikroangiopati, nefropati, neuropati, penyakit makro vaskuler dan penyembuhan
luka yang lambat.
Manifestasi
Diabetes Melitus Pada Rongga Mulut
1.
Xerostomia (Mulut Kering)
Diabetes
yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva (air liur), sehingga mulut
terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, di mana alirannya
dapat berfungsi sebagai pembilas sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam
mulut. Jadi bila aliran saliva menurun maka akan menyebabkan timbulnya rasa tak
nyaman, lebih rentan untuk terjadinya ulserasi (luka), lubang gigi, dan bisa
menjadi ladang subur bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang.
Berdasarkan literatur yang saya dapatkan
bahwa pada penderita diabetes salah satu tandanya adalah Poliuria, dimana
penderita banyak buang air kecil sehingga cairan di dalam tubuh berkurang yang
dapat mengakibatkan jumlah saliva berkurang dan mulut terasa kering, sehingga
disarankan pada penderita untuk mengkonsumsi buah yang asam sehingga dapat
merangsang kelenjar air liur untuk mengeluarkan air liur.
2.
Gingivitis dan Periodontitis
Periodontitis ialah radang pada jaringan
pendukung gigi (gusi dan tulang). Selain merusak sel darah putih, komplikasi
lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat
aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini
menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, Sedangkan periodontitis
adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Dan hal ini menjadi lebih
berat dikarenakan infeksi bakteri pada penderita Diabetes lebih berat.
Ada banyak faktor yang menjadi pencetus
atau yang memperberat periodontitis, diantaranya akumulasi plak, kalkulus
(karang gigi), dan faktor sistemik atau kondisi tubuh secara umum. Rusaknya
jaringan Periodontal membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi, tulang menjadi rusak,
dan lama kelamaan gigi menjadi goyang. Angka kasus penyakit periodontal di
masyarakat cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan penyakit ini
merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa. Dari seluruh
komplikasi Diabetes Melitus, Periodontitis merupakan komplikasi nomor enam
terbesar di antara berbagai macam penyakit dan Diabetes Melitus adalah
komplikasi nomor satu terbesar khusus di rongga mulut.
Hampir sekitar 80% pasien Diabetes
Melitus gusinya bermasalah. Tanda-tanda periodontitis antara lain pasien
mengeluh gusinya mudah berdarah, warna gusi menjadi mengkilat, tekstur kulit
jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi menjadi dalam, dan ada kerusakan
tulang di sekitar gigi, pasien mengeluh giginya goyah sehingga mudah lepas. Menurut
teori yang saya dapatkan hal tersebut diakibatkan berkurangnya jumlah air liur,
sehingga terjadi penumpukan sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi dan mengakibatkan
gusi menjadi infeksi dan mudah berdarah.
3.
Stomatitis Apthosa (Sariawan)
Meski sariawan biasa dialami oleh banyak
orang, namun penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi parah jika dialami oleh
penderita diabetes. Penderita Diabetes sangat rentan terkena infeksi jamur
dalam mulut dan lidah yang kemudian menimbulkan penyakit sejenis sariawan. Sariawan
ini disebabkan oleh jamur yang berkembang seiring naiknya tingkat gula dalam
darah dan air liur penderita diabetes.
4.
Rasa mulut terbakar
Penderita diabetes biasanya mengeluh
tentang terasa terbakar atau mati rasa pada
mulutnya.
Biasanya, penderita diabetes juga dapat mengalami mati rasa pada bagian wajah.
5.
Oral thrush
Penderita diabetes yang sering
mengkonsumsi antibiotik untuk memerangi infeksi sangat rentan mengalami infeksi
jamur pada mulut dan lidah. Apalagi penderita diabetes yang merokok, risiko
terjadinya infeksi jamur jauh lebih besar.
Oral
thrush atau oral candida adalah infeksi di dalam mulut
yang disebabkan oleh jamur, sejumlah kecil jamur candida ada di dalam mulut.
Pada penderita Diabetes Melitus kronis dimana tubuh rentan terhadap infeksi
sehingga sering menggunakan antibiotik dapat mengganggu keseimbangan kuman di
dalam mulut yang mengakibatkan jamur candida berkembang tidak terkontrol
sehingga menyebabkant thrush. Dari hasil pengamatan saya selama
berpraktik sebagai dokter gigi yang ditandai dengan adanya lapisan putih
kekuningan pada lidah, tonsil maupun kerongkongan.
6.
Dental Caries (Karies Gigi)
Diabetes Mellitus bisa merupakan faktor
predisposisi bagi kenaikan terjadinya dan jumlah dari karies. Keadaan tersebut
diperkirakan karena pada diabetes aliran cairan darah mengandung banyak glukosa
yang berperan sebagai substrat kariogenik.
Karies
gigi dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu gigi, substrat , kuman
dan
waktu.
Pada penderita Diabetes Melitus telah diketahui bahwa jumlah air liur berkurang
sehingga makanan melekat pada permukaan gigi, dan bila yang melekat adalah
makanan dari golongan karbohidrat bercampur dengan kuman yang ada pada
permukaan gigi dan tidak langsung dibersihkan dapat mengakibatkan keasaman
didalam mulut menurun, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya lubang atau
caries gigi. 14,15
C.
Osteoporosis
Osteoporosis merupakan satu penyakit
metabolik tulang yang ditandai oleh menurunnya massa tulang oleh karena
berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai dengan kerusakan mikro
arsitektur dari jaringan tulang dengan akibat menurunnya kekuatan tulang. Sel
yang bertanggung jawab untuk pembentukan tulang disebut osteoblas sedangkan sel
yang bertanggung jawab untuk penyerapan atau penguraian tulang adalah osteoklas.
Pembentukan dan penyerapan tulang dalam keadaan seimbang pada individu usia
sekitar 30-40 tahun. Keseimbangan ini mulai terganggu dan lebih berat kearah
penyerapan tulang ketika wanita mencapai menopause dan pria mencapai usia 60
tahun. Osteoporosis secara selular disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas
sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas. Pada wanita
pascamenopause terjadi penurunnya kadar estrogen yang menyebabkan peningkatan
proses penyerapan tulang dibandingkan pembentukan sehingga terjadi
osteoporosis. Penurunan massa juga
terjadi pada tulang alveolar
karena aktivitas dari osteoklas yang meningkat.16
11. Upaya pelayanan kesehatan untuk
lansia
Pelayanan
kesehatan lansia bertujuan untuk Menjaga agar setiap orang Lanjut Usia tetap
hidup sehat,mandiri dan produktif secara fisik, psikologik, sosial maupun
ekonomi.
· Pelayanan
promotif mencakup: pemberian informasi dan edukasi tentang hidup sehat pada
usia lanjut serta penyediaan sarana umum yang memungkinkan setiap orang lanjut
usia dapat menjalankan aktifitas secara sehat dan aman
· Pelayanan
preventif mencakup: upaya pencegahan dan deteksi dini penyakit-penyakit yang
berkaitan dengan usia lanjut dan dapat diakses oleh setiap orang lanjut usia
· Pelayanan
kuratif mencakup : upaya pengobatan dan pemulihan dari sakit yang dapat
dijangkau oleh setiap orang lanjut usia tanpa diskriminasi
· Pelayanan
rehabilitatif mencakup : segala upaya baik secara medis maupun psikologis untuk
memulihkan setiap orang lanjut usia sehingga dapat menjalankan fungsi sosial
secara optimal
Penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dan pendampingan Lansia dilaksanakan oleh instansi
pemerintah dan pemerintah daerah serta lembaga sosial sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing, termasuk menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk
pelayanan Lansia. Fasilitas meliputi :
a. Ruang
pelayanan yang mudah diakses oleh Lansia;
b. Tenaga
profesional yang peka pada lansia; dan
c. Sarana
dan prasarana lain yang diperlukan khusus untuk Pelayanan Lansia.
Pelayanan
bagi Lansia Meliputi:
a.
Informasi
b.
Edukasi
c.
Pelayanan kesehatan
d.
Terapi
e.
Konseling
f.
Bimbingan rohani. 17
Untuk
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada mayarakat, pemerintah telah membangun
sebanyak 8.111 buah Puskesmas,
dan jumlah Puskesmas Santun Lanjut Usia sebanyak 414 buah. Direncanakan pada tahun 2010 akan dibangun sebanyak 232 buah Puskesmas Santun
Lanjut Usia. Program kegiatannya
adalah :
a.
Peningkatan dan pemantapan upaya pelayanan
kesehatan lanjut usia di sarana pelayanan kesehatan dasar;
b.
Peningkatan upaya rujukan kesehatan bagi
lanjut usia;
c.
Penyuluhan dan penyebarluasan informasi
kesehatan bagi lanjut usia;
d.
Perawatan kesehatan bagi lanjut usia dan
keluarga di rumah (home care);
e.
Peningkatan pemberdayaan masyarakat
melalui kelompok lanjut usia;
f.
Pengembangan lembaga tempat perawatan bagi
lanjut usia.
12. Prinsip dan pertimbangan perawatan
pada lansia
Menurut Martono
dan Darmojo (1994) pelayanan kesehatan usia lanjut merupakan pelayanan
geriatric yang harus dilaksanakan secara holistic dan tidak hanya berdasarkan
organ. Untuk memahami perinsip pelayanan ini harus diketahui beberapa hal,
yaitu:
a. Berbagai keadaan yang sering didapati pada penderita usia lanjut atau
yang biasa dinamakan geriatric giants.
b. Berbagai teori tentang proses menua.
c. Berbagai ciri khas penyakit usia lanjut.
d.
Pengorganisasian pelayanan kesehatan pada usia lanjut di rumah sakit dan di
masyarakat, yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun oleh badan sukarela.
Selain beberapa
hal diatas, dibutuhkan juga dasar pengetahuan dalam melaksanakan prinsip
pelayanan pada lansia secara individu melalui suatu pemahaman terhadap keadaan
normal dan patologik dari proses penuaan, pengaruh obat terhadap penyakit
mulut, kemampuan interpersonal, kemampuan menegakkan diagnosa, pengenalan
pengaruh penyakit sistemik terhadap rongga mulut dan teknik berkomunikasi yang
baik terutama bagi individu yang memiliki gangguan sensori.
Prinsip-prinsip
pelayanan geriatric secara umum meliputi:
a. Pendekatan yang tepat dan menyeluruh.
b. Pendekatan secara team work.
c. Keterpaduan
dalam diagnose dan terapi.
Dalam melakukan perawatan terhadap
lansia peranan dokter gigi dan perawat membutuhkan kesabaran, simpatik,
terampil (dapat bekerja cepat) dan terencana sesuai dengan prinsip-prinsip
geriatric yaitu:
a.
Melakukan diagnose keadaan kesehatan gigi dan
mulut, serta selalu mencurigai adanya penyakit umum/sistemik yang diderita.
b.
Merencanakan perawatan terutama untuk penyakit
yang dikeluhkan.
c.
Melakukan perawatan secara sistemik dengan waktu
yang singkat dan dilakukan dengan sabar, simpatik, dan terampil
d.
Melakukan perawatan secara bersama-sama (team
work) antara dokter dan dokter gigi, sehingga kebutuhan perawatan gigi dan
mulut dapat dilakukan secara optimal dalam menunjang kesehatan secara
keseluruhan.
e. Selama
perawatan sebaiknya tetap didampingi keluarga lansia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Lanjut usia merupakan proses alamiah dan
berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia
pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan
kemampuan badan secara keseluruhan.
Proses
penuaan dapat ditinjau dari aspek biologis, sosial dan psikologik. Teori-teori
biologis sosial dan fungsional telah ditemukan untuk menjelaskan dan
mendukung berbagai definisi mengenai proses penuaan.
Perubahan yang terjadi pada rongga mulut
mirip dengan yang terjadi pada kulit dan wajah. Dijumpai keadaan atropi,
pengurangan ketebalan mukosa dan submukus, demikian juga dengan kelenturan
jaringan ikat. Berkurangnya vaskularisasi menyebabkan memburuknya nutrisi
dan pemberian oksigen ke jaringan.
Mukosa menjadi peka terhadap iritasi mekanis, kemis dan bakteri. Waktu
penyembuhan penyakit melambat.
Jaringan-jaringan yang patut dipertimbangkan adalah sebagai berikut
ulang, sendi temporomandibula, otot dan saraf, kelenjar saliva, mukosa mulut,
jaringan periodontal, dan gigi geligi. Dalam melakukan perawatan terhadap
lansia peranan dokter gigi dan perawat membutuhkan kesabaran, simpatik,
terampil (dapat bekerja cepat) dan terencana sesuai dengan prinsip-prinsip
geriatrik.
B.
Saran
Kami
sadari dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan mungkin
jauh dari tahapan kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat kami harapkan demi tercapainya penyusunan
makalah yang jauh lebih baik dimasa yang akan datang
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sutikno
E. Hubungan antara fungsi keluarga dan kualitas hidup lansia (the relationship
between family function and quality of life in the elderly). Jurnal Kedokteran
Indonesia; 2011: 2 (1): 73-9.
2.
Darmojo
B. Geriatri (Ilmu kesehatan usia lanjut) edisi 4. Jakarta: FKUI; 2011.
3.
Alimin
NH, Daharudin H, Harlina. Nutrisi pada pengguna gigitiruan penuh. J
Dentofasial; 2013: 12: 64-8.
4.
Fatmah.
Gizi usia lanjut. Jakarta: Erlangga; 2010.
5.
Padilla. Buku ajar keperawatan gerontik.Yogyakarta:
Nuha Medika; 2013. hal. 4-6.
6.
Pusat
Data dan Informasi Kesehatan RI. Gambaran kesehatan lanjut usia di Indonesia.
Jakarta: Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan; 2013. hal. 1-4.
7.
Maryam
RS, Ekasari MF, Rosidawati, Jubaedi A, Batubara I. Mengenal usia lanjut dan
perawatannya. Jakarta: Salemba Medika; 2012. hal. 45, 47-8, 134-6.
8.
S
Tamher, Noorkasiani. Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2009. hal.19.
9.
Barnes
IE, Walls A. Perawatan gigi terpadu untuk lansia (Gerodontology). Jakarta: EGC; 2006. hal. 86-8.
10. Singla
N, Singla R. Oral Health Care In Aging. India: Manipal college of dental
sciences; 2013. pp. 64-7.
11.
Sunariani J, Yuliati, Afiah B. Perbedaan persepsi pengecap
rasa asin antara usia subur dan usia lanjut. Majalah Ilmu Faal Indonesia; 2007:
6 (3): 182-90.
12.
Asiah
N, Tjakradidjaja FA. Perubahan komposisi tubuh pada lanjut usia [internet].
Available from: http: www.researchgate.net/komposisi-Tubuh-Pada-Lanjut-Usia-pdf (diakses pada 26 Maret 2014).
13.
Boedhi,
R. Darmojo. Geriatric. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2010.
14.
Sirois
DA. Oral manifestations of HIV disease. New Jersey: University of Mediine and
Dentistry of New Jersey; 1998: 65(5). pp. 332-332.
15.
Lubis
I. Artikel Manifestasi diabetes mellitus dalam rongga mulut. hal. 2-8.
16.
Kawiyana
IKS. Osteoporosis pathogenesis diagnosis dan penanganan terkini. J Peny Dalam;
2009:10(2):157-9.
17.
Draft-RPP-Kesehatan
Lanjut Usia-Biro Hukum Kemenkes-YKP. [internet]. Available from: http://yekesehatanperempuan.org/wp-ontent/uploads/Draft-RPP-Kesehatan-Lansia-EDIT-OK.pdf hal. 1-4. (diakses pada 26
Maret 2014).
0 Response to "MAKALAH SUSAH MAKAN DAN MENELAN"
Posting Komentar