Makalah Analisis Kebutuhan Pelatihan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi dan ditambah lagi dengan Pasar bebas yang bernama MEA akan banyak menimbulkan banyak persaingan terutama dalam bidang perindustrian. Melihat kondisi tersebut, sehingga perlu adanya solusi dan tindakan untuk menangani perkembangan dunia yang semakin tinggi daya saingnya. Persaingan yang semakin sulit itu, membutuhkan suatu program untuk dapat menanganinya. Salah satunya adalah memperbaiki, mengembangakan dan menciptakan Sumber Daya Manusia yang memiliki kompetensi, kualitas, dan loyalitas untuk memajukkan usaha yang dijalani.
SDM sangat memiliki pengaruh besar terhadap perubahan suatu perusahaan. Program yang dapat dijalankan pada suatu perusahaan adalah merancang pelatihan dan pengembangan untuk memajukkan kualitas pada SDM. Penting sebelum melakukan pelatihan perlu dilihat berbagai factor atau cara untuk memulainya, sehingga diperlukan analisis kebutuhan pelatihan. Pada makalah ini sebagian besar membahas mengenai pengertian pelatihan serta fungsi dan manfaatnya. Selain itu juga dibahas mengenai analisis kebutuhan pelatihan. Berangkat dari alasan penulis membuat makalah ini adalah sebagai bahan pertimbangan dan nilai tambah tugas kuliah yang telah diberikan amanah oleh Dosen Pengampu.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang ada pada makalah ini, yaitu :
1. Apakah yang dimaksud dengan pelatihan?
2. Apafungsi dan manfaat dari pelatihan?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan suatu pelatihan?
4. Bagaimana cara menganalisis kebutuhan pelatihan?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
1. Mengetahui pengertian dari suatu pelatihan.
2. Mengetahui fungsi dan manfaat dari pelatihan.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan suatu pelatihan.
4. Memahami cara menganalisis kebutuhan pelatihan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pelatihan
Menurut Arep dan Tanjung (Tusmowati, 2014), pelatihan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia terutama dalam hal pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability), keahlian (skill) dan sikap (attitude).Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan tentang ilmu yang harus dikuasai pada suatu posisi. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan untuk menangani tugas-tugas yang diamanahkan. Keahlian yang dimaksud adalah bebarapa keahlian yang diperlukan agar suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik sedangkan sikap yang dimaksud adalah emosi dan kepribadian yang harus dimiliki agar pekerjaan berhasil dengan sukses.
Tanjung dan Rahmawati (Tusmowati, 2014), pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau kelompok orang.
B. Tujuan Dan Manfaat Pelatihan
1. Tujuan
Pelatihan memiliki tujuan menurut Simamora (Tusmowati, 2014), yaitu :
a. Memperbaiki kenerja.
b. Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi,
c. Mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru supaya menjadi kompeten dalam pekerjaan.
d. Membantu memecahkan permasalahan operasional.
e. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi.
f. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan pribadi.
2. Manfaat
Pelatihan mempunyai beberapa manfaat (Tusmowati, 2014) diantaranya, yaitu ;
a. Menambah pengetahuan, kemampuan dan keterampilan dalam bidang tugas.
b. Meningkatkan percaya diri dan menghilangkan rasa rendah diri.
c. Memperlancar pelaksanaan tugas.
d. Menambah motivasi kerja.
e. Menumbuhkan sikap positif terhadap perusahaan.
f. Menimbulkan semangat dan kegairahan kerja.
g. Mempertinggi rasa kepedulian terhadap perusahaan.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bentuk Sistem Pelatihan
Menurut Simamora (Tusmowati, 2014), faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk sistem pelatihan adalah :
1. Lingkungan
Perubahan teknis dan peraturan lingkungan mewajibkan karyawan untuk memiliki keahlian
baru yang berbeda dari yang mereka miliki saat ini. Karena perusahaan dapat merekrut
karyawan berkeahlian tinggi, trampil dan berpengalaman sesuai kebutuhan perusahaan. Jika
tidak ada, maka perusahaan mendidik dan melatih karyawan yang sudah ada.
2. Organisasional
Tujuan iklim struktur dan sumber daya organisasional mempengaruhi tingkat dan bentuk
kesempatan pelatihan yang disediakan dalam perusahaan.
3. Pekerjaan
Karyawan yang tidak memiliki pelatihan untuk pekerjaan tertentu membutuhkan pelatihan
sehingga perusahaan harus melaksanakan aktivitas.
D. Analisis Kebutuhan Pelatihan
1. Tahapan Pelatihan
Beberapa ahli (Irianto, 2007), telah merumuskan pelatihan menjadi tiga tahapan integrative assessment phase, implementation phase, dan evaluation phase. Menurut Schuleret al (Irianto, 2007), assessment phase sebagai tahap yang sangat penting untuk menentukan kebutuhan apa saja yang harus direkomendasikan dalam pelatihan termasuk juga bagaimana format dan rancangan pelatihan yang akan diimplementasikan. Tahap ini boleh dikatakan sebagai pengarah bagi tahapan pelatihan lainnya.
Tahapan kedua adalah mengimplementasikan semua keputusan pelatihan yang dihasilkan dari tahapan pertama. selain menterjemahkan semua informasi dari tahapan pertama,dalam tahap ini manajer juga membuat strategi tentang bagaimana pelatihan secara teknis akan dilaksanakan.
Strategi ini mencakup sejumlah persoalan yang berkaitan dengan isi dan proses pelatihan termasuk juga tentang penetapan lokasi, waktu, pelatih, dan seterusnya.
Tahapan ketiga adalah evaluasi yang dimaksudkan untuk memastikan bahwa pelatihan yang dilaksanakan telah mencapai target yang ditentukan. Oleh karena itu, kegiatan utama manjer dalam tahap ketiga ini adalah mengadakan pengukuran sampai sejauh mana efektifitas pelatihan dapat dicapai. Korelasi ketiga tahapan integrative tersebut menjelaskan bahwa penentuan substansi pelatihan dan proses transformasi kebutuhan kedalam tahapan implementasi
akan menghasilkan sebuah program yang tidak hanya sekedar disiplin atau taat asas, namun lebih dari itu pada kahirnya dapat membuahkan hasil yang sangat efektif berdasarkan pengukurannya. Stone (1998) menambahkan jika tahapan assessment tidak cukup diperhatikan, pelatihan boleh jadi tidak akan konsisten dengan kebutuhan actual.
Sayangnya dalam banyak kasus, menurutnya sangat banyak manajer bahkan pada perusahaan besar yang cenderung mengabaikan tahapan petama. Untuk memahami secara jelas hubungan antara ketiga tahapan pelatihan tersebut, dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
2. Faktor-Faktor Kebutuhan Pelatihan
Cushway (Irianto, 2007), misalnya menyatakan bahwa kebutuhan pelatihan pada umumnya didasari oleh munculnya sejumlah fenomena internal dan eksternal organisasi seperti staff turnover, perubahan teknologi, perubahan dalam pekerjaan, perubahan peraturan perubahan dan perkembangan ekonomi, cara dan prosedur dalam bekerja, market pressure, kebijakan pemerintah, keinginan karyawan, performance variation, dan equalization of opportunity. Menurut Cushway (Irianto, 007), setiap organisasi selalu dihadapkan pada situasi tersebut dimana kebutuhan pelatihan untuk mengantisipasinya menjadi tidak terelakan. Hyman (Irianto, 2007), merumuskan faktor kebutuhan pelatihan ke dalam dua kelompok yaitu structural factors dan occupational factors. Menurutnya faktor-faktor structural meliputi degradasi
kualitas skills dan pekerja, hadirnya teknologi baru, tekanan-tekanan kompetisi, target –target pencapaian kualitas, dan manajement style.
Sedangkan yang disebut faktor-faktor occupational meliputi komitmen pengusaha (the positive reception by employers). Kemudian diikuti dengan dukungan senior manajemen yang secara sadar mengakui betapa ada keterkaitan yang sangat berat antara dan pelatihan dan peningkatan kinerja, dan harapan akan adanya perubahan status personel dan hierarki manajerial yang secara signifikan meningkat setelah mengikuti pelatihan. Persoalan kini adalah bagaimana organisasi dapat memilah secara selektif sejumlah fenomena dan faktor tersebut. Di sinilah peran TNA mulai menampakan dirinya.
3. Jenis Analisis Kebutuhan Pelatihan
Secara umum Training Needs Analysis (TNA) dapat dikategorikan kedalam dua jenis menurut (Irianto, 2007), yaitu :
a. TNA reaktif menurut Camp & Huszezo dapat terjadi bila the perceived erformance for the employee’s current job. Sesuai namanya, TNA jenis ini sifatnya reaktifdimana acap terjadi perbedaan tingkat persepsi diantra para pengambil keputusan. Beberapa organisasi memandang perbedaan kinerja standar dengan kinerja actual sebagai hal yang lumrah, sementara sebagianlainnya menganggapnya sebagai sebagai suatu persoalan penting. TNA reaktif dengan demikian sifatnya sangat subjektif.
b. TNA proaktif dirancang to respond to the perception that current job bahaviour reflects an inability to meet future standards or expectations. Sesuai dengan namanya, TNA ini mencoba bersikap proaktif atas sejumlah fenomena dimana semuanya diarahkan pada refleksi kemampuan kinerja karyawan terhadap standar dan harapan yang sangat mungkin mengalami perubahan di masa mendatang.
4. Proses Training Needs Analysis
Keberhasilan program pelatihan (Irianto, 2007), TNA harus ditetapkan secara carefully analysed, skillfully developed, dan artfully presented. Harus diingat bahwa TNA merupakan fundamen informasi bagi manajer untuk merancang program pelatihan. Menurut Tovey (Irianto, 2007) ada enam tahapan pokok dalam TNA yang dapat dilihat pada gambar berikut ini :
a. Dokumentasi Masalah
Tahapan pertama dalam poses TNA ini manajer berupaya menemukan sebanyak mungkin persoalan dan mendokumentasikannya sehingga akhienya dapat dibuat a considered decision tentang berbagai isu dan bagaimana hal itu dapat mengarahkan pada suatu tindakan analisis.
Salah satu cara terbaik untuk melakukan tahap pertama ini adalah melalui wawancara dengan beberapa staff atau pihak tertentu yang diperkirakan terlibat dengan munculnya sejumlah isu yang dipermasalahkan. Informasi yang dapat diperoleh dari tahapan pertama antara lain :
1) Deskripsi lengkap persoalan
2) Sejarah singkat munculnya persoalan
3) Kapan dan bagaimana persoalan terjadi
4) Dampak persoalan terhadap pekerja dan unit organisasinya
5) Tindakan yang siap dilakukan
6) Mengapa manajer/staf memandang fenomena tersebut sebagai suatu persoalan
b. Investigasi Masalah
Setelah memperoleh rumusan yang jelas tentang isu persoalan yang muncul, kini saatnya manajer menginvestigasi segala kemungkinan-kemingkinan yang menjadi penyebab serta duduk persoalan apa yang sebenarnya. Investigasi tidak dilakukan secara indepth namun dianggap sudah cukup memadai njika memungkinkan manajer membuat verifikasi bahwa telah terjadi persoalan yang serius dan kemudian memutuskan apakah pelatihan diperlukan atau tidak untuk mengatasinya.
c. Merencanakan Kebutuhan Analisis
Langkah selanjutnya adalah manajer mulai merencanakan membuat kerangka analisis. Dalam hal ini manajer mengidentifikasi pelaksanaan analisis itu sendiri berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu : urgensi persoalan, kapasitas manajer dalam konteks penyelesaian masalah, akses terhadap beberapa pihak yang dapat diajak konsultasi, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan sarana pendukungnya untuk membuat analisis. Tovey memberikan sebuah uotline yang mungkin dapat digunakan untuk melakukan analisis, yaitu :
1) Identifikasi apa yang ingin dicapai
2) Identifikasi tugas utama analisis
3) Membagi tugas-tugas utama ke dalam sub-tugas
4) Identifikasi mengenai ketersediaan sumber daya manusia (SDM)
5) Identifikasi SDM mana yang dapat melaksanakan tugas
6) Mengulas kembali jadwal dan timeframe yang telah disusun
7) Penjadwalan SDM melaksanakan tugas di dalam timeframe yang telah dibuat
8) Mengulas kembali rencana untuk meyakinkan bahwa semua tindakan akan mengkover seluruh tujuan
9) Perbaikan kembali beberapa rencana sebelum melakukan analisis
Training Needs Analysis (Irianto, 2007), yang meliputi :
a) Analisis organisasional
Analisis ini berhubungan dengan kebutuhan organisasi secara keseluruhan diikuti dengan identifikasi bagaimana pelatihan dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk mencapai tujuan organisasi. Analisis ini berupaya memahami apayang sesungguhnya dibutuhkan oleh organisasi.
b) Analisis jabatan
Analisis jabatan ini dapat dikaitkan dengan kebutuhan terhadap pekerjaan tertentu dalam organisasi dan dapat digunakan sebagai informasi tentang substansi utama pekerjaan tersebut untuk selanjutnya dikembangkan standar kinerja. disamping itu juga dimungkinkan untuk mengidentifikasi tingkat SKA yang dibutuhkan untuk mencapai standar yang telah ditetapkan.
c) Analisis personal
Pada tingkat analisis ini manajer dapat mengkaitkan dengan kebutuhan individual dalam
organisasi dan sejauh mana kinerja yang telah dicapainya.
d. Pemilihan Teknik Analisis
Pemilihan teknis analisis ini harus dilakukan dengan secermat mungkin untuk memastikan pula bahwa data yang diperoleh adalah sesuai dengan teknis analisisnya. Terdapat berbagai macam teknik analisis misalnya survey of organizational data, surveys and questionnaires, observations, performance analysis, task analysis, employee apparsial, work sample, dan sebaginya.
e. Melakukan Analisis
Tahapan ini manajer harus menginformasikan kepada semua pihak yang terlibat tentang jadwal pelaksanaan analisis sekaligus memperoleh ijin dari pihak yang berkompeten. Pada tahap ini manajer memperoleh kesempatan untuk mengembangkan segala kemungkinan atas bentuk format analisis sebagi laporan kepada senior manajer.
f. Analisis Data
Analisis data harus sesuai dengan metode pelaporan yang lazim digunakan secara umum karena akan dibaca oleh pihak lain.
g. Pelaporan Temuan
Tahapan terakhir, manajer membuat laporan tentang temuan sekaligus rekomendasi pemecahan
persoalan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan suatu bentuk usaha untuk mengembangkan keterampilan SDM baik untuk individu maupun kelompok. Keterampilan yang dilatih dan dikembangkan berupa pengetahuan, kompetensi, keahlian tertentu, dan perubahan sikap. Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan motivasi, percaya diri, mampu mengatasi masalah, memperbaiki kinerja, memilki sikap kepedulian dan berpikir positif terhadap perusahaan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pelatihan adalah faktor lingkungan, faktor organizational, dan faktor pekerjaan.
Analisis kebutuhan pelatihan memiliki beberapa tahap dalam pelaksanaannya, yaitu:
a. Tahapan pelatihan terdiri atas tiga bagian, yaitu; assessment phase (tahap pengumpulan
b. informasi), implementation phase (tahap pelaksanaan), dan evaluation phase (tahap evaluasi).
c. Faktor-faktor kebutuhan pelatihan.
d. Jenis Analisis kebutuhan pelatihan.
e. Proses Analisis kebutuhan pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA
Irianto, J. (2007). Prinsip Prinsip Dasar Manajemen Pelatihan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia ( kajian mandiri pelatihan dan pengembangan sdm).
Tusmowati, I. (20014). Analisis Kebutuhan Pelatihan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) bagi karyawan tingkat supervisor di PT. Indocement Tunggal Prakarsa tbk Citeureup. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
0 Response to "Makalah Analisis Kebutuhan Pelatihan"
Posting Komentar