MAKALAH KIMIA DARAH ENZIMATIK PEMERIKSAAN SGOT
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hati
Hati adalah organ terbesar di dalam tubuh yang terletak disebelah kanan atas rongga perut, tepat dibawah diafragma (sekat yang membatasi daerah dada dan perut). Bentuk hati seperti prisma segitiga dengan sudut siku-sikunya membulat, beratnya sekitar 1,25-1,5 kg dengan berat jenis 1,05. Ukuran hati pada wanita lebih kecil dibandingkan pria dan semakin kecil pada orang tua, tetapi tidak berarti fungsinya berkurang. Hati mempunyai kapasitas cadangan yang besar dan kemampuan untuk regenerasi yang besar pula. Jaringan hati dapat diambil sampai tiga perempat bagian dan sisanya akan tumbuh kembali sampai ke ukuran dan bentuk yang normal. Jika hati yang rusak hanya sebagian kecil, belum menimbulkan gangguan yang berarti (Wijayakusuma, 2008).
Kapiler empedu dan kapiler darah di dalam hati saling terpisah oleh deretan sel-sel hati sehingga darah dan empedu tidak pernah tercampur. Namun, jika hati terkena infeksi virus seperti hepatitis, sel-sel hati bisa pecah dan akibatnya darah dan empedu bercampur (Sabiston, 1992).
Hati berfungsi sebagai faktor biokimia utama dalam tubuh, tempat metabolisme kebanyakan zat antara. Fungsi hati normal harus dikonfirmasi sebelum operasi terencana (Widmann, 1992).
B. Fungsi hati
Seperti ukurannya yang besar, hati juga mempunyai peranan besar dan memiliki lebih dari 500 fungsi. Berikut ini fungsi-fungsi utama hati :
1. Menampung darah
2. Membersihkan darah untuk melawan infeksi
3. Memproduksi dan mengekskresikan empedu
4. Membantu menjaga keseimbangan glukosa darah (metabolisme karbohidrat)
5. Membantu metabolisme lemak
6. Membantu metabolisme protein
7. Metabolisme vitamin dan mineral
8. Menetralisir zat-zat beracun dalam tubuh (detoksifikasi)
9. Mempertahankan suhu tubuh
(Wijayakusuma, 2008).
C. Kelainan Enzim pada Penyakit Hati
a. Definisi Enzim
Enzim adalah protein dan senyawa organic yang dihasilkan oleh sel hidup. Enzim merupakan katalisator biologis yang mempercepat reaksi kimia di dalam sel hidup. Reaksi dapat bersifat timbal balik. Enzim tersebut ada yang spesifik untuk suatu reaksi tetapi ada pula suatu reaksi yang dapat dikatalisasi oleh bermacam-macam enzim. Enzim-enzim yang mengatalisis pemindahan reversible satu gugus amino antara suatu asam amino dan suatu asam alfa-keto disebut aminotransferase, atau transaminase oleh tata nama lama yang masih populer (Saucher dan McPherson, 2002).
Dua aminotransferase yang paling sering diukur adalah alanine aminotransferase (ALT), yang dahulu disebut “glutamate-piruvat transaminase” (GPT), dan aspartate aminotransferase (AST), yang dahulu disebut “glutamate-oxaloacetate transaminase” (GOT). Baik ALT maupun AST memerlukan piridoksal fosfat (Vitamin B6) sebagai kofaktor. Zat ini sering ditambahkan ke reagen pemeriksaan untuk meningkatkan pengukuran enzim-enzim ini seandainya terjadi defisiensi vitamin b6 (missal, hemodialysis, malnutrisi) (Joyce, 2007).
Aminotransferase tersebar luas di tubuh, tetapi terutama banyak dijumpai di hati, karena peran penting organ ini dalam sintesis protein dan dalam menyalurkan asam-asam amino ke jalur jalur biokimiawi lain. Hepatosit pada dasarnyaa adalah satu-satunya sel dengan konsentrasi ALT yang tinggi, sedangkan ginjal, jantung, dan otot rangka mengandung kadar sedang. ALT dalam jumlah yang lebih sedikit dijumpai di pancreas, paru, lima, dan eritrosit. Dengan demikian, ALT serum memiliki spesifitas yang relative tinggi untuk kerusakan hati. Sejumlah besar AST terdapat di hati, miokardium, dan otot rangka; eritrosit juga memiliki AST dalam jumlah sedang. Hepatosit mengandung AST tiga sampai empat kali lebih banyak daripada ALT (Saucher dan Mc Pherson, 2002).
Aminotransferase merupakan indikator yang baik untuk kerusakan hati apabila keduanya meningkat. Cedera akut pada hati, seperti karena hepatitis, dapat menyebabkan peningkatan baik AST maupun ALT menjadi ribuan IU/Liter. Pngukuran aminotransferase setiap minggu mungkin sangat bermanfaat untuk memantau perkembangan dan pemulihan hepatitis atau cedera hati lain (Saucher dan McPherson, 2002).
b. Diagnosis Enzimatik Pada Penyakit Hati
Gejala penyakit hati sangat bervariasi dari yang tanpa gejala sampai pada yang berat sekali. Dapat ditemukan keadaan dengan kelainan hati sangat berat tetapi gejala yang dikeluhkan sangat sedikit. Pemeriksaan enzim dapat dibagi dalam beberapa bagian : 1). Enzim yang berhubungan dengan kerusakan sel yaitu SGOT, SGPT, GLDH, dan LDH; 2). Enzim yang berhubungan dengan penanda kolestasis seperti gamma GT dan fosfatase alkali; 3). Enzim yang berhubungan dengan kapasitas sintesis hati misalnya kolinesterase.
Dalam menilai kelainan enzim harus dilakukan secara hati-hati oleh karena seringkali tidak terdapat hubungan antara tingginya kadar enzim dengan derajat kerusakan yang terjadi. Sebagai contoh pada keadaan hepatitis akut, meskipun kerusakan hati yang terjadi sedikit, peningkatan enzimnya sangat hebat. Pada keadaan infeksi akut tersebut yang terlihat mencolok adalah peninggian SGPT yang lebih besar daripada peninggian SGOT. Apabila terjadi kerusakan mitokondria atau kerusakan parenkim sel maka yang terlihat meninggi adalah GLDH dan SGOT, di mana kadar SGOT akan lebih meningkat dibandingkan kadar SGPT (Siti, 2006).
SGPT yang berasal dari sitoplasma sel hati dianggap lebih spesifik daripada SGOT yang berasal dari mitokondria dan sitoplasma hepatosit untuk kerusakan parenkim sel hati. Sedangkan pada infeksi kronis didapati kadar SGOT yang lebih tinggi dibandingkan kadar SGPT (E.N. Kosasih, 2008).
D. Tes Fungsi Hati
Tes fungsi hati, seperti yang disam¬paikan sebelum¬nya, meng¬ukur enzim, protein dan unsur yang dihasilkan atau dilepaskan oleh hati dan dipengaruhi oleh kerusakan hati. Beberapa dihasilkan oleh sel-sel hati yang rusak dan beberapa men¬cer¬minkan kemam¬puan hati yang menurun dalam melakukan satu atau beberapa fung¬sinya. Ketika dilakukan ber¬samaan, tes ini mem¬berikan dok¬ter gam¬baran kon¬disi kesehatan hati, suatu indikasi keparahan akan kerusakan hati, per¬ubahan status hati dalam selang waktu ter¬tentu, dan merupakan batu lon¬catan untuk tes diag¬nosis selanjutnya(Widmann, 1992).
Tes ini biasanya ber¬isi beberapa tes yang dilakukan ber¬samaan pada con¬toh darah yang diam¬bil. Ini bisa meliputi:
a) Alanine Aminotran¬sferase (ALT) — suatu enzim yang utamanya ditemukan di hati, paling baik untuk memeriksa hepatitis. Dulu disebut seba¬gai SGPT (Serum Glutamic Pyruvate Tran-saminase). Enzim ini ber¬ada di dalam sel hati/hepatosit. Jika sel rusak, maka enzim ini akan dilepaskan ke dalam aliran darah.
b) Alkaline Phos¬phatase (ALP) – suatu enzim yang ter¬kait dengan saluran empedu; sering¬kali mening¬kat jika ter¬jadi sumbatan.
c) Aspar¬tate Aminotran¬sferase (AST) – enzim ditemukan di hati dan di beberapa tem¬pat lain di tubuh seperti jan¬tung dan otot. Dulu disebut seba¬gai SGOT (Serum Glutamic Oxoloacetic Tran-saminase), dilepaskan pada kerusakan sel-sel paren¬kim hati, umum¬nya mening¬kat pada infeksi akut.
d) Bilirubin – biasanya dua tes bilirubin digunakan ber¬samaan (apalagi pada jaun¬dice): Bilirubin total meng¬ukur semua kadar bilirubin dalam darah; Bilirubin direk untuk meng¬ukur ben¬tuk yang terkonjugasi.
e) Albumin – meng¬ukur protein yang dibuat oleh hati dan mem¬beritahukan apakah hati mem-buat protein ini dalam jum¬lah cukup atau tidak.
f) Protein total – meng¬ukur semua protein (ter¬masuk albumin) dalam darah, ter¬masuk antibodi guna memerangi infeksi (Ronald, 2002).
Ada beberapa potensi disfungsi hati di mana tes fungsi hati bisa disarankan untuk dilakukan. Beberapa di antaranya adalah orang yang memiliki riwayat diketahui atau ber¬potensi ter¬papar virus hepatitis; mereka yang merupakan peminum berat; individu dengan riwayat keluarga men¬derita penyakit hati; mereka yang meng¬on¬sumsi obat yang kadang dapat merusak hati.
Tes fungsi hati juga bisa disarankan pada temuan tanda & gejala penyakit hati, beberapa di antaranya adalah: kelelahan, kelemahan, ber¬kurang¬nya selera makan, mual, mun¬tah, pem¬beng-kakan atau nyeri perut, jaun¬dice, urine gelap, tinja ber¬warna terang, pruritus (gatal-gatal). (Ronald, 2002)
E. Manfaat Test Fungsi Hati
Hasil tes fungsi hati bukanlah sebuah media diag¬nos¬tik untuk kon¬disi spesifik; mereka meng¬in¬dikasikan bahwa ter¬dapat kemung¬kinan ada suatu masalah pada hati. Pada orang yang tidak mem¬per¬lihatkan gejala atau tidak ter¬in¬den¬tifikasi adanya fak¬tor risiko, hasil tes fungsi hati yang abnor¬mal bisa meng¬in¬dikasikan adanya per¬lukaan hati semen¬tara atau sesuatu yang ter¬jadi di lokasi lain di dalam tubuh – seperti pada otot, pank¬reas atau jan¬tung. Namun juga bisa menan-dakan penyakit hati tahap awal dan memer¬lukan tes lebih lan¬jut dan/atau peman¬tauan secara berkala (Ronald, 2004).
F. Pemeriksaan SGOT
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang lama (Nila, 2011). Aspartat amino transperase (ASAT/AST) mengkatalis transaminase dari L-aspartate dan 2-oxogluttarate membentuk L-glutamate dan oxaloacetate> Oxaloacetate direduksi menjadi L-milate oleh enzim malate dehydrogenase (MDH) dan nicomamide Adenin denodeotide 9NADH) teroksidasi menjadi NAD. Banyaknya NADH yang teroksidasi berbanding lurus dengan aktifitas AST dan diukur secara fotometrik pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 340 nm.
SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis menggunakan fotometer, atau secara otomatis menggunakan chemistry analyzer.
Untuk pengukuran menggunakan metode IFCC (International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine), nilai rujukan dewasa yang digunakan adalah sebagai berikut:
Jenis kelamin Nilai rujukan
Laki-laki 14-45 U/L
Perempuan 13-37 U/L
Langkah-langkah pemeriksaan :
1. Disiapkan semua alat dan bahan yang akan diperlukan
o Alat
- Mikropipet 100 µl
- Mikropipet 500 µl
- Yellow tip
- Blue tip
- Tabung reaksi
- Kuvet
- Spektrofotometri
o Bahan
- Reagen diasys ASAT (GOT) Es monoreagen (dibuat dengan mencampurkan 4 bagian R1 dengan 1 bagian R2, kemudian ditunggu 30 menit)
- Sampel serum
2. Sebanyak 1000 µl monoreagen ASAT (GOT) dimasukkan ke dalam tabung reaksi
3. Ditambahkan 100 µl sampel serum dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi reagen.
4. Stopwatch dihidupkan setelah sampel ditambahkan ke dalam monoreagen
5. Absorbansi dibaca setelah 1 menit. Absorbansi larutan diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm
6. Absorbansi dibaca kembali setelah 1,2 menit berikutnya.
7. Hasil data absorbansi sampel dicatat lalu dilakukan perhitungan kadar SGOT dari sampel serum yang diperiksa.
Interpretasi Hasil
1. Dengan aktifasi pyridoxal - S- phosphate
a. Wanita dewasa : < 31 U/L
b. Laki-laki dewasa : < 35 U/L
c. Anak-anak
• 1 – 3 Tahun : < 50 U/L
• 4 – 6 tahun : < 45 U/L
• 7 – 9 tahun : < 40 U/L
• 10 – 12 tahun : < 40 U/L
• 13 – 15 tahun : < 35 U/L
• 16 – 18 tahun : < 35 U/L
2. SGOT tanpa aktifasi pyridoxal – S – phosphate
a. Wanita dewasa : < 31 U/L
b. Laki-laki dewasa : 35 U/L
G. Masalah Klinis
Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST :
• Peningkatan tinggi ( > 5 kali nilai normal) : kerusakan hepatoseluler akut, infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa
• Peningkatan sedang ( 3-5 kali nilai normal ) : obstruksi saluran empedu, aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia muscularis
• Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis, infark paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA) (Sri Oktaviani, 2013).
H. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
• Injeksi per intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST
• Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar SGOT/AST
• Suhu yang digunakan saat pemeriksaan
• Durasi waktu selama pemeriksaan
• Hemolisis sampel darah
• Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein, morfin, meperidin), antihipertensi (metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin, preparat digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif yang keliru (Sughy, 2012).
BAB III
PENUTUP
SGOT adalah enzim golongan transaminase yang sering dikaitkan dengan kinerja organ hati, seperti enzim ALT. Namun, SGOT tidak hanya ada pada organ hati, tetapi juga ditemukan di jantung, otot rangka, dan ginjal.
Pada saat terjadi kerusakan hati akut, jumlah enzim transaminase alanin (SGPT) dan transaminase aspartat (AST) meningkat dalam darah. Selain itu, penderita nekrosis hati (kematian sel) seperti yang diderita oleh pecandu alkohol dan penderita infeksi virus hepatitis juga menunjukkan kenaikan konsentrasi AST dalam darah.
Hal ini dikarenakan AST yang berada di dalam mitokondria dilepaskan sel yang mati ke peredaran darah. Enzim ini dapat diukur di laboratorium menggunakan metode fotometrik ataupun kolorimetrik. Nilai normal (rujukan) untuk enzim ini berbeda tergantung pada metode yang digunakan.
Pemeriksaan SGOT dilakukan untuk menegakkan diagnosis penyakit hati bersamaaan dengan parameter pemeriksaan lainnya. Pemeriksaan ini didasarkan pada reaksi enzimatik yang sangat sensitif terutama pada terhadap pH, suhu, dan lama waktu yang digunakan untuk pemeriksaan. Sehingga ketiga faktor tersebut hendaknya diperhatikan dengan baik supaya didapatkan hasil pemeriksaan yang representatif.
DAFTAR PUSTAKA
• Frances K.Widmann, et al.1992.Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1.Jakarta:EGC
• Joyce Le Fever Kee 2007.Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 9.Jakarta:EGC
• Kosasih, E.N., Kosasih A.S.. 2008.Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik.Jakarta: Karisma Publishing Group.
• Sabiston.1992.Buku Ajar Bedah.Jakarta:EGC
• Sacher, Ronald A. dan Mc Pherson, Richard A.2002.Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11.Jakarta:EGC
• Setiati, Siti, et al.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
• Wijayakusuma, Hembing.2008.Tumpas Hepatitis dengan Ramuan Herbal.Jakarta:Pustaka Bunda
• Aspartat Transaminase (https://id.wikipedia.org/wiki/Aspartat_transaminase)
• Apriani, Nila.2011.Pemeriksaan SGOT.Online
• Nursyam, Sri Oktaviani.2013.Pemeriksaan SGOT.Online
0 Response to "MAKALAH KIMIA DARAH ENZIMATIK PEMERIKSAAN SGOT"
Posting Komentar