MAKALAH SUSAH MAKAN DAN MENELAN


BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
       Seiring bertambahnya usia, fungsi fisiologis dari tubuh akan  mengalami penurunan akibat proses degeneratif (penuaan). Lansia sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan suatu tahap pertumbuhan normal yang akan dialami oleh setiap manusia yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Batasan usia lanjut berdasarkan Undang-Undang No.13 tahun 1998 adalah 60 tahun ke atas. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut terbagi menjadi beberapa golongan yaitu usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 – 59 tahun, usia lanjut (elderly) kelompok usia 60 – 70 tahun, usia lanjut tua (old)  kelompok usia antara 75 – 90 tahun, usia sangat tua (very old)  kelompok usia diatas 90 tahun).1
      Gigi geligi memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Selain untuk estetik dan komunikasi, gigi geligi juga berperan dalam pemenuhan nutrisi seseorang dengan fungsi mastikasinya. Berbagai laporan  memperlihatkan  bahwa kehilangan gigi pada lansia cukup besar, seperti yang dilaporkan oleh WHO, prevalensi kehilangan gigi pada populasi usia 65-75 tahun di negara Perancis 16,9%, Jerman 24,8%, dan 31% untuk Amerika Serikat.2
      Status kesehatan gigi dapat mempengaruhi status nutrisi seseorang. Kehilangan banyak gigi akan mempengaruhi kemampuan  mastikasi yang diyakini memiliki dampak negatif terhadap kesehatan umum dengan menyebabkan terjadinya pembatasan diet tertentu dan asupan nutrient yang sangat dibutuhkan tubuh. Kehilangan gigi telah dihubungkan dengan perubahan dalam  pemilihan  makanan dan gangguan nutrisi pada manula.3
1.2 Rumusan masalah
1.      Jelaskan definisi lansia ?
2.      Jelaskan mengenai batasan lansia ?
3.      Jelaskan mengenai demografi lansia ?
4.      Jelaskan defenisi penuaan ?
5.      Jelaskan teori-teori penuaan?
6.      Jelaskan proses biologis penuaan?
7.      Jelaskan perubahan morfologis dan fisiologis lansia secara umum dan pada rongga mulut?
8.      Jelaskan kebutuhan mengenai kebutuhan nutrisi yang tepat pada lansia?
9.      Jelaskan upaya pelayanan kesehatan untuk lansia?
10.  Jelaskan prinsip dan pertimbangan perawatan pada lansia?
11.  Jelaskan mengenai peningnkatan kualitas hidup lansia?



BAB II
PEMBAHASAN
1.      Definisi Usia lanjut
      Pengertian lansia dibedakan atas dua macam, yaitu lansia kronologis (kalender) dan lansia biologis. Lansia kronologis mudah diketahui dan dihitung sedangkan lansia biologis berpatokan pada keadaan jaringan tubuh. Individu yang berusia muda tetapi secara biologis dapat tergolong lansia jika dilihat dari keadaan jaringan tubuhnya. Lanjut usia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan. Proses menua (aging) merupakan proses yang harus terjadi secara umum pada seluruh spesies secara progresif seiring waktu yang menghasilkan perubahan yang menyebabkan disfungsi organ dan menyebabkan kegagalan suatu organ atau system tubuh tertentu.4
2.    Batasan usia lanjut
      Usia yang dijadikan patokan untuk usia lanjut berbeda-beda, umumnya berkisar 60-65 tahu,. Bebebrapa pendapat para ahli tentang usia adlah sebagai berikut:
a. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu :
- Usia pertengahan ( middle age) usia 45-59 tahun
- Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
- Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
- Usia sangat tua ( very old) usia > 90 tahun
b. Menurut Hurlock yaitu :
 - Eary old age (usia 60-70 tahun)
- Advanced old age ( usia >70  tahun)
c. Menurut burnsie yaitu :
- Young old ( usia 60-69 tahun)
- Middle age old ( usia 70-79 tahun)
- Old-old ( usia 80-89 tahun)
- Very old-old ( usia > 90 tahun)
d. Menurut Bee yaitu :
- Masa dewasa muda ( usia 18-25 tahun)
- Masa dewasa awal ( usia 25-40 tahun?
- Masa deawasa tengah ( usia 40-65 tahun)
- Masa dewasa lanjut ( Usia 65-75 tahun)
- Masa dewasa sangat lanjut ( Usia > 75 tahun
e. Menurut Prof.koesmanto setyonegoro yaitu :
-Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun
- Usia dewasa penuh ( Midlle years) atau maturitas usia 25-60/65 tahun
- Lanjut usia ( geriactri age ) usia 65/70 tahun terbagi atas :
   1. Young old ( usia 70-75 tahun)
   2. Old ( usia 75-80 tahun )
  3. Very old ( usia  > 80 tahun). 5
3.      Demografi  lansia
      Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari peningkatan taraf hidup dan Umur Harapan Hidup (UHH)/Angka Harapan Hidup (AHH). Namun peningkatan UHH ini dapat mengakibatkan terjadinya transisi epidemiologi dalam bidang kesehatan akibat meningkatnya jumlah angka kesakitan karena penyakit degeneratif. Perubahan struktur demografi ini diakibatkan oleh peningkatan populasi lansia dengan menurunnya angka kematian serta penurunan jumlah kelahiran. Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan berpengaruh pada peningkatan UHH di Indonesia. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-2005 UHH adalah 66,4 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan UHH menjadi 77,6 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%). Begitu pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan UHH.  Pada tahun 2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,58%).
Secara global diprediksi populasi lansia terus mengalami peningkatan seperti tampak pada gambar di bawah ini. Populasi lansia di Indonesia diprediksi meningkat lebih tinggi daripada populasi lansia di wilayah Asia dan global setelah tahun 2050.
Bila dilihat dari struktur kependudukannya, secara global berstruktur tua dari tahun 1950. Sedangkan Asia dan Indonesia berstruktur tua dimulai dari tahun 1990 dan 2000. Walaupun dikatakan berstruktur tua tetapi jumlah penduduk <15 tahun lebih besar dari penduduk lansia (60+ tahun), tetapi pada tahun 2040 baik global/dunia, Asia dan Indonesia diprediksikan jumlah penduduk lansia sudah lebih besar dari jumlah penduduk <15 tahun.

Gambar 2.1 Persentase penduduk lansia di Dunia, Asia dan Indonesia tahun 1950-2050.
(Sumber : UN, World Population Prospects, The 2010 Revision yang dikutip oleh Pusat Data dan Informasi Kesehatan Republik Indonesia. Gambaran kesehatan lanjut usia di Indonesia. Jakarta: Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan; 2013. hal. 6)

Situasi Indonesia
Indonesia termasuk negara berstruktur tua, hal ini dapat dilihat dari persentase penduduk lansia tahun 2008, 2009 dan 2012 telah mencapai di atas 7% dari keseluruhan penduduk, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini. Struktur penduduk yang menua tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pencapaian pembangunan manusia secara global dan nasional. Keadaan ini berkaitan dengan adanya perbaikan kualitas kesehatan dan kondisi sosial masyarakat yang meningkat. Dengan demikian, peningkatan jumlah penduduk lanjut usia menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan sekaligus sebagai tantangan dalam pembangunan
Gambar 2.2 Persentase penduduk berdasarkan kelompok umur di Indonesia Tahun 2008, 2009, dan 2012.
(Sumber :Susenas Tahun 2008, 2009 dan 2012, Badan Pusat Statistik RI)

      Bila dilihat lansia berdasarkan jenis kelamin, penduduk lansia yang paling banyak adalah perempuan, seperti tampak pada gambar di bawah ini. Hal ini menunjukkan bahwa umur harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan.6


Gambar 2.2 Persentase penduduk lanjut usia menurut jenis kelamin.
(Sumber : Susenas Tahun 2012, Badan Pusat Statistik RI)

4.      Defenisi penuaan
Merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diterima.7
5.      Teori-teori penuaan
a.       Teori biologis
1.      Teori jam genetic.
Menurut Hayflick (1965), menua sudah terpogram secara genetic dalam spesies tertentu. Pada spesies tersebut terdiri dari banyak sel, setiap sel mempunyai inti sel. Di dalam inti sel tersebut terdapat semacam jam genetik yang berputar untuk melakukan mitosis dan replikasi tertentu. Apabila jam genetic tersebut berhenti berputar maka akan menyebabkan kematian pada sel tersebut.
2.      Teori interaksi seluler
Sel-sel dalam tubuh satu sama lain saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Selama sel-sel masih berfungsi dalam suatu harmoni maka tubuh akan baik-baik saja, sebaliknya jika tidak demikian, maka akan terjadi kegagalan mekanisme timbale balik dimana lambat laun akan menyebabkan sel-sel mengalami degenerasi (Berger, 1994).
3.      Teori mutagenesis somatik
Jika terjadi pembelahan sel (mitosis), maka akan terjadi mutasi spontan yang terus menerus berlagsung dan akhirnya mengarah pada kematian sel.
4.      Teori error katastrop
Menurut teori ini menua merupakan suatu proses yang berlangsung dalam waktu yang cukup lama, dimana akan terjadi kesalahan-kesalahan yang beruntun. Misalnya kesalahan dalam proses transkripsi dan translasi yang menyebabkan terbentuknya enzim yang salah. Enzim yang salah ini menyebabkan terganggunya proses metabolisme untuk menghasilkan protein akibatnya terjadi perubahan pada protein tersebut. Protein ini berfungsi untuk mengganti sel-sel yang rusak dan membentuk sel yang baru. Adanya perubahan pada protein menyebabkan jumlah dan fungsi sel berkurang.
5.      Teori pemakaian dan keausan (wear and tear)
Teori biologis yang paling tua adalah teori pemakaian dan keausan (tear dan   wear), dimana tahun demi tahun hal ini berlangsung dan lama-kelamaan akan timbul deteriorasi.8
6.      Teori cross-linkage (rantai silang)
Pada teori ini kolagen merupakan unsure penysusn tulang diantara susunan molecular, lama kelamaan akan meningkat kekakuannya (tidak elastic). Hal ini disebabkan oleh karena sel-sel yang sudah tua dan reaksi kimianya menyebabkan jaringan yang sangat kuat.
7.      Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organic seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi.
8.      Teori immunologi
Menurut immunology sloe theory, system imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
9.      Teori stress-adaptasi
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai. 5,7
b.      Teori psikososial
1.      Disengagement theory.
Menyatakan bahwa individu masyarakat mengalami disengagement dalam suatu mutual with drawl (menarik diri). Memasuki usia tua individu mulai menarik diri dari masyarakat, sehingga memungkinkan individu untuk menyimpan lebih banyak aktivitas-aktivitas yang berfokus pada dirinya dalam memenuhi kestabilan pada stadium ini.
2.      Teori aktivitas
·    Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi social dan keterlibatan sepenuhnya dari lansia di masyarakat.
·    Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia.
3.      Teori kontinuitas
Pada teori ini ditekankan pentingnya hubungan antara kepribadian dengan kesuksesan hidup lansia. Menurut teori ini, ciri-ciri kepribadian dengan kesuksesan hidup lansia. Menurut teori ini, ciri-ciri kepribadian individu berikut strategi kopingnya telah terbentuk lama sebelum seseorang memasuki usia lanjut. Namun, gambaran kepribadian itu juga bersifat dinamis dan berkembang secara kontinyu. Dengan menerapkan teori ini, cara terbaik untuk meramal bagaimana seseorang dapat berhasil menyesuaikan diri adalah dengan mengetahui bagaimana orang itu melakukan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan selama hidupnya.
4.         Teori subkultur
Pada teori subkultur (Rose, 1962) dikatakan bahwa lansia sebagai kelompok yang memiliki norma, harapan, rasa percaya, dan adat kebiasaan tersendiri, sehingga dapat digolongkan selaku suatu subkultur. Akan tetapi, merek ini kurang terintegrasi pada masyarakat luas dan lebih banyak berinteraksi antarsesama mereka sendiri. Di kalangan lansia, status lebih ditekankan pada bagaimana tingkat kesehatan dan kemampuan mobilitasnya, bukan pada hasil pekerjaan/pendidikan/ekonomi yang pernah dicapainya. Kelompok-kelompok lansia seperti ini bila terkoordinasi dengan baik dapat menyalurkan aspirasinya, dimana secara teoritis oleh para pakar dikemukakan bahwa hubungan antar grup dapat meningkatkan proses penyesuaian pada masa lansia.
5.      Teori stratifikasi usia
Teori ini yang dikemukakan oleh Riley (1972) yang menerangkan adanya saling     ketergantungan antara usia dengan struktur social yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.       Orang-orang tumbuh dewasa bersama masyarakat dalam bentuk kohor dalam artian sosial, biologis, dan psikologis.
b.      Kohor bar uterus muncul dan masing-masing kohor memiliki pengalaman dan selera tersendiri.
c.       Suatu masyarakat dapat dibagi ke dalam beberapa strata sesuai dengan lapisan usia dan peran.
d.      Masyarakat sendiri senantiasa berubah, begitu pula individu dan perannya antara penuaan individu dengan perubahan sosial.
6.      Teori penyesuaian individu dengan lingkungan
Teori ini dikemukakan oleh Lawton (1982). Menurut teori ini, bahwa ada hubungan antara kompetensi individu dengan lingkungannya. Kompetensi di sini berupa segenap proses yang merupakan cirri fungsional individu, antara kekuatan ego, keterampilan motorik, kesehatan biologis, kapasitas kogntif, dan fungsi sensorik. Adapun lingkungan yang dimaksud mengenai potensinya untuk menimbulkan respons perilaku dari seseorang. Tingkat kompetensi seseorang terdapat suatu tingkatan suasana/tekanan lingkungan tertentu yang menguntungkan baginya. Orang yang berfungsi pada level kompetensi yang rendah hanya mampu bertahan pada level tekanan lingkungan yang rendah pula, dan sebaliknya. Suatu korelasi yang sering berlaku adalah semakin terganggu (cacat) seseorang, maka tekanan lingkungan yang dirasakan akan semakin besar.
7.      Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.  Pokok-pokok teori interaksi sosial adalah sebagai berikut :
·         Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai tujuannya masing-masing
·           Dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan waktu
·         Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor harus mengeluarkan biaya
·         Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah terjadinya kerugian.
·         Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.

8.      Teori perkembangan
Teori teori menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh lansia pada saat muda hingga dewasa. Erickson membagi kehidupan menjadi delapan fase:
1.      Lansia yang menerima apa adanya
2.      Lansia yang takut mati
3.      Lansia yang merasakan hidup penuh arti
4.      Lansia yang menyesali diri
5.      Lansia yang bertanggung jawab dengan merasakan kesetiaan
6.      Lansia yang kehidupannya berhasil
7.      Lansia yang merasa terlambat untuk memperbaiki diri
8.      Lansia yang perlu menemukan integritas diri melawan keputusasaan (ego integrity vs despair). 5,7,8
6.      Proses biologis penuaan
Proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya angka kematian usia khusus merupakan cirri umu pada manusia, burung, reptile dan kebanyakan hewan tak bertulang belakang (Comford, 1979 dan Vinch, 1990). Dengan angka kematian usia khusus dimaksudkan untuk mengukur angka kematian pada selang usia tertentu dengan cirri atau karakteristik serupa. Misalnya bayi, balita, dewasa muda, dewasa tua lansia dan jompo.

      Terdapat tiga pandangan mengenai asal muasal terjadinya proses penuaan yang diuraikan sebagai berikut.
1.      Menua hanyalah sekadar harga yang harus dibayar oleh organism tingkat tinggi karena fungsi tubuhnya yang kompleks. Jadi, tidak perlu dilihat proses penuaan secara evolusi, namun ia hanyalah proses biologis dari pemakaian dan keausan.
2.      Adaptasi yangb bersifat evolusioner, bahwa penuaan merupakan suatu program terminasi kehidupan yang dikontrol secara genetic sejak lahir hingga mati.
3.      Sedangkan teori non-adaptif yang mengatakan bahwa menua adalah proses evolusi sebagai suatu konsekuensi tak langsung terhadap kekuatan yang membentuk riwayat kehidupan.

Proses penuaan pada tingkat sel
Sebagaimana layaknya manusia yang bertumbuh semakin lama semakin tua, pada dasarnya sel juga bertumbuh semakin lama semakin tua dan pada akhirnya sel-sel itu mengalami kematian sel. Kematian tersebut bergantung pada masing-masing jenis sel yang membentuk jaringan tubuh. Ciri-ciri sel yang semakin menua adalah bentuk selnya mengecil, sintesis protein yang biasanya berlangsung di dalam sel. Prosesnya semakin melambat, badan golgi kemudian memecah, mitokondria mengalami fragmentasi, sehingga pada akhirnya sel yang bersangkutan mati bahkan lambat laun menghilang akibat proses penyerapan dalam jaringan tubuh. Dalam konteks jaringan, sel-sel parenkim menyusut, ketidakteraturan juga tampak dalam jumlah maupun ukuran sel. Khususnya untuk sel saraf/ganglion, terjadi pengurangan butir Nisl, penggumpalan kromotion, penambahan pigmen lipofusin, vakoulisasi protoplasma, dan organel berkurang seperti diuraikan diatas.
Jaringan ikat ekstraseluler semakin mengeras, yang selanjutnya menghambat sirkulasi dan nutrisi jaringan. Secara mikroskopis, electron dapat diamati adanya pengurangan kadar RNA yang berfungsi selaku pusat dari metabolism sel. Usia masing-masing jenis sel tubuh berbeda-beda. Misalnya sel mukosa saluran pencernaan berusia sangat pendek, yaitu hanya hingga 1,5 hari, sel eritrosit bisa mencapai 4 bulan, sementara ada sel yang berusia sangat lama bahkan sel saraf (dalam kondisi eksperimen laboratorium) bisa mencapai usia 100 tahun.
     Untuk sel-sel imun dalam tubuh, dikatakan semakin tua usia seseorang semakin banyak jumlahnya. Akan tetapi, fungsinya semakin berkurang. Hal ini antara lain berakibat bahwa semakin tua seseorang akan semakin mudah terserang penyakit infeksi disbanding mereka yang lebih muda. Secara umum dapat dikatakan bahwa setelah melewati masa dewasa sel-sel jaringan tubuh mulai menua.
      Pada masa dewasa sel-sel mencapai maturitas (kematangan). Sebagai contoh, sel saraf tidak bereproduksi lagi. Pada masa ini bila seseorang mengalami cedera atau penyakit tertentu yang berakibat pada kematian sel saraf itu, maka selnya sendiri tidak akan tergantikan lagi. Fungsinya akan diambil-alih oleh sel-sel yang bersangkutan akan mengalami proses penuaan yang lebih cepat lagi. Kemudian dengan berlanjutnya usia, organ tubuh kehilangan sebagian kemampuannya untuk dapat berfungsi secara optimal. Sehingga secara keseluruhan fungsi tubuh semakin berkurang saja.
     Di lain pihak, sel-sel hati dan pancreas terus saja mengalami reproduksi walaupun seseorang telah mencapai usia matur (hal ini jauh berbeda dengan sel-sel otak dan saraf seperti disebutkan di atas). Dalam kaitan usia biologis, terdapat para ahli yang mengemukakan teori lain, bahwa setiap orang terlahir dengan jam genetic tertentu yang berfungsi memengaruhi panjang pendeknya peluang usia seseorang. Teori ini mendasari pandangannya pada kenyataan bahwa terdapat keluarga-keluarga tertentu yang memiliki pola usia “panjang” dan sebaliknya
7.      Perubahan morfologis dan fisiologis lansia secara umum dan pada rongga mulut
·         Gingiva
Pada gingiva epitel mukosa mulut akan bertambah tipis dan kurang berkeratin. Hal ini akan mempengaruhi gambaran morfologi dari gingiva tersebut, gambaran klinis yang dapat dilihat adalah mukosa tampak licin mengkilap (tidak ada stippling pada gingiva). Secara fisiologis, gingival akan  mudah terjadi pendarahan bila terkena trauma (lebih parah jika terdapat kelainan  sistemik) karena epitel tipis yang menyebabkan kapiler-kapiler menjadi sangat sensitif terhadap stimulus

·         Ligamentum periodontal
Komponen jaringan ikat pada ligament periodontal juga mengalami perubahan akibat usia. Komponen serabut dan sel menurun dan secara morfologis struktur ligamen periodontal menjadi lebih tidak teratur. Secara fisiologis, lebar ligamentum periodontal berhubungan dengan fungsi yang dibutuhkan oleh gigi. Semakin sedikit gigi yang masih ada akan semakin besar proporsi beban oklusalnya. Hal ini akan mengakibatkan melebarnya ligament periodontal dan meningkatnya mobilitas gigi.
·         Sementum
Pembentukan sementum, terutama aseluler, terjadi terus-menerus sepanjang hidup dan secara morfologis akan terlihat peningkatan ketebalan sejalan dengan usia terutama di daerah apikal gigi.
·         Tulang Alveolar
Tulang alveolar menunjukkan perubahan sejalan dengan usia yang mencakup meningkatnya jumlah lamella interstitial, menghasilkan septum interdential yang lebih padat, dan menurunnya jumlah sel pada lapisan osteogenik dari fasia kribosa. Dengan bertambahnya usia permukaan periodontal dari tulang alveolar menjadi tajam dan serabut kolagen menunjukkan insersi yang kurang teratur ke dalam tulang.9


·         Email
Email menjadi kering dan peningkatan jumlah flour jika pasta gigi fluoride, bilasan, atau air minum yang digunakan. Selain itu, secara morfologis ketebalan enamel berkurang akibat dari abrasi dan gesekan. Secara fisiologis, penipisan email ini akan menyebabkan hipersementosis dentin.
·         Dentin
Pembentukan dentin akan terjadi seumur hidup. Di dalam dentin, terdapat sel yang disebut sebagai odontonlast like cell, sel-sel inilah terus-menerus berpoliferasi menjadi dentin sekunder. Pertumbuhan dentin sekunder hanya menuju kesatu arah yaitu ke rongga pulpa, oleh karena itu rongga pulpa lama kelamaan akan menjadi sempit. Perubahan ini membuat gigi pada orang tua lebih rapuh, kurang permeabel, dan berwarna lebih gelap.
·         Pulpa
Ruang pulpa di mana pembuluh darah dan saraf gigi berada, juga mengalami perubahan yang signifikan. Ruang dari ruang pulpa akan semakin mengecil karena pembentukan dentin sekunder secara terus menerus. Pembuluh darah dan saraf dalam pulpa menurun dengan hilangnya serabut saraf mielin dan keuntungan sebesar distrofik kalsium.10
·         Sistem pengecapan
Biasanya orang tua mengeluh tidak adanya rasa makanan. Keluhan ini dapat disebabkan karena dengan bertambahnya usia mempengaruhi kepekaan rasa akibat berkurangnya jumlah pengecap pada lidah, kehilangan unsur-unsur reseptor pengecap juga dapat mengurangi fungsional yang dapat mempengaruhi turunnya sensasi rasa, perubahan ini harus diingat orang tua mengenai berkurangnya kenikmatan pada saat makan. Pengecap merupakan fungsi utama taste buds dalam rongga mulut, namun indera pembau juga sangat berperan pada persepsi pengecap.
       Selain itu, tekstur makanan seperti yang dideteksi oleh indera pengecap taktil dari rongga mulut dan keberadaan elemen dalam makanan seperti merica, yang merangsang ujung saraf nyeri, juga berperan pada pengecap. Makna penting dari indera pengecap adalah bahwa fungsi pengecap memungkinkan manusia memilih makanan sesuai dengan keinginannnya dan mungkin juga sesuai dengan kebutuhan jaringan akan substansi nutrisi tertentu. Indera pengecap kurang lebih terdiri dari 50 sel epitel yang termodifikasi, beberapa di antaranya disebut sel sustentakular dan lainnya disebut sel pengecap.
       Sel pengecap terus menerus digantikan melalui pembelahan mitosis dari sel disekitarnya, sehingga beberapa di antaranya adalah sel muda dan lainnya adalah sel matang yang terletak ke arah bagian tengah indera dan akan segera terurai dan larut. Lidah mempunyai lapisan mukosa yang menutupi bagian atas lidah, dan permukaannya tidak rata karena ada tonjolan-tonjolan yang disebut dengan papilla, pada papilla ini terdapat reseptor untuk membedakan rasa makanan. Apabila pada bagian lidah tersebut tidak terdapat papilla lidah menjadi tidak sensitif terhadap rasa. Sel reseptor pengecap adalah sel epitel termodifikasi dengan banyak lipatan permukaan atau mikrovili, sedikit menonjol melalui poripori pengecap untuk meningkatkan luas permukaan sel yang terpajan dalam mulut. Membran plasma mikrovili mengandung reseptor yang berikatan secara selektif dengan molekul zat kimia. Hanya zat kimia dalam larutan atau zat padat yang telah larut dalam air liur yang dapat berikatan dengan sel reseptor.
      Sensasi rasa pengecap timbul akibat deteksi zat kimia oleh resepor khusus di ujung sel pengecap (taste buds) yang terdapat di permukaan lidah dan palatum molle. Sel pengecap tetap mengalami perubahan pada pertumbuhan, mati dan regenerasi. Proses ini bergantung pada pengaruh saraf sensoris karena jika saraf tersebut dipotong maka akan terjadi degenerasi pada pengecap. Pada proses menua terjadi penurunan fungsi tubuh secara berangsur, misalnya bertambahnya usia yang pada umumnya dapat mempengaruhi kepekaan terhadap rasa makanan karena dengan bertambahnya usia mengurangi jumlah papilla dan penurunan fungsi transmisi taste buds pada lidah sehingga mempengaruhi turunnya.11
8.      Kebutuhan nutrisi yang tepat pada lansia
Ada beberapa golongan bahan makanan pengganti untuk lansia dan porsinya
Tabel 2.1 Bahan pengganti sumber hidrat arang
Bahan makanan
Gram
Ukuran rumah tangga
Nasi
Nasi tim
Bubur beras
Nasi jagung
Kentang
Singkong
Talas
Ubi
Biskuit meja
Roti putih
Krekers
Maezena
Tepung bers
Tepung singkong
Tepung sagu
Tepung terigu
Tepung hunkwe
Mi kering
Mi basah
Makaroni
Bihun
100
20
400
100
200
100
200
150
50
80
50
40
50
40
40
50
40
50
100
50
50
¼ gelas
1 gelas
2 gelas
¼ gelas
2 buah sedang
1 potong sedang
1 buah besar
1 buah sedang
5 buah
4 iris
5 buah besar
8 sendok makan
8 sendik makan
8 sendok makan
7 sendok makan
10 sendok makan
8 sendok makan
1 gelas
1 gelas
½ gelas
½ gelas


Tabel 2.2 Bahan makanan sumber protein hewani
Bahan makanan
Gram
Ukurn rumah tangga
Daging sapi
Daging ayam
Hati sapi
Didih sapi
Babat
Usus sapi
Telur ayam
Telur ayam ras
Telur bebek
Ikan segar
Ikan asin
Ikan teri
Udang basah
Keju
Bakso daging
50
25
50
50
50
60
75
60
60
60
25
25
50
30
100
1 potong sedang
1 potong sedang
1 potong sedang
2 potong sedang
2 potong sedang
3 bulatan
2 butir
1 butir besar
1 butir
1 potong sedang
1 potong sedang
3 sendok makan
¼ gelas
1 potong sedang
10 buah besar atau 20 buah kecil



Tabel 2.3 Bahan makanan sumber protein nabati
Bahan makanan
Gram
Ukuran rumah tangga
Kacang hiaju
Kacang kedelai
Kacang merah
Kacang kupas
Kacang tolo
Keju
Kacang tanah
Oncom
Tahu
Tempe
25
25
25
20
25
20
100
50
50
50
2,5 sendok makan
2,5 sendok makan
2,5 sendok makan
2 sendok makan
2,5 sendok makan
2 sendok makan
100 buah besar
2 potong sedang
2 potong sedang
2 potong sedang

Tabel 2.4 Jenis sayur-sayuran
Jenis sayuran kelompok A
Jenis sayuran kelompok B
Baligo
Daun bawang
Daun kacang panjang
Daun koro
Daun labu siam
Daun waluh
Daun lobak
Jamur segar
Oyong
Kangkung
Ketimun
Tomat
Kecipir
Kol
Kembang kol
Labu siam
Labu air
Lobak
Pepaya muda
Petsay
Rebung
Sawi
Selada
Seledri
Taoge
Tebu terubuk
Terungcabe hijau besar
Bayam
Bibit
Buncis
Daun melinjo
Daun pakis
Daun singkong
Katuk
Kucai
(Sumber : Maryam RS, Ekasari MF, Rosidawati, Jubaedi A, Batubara I. Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta: Salemba Medika; 2012. hal. 134-6).

Keluaran energy total ( energy expenditure) terdiri dari 3 komponen yaitu basal metabolic rate ( BMR), energi yang dibutuhkan untuk beraktifitas fisik dan energi yang dibutuhkan untuk pengelolaan makanan agar dapat digunakan oleh tubuh sebagai sumber energy. BMR adalah batas minimal energy untuk mempertahankan hemoestatis yang sangat penting, seperti untuk kerja jantung, hati, otak, ginjal, dan lainnya. Selain itu BMR yang merupakan komponen terbesar dari energy expenditure ( sekitar 50-60%) maka kebutuhan energi dapat diestimasikan berdasarkan BMR. Penurunan massa otot sebagai salah satu komponen dari fat free mass (FFM) , menyebabkan penurunan BMR. Pada manula terjadi kemunduran fungsi organ tubuh sehingga penggunaan energi untuk BMR lebih besar dibandingkan pada usia muda. Sehingga energy yang digunakan untuk beraktifitas fisik lebih rendah yang menyebabkan manula lebih cepat  lelah.12

Recommended dietary allowances (RDA)
Angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan adalah banyaknya tiap-tiap zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan sehari-hari untuk defisiensi zat gizi. AKG dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, altifitas fisik, dan keadaan fisiologis seperti hamil atau menyusui.
Recommended dietary allowances (RDA) adalah istilah AKG yang biasa digunakan di Amerika. RDA berisi kebutuhan rata-rata zat gizi per hari yang dianjurkan sehingga masyarakat dapat hidup sehat sedangkan istilah AKG di kanada disebut dengan recommended nutrient intake (RNI). Istilah AKG sendiri ditetapkan melalui kongres Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG)
Rincian Anjuran Kecukupan Zat Gizi bagi Lansia
1.      Kebutuhan energi akan mulai menurun pada usia 40-49 tahun sekitar 5%, dan pada usia 50-69 tahun menurun 10%, sehingga jumlah makanan yang dikonsumsi berkurang. Oleh karena itu, sebaiknya lansia mengkonsumsi jenis karbohidrat kempleks 60-65% karena banyak mengandung vitamin, mineral, dan berat
2.      Sebaiknya lansia mengkonsumsi lemak nabati daripada lemak hewani, untuk mencegah penumpukan lemak tubuh
3.      Tingkatkan asupan makanan sumbert vitamin A, D, dan E untuk mencegah penyakit degenerative, serta vitamin B12,  asam folat, vitamin B1, dan vitamin C untuk mencegah penyakit jantung
4.      Tingkatkan konsumsi makanan sumber besi (Fe), Zinc ( Zn), Selenium (Se), dan kalsium (Ca) untuk mencegah anemia dan osteoporosis, serta meningkatkan daya tahan tubuh.
5.      Tingkatkan asupan zat gizi mikro : fosfor (P), Kalium (K), natrium (Na), dan magnesium ( Mg), untuk metabolism dalam tubuh
6.      Perbanyak minum air putih minimal 8 gelas per hari untuk melancarkan proses metabolism tubuh, dan mengeluarkan sisa pembakaran energy dalam tubuh, serta tingkatkan konsumsi serat agar buang air besar lancer, mencegah penyerapan kolosterol, dan menghindaripenumpukan kolesterol total dalam tubuh.
Tabel 2.5 Angka kecukupan gizi (akg) untuk lansia
Zat Gizi
Pria
(berat badan = 62 kg)
Wanita
(berat badan = 54 kg)
Energy (kkal)
2050
1600
Protein (g)
60
45
Vitamin A (RE)
600
500
Vitamin D (g)
15
15
Vitamin E (mg)
15
15
Vitamin K (mg)
65
55
Tiamin (mg)
1,0
0,8
Riboflavin (mg)
1,3
1,1
Niasin (mg)
1,6
14
Vitamin B12 (mg)
2,4
2,4
Asam folat (g)
400
400
Piridoksin (mg)
1,7
1,5
Vitamin C (mg)
90
75
Kalsium (mg)
800
800
Fosfor (mg)
600
600
Besi (mg)
13
12
Zinc (mg)
13,4
9,8
Iodium (mg)
150
150
Selenium (mg)
30
30

9.      Penyakit rongga mulut yang terjadi pada lansia
Lansia  rentan terhadap karies gigi dan penyakit periodontal yang berperan sebagai penyebab utama hilangnya gigi geligi, disebabkan karena kebersihan rongga mulut yang buruk. (Busro,1996)

A. Kelainan mukosa mulut
      Makin meningkat umur seseorang makin meningkat insiden penyakit sistemik. Menurut Lowental dkk (1983) insiden penyakit sistemik lansia umur 45-65 tahun adalah 61% dan diatas 65 tahun 78% dan keadaan ini menyebabkan peningkatan kelainan mulut. Sebagai contoh pada penderita DM yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal, kandidiasis mukosa mulut, xerostomia, jumlah karies gigi meningkat dan glossidinia.
B. Keluhan dalam mulut
      sering ditemukan berupa sindroma mulut terbakar termasuk glossodinia, gangguan pengecap dan xerostomia.
1. Sindroma mulut terbakar
      Pada penderita lansia sering mengeluh sakit dan rasa panas terbakar dalam mulutnya mengenai lidah (glossodinia-glossopirosis) kadang-kadang dapat mengenai mukosa mulut disebut sindroma mulut terbakar (stomatodinia-stomatopirodis).
      Glossodinia maupun stomastodinia dapat disertai perubahan atau tidak ada perubahan pada permukaan jaringan yang terlibat, umumnya terdapat pada wanita berumur 40-70 tahun. Glossodinia dengan perubahan pada lidah biasanya karena iritasi gigi atau tambalan yang tajam, kalkulus dan gigi palsu. Permukaan lidah merah kadang-kadang disertai ulkus atau erosi pada tepat yang teriritasi. Pada beberapa kasus keadaan ini dapat disebabkan karena penyakit sistemik seperti diabetes dan difisiensi nutrisi seperti defisiensi besi, asam folat (Burket, 1971; Scully, 1995).
2. Gangguan rasa pengecap
      Dapat disebabkan karena proses penuaan, manifestasi penyakit sistemik dan reaksi terhadap pengobatan penyakit sistemik. Gangguan rasa pengecap pada proses penuaan karena berkurangnya tunas pengecap. Cherie Long (1986) menyatakan 80% tunas pengecap hilang rasa pada usia 80 tahun. Wanita pasca menopause cenderung berkurang kemampuan merasakan manis dan asin. (Ruslijanto, 1996) Gangguan rasa pengecap yang merupakan manifestasi penyakit sistemik pada lansia disebabkan kandidiasis mulut dan difisiensi nutrisi terutama defisiensi seng ( Seymour, 2006).
3.  Xerostomia
     Xerostomia adalah keadaan yang berhubungan dengan penurunan jumlah produksi saliva dan perubahan komposisi kimiawi menyebabkan mulut kering. Hal ini mengakibatkan penurunan kualitas hidup seseorang karena penurunan sensasi kecap dan kemampuan mengunyah. Lebih lanjut terjadi perubahan pola makan, penurunan nafsu makankarena kehilangan sensasi kecap. Penderita dengan xerostomia menghindari makanan yang berserat dan lengket karena kemampuan untuk mengunyah atau menelan secara efektif menurun. Xerostomia juga menyebabkan kemalasan berbicara karena terjadi pecah-pecah dan fisur pada mukosa mulut dan halitosis. Hal ini menyebabkan diet rendah, malnutrisi dan interaksi social yang menurun (MacEntee dkk.2003 ; cassolato, 2003)
      Xerostomia sering digambarkan sebagai keluhan pada lansia, walaupun dapat terjadi pada semua usia. Xerostomia pada usia lanjut dapat disebabkan kareana proses penuaan, manifestasi penyakit sistemik dan pengobatan penyakit sistemik. Lansia mempunyai resiko besar terhadap kemungkinan terjadinya xerostomia karena banyak menggunakan obat.
4.      Karies Akar gigi
       Insiden karies akar meningkat dikalangan lansia. Pada penelitian Finnish 1987, 11% orang dewasa berusia 30-39 tahun mempunyai karies akar. Persentase ini meningkat menjadi 19% pada kelompok usia 40-49 tahun, 28% pada kelompok 50-59 tahun dan menjadi 33% pada kelompok usia 60 tahun keatas (Sheiham, 1995).
       Karies pada akar gigi terjadi akaibat resesi gingival dimana pada keadaan ini akar gigi terbuka sehingga mudah terpapar dengan factor-faktor penyebab terjadi karies. Pada lansia pemakai gigi tiruan serta menderita mulut kering, karies akar gigi akan lebih meningkat.


C. Penyakit periodontal
            Penyakit periodontal adalah penyakit pada jaringan pendukung gigi meliputi jaringan gingiva, tulang alveolar, sementum, dan ligament periodontal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi dan keparahan penyakit periodontal meningkat sejalan usia (Raharjo, 1996). Hilangnya dukungan tulang alveolar dan adanya peradangan jaringan periodontal merupakan stimulus terjadinya modot, bergeser atau miringnya gigi dan akan meningkatkan mobilitas gigi geligi, sehingga gigi mudah yang tanggal. 13
10.  Manifestasi penyakit sistemik dalam rongga mulut
A. HIV
·         Manifestasi Oral
Manifestasi oral dari AIDS antara lain: (1) candidiasis oral yang persisten, (2) oral hairy leukoplakia, (3) herpes simpleks virus yang persisten, (4) reaktifasi virus herpes zoster, (5) ulkus aphthous dangkal.
1. Candidiasis Oral.
      Candidiasis oral (thrush) adalah infeksi pada mulut dan atau kerongkongan yang disebabkan oleh jamur. Candidiasis oral kadang-kadang dapat terjadi tanpa gejala, gejala yang paling umum adalah rasa tidak enak dan terbakar pada mulut serta perubahan rasa. Candidiasis oral tergolong dalam mucocutaneous candidiasis. Mucocutaneous candidiasis pada infeksi HIV terdiri atas tiga bentuk antara lain: oropharyngeal, esophageal, dan vulvovaginal. Oropharyngeal candidiasis (OPC) adalah manifestasi yang pertama kali muncul dari infeksi HIV dan secara umum terdapat pada mayoritas penderita HIV yang tidak diobati. Pada beberapa bulan sampai tahun setelah terinfeksi virus HIV muncul infeksi oportunistik berupa orofaringeal candidiasis yang mungkin merupakan suatu tanda atau indikasi dari kehadiran/munculnya virus HIV, walaupun pada umumnya tidak berhubungan dengan keadaan umum pasien. OPC secara klinis adalah penting untuk mencurigai adanya infeksi virus HIV. OPC pada penderita AIDS tidak berespons dengan pengobatan atau dengan upaya peningkatan gizi (pemberian gizi yang adekuat) dan dapat menyebar ke esophagus.
Candidiasis persisten dengan eksudat berwarna putih yang sering disertai dengan eritematous pada mukosa. Candidiasis secara umum mudah dilihat pada palatum mole. Pada awalnya dapat pula terlihat lesi pada sepanjang perbatasan gingival. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan langsung dan akan ditemukan unsur-unsur pseudohypal yang merupakan karakteristik dari candida (Candida albicans). Pada keadaan yang berat dapat melibatkan esophagus sehingga menyebabkan disfagia atau odinofagia.
      Gejala OPC terdiri atas rasa sakit membakar, sensasi rasa yang diubah, dan kesukaran untuk menelan cairan atau padat. Pada banyak pasien dapat asymptomatik. Kebanyakan orang dengan OPC akan menampilkan suatu pseudomembranous candidiasis (berupa plak berwarna putih pada mukosa buccal, gusi atau lidah) dan hanya sedikit orang yang menunjukkan atropik akut candidiasis (erythematous mukosa) atau hyperplastic kronis candidiasis (leukoplakia, cheilitis pada sudut mulut).
2. Oral Hairy Leukoplakia.
       Leukoplakia adalah suatu bercak berwarna putih pada lidah atau lapisan mulut (di dalam pipi, atap, atau dasar mulut). Leukoplakia mungkin disebabkan oleh iritasi berulang pada bagian dalam mulut. Merokok dan mengkomsumsi alkohol akan meningkatkan risiko leukoplakia.
       Oral hairy leukoplakia adalah suatu bentuk leukoplakia yang hanya terdapat pada individu HIV positif atau AIDS. Pada oral hairy leukoplakia tampak sebagai lesi filamen-filamen berwarna putih yang biasanya terdapat sepanjang garis lateral lidah. Oral hairy leukoplakia biasanya berkaitan dengan infeksi Epstein-Barr Virus (EBV). Keadaan ini sangat wajar terjadi karena pada penderita HIV terjadi kemunduran sistem imun yang biasanya terjadi pada pasien dengan 200 – 500 CD4+ sell/mL. Sehingga pada penderita HIV dan AIDS sangat sensitif untuk memperoleh penyakit ini. Pada beberapa kasus, leukoplakia dapat berkembang menjadi kanker.
      Keadaan ini mungkin menyerupai suatu candidiasis oral yang juga berhubungan dengan infeksi HIV dan AIDS. Hairy leukoplakia mungkin merupakan salah satu tanda pertama dari infeksi HIV.

3. Herpes Simpleks.
       Lesi akibat virus herpes simpleks. Pada umumnya lesi tersebut terdapat pada mulut dan genitalia, tetapi dapat juga terdapat pada perianal dan periinguinal. Lesi herpetik tampak menyerupai garis bergerombol berupa vesikel dengan dasar yang eritematous. Dengan ditemukannya (herpes simpleks virus) HSV pada lesi mencerminkan buruknya sistem kekebalan pasien karena infeksi virus HIV.
4. Herpes Zoster.
      Reaktifasi kembali herpes zoster: Pada pengamatan terhadap pasien yang terinfeksi virus HIV, terdapat 10 – 20 % yang menderita ini. Penyakit ini biasanya terjadi oleh karena kemunduran sistem imun dan sering merupakan tanda klinik yang muncul pertama kali akibat keadaan defisiensi imun. Reaktifasi kembali herpes zoster yang merupakan kelanjutan dari infeksi varicella zoster virus (VZV) berupa lesi yang meluas pada beberapa dermatom.
5. Ulkus Aphtous.
      Ulkus aphtous yang dangkal dan terasa sakit pada umumnya terdapat pada bagian posterior orofaring. Ini terjadi pada 10 – 20 % penderitan yang terinfeksi HIV. Etiologi dari ulkus ini belum diketahui, ulkus ini akan memberi keluhan sakit atau nyeri hebat dan dapat menyebabkan disfagia jika tidak ditangani.


B. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus adalah penyakit gangguan metabolisme tubuh dimana hormon insulin tidak bekerja sebagai mana mestinya. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar pankreas dan berfungsi untuk mengontrol kadar gula dalam darah dengan mengubah karbohidrat,lemak dan protein menjadi energi. Diagnosis khas DM pada umumnya adalah bahwa terdapat keluhan khas DM yaitu : Poli
uria (banyak kencing), Polidipsia (banyak minum), Polifagia (banyak makan), dan penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya, dan keluhan lainnya seperti : kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria, pruritis vulva pada wanita. Kedua tipe ini ditandai dengan hiperglikemi, hiperlipidemi, dan komplikasi lainnya. Diabetes Mellitus mempunyai komplikasi yang utama, yaitu: mikroangiopati, nefropati, neuropati, penyakit makro vaskuler dan penyembuhan luka yang lambat.

Manifestasi Diabetes Melitus Pada Rongga Mulut
1. Xerostomia (Mulut Kering)
Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva (air liur), sehingga mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, di mana alirannya dapat berfungsi sebagai pembilas sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam mulut. Jadi bila aliran saliva menurun maka akan menyebabkan timbulnya rasa tak nyaman, lebih rentan untuk terjadinya ulserasi (luka), lubang gigi, dan bisa menjadi ladang subur bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang.
      Berdasarkan literatur yang saya dapatkan bahwa pada penderita diabetes salah satu tandanya adalah Poliuria, dimana penderita banyak buang air kecil sehingga cairan di dalam tubuh berkurang yang dapat mengakibatkan jumlah saliva berkurang dan mulut terasa kering, sehingga disarankan pada penderita untuk mengkonsumsi buah yang asam sehingga dapat merangsang kelenjar air liur untuk mengeluarkan air liur.
2. Gingivitis dan Periodontitis
      Periodontitis ialah radang pada jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang). Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, Sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Dan hal ini menjadi lebih berat dikarenakan infeksi bakteri pada penderita Diabetes lebih berat.
      Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau yang memperberat periodontitis, diantaranya akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor sistemik atau kondisi tubuh secara umum. Rusaknya jaringan Periodontal membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi, tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi menjadi goyang. Angka kasus penyakit periodontal di masyarakat cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan penyakit ini merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa. Dari seluruh komplikasi Diabetes Melitus, Periodontitis merupakan komplikasi nomor enam terbesar di antara berbagai macam penyakit dan Diabetes Melitus adalah komplikasi nomor satu terbesar khusus di rongga mulut.
      Hampir sekitar 80% pasien Diabetes Melitus gusinya bermasalah. Tanda-tanda periodontitis antara lain pasien mengeluh gusinya mudah berdarah, warna gusi menjadi mengkilat, tekstur kulit jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi menjadi dalam, dan ada kerusakan tulang di sekitar gigi, pasien mengeluh giginya goyah sehingga mudah lepas. Menurut teori yang saya dapatkan hal tersebut diakibatkan berkurangnya jumlah air liur, sehingga terjadi penumpukan sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi dan mengakibatkan gusi menjadi infeksi dan mudah berdarah.
3. Stomatitis Apthosa (Sariawan)
      Meski sariawan biasa dialami oleh banyak orang, namun penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi parah jika dialami oleh penderita diabetes. Penderita Diabetes sangat rentan terkena infeksi jamur dalam mulut dan lidah yang kemudian menimbulkan penyakit sejenis sariawan. Sariawan ini disebabkan oleh jamur yang berkembang seiring naiknya tingkat gula dalam darah dan air liur penderita diabetes.
4. Rasa mulut terbakar
      Penderita diabetes biasanya mengeluh tentang terasa terbakar atau mati rasa pada
mulutnya. Biasanya, penderita diabetes juga dapat mengalami mati rasa pada bagian wajah.
5. Oral thrush
      Penderita diabetes yang sering mengkonsumsi antibiotik untuk memerangi infeksi sangat rentan mengalami infeksi jamur pada mulut dan lidah. Apalagi penderita diabetes yang merokok, risiko terjadinya infeksi jamur jauh lebih besar.
Oral thrush atau oral candida adalah infeksi di dalam mulut yang disebabkan oleh jamur, sejumlah kecil jamur candida ada di dalam mulut. Pada penderita Diabetes Melitus kronis dimana tubuh rentan terhadap infeksi sehingga sering menggunakan antibiotik dapat mengganggu keseimbangan kuman di dalam mulut yang mengakibatkan jamur candida berkembang tidak terkontrol sehingga menyebabkant thrush. Dari hasil pengamatan saya selama berpraktik sebagai dokter gigi yang ditandai dengan adanya lapisan putih kekuningan pada lidah, tonsil maupun kerongkongan.
6. Dental Caries (Karies Gigi)
      Diabetes Mellitus bisa merupakan faktor predisposisi bagi kenaikan terjadinya dan jumlah dari karies. Keadaan tersebut diperkirakan karena pada diabetes aliran cairan darah mengandung banyak glukosa yang berperan sebagai substrat kariogenik.
Karies gigi dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu gigi, substrat , kuman dan
waktu. Pada penderita Diabetes Melitus telah diketahui bahwa jumlah air liur berkurang sehingga makanan melekat pada permukaan gigi, dan bila yang melekat adalah makanan dari golongan karbohidrat bercampur dengan kuman yang ada pada permukaan gigi dan tidak langsung dibersihkan dapat mengakibatkan keasaman didalam mulut menurun, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya lubang atau caries gigi. 14,15
C. Osteoporosis
      Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang yang ditandai oleh menurunnya massa tulang oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang dengan akibat menurunnya kekuatan tulang. Sel yang bertanggung jawab untuk pembentukan tulang disebut osteoblas sedangkan sel yang bertanggung jawab untuk penyerapan atau penguraian tulang adalah osteoklas. Pembentukan dan penyerapan tulang dalam keadaan seimbang pada individu usia sekitar 30-40 tahun. Keseimbangan ini mulai terganggu dan lebih berat kearah penyerapan tulang ketika wanita mencapai menopause dan pria mencapai usia 60 tahun. Osteoporosis secara selular disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas. Pada wanita pascamenopause terjadi penurunnya kadar estrogen yang menyebabkan peningkatan proses penyerapan tulang dibandingkan pembentukan sehingga terjadi osteoporosis. Penurunan massa juga  terjadi pada tulang alveolar  karena aktivitas dari osteoklas yang meningkat.16
11.  Upaya pelayanan kesehatan untuk lansia
Pelayanan kesehatan lansia bertujuan untuk Menjaga agar setiap orang Lanjut Usia tetap hidup sehat,mandiri dan produktif secara fisik, psikologik, sosial maupun ekonomi.
·      Pelayanan promotif mencakup: pemberian informasi dan edukasi tentang hidup sehat pada usia lanjut serta penyediaan sarana umum yang memungkinkan setiap orang lanjut usia dapat menjalankan aktifitas secara sehat dan aman
·      Pelayanan preventif mencakup: upaya pencegahan dan deteksi dini penyakit-penyakit yang berkaitan dengan usia lanjut dan dapat diakses oleh setiap orang lanjut usia
·      Pelayanan kuratif mencakup : upaya pengobatan dan pemulihan dari sakit yang dapat dijangkau oleh setiap orang lanjut usia tanpa diskriminasi
·      Pelayanan rehabilitatif mencakup : segala upaya baik secara medis maupun psikologis untuk memulihkan setiap orang lanjut usia sehingga dapat menjalankan fungsi sosial secara optimal
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pendampingan Lansia dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan pemerintah daerah serta lembaga sosial sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, termasuk menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk pelayanan Lansia. Fasilitas meliputi :
a.       Ruang pelayanan yang mudah diakses oleh Lansia;
b.      Tenaga profesional yang peka pada lansia; dan
c.       Sarana dan prasarana lain yang diperlukan khusus untuk Pelayanan Lansia.
Pelayanan bagi Lansia Meliputi:
a.    Informasi
b.    Edukasi
c.    Pelayanan kesehatan
d.    Terapi
e.    Konseling
f.     Bimbingan rohani. 17
Untuk mendekatkan pelayanan kesehatan kepada mayarakat, pemerintah telah membangun sebanyak 8.111 buah Puskesmas, dan jumlah Puskesmas Santun Lanjut Usia sebanyak 414 buah. Direncanakan pada tahun 2010 akan dibangun sebanyak 232 buah Puskesmas Santun Lanjut Usia. Program kegiatannya adalah :
a.       Peningkatan dan pemantapan upaya pelayanan kesehatan lanjut usia di sarana pelayanan kesehatan dasar;
b.      Peningkatan upaya rujukan kesehatan bagi lanjut usia;
c.       Penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan bagi lanjut usia;
d.      Perawatan kesehatan bagi lanjut usia dan keluarga di rumah (home care);
e.       Peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui kelompok lanjut usia;
f.        Pengembangan lembaga tempat perawatan bagi lanjut usia.

12.  Prinsip dan pertimbangan perawatan pada lansia
Menurut Martono dan Darmojo (1994) pelayanan kesehatan usia lanjut merupakan pelayanan geriatric yang harus dilaksanakan secara holistic dan tidak hanya berdasarkan organ. Untuk memahami perinsip pelayanan ini harus diketahui beberapa hal, yaitu:
a. Berbagai keadaan yang sering didapati pada penderita usia lanjut atau yang biasa dinamakan geriatric giants.
b. Berbagai teori tentang proses menua.
c. Berbagai ciri khas penyakit usia lanjut.
d. Pengorganisasian pelayanan kesehatan pada usia lanjut di rumah sakit dan di masyarakat, yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun oleh badan sukarela.

Selain beberapa hal diatas, dibutuhkan juga dasar pengetahuan dalam melaksanakan prinsip pelayanan pada lansia secara individu melalui suatu pemahaman terhadap keadaan normal dan patologik dari proses penuaan, pengaruh obat terhadap penyakit mulut, kemampuan interpersonal, kemampuan menegakkan diagnosa, pengenalan pengaruh penyakit sistemik terhadap rongga mulut dan teknik berkomunikasi yang baik terutama bagi individu yang memiliki gangguan sensori.
Prinsip-prinsip pelayanan geriatric secara umum meliputi:
a. Pendekatan yang tepat dan menyeluruh.
b. Pendekatan secara team work.
c. Keterpaduan dalam diagnose dan terapi.

       Dalam melakukan perawatan terhadap lansia peranan dokter gigi dan perawat membutuhkan kesabaran, simpatik, terampil (dapat bekerja cepat) dan terencana sesuai dengan prinsip-prinsip geriatric yaitu:
a.       Melakukan diagnose keadaan kesehatan gigi dan mulut, serta selalu mencurigai adanya penyakit umum/sistemik yang diderita.
b.      Merencanakan perawatan terutama untuk penyakit yang dikeluhkan.
c.       Melakukan perawatan secara sistemik dengan waktu yang singkat dan dilakukan dengan sabar, simpatik, dan terampil
d.      Melakukan perawatan secara bersama-sama (team work) antara dokter dan dokter gigi, sehingga kebutuhan perawatan gigi dan mulut dapat dilakukan secara optimal dalam menunjang kesehatan secara keseluruhan.
e.       Selama perawatan sebaiknya tetap didampingi keluarga lansia.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
      Lanjut usia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan.
Proses penuaan dapat ditinjau dari aspek biologis, sosial dan psikologik. Teori-teori biologis sosial dan fungsional telah ditemukan  untuk menjelaskan dan mendukung berbagai definisi mengenai proses penuaan.
      Perubahan yang terjadi pada rongga mulut mirip dengan yang terjadi pada kulit dan wajah. Dijumpai keadaan atropi, pengurangan ketebalan mukosa dan submukus, demikian juga dengan kelenturan jaringan ikat. Berkurangnya vaskularisasi menyebabkan memburuknya nutrisi dan  pemberian oksigen ke jaringan. Mukosa menjadi peka terhadap iritasi mekanis, kemis dan bakteri. Waktu penyembuhan penyakit melambat.  Jaringan-jaringan yang patut dipertimbangkan adalah sebagai berikut ulang, sendi temporomandibula, otot dan saraf, kelenjar saliva, mukosa mulut, jaringan periodontal, dan gigi geligi. Dalam melakukan perawatan terhadap lansia peranan dokter gigi dan perawat membutuhkan kesabaran, simpatik, terampil (dapat bekerja cepat) dan terencana sesuai dengan prinsip-prinsip geriatrik.
B.     Saran
Kami sadari dalam  penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan mungkin jauh dari tahapan  kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan demi tercapainya penyusunan makalah yang  jauh  lebih baik dimasa yang akan datang

DAFTAR PUSTAKA
1.      Sutikno E. Hubungan antara fungsi keluarga dan kualitas hidup lansia (the relationship between family function and quality of life in the elderly). Jurnal Kedokteran Indonesia; 2011: 2 (1): 73-9.

2.      Darmojo B. Geriatri (Ilmu kesehatan usia lanjut) edisi 4. Jakarta: FKUI; 2011.

3.      Alimin NH, Daharudin H, Harlina. Nutrisi pada pengguna gigitiruan penuh. J Dentofasial; 2013: 12: 64-8.

4.      Fatmah. Gizi usia lanjut. Jakarta: Erlangga; 2010.

5.      Padilla. Buku ajar keperawatan gerontik.Yogyakarta: Nuha Medika; 2013. hal. 4-6.    
6.      Pusat Data dan Informasi Kesehatan RI. Gambaran kesehatan lanjut usia di Indonesia. Jakarta: Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan; 2013. hal. 1-4.

7.      Maryam RS, Ekasari MF, Rosidawati, Jubaedi A, Batubara I. Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta: Salemba Medika; 2012. hal. 45, 47-8, 134-6.

8.      S Tamher, Noorkasiani. Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2009. hal.19.

9.      Barnes IE, Walls A. Perawatan gigi terpadu untuk lansia (Gerodontology). Jakarta: EGC; 2006. hal. 86-8.

10.  Singla N, Singla R. Oral Health Care In Aging. India: Manipal college of dental sciences; 2013. pp. 64-7.

11.  Sunariani J, Yuliati, Afiah B. Perbedaan persepsi pengecap rasa asin antara usia subur dan usia lanjut. Majalah Ilmu Faal Indonesia; 2007: 6 (3): 182-90.

12.  Asiah N, Tjakradidjaja FA. Perubahan komposisi tubuh pada lanjut usia [internet]. Available from: http: www.researchgate.net/komposisi-Tubuh-Pada-Lanjut-Usia-pdf (diakses pada 26 Maret 2014).

13.  Boedhi, R. Darmojo. Geriatric. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.

14.  Sirois DA. Oral manifestations of HIV disease. New Jersey: University of Mediine and Dentistry of New Jersey; 1998: 65(5). pp. 332-332.

15.  Lubis I. Artikel Manifestasi diabetes mellitus dalam rongga mulut. hal. 2-8.

16.  Kawiyana IKS. Osteoporosis pathogenesis diagnosis dan penanganan terkini. J Peny Dalam; 2009:10(2):157-9.

17.  Draft-RPP-Kesehatan Lanjut Usia-Biro Hukum Kemenkes-YKP. [internet]. Available from: http://yekesehatanperempuan.org/wp-ontent/uploads/Draft-RPP-Kesehatan-Lansia-EDIT-OK.pdf hal. 1-4. (diakses pada 26 Maret 2014).

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MAKALAH SUSAH MAKAN DAN MENELAN"

Posting Komentar