Sejarah peradaban islam tentang masa rasulullah (610-632 M)

A.    Peradaban Arab Pra-Islam
Bangsa Arab pra Islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi.[1] Letak geografis yang srategis membuat Islam yang diturunkan di Makkah mudah tersebar ke  bebagai wilayah di samping didorong dengan cepatnya laju perluasan wilayah yang dilakukan oleh ummat Islam.
Meski sulit untuk digambarkan secara komprehensif, ciri-ciri utama tatanan Arab pra Islam adalah sebagai berikut: (a). Mereka menganut faham kesukuan (qabilat), (b). Mereka memiliki tata sosial politik yang tertutup dengan partisipasi warga yang terbatas, faktor keturunan lebih penting daripada kemampuan, (c). Mereka mengenal hirarki sosial yang kuat, dan (d). Kedudukan perempuan cenderung direndahkan.
Disaming ciri-ciri tersebut, di Makkah pada pra Islam sudah terdapat jabatan-jabatan penting seperti dipegang oleh Qushayy Ibn Qilab pada pertengahan abad 5 M. Dalam rangka memelihara Ka’bah. Untuk lebih mudahnya dapat dilihat dalam gambar berikut.
Jabatan-jabatan dalam Pemeliharaan Ka’bah
No.
Jabatan
Keterangan
1.       
Hijabat
Pejaga pintu Ka’bah atau juru kunci.
2.       
Siqayat
Petugas yang diharuskan menyediakan air tawar untuk para tamu yang berkunjung ke Ka’bah serta menyediakan minuman keras yang dibuat dari kurma.
3.       
Rifadat
Petugas yang diharuskan memberi makan kepada para pengunjung Ka’bah.
4.       
Nadwat
Petugas yang harus memimpin rapat tahunan.
5.       
Liwa’
Pemegang panji yang dipancangkan di tombak kemudian di tancapkan di tanah sebagai lambang tentara yang sedang menghadapi musuh.
6.       
Qiyadat
Pemimpin pasukan apabila hendak berperang.
Dari segi akidah (‘aqa’id), Bangsa Arab pra Islam percaya kepada Allah sebagai pencipta. Sumber kepercayaan tersebut adalah risalah samawiah yang dikembangkan dan disebarkan ke jazirah Arab, terutama risalah Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il. Kemudian Banngsa Arab pra Islam melakuakan transfrmasi dari sudut Islam yang dibawa Muhammad disebut penyimpangan agama mereka sehingga menjadikan berhala, pohon-pohon, binatang, dan jin sebagai penyerta Allah. Demi kepentingan ibadah, Bangsa Arab pra Islam membuat 360 buah berhala di sekitar Ka’bah karena setaipa kabilah memiliki berhala. Mereka pada umumnya tidak percaya pada hari kiamat dan tidak pula pervaya kepada kebangkitan setelah kematian. Meskipun pada umumnya melakuakan penyimpangan, sebgian kecil Banngsa Arab masih mempertahankan akaidah monoteism seperti diajarkan Nabi Ibrahim as. Mereka disebut al-hunafa. Di antara mereka adalah ‘Umar Ibn Nufail dan Zuhair Ibn Abi Salma.
Dalam biadang hukum, Bangsa Arab pra Islam menjadikan adat sebagai hukum dengana berbagai bentuknya. Dalam perkawinan, mereka mengenal beberapa macam perkawianan. Di antaranya adalah: (a) Istibdha, (b) Poliandri, (c) maqthu’, (d) badal, dan (e) shighar.dalam bidang mu’amalat, di antara kebiasaan mereka adalah kebolehan transaksi mubadalat (barter), jual-beli, kerjasama pertanian (muzara’at), dan riba. Di samping itu, di kalangan mereka juga terdapat jual beli yang bersifat spekulatif, seperti bay’al-munabadzat. Di antara ketentuan hukum keluarga Arab pra Islam adalah kebolehan berpoligini deangan perempuan denagan jumlah tanpa batas; serta anak kecil dan perempuan tidak dapat menerima harta pusaka atau harta peninggalan.
Pejelasan Nurcholish Madjid yang menyatakan bahwa tatanan masyarakat Arab pra Islam cenderunng merendahkan martabat wanita dapat dilihat dari dua kasus: pertama, perempuan dapat diwariskan, seperti seorang Ibu tiri harus rela dijadikan istri oleh anak tirinya ketika suaminya meninggal; ibu tiri tidak mempunyai hak pilih, baik untuk meneriama maupun untu menolaknya; dan kedua, perempuan tidak memperoleh harta pusaka.

B.     Masa Nabi Muhammad
1.      Sebelum Masa kerasulan
Nabi Muhammad Saw. Adalah anggota Bani Hasyim, suatu kabilah yang kuarng berkuasa dalam suku Quraisy.[2] Kabilah ini memegang jabatan Siqayah. Nabi Muhammad lahir dari keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya adalah Aminah Binti Wahab dari Bani Zuhrah. Tahun kelahiran nabi dikenal dengan nama Tahun Gajah (570 M). Dinamakan demikian, karena pada tahun itu pasukan Abrahah, gubernur kerajaan Habsy (Ethiopia), dengan menunggang Gajah menyerbu Makkah untuk menghancurkan Ka’bah.
Muhammad lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah, meninggal dunia tiga bulan setelah dia menikahi Aminah. Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh, Halimah Sa’diyyah. Dalam asuhannyalah Muhammada dibesarkan sampai usia empat tahun. Setelah itu, kurang lebih dua tahun dia berada dalam asuhan ibu kandungnya. Ketika berusia enam tahun, dia menjadi yatim piatu. Seakan-akan Allah ingin melaksanakan sendiri pendidikn Muhammad, orang yang dipersiapkan untuk membawa risalah-Nya yang terakhir. Allah berfirman: bukankah Allah mendapatimu sebagai anak yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Allah mendapatimu sebagi orang yang bingung lalu dia memberimu petunjuk (Q. S. 95: 6-7).
Setelah Aminah meninggal, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab merawat Muhammad. Nmaun, dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia karena renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti juga Abdul Muthalib, dia sangat disegani dan dihormati orang Quraisy dan penduduk Makkah secara keseluruhan, tetapi dia miskin.
Dalam usia muda, Muhammad hidup sebagai pengembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Makkah. Melalui kegiatan pengembangan ini dia menemukan tempat untuk berfikir dan merenung. Dalam suasana demikian, dia ingin melihat sesuatu di balik semuanya. Pemikiran dan perenungan ini membuatnya jauh dari segala pemikiran nafsu duniawi, sehingga ia terhindar dari berbgai mcam nooda yang dapat merusak namanya, arena itu sejak muda ia sudah dijuluki al-amin, orang yang terpaercayaa.
Nabi Muhammad ikut untuk pertama kali dalam kafialah dagang ke Syria (Syam) dalam usia baru 12 tahun. Kafilah itu dipimpin oleh Abu Thalib. Dalam perjalanan ini. Di Bushra, sebelah selatan Syria, ia bertemu dengan pendeta kKristen bernama Buhairah. Pendeta ini melihat tanda-tanda kenabian pada Muhammad sesuai dengan petunjuk certa-cerita Kristen. Sebagian sumber menceritakan bahwa pendeta itu menasihatkan Abu Thalib agar jangan terlalu jauh emasuki daerah Syria, sebab dikuatirkan orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat terhadapnya.
Pada usia yang kedua puluh lima,  Muhammad berangakat ke Syria membawa barang dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Dalam perdagangan ini, Muhammad memperoleh laba yang besar. Khadijah kemudaian melamarnya. Lamaran itu diterima dan perkawinan segera dilaksanakan. Ketika itu Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Dalam perkembangan selanjutnya, Khadijah adalah wanita pertama yang masuk Islam dan banyak membantu nabi dalam perjuangan menyebarkan Islam. Perkawinan bahagia dan saling mencintai itu dikarunia enam orang anak dau putra dab emapt putri: Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu Kalsum, dan Fatimah. Kedua putranya meninggal waktu kecil. Nabi Muhammad tidak kawin lagi sampai Khadijah meninggal ketika Muhammad berusia 50 tahun.
Peristiwa penting yang memperlhatkan kebijaksanaan Muhammad terjadi pada saat usianya 35 tahun. Aktu itu bangunan Ka’bah rusak berat. Perbaikan Ka’bah dilakuakan secra gotong royong. Para penduduk Makkah membantu pekerjaan itu denagan Sukarela. Tetapi pada saat terakhir, ketika pekerjaan tinggal mengangkat dan meletakkan hajar aswad di tempatnnya semula, timbul perselisihan. Setiap suku merasa berhak melakukan tugas terakhir dan tehormat itu. Perselisihan semakin memuncak, namun akhirnya para pemimpin Quraisysepakat bahwa orang pertama yang masuk ke Ka’bah melalui pintu Shafa, akan dijadikan hakim untuk memutuskan perkara ini. Tenyata, orang yang pertama masuk itu adalah Muammad. Ia pun dipercaya untuk menjadi hakim. Ia lantas membentangkan kain dan meletakkan hajar aswad di tengah-tengah,lalu meminta seluruh kepala suku memegang tepi kain itu dan mengangkatnya bersama-sama. Setelah sampai pada ketinggian tertentu, Muhammad kemudian meletakkan batu itu pada tempaynya semula. Dengan demikian, perselisihan dapat dapat diselesaikan dengan bijaksana dan semula kepala suku merasa puas dengan cara penyelesaian seperti itu.
2.      Masa kerasulan
Menjelang usianya yang keempat pluh, dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari kegagalan masyarakat, berkontemplasi ke gua Hira, beberapa kilometer di Utara Makkah. Di sana Muhammad mula-mula berjam-jam kemudian berhari-hari bertafakkur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril muncul dihadapannya, menyampaikan wahyu Allah yang pertama: Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu itu Maha Mulia. Da telah mengajar denagn Qalam. Dia telah mengajar mausia apa  yang tidak mereka ketahui. (QS 96: 1-5). Dengan turunnya wahyu pertama itu, berarti Muhammad telah dipilih Tuhan sebagai Nabi. Dalam wahyu pertama ini, dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama.
Setelah wahyu pertama itu datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lam, sementara Nabi Muhammad menentikannya dan selalu datang ke gua Hira’. Dalam keadaan menanti itulah turun wahtu yang membawa perintah kepadanya. Wahyu itu berbunyi sebagai berikut: Hai orang yang berselimut, bangun, dan beri ingatlah. Hendaklah engakau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah pakainmu, tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah (Al-Muddatstsir: 1-7).
Dengan turunnya perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah. Pertama-tama, beliau melakuakannya secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Karena itulah, orang yang pertama kali menerima dakwahnya adalah keluarga dan shabat dekatnya. Mula-mula istrinya sendiri, Khadijah, kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib yang baru berumur 10 tahun. Kemudian, Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Lalu Zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya. Ummu Aiman, pengasuh nabi sejak ibunya Aminah masih hidup, juga termasuk orang yang pertama masuk Islam. Sebagai seorang pedagang yang berpengaruh, Abu Bakar berhasil mengislamkan beberapa orang teman dekatnnya, seperti Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Thalhan bin Ubaidillah. Mereka dibawa Abu Bakar langsung kepada nabi dan termasuk Islam di hadapan nabi sendiri. Dengan dakwah secara diam-diam ini, balasan oranng telah memeluk agama Islam.
Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual turunlah perintah agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula ia mengundang dan menyuruh kerabat karibnya dari Bani Muthalib. Ia mngatakan kepada mereka, “Saya tidak melihat seorangpun dikalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawa kepada kalian. Kubawakan kepadamu dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah di antara kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?”. Mereka semua menolak kecuali Ali.
Langkah dakwah seterusnya yang diambil Muhammad adalah meyeru masyarakat umum. Nabi mulai menyeru segenap lapisa masyarakat kepada Islam dengan terang-terangan, baik golongan bangsawan maupun hamba sahaya.  Mula-mula ia menyeru penduduk Makkah, kemudian penduduk negeri-negeri lain. Di samping itu, ia juga menyeru orang-orang yang datang ke Makkah, dari berbagai negeri untuk mengerjakan Haji. Kegiatan dakwah dijalankannya tanpa mengenal lelah. Dengan usahanya yang gigih, hasil yang diharapkan mulai terlihat. Jumlah pengikut nabi yang tadinya hanya belasan orang, makin hari makin bertambah. Mereka terutam terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja, dan orang-orang yang tak punya. Meskipun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang lemah, namun semangat mereka sungguh membaja.
Setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulia berusaha menghalangi dakwah rasul. Semakin bertambahnya jumlah pengikut nabi, semakin keras tantangan dilancarkan kaum Quraisy. Menurut Ahmad Syalabi, ada liam faktor yang mendorong oarang Quraisy menentang seruan Islam itu. (1) mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekeuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib. Yang terakhir ini sangat tidak mereka inginkan. (2) nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. Hal ini tidak disetujui oleh kelas Bangsawan Quraisy. (3) para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat. (4) taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab. (5) pemahat dan penjual patung memeandang Islam sebagai penghalang rezeki.
Banyak cara yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi Muhammad. Pertama-tama mereka mengira bahwa, kekuatan Nabi terletak pada perlindungan dan pembelaan Abu Thalib yang amat disegani itu. Karena itu mereka menyusun siasat bagaiaman melepaskan hubungan nabi dengan Abu Thalib dan mengancam dengan mengatakan: “ Kami Minta anda memilih satu d antara dua: memerintahkan Muhammad berhenti dari dakwahnnya atau anda menyerahkannya kepada kami. Dengan demikian, anda akan terhindar i kesuliatan yang tidak diinginkan. “tampaknya Abu Thalib  cukup terpengaruh dengaan ancaman tersebut, sehingga ia mengharapakan Muhammad menghentikan  dakwahnya. Namun, Nabi menolak dengan mengatakan: “Demi Allah saya tidak akan berhenti memeperjuangkan amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota keluaraga dan sanak saudara akan mengucilkan saya. “Abu Thalib sangat terharu mendengar jawaban kemenakannya itu, kemudian berkata: “ teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu”
Merasa gagal dengan cara ini, kaum Quraisy kemudian mengutus wali Ibn mughirah dengan membawa Umarah ibn Walid, seorang pemuda yang gagah dan tampan, untuk dipertukarkan dengan Nabi Muhammad. Walid bin Mughirah berkata kepada Abu Thalib: “ambillah dia menjadi anak saudara, tetapi serahkan Muhammad kepada kami untuk kami bunuh.” Usl ini langsung ditolak keras ole Abu Thalib.
Untuk kali berikutnya, mereka langsung kepada Nabi Muhammad. Mereka mengutus Utbah ibn Rabiah, seorang ahli retorika, untuk membujuk nabi. Mereka menawarkan tahta, wanita, dan harta asal Nabi Muhammad bersedia menghentikan dakwahnya. Semua tawaran itu ditolak Muhammad dengan mengatakan: “Demi Allah, biarpun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan berhenti melakukan ini, hingga agama ini menang atau aku binasa karenanya.”
Setelah cara-cara diplomatik dan bujuk rayu yang dilakuakan oleh kaum Quraisy gagal, tindakan-tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan semakin ditingkatkan. Tindakan kekerasan itu  lebih intensif dilaksanakan setelah mereka mengetahui bahwa di lingkungan rumah tangga mereka sendiri sudah ada yang masuk Islam. Budak-budak yang selam ini mereka anggap sebagai harta, sekarang sudah ada yang masuk Islam dan mempunyai kepercayaan yang berbeda dengan tuan mereka. Budak-budak itu disiksa tuannya denagan sangat kejam. Para pemimpin Quraisy juga mengharuskan setiap keluarga untuk menyiksa anggota keluarganya yang masu Islam sampai dia murtad kembali.
Kekejaman yang dilakuakan oleh penduduk makkah terhadap kaum Muslimin itu, mendorong Nabi Muhammad untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya ke luar Makkah. Pada tahun kelima kerasulannya, nabi menetapkan Habsyah (Ethiopia) sebagai negeri tempat pengungsian, karena (Negus) raja negeri itu adalah seorang yang adil. Rombongan pertama sejumlaj sepuluh orang pria dan empat orang wanita, di antaranya Usman bin Affan beserta istrinya Rukayah putri Rasulullah, Zubair ibn Awam dan Abdurrahman Ibn ‘Auf. Kemudian, menyusul rombongan sejumlah hampir seratus orang, dipimpin oleh Ja’far ibn Abu Thalib. Usaha orang-orang Quraisy untuk menhalangi hijrah ke Absyah ini, termasuk membujuk Negus agar menolak kehadiran umat Islam di sana, gagal. Di samping itu, semakin kejam mereka memperlakukan umat Islam, semakkin kejam mereka memperlakukan umat Islam, semakin banyak orang yang masuk agama ini. Bahkan, di tengah meningkatnya kekejaman itu, dua orang kuat Quraisy masuk Islam,  Hamzah dan Umar ibn Khathab. Dengan masuk Islamnya dua tokoh besar ini posisi umat Islam semakin kuat.
Menguatnya posisi umat Islam memperkeras reaksi kaum musyrik Quraisy. Mereka menempuh cara baru dengan melumpuhkan kekuatan Muhammad yang bersandar pada perlindungan Bani Hasyim. Dengan demikian, untuk melumpuhkan kaum muslimin yang dipimpin oleh Muhammad mereka harus melimpuhkan Bani Hasyim terlebih dahulu secara keseluruhan. Cara yang ditempuh adalah pemboikotan. Mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan suku ini. Tidak seorang pemduduk Makah pun diperkenankan melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim. Persetujuan dibuat dalam bentuk piagam dan ditanda tangani dan disimpan di dalam Ka’bah. Akibat boikot tersebut, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan yang tak ada bandingannya. Untuk meringankan penderitaan itu, Bani Hasyim akhirnya pindah ke suatu lembah di luar kota Makah. Tindakan pemboikotan yang dimulai pada tahun ke 7 kenabian ini berlangsung selama tiga tahun. Ini merupakan tindakan paling menyiksa dan melemahkan umat Islam.
Pemboikotan itu baru berhenti setelah beberapa pemimpin Quraysi menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sungguh suatu tindakan yang keterlaluan. Setelah boikot dihentikan, Bani Hasyim seakan dapat bernafas kembali dan pulang kerumah masing-masing. Namun tidak lama kemudian Abu Thalib, paman Nabi yang merupakan pelindung utamanya, meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga hari setelah itu, Khadijah, istri nabi, meninggal dunia pula. Peristiwa itu terjadi pada tahun kesepuluh kenabian. Tahun ini meruakan tahun kesedihan bagi Muhammad SAW. Sepeninggalan dua pendukung itu, kafir kuraisy tidak segan-segan lagi melampiaskan nafsu amarahya kepada nabi. Meliht reaksi penduduk Makah demikian rupa, nabi kemudian berusaha menyebarkan Islam keluar kota. Namun, Thaib ia diejek, disoraki, dan dilempari batu, bahkan sampai terluka dibagian kepala dan badannya.
Untuk menghibur nabi yang sedang ditimpa duka, Allah mengisra’ dan memikrajkan beliau pada tahun ke-10 kenabian itu. Berita tentang Isra’ dan Mikraj ini menggemparkan masyarakat Makkah. Bagi orang kafir, ia dijadikan bahan propaganda untuk mendustakan nabi. Sedangkan bagi orang yang beriman, ia merupakan ujian keimanan.
Setelah peristiwa Isra’ dan Mikraj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah islam muncul. Perkembangan dating dari sejumlah penduduk yatsrib yang berhaji ke Mekah. Mereka yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj, masuk Islam dalam tiga gelombang. Pertama pada tahun ke 10 kenabian, beberapa orang Khazraj bekata kepada Nabi: “ bangsa kami telah lama terlibaht dalam permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan Aus. Mereka benar-benar merindukan perdamaian kiranya Tuhan mempersatukan mereka kembali dengan perantaraan Engkau dan ajaran-ajaran yang engkau bawa. Oleh kerena itu, kami akan berdakwah agar mereka mengetahui agama yang kami terima dari engkau ini. “ mereka giat mendakwahkan Islam di Yatsrib. Kedua, pada tahun ke 12 kenabian delegasi yatsrib, terdiri dari 10 orang suku Khazraj dan dua orang suku Aus serta seorang wanita menemui Nabi disuatu tempat bernama Aqabah. Dihadapan Nabi mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Rombonngan ini kemudian kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah dengan ditemani oleh Mus’ab Bin Umair yang sengaja di utus  Nabi atas permintaan mereka. Ikrar ini disebut dengan perjanjian Aqobah pertama. Pada musim haji berikutnya, jamaah haji yang dating dari Yatsrib berjumlah 73 orang. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka meminta pada Nabi agar berkenan pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela Nabi dari segala ancaman. Nabi punmenyetujui usul yang mereka ajukan perjanjian ini di sebut perjanjian Aqabah ke 2.
Setelah kaum musyrikin  quraisy mengetahui adanya perjanjian antara nabi dan orang-orang Yatsrib itu, mereka kian  gila melancarkan intimidasi terhadap kaum muslimin. Hal ini membuat nabi segera memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib dalam waktu 2 bulan, hamper semua kaum muslimin, kurang lebih 150 orang, telah meninggalkan kota Mekah. Hanya Ali dan Abu Bakar yang tetap tinggal di Makkah bersama nabi keduanya membela dan menemani nabi sampai ia pun berhijrah ke Yatsrib karena kafir quraisy merencanakan akan membunuhnya. Dalam perjalanan ke Yatsrib nabi ditemani oleh Abu Bakar ketika tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar 5 kilo meter dari Yatsrib, nabi istirahat beberapa hari lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum Bin Hindun. Dihalaman dirumah ini nabi membangun sebuah masjid. Inilah masjid pertama yang dibangun  nabi sebagai pusat peribadatan. Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan nabi, setelah menyelesaikan segala urusan di makkah. Sementara itu, penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Waktu yang di tunggu-tunggu itu tiba. Nabi memasuki Yatsrib dan penduduk kota ini mengelu-elukan kedatangan beliau dengan penuh kegembiraan. Sejak itu, sebagai penghormatan nabi, nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (kota nabi) atau sering pula disebut Madinatul Munawarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar keseluruh dunia. Dalam istilah sehari-hari, kota ini disebut Madinah saja.

C.     Pemerintahan Nabi Muhammad
Setelah tiba dan di terima penduduk Yatsrib (Madinah), nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu.[3] Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Makkah, pada periode Madinah, Islam, merupakan kekuatn politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan sja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata lain, dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spritual dan kekuasaan duniawi. Keduduknnya sebagai rasul secra otomatis merupakan kepala negara.
Dalam periode ini, pengembangan Islam lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat Islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu, Nabi kemudian meletakkan dasar-dasar masyarakat Islam di Madinah sebagi berikut:
Pertama, mendirikan masjid
Tujuan Rasulullah mendirikan masjid adalah untuk mempersatukan umat Islam dalam satu majelis, sehingga di majelis ini ummat Islam bisa bersama-sama melaksanakan shalat jama’ah secara tratur, mengadili perkara-perkara dan bermusyawarah. Masjid ini memegang peranan penting  untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempererat tali ukhuwah Islamiyah.
Kedua, mempersatuakan dan memepersaudarakan antara kaum anshar dan Muhajirin.
Rasulullah memperstukan keluarga-keluarga islam yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar. Dengan cara mempersaudarakan antara keuda golongan itu, Rasulullah telah menciptakan suatu pertalian yang berdasarkan agama pengganti persaudaraan yang berdasar kesukuan seperti sebelumnya.
Ketiga, perjanjian saling membantu antar sesama kaum Muslimin dan bukan Muslimin.
nabi Muammad hendak menciptakan toleransi antar golongan yang ada di Madinah, oleh karena itu nabi membuat perjanjian antara kaum muslimin dan nonmuslimin.
Menurut Ibnu Hisyam, isi perjanjian tersebut antara lain sebagai berikut.
1.      Pengakuan atas hak pribadi keagamaan dan politik.
2.      Kebebasan beragama terjamin untuk semua umat.
3.      Adalah kewajiban penduduk Madinah, baik muslimin maupun non muslimin, dalam hal moril maupun materiil. Mereka harus bahu-membahu menangkis semua serangan terhadap kota mereka (madinah).
4.      Rasulullah adalah pemimpin umum bagi penduduk Madinah. Kepada beliaulah dibawa segala perkara dan perselisihan yang besar untuk diselesaikan.
Keempat, meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, dan sosial untuk masyarakat baru.
Ketika masyarakat Islam terbentuk maka diperlukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat yang baru terbentuk tersebut. Oleh karena itu, ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan dalam periode ini terutama ditujukan kepada pembinaan hukum. Ayat-ayat ini kemudian diberi penjelasan oleh Rasulullah, baik dengan lisan maupun dengan pernuatan beliau sehingga terdapat dua sumber hukum dalam Islam, yaitu Al-qur’an dan hadits. Dari kedua sumber hukum Islam tersebut didapat suatu sistem untuk bidang politik, yaitu sistem musyawarah. Dan untuk bidang ekonomi dititikberatkan pada jaminan keadilan sosial, serta dalam bidang kemasyarakatan, diletakkan pila dasar-dasar persamaan derajat antara masyarakat atau manusia, denagn penekanan bahwa yang menentukan derajat manusia adalah ketakwaan.
Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah  piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Setaip golonagan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaa beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu itu dari serangan lauar. Dalam perjanjian itu jelas disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena sejauh menyangkut peraturan dan tata tettib umum, otoritas mutlak diberikan kepada beliau. Dalam bidang sosial, dia juga meletakkan dasar persamaan antar sesama manusia. Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan Konstitusi Madinah.
Denagn terbentuknya negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Makkah dan musuh-musuh Islam lainnya menjadi risau. Kerisauan ini akan mendorong orang-orang Quraisy berbuat apa saja. Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan  dari musuh, Nabi, sebagai kepala pemerintahan, mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Umat Islam diizinkan berperang denagna dua alasan: (1) untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya dan (2) menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankanya dari orang-orang yang menghalang-halanginya. Dalam sejarah negara Madinah ini memang banyak terjadi perperangan sebagai upaya kaum Muslimin mempertahan diri dari musuh. Nabi sendiri, di awal pemerintahannya, mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota sebagai aksi siaga melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang baru dibentuk. Perjanjian damai dengan berbagai kabilah di sekitr Madinah juga diadakan dengan maksud memperkuat kedudukan Madinah.
Perang pertama yang sangat menentukan masa depan negara Islam ini adalah Perang Badar, perang antara kaum Muslimin denagn musyrik Quraisy. Pada tanggal 8 Ramadhan tahun ke-2 Hijriah, nabi bersama 305 orang Muslim bergerak keluar kota membawa perlengkapan yang sederhana. Didaerah Badar, kurang lebih 120 kilometer dari Madinah, pasukan nabi bertemu dengan pasukan Quraisy yang berjumlah sekitar 900 sampai 1000 orang. Nabi sendiri yang memegang komando. Dalam perang ini kaum Muslimin keluar sebagai pemenang. Namun, orang-orang Yahudi Madinah tidak senang. Mereka meamang tidak sepenuh hati menerima perjanjian yang telah dibuat antara mereka denagn nabi.
Tidak lama setelah perang tersebut, nabi mendatanganni sebuah piagam perjanjian dengan beberapa suku Badui yang kuat. Suku Badui ini ingin sekali menjalin hubungan denagn nabi setelah melihat kekuatan nabi semakin meningkat. Selain itu, setelah perang Badar, nabi juga menyerang suku Yahudi Madinah, dan Qainuqa, yang berkomplot denagn orang-orang Makkah. Orang-orang Yahudi ini akhirnnya memilih meninggalkan Madinah dan pergi menuju Adhri’at di perbatasan Syria.
Bagi kaum Quraisy Makkah, kekalahan mereka dalam perang Badar merupakan pukulan berat. Mereka bersumpah akan membalas dendam. Pada tahun ke-3 H, mereka berangkat menuju Madinah membawa tidak kuranng dari 3000 pasukan berkendaraan unta, 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid ibn Walid, 700 orang di antara mereka memekai baju besi. Nabi Muhammad menyongsong kedatangan mereka denagn pasukan sekitar seribu orang. Anmun, baru saja melewati batas kota, Abdullah ibn Ubay, seorang munafik denagn 300 orang Yahudi membelot dan kembali ke Madinah. Mereka melanggar perjanjian dan disiplin perang. Meskipun demikian, denag 700 pasukan yang tertinggal nabi melanjutkan perjalanan. Beberapa kilometer dari kota Madinah, tepatnya di bukit Uhud, kedua pasukan bertemu. Perang dahsyat pun berkobar. Pertama-tama, prajurit-prajurit  Islam dapat memukul mundur tentara musuh yang lebih besar itu. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh Khalid ibn Walid gagal menembus benteng pasukan pemanah Islam. Denagn disiplin yang tinggi dan strategi perang yang jitu, pasukan yang lebih kecil itu ternyata mampu mengalahkan pasukan yang lebih besar. Kemenangan yang sudah diambang pintu ini tiba-tiba gagal karena godaan harta peninggalan musuh. Prajurit Islam memungut harta rampasan perang tanpa menghiraukan gerakan musuh, termasuk di dalamnya anggota pasukan pemanah yang telah dipringatkan nabi agar tidak meninggalkan posnya. Kelengahan kaum Muslimin ini dimnafaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid bin Walid berhasil melumpuhkan pasukan pemanah Islam dan pasukan Quraisy yang tadinnya sudah kabur berbalik menyerang. Pasukan Islam menjadi porak poranda dan tak mampu menangkis serangan tersebut. Satu per satu pahlawan Islam gugur, bahkan nabi sendiri terkena serangan musuh. Perang ini berakhir dengan 70 orang pejuang Islam syahid di medan laga. Penghiantan Abdullah bin Ubay dan pasukan Yahudi diganjar denagn tindakan tegas. Bani Nadir, satu dari dua suku Yahudi di Madinah yang berkomplot dengan Abdullah bin Ubay, diusir ke luar kota. Kebanyakan mereka engungsi ke Khaibar. Sedangkan suku Yahudi lainnya, yaitu Bani Qurizah, masih tetap di Madinah.
Masyarakat Yahudi yang mengungsi ke Khaibar itu kemudian mengadakan kontak dengan masyarakat Makkah untuk menyusun kekuatan bersam guna menyerang Madinah. Mereka membentuk pasukan gabunngan yang terdiri dari 24.000 orang tentara. Di dalamnnya juga bergabung beberaa suku Arab lain. Mereka bergerak menuju madinah pada tahun ke-5 H. Atas usul Salman Al-Farisi, nabi memerintahkan umat Islam menggali parit untuk pertahanan. Setelah tentara sekutu tiba, mereka tertahan oleh parit itu. Namu, mereka mengepung Madinah denag mendirikan kemah-kemah di luar Parit hampir sebulan lamanya. Perang ini disebut perang Ahzab (sekutu beberapa suku) atau perang Khandaq (parit). Dalam suasana kritis itu, orang-orang Yahudi Bani Quraizah di bawah pimpinan Ka’ab bin Asad berhianat. Hal ini membuat uamt Islam makin terjepit. Setelah sebulan pengepungan, angin, dan badai turun amat kencang, menghantamkan dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa hasil apa pun. Sementara itu, pengkhianta-pengkhianat Yahudi Bani Quraizah dijatuhi hukuman berat, hukuman mati.
Pada tahu ke-6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, nabi memimpin sekitar seribu kaum Muslimin berangkat ke Mekkah bukan untuk berperang, melainkan untuk melakuakan ibadah Umrah. Karena itu, mereka mengenakan pakain ihram tanap membawa senjata. Sebelum tiba di Makkah, merek berkemah di Hudaibiyah, beberapa kilometer dari Makkah. Penduduk Makkah tidak mengizinkan mereka masuk kota. Akhirnya, diadakan perjanjian yanng dikenal dengan nama Perjanjaian Hudaibiyah yang isinya antara lain: (1) kaum Muslimin belum boleh mengunjungi Ka’bah tahun ini tetapi ditangguhkan samapai tahun depan, (2) lama kunjungan dibatasi samapi 3 hari saja. (3) kaum Muslimin wajib mengembalikan orang-orang Makkah yang melariakn diri ke Madinah, sedang sebaliknya, pihak Quraisy tidak harus menolak orang-orang Madinah yang kembali ke Makkah, (4) selama sepuluh tahun diberlakukan genjatan senjata antara masyarakat Madinah dan Makkah, (5)b tiap kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan  kaum Quraisy atau kaum Muslimin, bebas melakuaknnya tanpa mendapat rintangan. Kesediaan orang-orang Makkah untuk berunding dan membut perjanjian dengan kaum Muslimin itu benar-benar merupakan kemengan diplomatik yang besar bagi umat Islam. Dengan perjanjian ini,  harapan untuk mengambil alih Ka’bah dan menguasai Makkah sudah makin terbuka. Nabi memang sudah sejak lama  berusaha merebut dan menguasai Makkah agar dapat menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain. Ini merupakan target utama beliau. Ada dua faktor poko yang mendorong kebijaksanaan ini: pertama, Makkah adalah pusat keagamaan bangsa Arab dan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, Islam bisa tersebar keluar. Kedua, apabila suku nabi sendiri dapat diislamkan, Islam akan memperoleh dukungan yang kuat karean orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar. Setahun kemudian, ibadah haji ditunaikan sesuai dengan rencana. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam setelah menyaksikan kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Islam Madinah.
Genjatan senjata telah , memberi kesempatan kepada nabi untuk menoleh berbagai negeri lain sambil memikirkan bagaimana cara mengislamkan mereka. Salah satu cara yang ditempuh nabi adalah mengirim utusan dan surat kepada kepala-kepala negara dan pemerintahan. Di antara raja-raja yang dikirimi surat ialah raja Ghassan, Masir, Abesinis, Persia, dan Romawi. Namu, tak seorang pun yang masuk Islam. Ada yang menolak dengan baik dan simpati, tetapi ada juga yang menolak dengan kasar, seperti yang diperlihatkan oleh raja Ghassan.
Utusan yang dikirim nabi dibunuh dengan kejam oleh raja Ghassan. Untuk membalas perlakuan ini, nabi mengirim pasukan perang sebanyak 300 orang. Peperangan terjadi di Mu’tah, sebelah utara jazirahArab. Pasukan Islam mendapat kesulitan menghadapi tentara Ghassan yanng mendapat bantuan dari Romawi. Beberapa pahlawan gugur melawan pasukan berkekuatan ratuasan ribu oranng itu. Melihat kenyataan yang tidak berimbang ini, Khalin bin Walid, yang sudah masuk Islam, mengambil alih komando dan memerintahkan pasukan untuk menarik diri dan kembali ke Madinah.
Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah menjangkau seluruh jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh jazirah Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan, menggabungkan diri dalam Islam. Hal ini membuat orang-orang Makkah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah ternyata menjadi senjata bagi umat islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu, secara sepihak orang-orang kafir Qurisy membatalkan perjanjaian tersebut. Melihat kenyataan ini, Rasulullah segera bertolak ke Makkah dengan sepuluh ribu tentara untuk melawan mereka. Nabi Muhammad tidak mengalami kesukaran apa-apa dan memasuki kota Makkah tanpa perlawanan. Beliau tampil sebagai pemenang. Patung-patung berhala di seluruh negeri dihancurkan. Setelah itu, nabi berkhotbah manjanjikan ampunan Tuhan terhadap kafir Quraisy. Sesudah Khotbah disampaikan, mereka datang berbondong-bondong memeluk agam Islam. Sejak itu, Makkah berada di bawah kekeuasaan nabi.
Sekalipun Makakh dapat dikalahkan, masih ada dua suku Arab yang masih menentang, yaitu Bani Tsaqif di Taif dan Bani Hawazin di antara Taif dan Makkah. Kedua suku ini berkomplot membentuk pasukan untuk memeranngi Islam. Mereka ingin menuntut bela atas berhala-berhala mereka yang diruntuhkan nabi dan umat Islam di Ka’bah. Nabi menggerahkan kira-kira 12.000 tentara menuju Hunain untuk menghadapi mereka. Pasukan ini dipimpin langsung oleh beliau sehingga umat Islam memenangkan pertempuran dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Dengan ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani Hawazin, seluruh Jazirah Arab berada di bawah kepimpinan nabi. Melihat kenyataan ini, Heraklius menyusun pasukan besar di utara jazirah Arab, Syria, yang merupakan daerah penduduk Romawi. Dalam pasukan besar itu bergabung Bani Ghassan dan Bani Lachmides. Untuk menghadapi pasukan Heraklius ini banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri siap berperang bersama nabi sehingga, terhimpun pasukan Islam yang dipimpin Nabi, entara Romawi itu menjadi kecut. Akhirnya mereka menarik diri, kembali ke daerahnya. Nabi sendiri tidak melakukan pengejaran, tetapi berkemah di Tabuk. Disini beliau membuat perjanjian denagn penduduk setempat. Dengan demikian, daerah perbatasan itu dapat dirangkul ke dalam barisan Islam. Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikutu Rasulullah Saw.
Pada tahun ke-9 dan 10 H (630-632 M) banayak suku dari berbagai pelosok Arab mengutus delegasinya kepada Nabi Muhammad menyatakan ketundukkan mereka. Masuknya orang Makkah ke dalam agama Islam rupanya mempunyai pengaruh yang amat besar pada penduduk padang pasir yang liar itu. Tahun ini disebut dengan tahun perutusan. Persatuan bangsa Arab telah terwujud; peperangan antarsuku yang berlangsung sebelumnya telah berubah menjadi persaudaraan seagama.
Dalam kesempatan menunaikan ibadah ahaji yang terakhir, haji Wada’. Tahun 10 H (631 M), Nabi Muhammad menyampaiakan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi khotbah itu antara lain: larangan menumpahkan darah kecuali denag haq dan larangan mengambil harta orang lain dengan batil, karena nyawa dan harta benda adalah suci; larangan riba dan larangan menganiaya; perintah untuk memperlakukan para istri denagn baik dan lemah lembut dan perinath menjauhi dosa; semua pertengakaran antara mereka di zaman Jahiliyah harus saling dimaafkan; balas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku di zaman Jahiliyah tidak lagi dibenarkan; persaudaraan dan persamaan di anatara manusia harus ditegakkan; hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, mereka makan seperti apa yang dimakan tuannya dan memakai seperti apa yang dipaki tuannnya; dan yang terpenting adalah umat Islam harus selalu berpegang kepada dua sumber yang tak pernah usang, Al-quran dan sunnah nabi. Isi khotbah ini merupakan prinsip-prinsip yang mendasari gerakan Islam. Sealnjutnya, prinsip-prinsip itu disimpulkan adalah kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, kebajikan, dan solidaritas.
Setelah itu, Nabi Muhammad segera kembali ke Madinah. Belliau mengatur organisasi masyarakat kabilah yanng telah memeluk agama Islam. Petugas keagamaan dan para dai dikirim ke berbagi daerah dan kabilah untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua bulan setelah itu, nabi menderita sakit demam. Tenaganya denagn cepat berkurang. Pada hari senin, tanggal 12 Rabi’ul Awal 11 H/8 Juni 632 M., Nabi Muhamamd Saw. Wafat di rumah istrinya Aisyah.
Dari perjalan sejarah nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad Saw., di samping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik, dan administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik beliau berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sejarah peradaban islam tentang masa rasulullah (610-632 M)"

Posting Komentar